Você está na página 1de 8

ANALISIS KASUS HUKUM KESEHATAN MASYARAKAT DAN

HUKUM KESEHATAN INDIVIDU

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Hukum Perikatan & Pelayanan Kesehatan
Dosen Pengampu : Dr. Endang Wahyati, SH., M.Hum.

Disusun Oleh :
Febia Astiawati Sugiarto, SKG
13.93.0079

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER HUKUM KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2014
Hukum Kesehatan Masyarakat

1. Kasus
Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) telah banyak
melakukan pelanggaran terkait dengan pelaksanaan manajemen di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tangsel. Pelanggaran tersebut di
anataranya adalah pelanggaran Permenkes Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, terkait pengangkatan direktur utama RSUD Kota Tangsel yang
pendidikannya tidak berkaitan dengan kerumahsakitan.
Demikian disampaikan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Cabang Tangerang dr Jasarito, Minggu (22/9/2013). Menurut Jasarito,
selain soal pengangkatan dirut, sedikitnya ada dua pelanggaran undang-
undang atau Permenkes dalam soal transfer of knowledge yang dilakukan
dokter asing ke tenaga medis yang ada di rumah sakit tersebut.
Jasarito berpendapat, dalam mempersilahkan dokter asing masuk ke
Indonesia, hanya ada tiga pintu masuk yang boleh dilalui. Pertama, dokter
asing hanya boleh memberikan ilmunya di rumah sakit pendidikan, seperti
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo atau RSCM. Kedua, harus
bekerjasama dengan organisasi keprofesian dokter resmi di Indonesia, IDI
atau anak perhimpunan spesialisnya.
"Terakhir, dokter asing bisa masuk ke Indonesia bila terjadi bencana
alam," terangnya. Seluruh aktivitas dokter asing tersebut, kata Jasarito,
harus dipantau oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Selama ini,
aktifitas dokter asing di RSU Kota Tangsel tak diawasi KKI apalagi
melalui pintu masuk yang dipaparkan di atas. Jasarito juga menambahkan,
bila pun ada alasan tim dokter rumah sakit tak bisa menangani kasus di
RSU, seharusnya direktur maupun komite medik rumah sakit
mengevaluasi.
"Masih bisa ditangani oleh internal, bukan jauh-jauh mendatangkan
dari luar negeri," pungkasnya. Terkait dengan pengangkatan direktur
RSUD Kota Tangsel yang latar belakang pendidikannya tak berhubungan
dengan perumahsakitan, IDI mengaku sangat menyesalkan langkah yang
tak sesuai dengan Permenkes Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
"Prinsipnya, teman-teman di sana ingin meluruskan praktek tenga
medis harus sesuai undang-undang yang berlaku. Kami dari IDI
mendukung apa yang dilakukan dokter RSU Kota Tangsel," tegas Jasarito.
Sebelumnya, keberadaan dokter asing yang sengaja di datangkan
Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) untuk berpraktek di RSU Tangsel
diprotes. Dokter RSU Tangsel merasa apa yang dipraktekkan dokter asing
sama dengan apa yang telah dijalankan dokter lokal yang terlah terlebih
dahulu berpraktek di RSU Tangsel.
" Contohnya tim dokter yang katanya datang dari Korea Selatan,
knowledge yang mereka berikan sama saja seperti yang kami praktekan
selama ini. Tidak ada yang baru," kata dr Arif Kurniawan, salah seorang
dokter yang Jumat (20/9/2013) melakukan unjuk rasa bersama tenaga
medis RSU Tangsel lainnya.
Selain soal keberadaan dokter asing, pengangkatan Neng Ulfa yang
sama sekali tak memiliki latar belakang pendidikan mengenai
kerumahsakitan, juga diprotes para tenaga medis di RSUD Kota Tangsel.
Kebijakan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengangkat
Neng Ulfa sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Umum (RSU) Kota
Tangsel, dituding melanggar peraturan, dalam hal ini Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) No.971 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Tudingan tersebut disampaikan puluhan dokter RSU Kota Tangerang
yang menemui Wakil Wali Kota Tangerang Benyamin Davnie yang
sedang berada di Gedung Widya Bakti Puspitek, Jumat (20/9/2013).

2. Analisa
a. Subjek hukum
Subjek hukum dalam kasus ini adalah RSU Tangsel yang
melakukan pelanggaran berkaitan dengan pengangkatan direktur
utama RSUD Kota Tangsel yang pendidikannya tidak berkaitan
dengan kerumahsakitan dan juga transfer of knowledge yang
dilakukan dokter asing ke tenaga medis yang ada di rumah sakit
tersebut
b. Identifikasi persoalan hukum (pokok perkara)
Persoalan hukum yang terjadi pada kasus ini adalah puluhan dokter
RSU Kota Tangerang yang menuding Wakil Wali Kota Tangerang
karena Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) telah banyak
melakukan pelanggaran terkait dengan pelaksanaan manajemen di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tangsel.
c. Perbuatan melawan hukum yang terjadi dan dasar hukumnya
Dalam kasus ini ditemui beberapa pelanggaran dari aspek disiplin
antara lain :
- pelanggaran Permenkes Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, terkait pengangkatan direktur utama RSUD Kota
Tangsel yang pendidikannya tidak berkaitan dengan
kerumahsakitan
dasar hukumnya telah di atur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) No.971 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit
d. Tanggung jawab hukum
Tanggung jawab hukum dalam kasus ini adalah pihak Pemerintah
Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang terbukti salah harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menjali sanksi
hukum yang dijatuhkan kebadanya.
e. Penilaian
Menurut penilaian saya dalam kasus di atas seharusnya rim dokter di
RSU Tangsel bula tidak bisa menangani suatu kasus maka direktur
maupun komite medik rumah sakit mengevaluasi. Selain itu meminta
bantuan kepada dokter lain di luar rumah sakit yang masih terikat pada IDI
maupun perhimpunan spesialisnya, adalah langkah yang dianggap lebih
baik ketimbang mendatangkan dokter asing yang tak melalui prosedur.
Hukum Kesehatan Individu

1. Kasus

Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB


KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi di Kediri. Novila
Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa
Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya.
Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi
hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan
Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan
yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang
istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap
tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang
masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti
istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga
membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan
janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang
Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge,
Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar
informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan
dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila
dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu
dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga
yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan
Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan
aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat
penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco
Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang,
pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan
sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah
disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat
Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami
kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh
Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat
menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu.
Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri.
Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan
Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di
rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas
membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus
rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada
korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena
dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget
dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum
memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk
mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.

2. Analisa
a. Subjek hukum
Subjek hukum berkaitan dalam kasus tersebut adalah Endang
Purwatiningsih (40) yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan dan
Novila Sutiana (21) adalah korban yang tewas setalh disuntikkan
obat perangsang oleh bidan tersebut.
b. Identifikasi persoalan hukum (pokok perkara)
Pokok perkara hukum pada kasus ini adalah Endang (bidan
puskesmas) digugat dengan tuduhan pembunuhan oleh keluarga
Novila akibat tindakan abosrsi yang dilakukannya dengan
menyuntikkan obat perangsang pada minggu,18 Mei 2008. Selain
itu belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang
membuka praktik aborsi yang merupakan tindakan melawan
hukum.
c. Perbuatan melawan hukum yang terjadi dan dasar hukumnya
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Endang
adalah ancaman pasal 348 KUHP
Pasal 348 KUHP :
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita
tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Selain itu Endang juga dapat dikenai pasal 349 KUHP
Pasal 349 KUHP :
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
d. Tanggung jawab hukum
Pihak bidan jika terbukti bersalah maka harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya dan menjalani sanksi hukum yang
dijatuhkan kepadanya.
e. Penilaian
Menurut penilaian saya pada kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi
suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal. Bidan E dengan sengaja dan
adanya niat memberikan suntikan obat perangsang dan hal ini
mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir
dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan
dari ayah korban yang meminta kepada polisi untuk mengusut
tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak
dilakukan di sekitar kita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun.
Belajar dari kasus diatas maka semua tenaga kesehatan, baik
dokter, bidan ataupun yang lainnya harus memahami betul apa-apa
yang menjadi kewenangannya dan apa-apa pula yang bukan
menjadi kewenangan dari profesinya. Peraturan per Undang-
undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan diadakan
pembaharuan, janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis
semata, namun harus di patuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya.

Você também pode gostar