Você está na página 1de 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dilema etis adalah suatu keadaan dimana terdapat dua pilihan yang sama-sama
penting, akan tetapi harus memutuskan salah satu pilihan. Untuk membuat keputusan etis,
seseorang harus menggantungkan pada pemikiran rasional, bukan emosi. Keputusan tertentu
memerlukan kesadaran, keterampilan kognitif yang diperlukan untuk memahami kebutuhan-
kebutuhan klien dan memberi asuhan pada klien (Ermawati, 2010).
Secara harfiah, euthanasia adalah mati secara baik dan mudah tanpa penderitaan.
Secara medis, euthanasia adalah membantu pasien untuk mati cepat untuk membebaskan dari
penderitaan akibat penyakitnya (Ermawati, 2010).
Euthanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat
diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia
hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum
positif yang masih berlaku yakni KUHP pasal 344," kata Ketua Umum Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia Farid Anfasal Moeloek (2010).
Dalam kasus ini, di negara Belgia dokter diperbolehkan melakukan euthanasia jika
untuk mengakhiri penderitaan pasien. Tetapi berbeda di negara Indonesia, euthanasia
hakikatnya dilarang keras, bahkan diancam hukuman 12 tahun penjara jika melakukan
tindakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang walaupun hal itu diminta oleh
pasien tanpa keterpaksaan atau dengan ketulusan hati (euthanasia aktif) hal ini tercantum
dalam KUHP pasal 334 yang berbunyi Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Dalam makalah ini, kami sebagai penulis akan membahas tentang kasus euthanasia
yang terjadi pada saudara kembar identik karena alasan akan mengalami kebutaan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam pengambilan keputusan etis.
2. Tujuan khusus
a. Membantu mahasiswa dalam pengambilan keputusan etis khususnya pada kasus
euthanasia
b. Membantu mahasiswa dalam memprioritaskan masalah dan memilih alternatif
keputusan yang terbaik.

C. Manfaat
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan gambaran tentang dilema etis dan penyelesaiannya.
BAB 1I

KASUS DAN PEMBAHASAN

A. KASUS :
Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal
dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa
ke IGD karena jatuh dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki
tersebut mengalami nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah
tidak dapat lagi diatasi denganpemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan
dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu
mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta
diberikan obat analgesik. Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang
tersengal-sengal sehingga mutlak membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar
diagnosa dokter, klien maksimal hanya dapat bertahan beberapa hari saja.
Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi
dari dokter, keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui
euthanasia pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan
lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang
ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia
menaikan dosis yang adakarena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU
yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas
di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.
Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical
dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan
tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah.
Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan
dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah
secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).
Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut

a. Mengembangkan data dasar


b. Mengidentifikasi konflik
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
e. Mendefinisikan kewajiban perawat
f. Membuat keputusan

B. PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK

1. Mengembangkan data dasar :


Mengembangkan data dasar disini adalah dengan mencari lebih lanjut
informasi yang ada mengenai dilema etik yang sedang dihadapi. Mengembangkan
data dasar melalui :
a. Menggali informasi lebih dalam terhadap pihak pihak yang terlibat meliputi :
Klien, keluarga dokter, dan perawat.
b. Identifikasi mengenai tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan
keluarga untuk melepas alat bantu nafas atau juga untuk memberikan
penambahan dosis morphin.
c. Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien dan tidak
melanggar peraturan yang berlaku.
d. Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak menuruti keluarga untuk
melepas alat bantu nafas dan tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien
dan keluarganya menyalahkan perawat karena dianggap membiarkan pasien
menderita dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di IGD
mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :


Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase
mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan.
Keluarga meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi
keluhan nyerinya dan memutuskan untuk tidak memberikan alat bantu apapun
termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan
nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a. Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat
mempercepat kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik Beneficience-
Nonmaleficience
b. Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang
dapat melanggar nilai autonomy.
3. Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
konsekuensi tindakan tersebut.

1) Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang


nyeri dan melepaskan oksigen, Konsekuensi :
a. Tidak mempercepat kematian klien
b. Membiarkan Klien meninggal sesuai proses semestinya
c. Tidak melanggar peraturan mengenai pemberian morfin
d. Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
e. Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
f. Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
2) Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen
nyeri, Konsekuensi :
a. Tidak mempercepat kematian pasien
b. Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan
ambang nyeri)
c. Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi

3) Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering
dan apabila diperlukan, Konsekuensi :
a. Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
b. Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia
dapat cukup beristirahat.
c. Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
d. Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi
e. Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.
4) Tidak menuruti keinginan keluarga dan membantu keluarga dalam proses
berdukanya, Konsekuensi :
a. Tidak mempercepat kematian klien
b. Keluarga dapat melewati proses berduka dengan seharusnya
c. Keluarga tidak menginginkan dilakuakn euthanasia terhadap pasien

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :


Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena
dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin.
Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek
samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawatmembantu
klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat
selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang
dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping
klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga serta sistem
berduka keluarga dan lain-lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat


a. Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri yang sesuai
b. Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri
c. Mengoptimalkan sistem dukungan keluarga untuk pasien
d. Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan keyakinannya
e. Membantu Keluarga untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap
masalah yang sedang dihadapi
f. Memfasilitasi sistem berduka keluarga dengan memberikan support.
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan
konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu
mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk
klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya
manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan
terhadap sistem berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila
terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka
keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya
akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

http://rumah-perawat.blogspot.co.id/2016/11/contoh-kasus-pemecahan-masalah-dilema.html
tanggal 14 November 2017, selasa jam 10.00 WIB.

Dalami, Ermawati. 2010. Etika Keperawatan. Jakarta : TIM.


.

Você também pode gostar