Você está na página 1de 17

MAKALAH KASUS FARMASI FORENSIK

PENERAPAN SAINS FARMASI PADA FUNGSI DAN PERAN APOTEKER


DALAM SISTEM DISTRIBUSI OBAT DI UNIT RAWAT JALAN-RS UNTUK
MEWUJUDKAN CLINICAL EFFECTIVENESS DAN COST EFFECTIVEENESS
DI ERA JKN

Oleh :

KELOMPOK 24
I NYOMAN TRIADHI WISESA 1708611010
KOMANG DEDE SAPUTRA 1708611033

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
BAB I
PEMAPARAN KASUS

1.1 Kasus
Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan mengeluhkan
kekosongan sejumlah obat yang ada di Rumah Sakit (RS) berplat merah ini. Hal ini juga
dialami salah seorang pasien, F boru Pakpahan yang menceritakan kalau dua hari lalu
dia sempat mencoba mengambil obat hipertensi di RS Pirngadi Medan. Namun obat
tersebut tidak tersedia.
F boru Pakpahan menuturkan, hal ini bahkan sudah terjadi lebih dari tiga bulan
yang lalu. Obat-obatan yang dibutuhkan pasien seperti obat hipertensi, jantung dan gula
malah sudah kosong sejak bulan Desember 2016 lalu.
"Itulah yang disampaikan pegawai poli kepada saya, stok obatnya kosong. Jadi
saya tanya obat apa yang ada? Dijawab, obat generik yang dosis rendah yang ada,
sedangkan obat yang dikasih taunya membuat saya tidak cocok dan buat batuk. Kenapa
obat-obatan di RS Pirngadi ini tidak ada," keluh F boru Pakpahan, Jumat (31/03/2017).
Setelah itu, lanjutnya, pegawai tersebut menyarankan agar pasien menanyakan
kepada Direktur Umum RSUD dr Pirngadi. Sesampainya F boru Pakpahan di ruangan,
ternyata Direktur tidak ada di tempat karena sedang di Kantor Walikota Medan.
"Akhirnya saya bertemu dengan wakil direktur dan menanyakan kenapa obat selalu
kosong. Tapi dia mengatakan tidak tau," sebutnya.
Akibat kondisi ini, F Boru Pakpahan mengaku tidak tahu lagi harus kemana
mempertanyakan obat-obatan yang selalu kosong itu. Bahkan, sejumlah dokter di RS
Pirngadi ujarnya, malah menyarankan agar para pasien melakukan demonstrasi
mempertanyakan keberadaan obat-obatan tersebut. "Kami selalu mengeluh obat-obatan
selalu kosong dan dokter yang bertugas di RS Pirngadi menyarankan melakukan
demonstrasi untuk mempertanyakan keberadaan obat-obatan yang dibutuhkan pasien
selama ini kosong," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kasubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Edison
Perangin-angin mengatakan, kekosongan obat itu mungkin dikarenakan belum sampai
ke bagian farmasi. Diakuinya memang ada dua pasien yang mengeluhkan soal
kekosongan obat ini ke ruang kerjanya. "Pada saat itu saya katakan kepada mereka agar
mengkonfirmasi lebih dahulu ke bagian farmasi dan memang stok obatnya sedang
kosong. Penyebab kekosongan itu akan saya pertanyakan ke bagian farmasi," terangnya.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD dr Pirngadi Medan Edwin Efendi
mengatakan pelayanan sudah berjalan dengan baik. Obat-obatan itu sudah disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. "Obat-obatan di RS mana pernah kosong, semuanya
disesuaikan dengan kebutuhan dan penggunaan pasien," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mengklaim RS selalu memenuhi kebutuhan pasien yang
datang berobat ke RS milik Pemko Medan ini. "Manalah mungkin kosong. Pelayanan
rumah sakit tetap berjalan, jadi semua kebutuhan sudah berjalan dengan semaksimal
mungkin. Ketersediaan obat-obatan itu sudah diatur di bagian farmasi. Diharapkan
pasien jangan langsung menilai negatif tentang pelayanan kita," pungkasnya.

Sumber: Beritasumut.com | Jumat, 31 Maret 2017, 23:30 WIB

1.2 Inti Kasus


Pasien rawat jalan mengeluhkan stok obat yang kosong di RSUD dr. Pringadi,
Medan sehingga pasien tidak bisa mendapatkan obatnya di rumah sakit tersebut.
Kekosongan obat itu terjadi di poli rawat jalan, namun direktur utama rumah sakit
mengakui obat di bagian farmasi aman.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS

2.1 Analisa Kasus


Pada penentuan inti kasus dapat dilakukan analisa kasus dengan cara 5W+1H
yang meliputi Apa (What), Dimana (Where), Kapan (When), Siapa (Who), Mengapa
(Why), dan Bagaimana (How). Berikut adalah hasil analisa 5 W+1 H, berdasarkan aspek
Farmasi Forensik :
1. Peristiwa yang terjadi (What)
Pasien rawat jalan mengeluhkan stok obat yang kosong di RSUD dr. Pringadi,
Medan sehingga pasien tidak bisa mendapatkan obatnya di rumah sakit tersebut.
Kekosongan obat itu terjadi di poli rawat jalan, namun direktur utama rumah
sakit mengakui obat di bagian farmasi aman.
2. Lokasi terjadinya (Where)
RSUD dr. Pringadi, Medan
3. Kapan terjadinya kasus (When)
Sejak Bulan Desember 2016
4. Pihak yang terlibat (Who)
Apoteker yang bertanggung jawab pada bagian rawat jalan dan apoteker yang
bertanggung jawab pada IFRS.
5. Mengapa kasus dapat terjadi (Why)
Masalah kekosongan obat disebabkan karena :
a. Sistem distribusi obat rumah sakit yang kurang berjalan dengan maksimal,
dalam hal ini yang dapat ditinjau adalah apoteker di bagian distribusi tidak
menginformasikan ke bagian pengadaan rumah sakit jika terjadi kehabisan
stok sehingga tidak dilakukan perencanaan pengadaan sediaan farmasi.
b. Apoteker tidak melakukan pengecekan sediaan farmasi di depo farmasi
secara rutin sehingga stok obat kosong
6. Bagaimana seharusnya yang terjadi pada kasus tersebut (How)
a. Apoteker di depo farmasi selalu mengontrol dan melakukan pengecekan
sediaan farmasi di depo farmasi. Apoteker melaporkan dokumentasi terkait
penggunaan obat secara berkala sehingga jika terjadi kekosongan stok obat,
apoteker di bagian distribusi menyampaikan kepada apoteker bagian
pengadaan untuk melakukan pengadaan obat sehingga obat-obat yang
dibutuhkan tetap ada.
b. Jika terjadi kekosongan obat di rumah sakit hal yang dapat dilakukan yaitu
dengan melakukan terapi subsitusi dengan obat lain yang memiliki indikasi
dan efektivitas yang sama dengan memperhitungkan aspek farmakoekonomi.
c. Apoteker penanggung jawab dalam distribusi di depo farmasi melakukan
komunikasi dengan apoteker di pelayanan mengenai penggantian terapi yang
diberikan pada pasien. Sehingga pasien tidak harus melakukan pembelian
obat diluar rumah sakit dengan menggunakan biaya sendiri.

2.2 Problem Solving Distribusi Obat


Dalam menyelesaikan permasalahan pada distribusi obat, terlebih dahulu harus
ditinjau kembali terkait tupoksi apoteker di bagian distribusi obat rawat jalan RS, yaitu:
Menyelenggarakan kegiatan distribusi kepada pasien di rumah sakit untuk unit
rawat jalan
Menjamin ruang distribusi yang memadai untuk seluruh kegiatan di unit rawat jalan
Menyusun pembagian tugas dan tanggung jawab petugas di depo farmasi rawat
jalan
Merencanakan obat yang diperlukan di depo farmasi rawat jalan sesuai
formularium RS
Mengadakan obat dengan jumlah sesuai kebutuhan
Menerima obat yang diperoleh dari IFRS
Memastikan penyimpanan obat sesuai persyaratan farmasetik dan aspek legal
Memastikan kebenaran dalam penyiapan dan pemberian obat
Melakukan pencatatan terhadap obat yang diterima dan dikeluarkan di depo farmasi
rawat jalan
Mengawasi kegiatan di lingkungan depo farmasi rawat jalan
Mendokumentasikan dan melaporkan mengenai rekapitulasi penggunaan obat baik
secara harian maupun bulanan
Berdasarkan tupoksi apoteker di distribusi obat di rawat jalan tersebut, ada
beberapa hal yang harus dilakukan dalam mencari tahu penyebab terjadinya kekosongan
atau ketidaktersediaan obat di poli rawat jalan, yaitu:
Melakukan pemeriksaan terkait kebenaran informasi kekosongan atau
ketidaktersediaan obat di poli rawat jalan
Melakukan pemeriksaan stok obat di depo rawat jalan
Melakukan pemeriksaan kesesuaian antara kartu stok dan stok obat
Melakukan verifikasi pada kartu stok terkait beberapa hal berikut: kapan terakhir
diperbaharui, siapa yang memperbaharui terakhir, jumlah stok obat terakhir
diperbaharui
Melakukan pengecekan terkait dokumentasi dan pelaporan kepada bagian IFRS
seperti: kapan terakhir kalinya melakukan pelaporan, jumlah stok obat yang
dikeluarkan dan yang tersisa saat terakhir kali dilaporkan, kapan terakhir kali
melakukan permintaan obat ke bagian IFRS

Dari hasil pemeriksaan tersebut, maka akan diketahui pada hal mana terjadi
ketidaksesuaian dengan prosedur yang seharusnya dilaksanakan di bagian distribusi
obat di depo rawat jalan. Untuk mengatasi kekosongan obat yang telah terjadi di poli
rawat jalan tersebut dapat diatasi dengan melakukan terapi substitusi seperti pada
problem solving cost effectiveness dan untuk mencegah terjadinya kekosongan stok obat
ini terjadi kembali, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:
Melakukan pemeriksaan rutin terkait sediaan farmasi di depo rawat jalan
Memastikan kesesuaian antara obat yang ada dengan kartu stok
Apoteker wajib melakukan pelaporan terhadap penggunaan obat kepada bagian
IFRS secara berkala untuk mencegah kekosongan stok obat
Apoteker di bagian distribusi rawat jalan wajib mengetahui kapan bagian
pengadaan IFRS memesan obat ke PBF. Pelaporan dilakukan sebelum proses
pengadaan oleh IFRS dilakukan

Berikut merupakan prosedur kerja yang dapat dilakukan oleh apoteker untuk
mencegah terjadinya penyimpangan pada distribusi obat:
1. Permintaan obat ditulis dalam formulir permintaan barang dalam rangkap 2 (asli
untuk gudang dan rangkapnya untuk unit yang bersangkutan
2. Dalam mengisi item dan jumlah permintaan, sisa pemakaian obat dari permintaan
sebelumnya harus dicantumkan
3. Formulir permintaan yang telah diisi ditandatangani oleh penanggung jawab unit
pelayanan dan diketahui oleh Kepala IFRS
4. Formulir permintaan diserahkan kepada petugas gudang IFRS
5. Petugas gudang IFRS menyiapkan obat yang diminta dan mencatat dalam buku
pengeluaran barang dan kartu stok gudang
6. Saat serah terima barang, petugas unit pelayanan yang menerima melakukan
pengecekan
7. Setelah sesuai, petugas gudang yang menyerahkan dan petugas yang menerima
membubuhkan nama dan paraf
8. Permintaan dilakukan 1 kali seminggu

2.3 Problem Solving Cost Effectiveness


Dalam menghadapi ketidaktersediaan obat di poli (rawat jalan), apoteker dapat
melakukan beberapa hal berikut, yaitu:
Melakukan substitusi obat dimana obat yang disubtitusi harus memiliki indikasi
dan efektivitas sama dan berdasarkan farmakoekonomi dan persediaan obat yang
ada IFRS
Apoteker di bagian distribusi rawat jalan melakukan komunikasi dengan bagian
pelayanan mengenai penggantian obat pasien dan memberikan informasi mengenai
penggantian obat pada dokter pemberi resep, sehingga pasien tidak perlu mencari
obat di tempat lain
Apoteker mendokumentasikan obat-obatan yang tidak terlayani dan melaporkannya
kepada bagian pengadaan IFRS guna mencegah terulangnya kekosongan stok obat

Dalam hal cost effectiveness untuk obat-obatan yang dikatakan kosong pada kasus
tersebut seperti obat untuk hipertensi dan diabetes mellitus, dapat dilakukan hal berikut:
1. Obat Hipertensi
Penyakit hipertensi dapat diobati dengan menggunakan obat antihipertensi oral
tunggal seperti golongan calcium channel blocker (CCB), ACEI, angiotensin
reseptor blocker (ARB), dan beta blocker (BB). Target dari terapi ini adalah
tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg (DiPiro et al., 2008). Berikut adalah
penanganan pada penyakit hipertensi.

Gambar 1. Terapi pada Penyakit Hipertensi (DiPiro et al., 2008).

Berdasarkan penelitian di Unit Rawat Jalan RS Sultan Agung tahun 2016,


efektivitas terapi BB dalam mengobati penyakit hipertensi paling rendah
dibandingkan obat golongan CCB yang memiliki efektivitas tertinggi. Golongan
CCb ini cocok digunakan untuk mengontrol tekanan darah untuk pasien dengan
diabetes mellitus dan pada pasien yang sensitif garam (Ubaidillah, 2017).
Hasil efektivitas terapi tersebut kemudian dilakukan efektivitas biaya yang
didasarkan pada perbandingan antara biaya medik langsung dengan efektivitas
terapi obat. Berikut merupakan hasil analisis efektivitas biaya pada obat
antihipertensi oral tunggal di unit rawat jalan RS Sultan Agung.
Dari data diatas, dilakukan perhitungan nilai ACER yang merupakan
perhitungan untuk cost effectiveness yaitu intervensi yang paling rendah biaya per
unit efektivitasnya, dengan kata lain nilai ACER-nya paling rendah. Berdasarkan
hasil analisis, golongan obat hipertensi yang paling cost effective adalah golongan
CCB (Ubaidillah, 2017). Jika dilihat berdasarkan hasil ACER tersebut, apabila
nantinya stok obat yang tidak tersedia misalkan golongan CCB, maka dapat
digantikan dengan golongan ACEI lalu BB dan terakhir baru menggunakan
golongan ARB.

2. Obat Antidiabetes
Penyakit diabetes mellitus tipe 2 dapat diobati dengan menggunakan kombinasi
antidiabetic oral dengan target terapi berupa nilai gula darah sewaktu (GDS) 110-
130 mg/dL dan gula darah puasa (GDP) 80-130 mg/dL (DiPiro et al., 2008).
Berikut adalah algoritma terapi pada diabetes mellitus tpe 2.

Gambar 2. Algoritma Terapi pada Diabetes Mellitus Tipe 2


Sebagai contoh, terapi kombinasi di Unit Rawat Jalan RS Dr. Moewardi tahun
2014 yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
No. Terapi Kombinasi
1. Glimepiride + metformin
2. Glimepiride + acarbose
3. Glimepiride + metformin + acarbose
4. Glimepiride + metformin + piaglitazone
5. Glikazid + pioglitazone
6. Metformin + acarbose
7. Glibenclamide + metformin

Dari kombinasi obat antidiabetes oral tersebut dilakukan analisis efektivitas


terapi dimana diperoleh hasil bahwa kombinasi yang paling efektif adalah
kombinasi glimepiride dan metformin. Sedangkan efektivitas terapi terendah adalah
kombinasi glimepiride dan acarbose. Kombinasi glimepiride dan metformin paling
efektif karena golongan sulfonylurea (glimepiride) cocok digunakan pada diabetes
mellitus tipe 2 dengan usia pasien diatas 40 tahun dan golongan biguanida
(metformin) mampu bekerja dengan menekan nafsu makan dan tidak meningkatkan
berat badan (Priharsi, 2015).
Kemudian dilakukan analisis efektivitas biaya dengan membandingkan biaya
medik langsung dengan efektivitas terapi yang dihasilkan. Berikut merupakan hasil
analisis efektivitas biaya pada unit rawat jalan RS Dr. Moewardi.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, pengobatan yang memberikan hasil cost
effective adalah kombinasi glimepiride dan metformin. Hal ini didasarkan atas nilai
ACER hasil analisis efektivitas biaya dimana semakin kecil nilai ACER maka akan
semakin cost effective (Priharsi, 2015). Jika dilihat berdasarkan hasil ACER
tersebut, apabila nantinya stok obat yang tidak tersedia misalkan kombinasi
glimepiride dan metformin, dapat digantikan dengan kombinasi metformin dan
acarbose, lalu kombinasi glibenclamide dan metformin, serta pilihan kombinasi
terakhir adalah kombinasi glikazid dan pioglitazone.

Cost effectiveness dapat diterapkan dalam hal substitusi obat yang disesuaikan
dengan kemampuan atau ketersediaan obat di rumah sakit. Berikut merupakan prosedur
yang dapat dilakukan saat terjadi kekosongan obat:
1. Pasien yang telah mendapat resep diserahkan ke loket pelayanan farmasi
2. Petugas pelayanan resep melakukan skrining resep dan menyampaikan obat yang
tertulis kepada petugas distribusi.
3. Petugas distribusi melakukan pengecekan stok pada obat yang tertulis pada resep.
4. Saat dilihat dalam persediaan/stok obat dalam resep kosong, petugas distribusi
melihat buku formularium dan mencari obat yang memiliki komposisi yang sama
5. Petugas distribusi meminta pada petugas pelayanan untuk menghubungi dokter
penulis resep berkenan atau tidak untuk diganti dengan yang lain
6. Apabila dokter penulis resep berkenaan untuk diganti, obat tersebut diganti sesuai
instruksi dari dokter penulis resep
7. Apabila dokter pembuat resep tidak berkenan untuk disubtitusi maka petugas
instalasi farmasi akan membelikan di Apotek terdekat atau apotek yang
bekerjasama dengan rumah sakit
8. Petugas pelayanan menyiapkan perbekalan farmasi.
9. Petugas pelayanan menyerahkan perbekalan farmasi yang sudah disiapkan kepada
pasien disertai informasi yang dibutuhkan
2.4 Problem Solving Pembayaran
Pembayaran dalam hal obat-obatan yang diterima pasien rawat jalan di era JKN
semuanya merujuk pada sistem INA CBGs. Dalam implementasi JKN telah diatur pola
pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA-CBGs
(Indonesian Case Base Group). INA CBGs merupakan pembayaran paket atas
penyakit yang diderita pasien rawat inap dan rawat jalan. Besaran tarif INA-CBGs
ditinjau sekurang-kurangnya setiap dua tahun sekali oleh Menteri kesehatan setelah
berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang
keuangan. Tarif INA-CBGs meliputi tarif pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit
kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D dalam regional 1, 2, 3, 4 dan 5. Tarif INA-CBGs
juga meliputi tarif pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit umum dan
rumah sakit khusus rujukan nasional.
BAB III
KESIMPULAN

Terjadinya kekosongan stok obat di poli rawat jalan RS dr. Pirngadi dapat
disebabkan oleh tidak terlaksananya tupoksi apoteker di bagian disribusi obat pada unit
rawat jalan. Apabila terjadi kekosongan obat terdapat beberapa hal yang dapat
dilakukan apoteker di unit rwat jalan, yaitu: melakukan pemeriksaan pada bagian tugas
dan fungsi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga kekosongan stok obat itu
terjadi, untuk mencegah terjadinya kekosongan harus adanya komunikasi yang baik
antara apoteker dan petugas di depo rawat jalan dan pihak IFRS, untuk mengatsi
kekosongan obat dapat dilakukan substitusi obat yang dikomunikasikan dengan bagian
pelayanan dan dikondisikan terkait stok yang tersedia di IFRS dan untuk
pembayarannya tetap menggunakan sistem INA CBGs karena di Indonesia sendiri
sekarang ini telah memasuki era JKN dimana seluruh pembayarannya menggunakan
system INA CBGs.. Apoteker di bagian distribusi obat unit rawat jalan seharusnya
memahami apa saja yang menjadi tupoksinya sehingga tidak terjadi tumpeng tindih
dalam pelaksanaan tugasnya, selain itu dokumentasi dan pelaporan terkait penggunaan
obat kepada bagian IFRS penting untuk dilakukan guna mencegah terjadinya
kekosongan stok obat.
DAFTAR PUSTAKA

DiPiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, and L. M. Posey.


2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7th Edition. USA: The
McGraw-Hill Companies.
Priharsi, Alisa. 2015. Analisis Efektivitas Biaya Antidiabetik Oral Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPKJS di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi Tahun 2014. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ubaidillah, Farid. 2017. Analisis Efektivitas Biaya Terapi ANtihipertensi Oral Tunggal
pada Pasien Hipertensi BPJS Rawat Jalan Periode Bulan Juli-Desember Tahun
2016 di RSI Sultan Agung Semarang. Semarang: Universitas Ngudi Waluyo
Ungaran.
LAMPIRAN
SOP DISTRIBUSI PERBEKALAN FARMASI
RS Harapan
Jl. Udayana No. NO. No. Revisi: Halaman: 1 / 1
10, Badung-Bali
Ditetapkan

Tanggal DIREKTUR RS HARAPAN


STANDAR OPERASIONAL ditetapkan:
PROSEDUR
11 Oktober 2017 dr. Komang Dede Saputra, M.Si.

NIP. 199503022017061003

I. PENGERTIAN Distribusi/pendistribusian perbekalan farmasi merupakan kegiatan mendistribusikan


perbekalan farmasi di Rumah Sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi
bagi rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.

II. TUJUAN Tercapainya distribusi perbekalan farmasi dengan mutu, cakupan dan efisiensi yang
optimal di Rumah Sakit.

III. KEBIJAKAN Distribusi untuk unit pelayanan rawat jalan dilaksanakan 1 kali dalam seminggu

1. Permintaan obat/alkes habis pakai ditulis dalam formulir permintaan barang,


IV. PROSEDUR dalam rangkap 2 (asli untuk gudang dan rangkapannya untuk unit yang
bersangkutan).
2. Dalam mengisi item dan jumlah permintaaan, sisa pemakaian obat/alkes habis
pakai dari permintaan sebelumnya harus dicantumkan.
3. Formulir permintaan yang telah diisi, ditandatangani oleh penanggungjawab unit
pelayanan dan diketahui oleh Kepala Instalasi Farmasi. Kemudian diserahkan
kepada petugas gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
4. Petugas gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit menyiapkan obat/alkes yang
diminta dan mencatat dalam buku pengeluaran barang dan kartu stok gudang.
5. Pada saat serah terima barang, petugas unit pelayanan yang menerima melakukan
pengecekan. Setelah cocok, petugas gudang yang menyerahkan maupun petugas
yang menerima membubuhkan nama dan paraf.
6. Permintaan dilakukan 1 kali seminggu.

V. UNIT TERKAIT Unit Pelayanan Rawat Jalan


Petugas gudang
PENANGANAN SAAT TERJADI KEKOSONGAN OBAT
RS Harapan
Jl. Udayana No. NO. No. Revisi: Halaman: 1 / 1
10, Badung-Bali
Ditetapkan

Tanggal DIREKTUR RS HARAPAN


STANDAR OPERASIONAL ditetapkan:
PROSEDUR
11 Oktober 2017 dr. Komang Dede Saputra, M.Si.
NIP. 199503022017061003

I. PENGERTIAN Distribusi/pendistribusian perbekalan farmasi merupakan kegiatan mendistribusikan


perbekalan farmasi di Rumah Sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi
bagi rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.

II. TUJUAN Tercapainya distribusi perbekalan farmasi dengan mutu, cakupan dan efisiensi yang
optimal di Rumah Sakit.

III. KEBIJAKAN Prosedur distribusi ini dilakukan apabila terjadi kekosongan stok obat

1. Pasien yang telah mendapat resep diserahkan ke loket pelayanan farmasi


IV. PROSEDUR 2. Petugas pelayanan resep melakukan skrining resep dan menyampaikan
obat yang tertulis kepada petugas distribusi.
3. Petugas distribusi melakukan pengecekan stok pada obat yang tertulis
pada resep.
4. Saat dilihat dalam persediaan/stok obat dalam resep kosong, petugas
distribusi melihat buku formularium dan mencari obat yang memiliki
komposisi yang sama
5. Petugas distribusi meminta pada petugas pelayanan untuk menghubungi
dokter penulis resep berkenan atau tidak untuk diganti dengan yang lain
6. Apabila dokter penulis resep berkenaan untuk diganti, obat tersebut
diganti sesuai instruksi dari dokter penulis resep
7. Apabila dokter pembuat resep tidak berkenan untuk disubtitusi maka
petugas instalasi farmasi akan membelikan di Apotek terdekat atau apotek
yang bekerjasama dengan rumah sakit
8. Petugas pelayanan menyiapkan perbekalan farmasi.
9. Petugas pelayanan menyerahkan perbekalan farmasi yang sudah disiapkan
kepada pasien disertai informasi yang dibutuhkan

V. UNIT TERKAIT Unit Pelayanan Rawat Jalan


Unit distribusi obat

Você também pode gostar