Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1
dari flora bakteri normal dan bakteri penginfeksi akan lebih dapat dilakukan.
Dewasa ini telah diketahui bahwa flora mulut aerob terdiri atas kokus gram postifi
(Streptococcus), kokus gram negatif (Neisseria), batang gram positf
(Lactobacillus, Corynebacterium), dan batang gram negatif (Hemophilus,
coliformis). Sedangkan anaerob rongga mulut terdiri atas kokus gram positif
(Veillonella), batang gram positif (Actinomyces, Clostridium, Leptotrichia), dan
batang gram negatif (Bacteriodes, Fusobacterium).
Flora mulut yang paling sering terlihat pada infeksi piogenik submiukosal
rongga mulut adalah Streptococcus indigenus, spesies anaerob terutama
Bacteroides, Fusobacterium, coccus anaeerob, dan spesies Actinomyces. Baru-
baru ini Bacteroides fragilis telah teridentifikasi dalam jumlah yang bermakna
pada infeksi orofasial yang refraktil. Organisme yang terlibat dalam infeksi
serimg berada dalam keadaan naik-turun secara konstan, karena perubahan kondisi
jaringan lokal, misalnya banyaknya oksigen, perubahan pH, adanya
mikroorganisme pendatang, aktivitas mekanisme pertahanan sistemik, dan
pengaruh terapi antibiotik. Oleh karena itu, pada infeksi yang persisten diperlukan
pengambilan sampel dan kultur berkali-kali, sehingga didapatkan gambaran
perubahan flora yang akurat.
Pengumpulan Spesimen
Pengiriman Spesimen
2
sampel, pengobatan antibiotik terakhir atau yang sedang dijalani, dan kondisis
klinis pasien akan sangat membantu pekerjaan laboratorium. Petunjuk yang
diberikan pada laboratorium sekurang-kurangnya meliputi smear atau pewarnaan
gram, kultur serta kepekaan terhadap antibiotikadari organisme yang dominan/
flora campuran atau keduanya. Apabila dicurigai adanya infeksi spesifik misalnya
Candida, syphilis atau infeksi mikobakterial, sebaiknya diinformasikan. Smear
bisa segera memberikan informasi bernilai klinis yang sangat bermanfaat. Dengan
melakukakn smear ini bisa didapatkan informasi mengenai sifat Gramnya,
morfologi dan identifiaksi varietas yang dominan, juga berfungsi sebagai kontrol
kualitas untuk kultur berikutnya, apabila diperlukan. Hasil kultur dan tes
sensitivitas baru diperoleh setelah 48-72 jam (pemeriksaan khusus tertentu
memerlukan waktu lebih lama lagi). Tes sensitivitas memberikan informasi
kualitatif mengenai kerentanan atau ketahanan mikroorganisme terhadap antibiotik
tertentu.
Selain bakteri, rongga mulut merupakan tempat hidupnya virus, ragi dan
jamur. Virus yang paling sering ditemukan adalah herpes, tetapi virus hepatitis dan
AIDS selalu perlu dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan. Spesies
Candida diduga merupakan penghuni tetap di dalam muut.
Kepala dan leher dikelilingi oleh ruang fasial yang biasanya dipisahkan oleh
jaringan ikat longgar. Spatium (ruang) tersebut merupakan daerah yang
pertahananannya terhadap penyebaran infeksi kurang sempurna. Walaupun dalam
batas tertentu ruang ini cenderung melokalisir infeksi, tetapi ruang ini juga saling
berhubungan satu sama lain. Barier terakhir terhadap penyebaran infeksi diluar
prosesus alveolaris adalah perosteum. Apabila periosteum itu tertembus, maka
ruang-ruang dari bidang fasial di dekatnya akan segera terinfeksi. Infeksi dari gigi
tertentu secara konsisten menyebar ke ruang-ruang tertentu yang berkaitan
dengannya. Trismus dan disfagia dapat dikaitkan dengan keterlibatan ruang-ruang
tertentu. Pengetahuan anatomis yang berhubungan dengan ruang-ruang ini akan
dapat membantu mengidentifikasi daerah-daerah yang potensial menjadi tempat
penyebaran infeksi dan membantu dalam menentukan bagian yang akan di insisi
dan di drainase. Untuk memudahkan pemahaman, maka ruang tersebut kita
kelompokkan menjadi : mandibular, maksilar, lateral, faringeal, kranial dan
servikal.
3
Ruang Mandibular
PATOFISIOLOGI INFEKSI
Virulensi/Resistensi
4
Gram Negatif). Sedangkan hospes dapat menunjukkan reaksi alergi terhadap
produk-proudk mikrobial atau kadang-kadang menimbulkan gangguan langsung
terhadap fungsi metabolisme selular oleh sel-sel hospes.
Respons lokal dari hospes adalah keradangan. Proses ini diawali dengan
dilatasi kapiler, terkumpulnya cairan edema, penyumbatan limfatik oleh fibrin.
Didukung oleh khemotaksis akan terjadi fagositosis. Daerah tersebut menjadi
sangat asam dan protease selular cenderung menginduksi terjadinya lisis terhadap
leukosit. Akhirnya makrofag mononuklear yang besar timbul, emmangsa debris
leukostik, membuka jalan untuk pemulihan terhadap proses infeksi dan
penyembuhan.
Pertahanan Humoral
5
(ESR) yang normalnya asalah 0-20 mm/jam menjadi 30-70 mm/jam pada keadaan
infeksi.
ABSES SUBMANDIBULA
Spasia ini terletak di bagian bawah m.mylohyoid yang memisahkannya dari spasium
sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh
m. hioglosus dan m. digastrikus dan bagian posterior oleh m. pterigoid eksternus. Berisi
kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi
kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superficialis yang tipis
dan ditembus oleh arteri submaksilarris externa.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abes periodontal dan
perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.
Gejala klinis dapat berupa pembengkakan ekstra oral di regio submandibula di
sudut rahang, meluas ke arah leher, berwarna kemerah-merahan. Pembengkakannya
dimulai pada batasan inferior mandibula dan meluas arah medial keatas digastricus dan
tulang hyoid arah posterior.
Kalau sudah jelas terdapat pus dengan fluktuasi positif dan terasa jelas apabila m.
platisma tealah dtembus. Abses ini dapat berlanjut menjadi abes subkutan
submandibula. Pada pemeriksaan intra oral, tidak tampak pembengkakan kecuali pada
kasus yang lanjut. Apabila spasium parafaringeal terkena makan penderita sulit menelan
dan sulit bernafas kadang kadang disertai trismus. Apabila abses melibatkan ketiga
spasia ini yaitu spasia sub mental, sublingual dan submandibular secara bilateral maka
disebut dengan ludwigs angina.
6
PHLEGMON
Meskipun infeksi rongga mulut pada anak biasanya bersifat odontogen dan
dapat dirawat dengan mudah, adakalanya infeksi ini menyebar ke spasium sekitar
wajah atau spasium maksila dan mandibula dan dapat menyebabkan komplikasi
yang mengancam nyawa penderita.
Angina Ludwigs disebut pula flegmon dasar mulut pertama kali dikemukakan
oleh Wilhelm Frederick von Ludwig pada tahun 1836. Lima orang pasien
diketahui mengalami pembengkakan pada daerah leher yang menyebar dan
melibatkan jaringan yang menutupi otot otot antara laring dan dasar mulut.
Ludwig menggambarkan adanya edema dengan indurasi di daerah submandibula
dan sublingual dengan inflamasi daerah tenggorokan yang minimal dan tidak
adanya keterlibatan kelenjar limfa regional. Pada masa itu keadaan ini hampir
selalu fatal.
7
Lebih dari 70 % kasus flegmon disebabkan oleh infeksi odontogen.
Organisme penyebab merupakan mixed flora dengan spesies Streptokokus
merupakan bakteri yang paling dominan. Faktor-faktor penyebab lainnya adalah
sialadenitis glandula submandibularis, fraktur compound mandibula, laserasi
jaringan lunak rongga mulut, luka tumpul pada dasar mulut, dan infeksi sekunder
pada penyakit keganasan di mulut. Infeksi angina Ludwigs telah dilaporkan
terdapat pada bayi baru lahir. Istilah pseudo-Ludwigs angina telah digunakan
pada kasus yang tidak berasal dari gigi.
Infeksi bilateral di ruang sublingual dan submandibular dengan eritema yang
kuat, lidah yang terangkat, obstruksi jalan napas, dan adanya pus merupakan tanda
klinis utama dari Ludwigs angina. Ruang submental juga terjadi pembengkakan,
dan sepsis dapat meluas dengan cepat untuk melibatkan ruang masticator dan
pharyngeal (gambar.1)
Pertimbangan Anatomi
Pengetahuan tentang hubungan antara spasium leher dan fasial sangat penting
dalam mendiagnosa dan merawat infeksi pada daerah leher. Spasium yang
dibentuk oleh berbagai macam fasia leher merupakan tempat yang potensial
terkena infeksi. Invasi oleh bakteri mengakibatkan selulitis atau abses, dan
menyebar melalui jalur ini tergantung ke arah yang paling lemah, daripada melalui
jalur limfatik.
8
Gambar. 2 spasium sublingual terletak superior dari otot mylohyoid dan spasium
submandibula terletak inferior dari otot mylohyoid.
9
Gambar. 3 penyebaran ke arah superior dan posterior mengangkat dasar mulut dan
lidah. Tulang hyoid membatasi penyebaran ke arah inferior menyebabkan
gambaran bull neck
Patogenesis
Infeksi periapikal pada molar bawah merupakan sumber infeksi penyebab
flegmon. Alasannya karena sering dihubungkan dengan dua gigi terakhir,
khususnya molar ketiga bawah karena akar-akarnya sering lebih dekat dengan
permukaan tulang bagian dalam daripada permukaan tulang bagian luar. Karena
itu keluarnya pus seringkali melalui permukaan tulang bagian dalam. Akar-akar
molar kedua dan ketiga terletak setinggi atau di bawah ridge milohyoid dan infeksi
dari apikal dapat menyebar secara langsung ke spasia submandibula dan dari
spasia ini meluas ke regio-regio yang berdekatan secara langsung. Dengan
demikian, perforasi tulang dapat terjadi di atas atau di bawah perlekatan otot
milohyoid (gambar 4). Jika perforasi terjadi di bawah perlekatan, pus keluar dari
fasia servikal bagian dalam dan membentuk suatu pembengkakan keras pada leher.
Jika infeksi menembus diatas perlekatan otot milohioid dapat menyebar keluar
ke dalam mulut. Tetapi jika tidak, kemungkinan terjadi infeksi pada spasia
sublingual dan submandibula. Juga infeksi dapat menyebar kebelakang dan bawah
sepanjang tepi inferior konstriktor superior faring ke otot-otot faringeal glotis.
10
Infeksi dengan mudah menjalar ke spasia parafaringeal kemudian ke sapasia
retrofaringeal dan selanjutnya menyebar ke mediastinum.
Gejala klinis
Keadaan umum penderita menunjukkan gejala yang jelas adanya radang akut
yang gawat. Suhu tubuh tinggi, nadi cepat, kadang kadang disertai mengigil.
Penderita tampak lesu. Pada pemeriksaan darah ditemukan jumlah leukosit yang
meningkat Gejala klinis flegmon ditandai oleh radang kelenjar limfe
submandibula, sublingual, dan submental serta inflamasi jaringan ikat longgar
sekitarnya dan bagian atas leher. Pada palpasi ada pembengkakan keras, sakit, dan
11
terasa hangat pada daerah ini. Batas pembengkakan tidak da,pat ditunjukkan
dengan jelas. Kulit tampak mengkilap, tertarik erat, dan berwarna kemerahan.
Pada pemeriksaan intra oral tampak lidah terangkat dan sulit untuk digerakan.
Kemudian mulut agak terbuka dan sering disertai trismus. Saliva meningkat
dan dengan adanya gangguan penelanan, saliva dapat mengalir bebas keluar
mulut. Kepala agak tertarik ke belakang untuk mengatasi gangguan pernafasan.
Fluktuasi hampir selalu tidak ada pada tahap awal penyakit dan sering tidak dapat
ditemukan pus. Jika ada, pus terletak terlalu dalam, dan sulit untuk dapat
menunjukkan fluktuasi dengan jelas. Biasanya pus terlokalisir antara otot
milohioid dan geniohioid atau antara otot geniohioid dan genioglasus.
Dengan meningkatnya tekanan dalam jaringan dapat terjadi nekrosis dan
pelunakan. Pada penderita timbul suatu kondisi toksik dan gangguan pernafasan
serta bicara menjadi lebih sulit dengan adanya edema pada laring dan faring.
12
pernafasan. Flegmon juga didiagnosa banding dengan abses bilateral sublingual
dan pembengkakan akan mengakibatkan terangkatnya dasar mulut dan lidah .
Penderita mengalami kesulitan dan sakit sewaktu menelan tetapi tidak ada
gangguan pernafasan.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada angina ludwigs adalah obstruksi saluran
nafas atas. Perluasan abses ke arah mediastinum/ mediastinitis, dehidrasi, sepsis,
dll.
Penatalaksanaan
seperti halnya infeksi di bagian lain dari tubuh, prinsip perawatan infeksi
rongga mulut memerlukan drainase secara bedah dan pemberian antibiotik.
Infeksi odontogen hampir selalu memerlukan intervensi bedah. Hal ini disebabkan
oleh bakteri patogen yang masuk melalui gigi yang mengalami karies dan
menyebar di dalam tulang rahang, yang kemudian menginfeksi spasium-spasium
dalam,
Infeksi odontogen dimana organisme penyebabnya adalah bakteri aerob dan
anaerob akan membentuk abses yang perlu dilakukan drainase (gambar 5&6).
Setelah dilakukan insisi selanjutnya dilakukan pemasangan drain sebagai jalan
keluar pus. Setelah beberapa hari pus telah habis dan drain tidak perlu dipasang
(gambar 7) Infeksi yang hanya diterapi dengan obat-obatan biasanya akan kambuh
kembali dan lebih buruk dari manifestasi yang sebelumnya.
13
gambar 7. Pembengkakan telah hilang
Gambar. 5 insisi pada daerah dengan pusat gravitasi terendah dan sejajar dengan
garis wajah
14
Gambar. 6 perhatikan pus yang keluar dari lubang insisi
Antibiotik pilihan untuk infeksi odontogen, meskipun hasil yang paling baik
diperoleh melalui kultur resistensi, secara umum pengobatan dimulai dengan
pengobatan empiris sebelum hasil kultur didapat. Penisilin G atau V merupakan
first line treatment of choice karena toksisitasnya yang rendah, bersifat bakterisid
dan sensitifitas bakteri streptokokus dan golongan anaerob. Jika penderita alergi
terhadap penisilin dapat diberikan clindamycin. Antibiotik second line untuk
infeksi odontogen adalah golongan cephalosporines, dimana keefektifannya
terhadap bakteri anaerob sangat baik. Tabel 1 memperlihatkan pengobatan empiris
pada infeksi odontogen
15
Tabel 1. Antibiotik empiris untuk infeksi odontogen
Trakeostomi dilakukan bila terdapat tanda tanda obstruksi saluran pernafasan atas
(OSNA)
16
Kesimpulan
Phlegmon dasar mulut merupakan suatu proses infeksi yang progresif pada
spasia submandibula, submental, dan sublingual, merupakan suatu selulitis yang
berpotensi fatal. Biasanya dimulai karena suatu infeksi kronik gigi molar mandibula.
Diagnosis dan perawatan yang tepat dan segera dari infeksi ini sangat penting untuk
mencegah sifat imasifnya lebih lanjut, seperti obstruksi pernafasan, septikemi,
penyebaran ke mediastinum ataupun ke otak. Flegmon sejati ditandai oleh
pembengkakan dengan suatu indurasi, ketiga spasia dasar mulut terkena secara
bilateral dan lidah terdorong keatas dan kebelakang. Pada umumnya perawatan
infeksi ini terdiri dari pengobatan umum berupa pemberian antibiotika dosis tinggi
serta pemberian vitamin dan pembedahan.
17
Daftar pustaka
1. Karasutisna dkk. 2001, infeksi odontogenik buku ajar ilmu bedah mulut
2. Feigin et. Al. 2004, textbook of pediatric infectious disease, 5th, saunders
3. Peterson et. Al. 2003, contemporary oral and maxillofacial surgery, 4th, saunders
4. Pelerson Larry J, D.D.S., M.S ; 1998. Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby edition.
chapter17.(p 418-431)
5. Topasian and morton, 2002, Oral and Maxillo FasialInfection, 4 rd ed., WB saunders company,
phyladelphia, USA.
6. Pedlar J. Phd,BDS,FDSRCS, Frame JW. Phd,MSc,BDS,FDRCS ; 2001 Oral and
Maxillofacial Surgery , WB Saunders Spain, chap 8 ( p 89-105)
18