Você está na página 1de 16

Jurnal Biosains Pascasarjana Vol.

19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

DETEKSI IgM ANTI Salmonella Enterica Serovar


Typhi DENGAN PEMERIKSAAN TUBEX TF
DAN TYPHIDOT-M

Ilham*1, Jusak Nugraha2, Marijam Purwanta3


Program Studi S2 Imunologi, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya
e-mail: *1 ilham.ku31@gmail.com , 2jusak.nugraha@yahoo.com,
3
marijampurwanta@yahoo.com

Abstrak

Bakteri Salmonella enterica Serovar Typhi merupakan bakteri Gram-negatif yang


bersifat patogen fakultatif intraseluler, masuk ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan
penyakit infeksi sistemik akut yang disebut demam tifoid. Deteksi dini antibodi anti
Salmonella enterica Serovar Typhi masih merupakan tantangan dalam penegakan diagnosis
laboratorium demam tifoid.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perbedaan antara hasil deteksi kit
TUBEX TF dan Typhidot-M pada pemeriksaan IgM anti Salmonella enterica Serovar Typhi
pasien demam tifoid, menganalisis hubungan suhu tubuh dengan hasil pemeriksaan TUBEX
TF, menganalisis hubungan suhu tubuh dengan hasil pemeriksaan Typhidot-M dan
menganalisi tingkat kesesuaian hasil deteksi IgM dengan pemeriksaan TUBEX TF dengan
Typhidot-M.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan observasional, tiga
puluh delapan sampel yang berasal dari pasien demam tifoid di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Hasil penelitian ini bahwa kit TUBEX TF menujukkan hasil (65.8%) positif dan
(34.2%) negatif. Sedangkan kit Kit Typhidot-M menunjukkan (60.5%) positif dan 15 (39.5%)
sampel negatif. Analisis statistik menunjukkan hasil nilai kappa: 0.887>0.75, kedua kit
terdapat kesesuaian dengan tingkat kesesuaian sangat baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kit Typhidot-M dapat digunakan sebagai
diagnosis cepat bila kit TUBEX TF tidak tersedia. Untuk peneliti selanjutnya disarankan
untuk membandingkan hasil TUBEX TF dan Typhodot-M dengan menggunakan kultur darah
sebagai diagnosis gold standar untuk deteksi IgM anti Salmonella enterica Serovar Typhi.

Kata Kunci: IgM, Salmonella enterica Serovar Typhi, TUBEX TF, Typhidot-M

Abstract

Salmonella enterica Serovar Typhi is a Gram-negative enteric bacteria, it is a


facultative intracellular pathogen that causes typhoid fever. Rapid detection of anti-
Salmonella enterica Serovar Typhi antibodies remain challenge in diagnosis of typhoid fever.
The purpose of this research were to identify the difference result of TUBEX TF and
Typhidot-M in detecting typhoid fever; to analyze correlation between the degree of body
temperature and the result of IgM detected by TUBEX TF; to analyze correlation between the
degree of body temperature and the result of IgM detected by Typhidot-M; and to analyze the
conformity between the result of TUBEX TF with the result of Typhdot-M in detecting IgM
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi from typhoid fever patients.
This study is a descriptive observational approach design. Thirty-eight serum
samples ware taken from regional general hospital Dr. Soetomo Surabaya.

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham


Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

The result of TUBEX TF kit showed that 25 (65.8%) samples were positive and 13 (34.2%)
samples were negative. While the reasult of Typhidot-M kit showed that 23 (60.5%) samples
were positive and 15 (39.5%) samples were negative. Statistically analysis showed that
TUBEX TF and Typhidot-M test had a very good conformity level by Kappa value 0.887>
(0.75).
Based on the results of this research then it was suggested that Typhidot-M kit could
be used as a rapid diagnosis whenever the TUBEX TF kit was not available. For further
research, it is advisable to compare the results of TUBEX TF and Typhodot-M by using blood
cultures as a gold standard to detect IgM anti-Salmonella enterica Serovar Typhi (S. typhi).

Keyword: IgM, Salmonella enterica Serovar Typhi, TUBEX TF, Typhidot-M

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham


Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

1. PENDAHULUAN hasil kultur darah menunjukkah hasil hubungan


antara kit diagnosis cepat pada demam tifoid
Demam tifoid merupakan suatu penyakit buruk (keddy et al., 2011).
sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri Berbagai metode diagnostik sebagai
Salmonella enterica serovar Typhi (S. typhi), pengganti pemeriksaan Widal dan kultur darah
yaitu suatu bakteri Gram-negatif enterik sebagai metode konvensional masih
(Enterobaeteriaceae) yang bersifat patogen memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa
fakultatif intraseluler (Jawetz et al., 1996; Mweu metode diagnostik yang lebih cepat, mudah
et al., 2008; Kaur et al., 2012). dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara
Salmonella merupakan agen penyebab berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas
penyakit salmonellosis. Bakteri ini termasuk ke yang cukup baik, seperti pemeriksaan TUBEX
dalam famili Enterobacteriaceae, berbentuk TF, Typhidot dan Dipstik mulai dapat
batang, berflagella (Pui et al., 2011), termasuk dikembangkan penggunaannya di Indonesia
dalam golongan bakteri Gram-negatif, dan (Tumbelaka, 2003).
bersifat anaerob fakultatif. Bakteri dari golongan TUBEX TF merupakan suatu rapid
Salmonella ini mampu menyerang hewan dan test in vitro dengan metode inhibition magnetlc
manusia dengan berbagai tingkat infeksi yang binding immunoasay (IMBI) yang dapat
bervariasi, mulai infeksi ringan yang mendeteksi IgM yang spesifik terhadap antigen
mengakibatkan diare sampai pada infeksi berat, O9 Salmonella enterica Serovar Typhi yang
misalnya demam tifoid (Diepen et al., 2005). terdapat dalam serum penderita. Interpretasi dari
Penyakit ini masih merupakan masalah hasil pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif
kesehatan yang utama di dunia. Lazim di yaitu dengan membandingkan warna yang
tentukan di berbagai belahan dunia yang timbul pada hasil reaksi pemeriksaan dengan
memiliki keterbatasan akses ke sarana air bersih wama standar yang memiliki skor yang terdapat
dan kurangnya sanitasi, seperti di India, Nepal, pada kit TUBEX TF (Pacific Biotek
Pakistan, (Crump et al., 2010). Estimasi global indoIntralab, 2007).
terbaru penyakit ini berkisar dari 21 juta kasus Pemeriksaan serologis Typhidot
per tahun dan 222.000 kematian per tahun di merupakan suatu pemeriksaan serologi yang
seluruh dunia (World Health Organization, didasarkan pada deteksi antibodi spesifik IgM
2014). Negara-negara yang memiliki insidensi maupun IgG terhadap Salmonella enterica
tinggi (100/100.000 populasi per tahun) terletak Serovar Typhi. Pemeriksaan menggunakan
di Asia Tenggara dan Asia bagian selatan serta suatu membran nitroselulosa yang diisi 50-kDa
di area pulau-pulau Pasifik (Crump et al., 2004; spesifik protein dan antigen kontrol. Deteksi
Merieux, 2007). Di Indonesia, insidensi penyakit antibodi IgM menunjukkan tahap awal infeksi
demam tifoid tidak diketahui secara pasti, pada demam tifoid akut sedangkan adanya
diperkirakan terdapat 900.000 kasus dan 20.000 peningkatan IgG menandakan infeksi yang lebih
kematian di seluruh Nusantara per tahun (World lanjut. Pada Typhidot-M yang merupakan
Health Organization, 2003; Merieux, 2007). modifikasi dari metode Typhidot telah
Penegakan diagnosis demam tifoid dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga
hanya dengan melihat tanda-tanda klinis sulit menghilangkan pengikatan kompetitif dan
dilakukan karena tidak spesifiknya tanda-tanda memungkinkan pengikatan antigen terhadap
dan gejala yang timbul, Gejala klinis demam IgM spesifik. Walaupun kultur merupakan
tifoid yang timbul pada minggu pertama sakit pemeriksaan gold standar, perbandingan
yaitu keluhan demam, nyeri kepala, malaise dan kepekaan Typhidot-M dan metode kultur adalah
gangguan gastrointestinal (Sudoyo, 2009). >93%. Typhidot-M sangat bermanfaat untuk
Adapun kategori suhu tubuh untuk mengetahui diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid
keluhan demam terdiri dari: (1). Hipotermi bila (Marleni, 2012; WHO, 2003). Hasil positif pada
suhu tubuh kurang dari 36C, (2). Normal bila pemeriksaan Typhidot didapatkan 2-3 hari
suhu tubuh berkisar antara 360C sampai dengan setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
37,5C, (3). Febris/pireksia/demam bila suhu spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen
tubuh antara 37,5C sampai dengan 40C, (4). Salmonella enterica Serovar Typhi seberat 50-
Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40C kDa yang terdapat pada strip nitroselulosa
(Tamsuri, 2007). (Sudoyo, 2009).
Studi yang dilakukan di Tanzania 1.1 Tujuan Khusus
menggunakan suhu > 38C (riwayat demam 1. Mengidentifikasi perbedaan hasil interpretasi
atau menunjukkan pireksia) sebagai kreteria antara pemeriksaan TUBEX TF dan
inklusi untuk melakukan evaluasi kit TUBEX Typhidot-M anti-Salmonella enterica
TF dan Typhidot-M yang dibandingkan dengan
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

serovar Typhi pada serum pasien demam White yang membedakan varietas serologis satu
tifoid di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. dengan lainnya. Serovar biasanya dimasukkan
2. Menganalisis tingkat kesesuaian hasil ke dalam kelompok subspesies setelah genus
pemeriksaan kit TUBEX TF dan Typhidot- dan spesies, dengan serovar dikapitalisasi, tidak
M anti-Salmonella enterica serovar Typhi dicetak miring: Contohnya Salmonella enterica
pada serum pasien demam tifoid di RSUD serovar Typhimurium (Achtman et al., 2012).
Dr. Soetomo surabya. Menurut Kauffman-White sceme bahwa
3. Menganalisis hubungan suhu tubuh dengan berdasarkan identifikasi serologis Salmonella
hasil deteksi kit TUBEX TF dalam enterica Serovar Typhi dapat dikelompokkan ke
pemeriksaan anti-Salmonella enterica dalam serovar berdasarkan formula perbedaan
serovar Typhi pada serum pasien demam antigen, yaitu berdasarkan antigen O (somatik),
tifoid di RSUD Dr. Soetomo surabya. antigen Vi (kapsul) dan antigen H (flagella)
4. Menganalisis hubungan suhu tubuh dengan (Holt et al.,1994). Saat ini system penamaan
hasil deteksi kit Typhidot-M dalam serotype/serovar digunakan Centers for Disease
pemeriksaan anti-Salmonella enterica Control and Prevention (CDC) dan WHO
serovar Typhi pada serum pasien demam Collaborating Centre (Brenner et al., 2000).
tifoid di RSUD Dr. Soetomo surabya. Salmonella enterica serovar Typhi
merupakan organisme yang sangat klonal,
2 TINJAUAN PUSTAKA bakteri ini memiliki variasi genom yang terbatas,
2.1 Demam tifoid yang mana hal ini menunjukan bahwa bakteri ini
Penyakit demam tifoid merupakan belum lama berevolusi (Roumagnac et al.,
suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan 2006). Banyak gen yang berhubungan dengan
oleh infeksi bakteri Salmonella enterica serovar intestinal persistence misalnya shdA, ratB atau
Typhi (Nasronuddin, 2007). Bakteri ini yang berhubungan dengan interaksi dengan
merupakan patogen intra seluler fakultatif dan permukaan tubuh host, misalnya fimbriae, pili,
hanya menyebabkan penyakit demam tifoid dan lainnya mengalami inaktivasi (Holt et al.,
pada manusia sampai saat ini (Mweu et al., 2009). Sebagai contoh gen-gen yang
2008; Kaur et al., 2012). berkontribusi atas pelepasan cairan, misalnya
Terdapat berbagai macam faktor yang sopA atau daya tahan di lingkungan intra seluler,
mempengaruhi kejadian demam tifoid, misalnya sopE2, sseJ mengalami inaktivasi
diantaranya yaitu: kurangnya kebersihan (McClelland et al., 2004; Holt et al., 2009).
individu, lingkungan tempat tinggal yang sangat Akibatnya, Salmonella enterica serovar Typhi
padat, persediaan air bersih yang belum yang menginvasi akan melwati jalur/siklus
mencukupi, menurunnya system imun hidup yang sederhana dan berefek terhadap
penderita, adanya mutasi genetik bakteri terbatasnya aktivasi respon inflamasi host
Salmonella enterica serovar Typhi dan (McClelland et al., 2004; Holt et al., 2009).
munculnya multidrug resistant (Kumar et al., Outer membrane protein (OMP)
2007; Nasronuddin, 2007; Kothari et al., 2008; merupakan dinding sel terluar membran
Zaki et al., 2011). sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
2.2. Salmonella enterica serovar Typhi (S. berfungsi sebagai sawar untuk
typhi) mengendalikan aktivitas masuknya cairan ke
2.2.1. Klasifikasi Salmonella enterica serovar dalam membran sitoplasma serta berfungsi
Typhi (S. typhi) sebagai reseptor bakteriofag dan
Klasifikasi Salmonella enterica serovar Typhi bakteriolisin (Marleni, 2012).
sebagai berikut: 2.3 Imunopatogenesis demam tifoid
Kingdom: Bacteria Patogenesis demam tifoid bersifat
Phylum: Proteobacteria kompleks, berbagai komponen patogen
Class: Proteobacteria Salmonella enterica serovar Typhi bekerja
Ordo: Enterobacteriales secara serasi pada saat interaksi dengan host
Family: Enterobacteriaceae (Nasronuddin, 2007). Dosis infeksius
Genus: Salmonella Salmonella enterica serovar Typhi bervariasi
Species: Salmonella enteric antara 1000 hingga 1 juta organisme
Subspesies: Enterica (Hornick et al., 1970). Salmonella enterica
Serovar: Typhi serovar Typhi masuk ke dalam tubuh melalui
Serovar merupakan klasifikasi makanan atau minuman yang tercemar menuju
Salmonella ke subspesies berdasarkan antigen lambung, dan yang berhasil melewati lambung
organisme yang menyajikan. Hal ini akan mencapai usus halus (Nasronuddin, 2007;
berdasarkan pada skema klasifikasi Kauffman- Kaur et al., 2012).
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Salmonella enterica serovar Typhi sel inflamasi ini memproduksi sitokin seperti
masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau TNF-, IFN-, IL-1, IL-2, IL-6, dan IL-8. TNF-
minuman yang tercemar menuju lambung, dan memiliki aktifitas antibacterial yang sangat
yang berhasil melewati lambung akan mencapai banyak terhadap Salmonella typhi, dan sel-sel
usus halus (Monack et al., 2004). Sel-sel fagosit kuffer merupakan penghasil utama TNF- di
yang terinfeksi akan terorganisir ke dalam foci hati (Santos S.A et al., 2011). Clearance bakteri
khusus ysng akan menjadi lesi patologis yang di Salmonella enterica serovar Typhi jaringan
kelilingi oleh jaringan normal (Monack et al., memerlukan aktivasi CD4+, T cell reseptor
2004; Kaur et al., 2012). Pembentukan lesi (TCR)- dari sel T, dan dikontrol oleh gen
merupakan suatu proses dinamis yang Major Histocompatibility Complex (MHC)
membutuhkan berbagai molekul adhesi seperti kelas II (McSorley et al., 2000; Kaur et al.,
ICAM-1 (intraceluler adhesion molecule-1), 2012).
VCAM-1 (vascular cell adhesion molecule-1), Salmonella enterica serovar Typhi
serta kinerja sitokin-sitokin yang berimbang, yang berada di intrasel tidak dapat diserang oleh
seperti: Tumor Nekrosis Factor (TNF), imunitas humoral dan komplemen, sehingga
interleukin (IL) -12, IL-8, IL-14, IL-15 dan diperlukan respon imun seluler untuk
interferon gamma (IFN-) (Kaur et al., 2012). mengatasinya. Untuk itu, dalam hal ini antibodi
Sel dendritik berperan dalam mempresentasikan berperan untuk meningkatkan aktifitas makrofag
antigen bakteri sel-sel imun yang akan dan menghambat perlekatan dengan reseptor sel.
membangkitkan aktivasi limfosit T dan limfosit IgM berfungsi untuk netralisasi, sedangkan IgG
B (Kaur et al., 2012). Sel limfosit T dan limfosit berfungsi untuk meningkatkan fagositosis dan
B akan keluar dari nodul limfatik dan mencapai aktivasi komplemen (Nasronuddin, 2007).
hati dan limpa melalui jaringan RES
(reticuloendotelial system) (House et al., 2001;
Nasronuddin, 2007). Di organ-organ ini bakteri
akan dibunuh terutama oleh makrofag. Namun
bagaimanapun Salmonella enterica serovar
Typhi merupakan organisme intraseluler
fakultatif yang mampu bertahan hidup dan
bermultipikasi di dalam sel fagosit (House et al.,
2001; Kaur et al., 2012).
Pada ambang batas tertentu, yang di
tentukan oleh jumlah bakteri, virulensi bakteri Gambar 2.2 patogenesis infeksi salmonella
dan respon imun host, bakteri Salmonella enterica serovar typhi pada
enterica serovar Typhi akan keluar dari habitat manusia (Kaur et al., 2012)
intraseluler mereka menuju aliran darah (Kaur et
al., 2012). Fase bakterimia dari penyakit demam Salmonella enterica serovar Typhi pada
tifoid di tandai oleh menyebarnya bakteri manusia: bakteri memasuki payers patches dari
Salmonella enterica serovar Typhi (Kaur et al., permukaan mukosa saluran usus dengan
2012). Lokasi infeksi sekunder yang paling mengivasi sel M, sel epitel spesifk yang
sering adalah hati, limpa, sumsum tulang, menangkap dan membawa antigen ke luminal
kandung empedu, dan peyers patches di ileum untuk di tangkap oleh sel fagosit. Hal ini diikuti
terminal. Di hati, Salmonella enterica serovar oleh inflamasi dan fagositosis bakteri oleh
Typhi menimbulkan aktivasi sel kupfer yang neutrophil, makrofag dan pembentukan sel T
memiliki daya mikrobisidal yang tinggi dan dan B.
dapat menetralisir bakteri dengan menggunakan Bakteri dapat bertahan di mesenteric
oxidative free radicals, nitric oxide serta enzim- lymph nodes (MLNs), sumsum tulang dan
enzim (Kaur et al., 2012). Bakteri yang berhasil kantung empedu seumur hidup, dan terjadi
bertahan hidup akan menginvasi hepatosit dan pembelahan secara berkala pada permukaan
menyebabkan kematian seluler, utamanya mukosa melalui saluran empedu dan/atau
melalui mekanisme apoptosis (Kaur et al., mesenteric lymph nodes (MLNs) dari usus kecil
2012). , dan penumpahan dapat terjadi dari permukaan
2.4 Respon imun terhadap infeksi salmonella
enterica serovar typhi mukosa. Interferon (IFN- ), yang dapat
Respon imun host pada infeksi disekresi oleh sel T, memiliki peran dalam
Salmonella enterica serovar Typhi melibatkan mengendalikan replikasi Salmonella intraselular.
innate immunity dan adaptive immunity Interleukin (IL) -12, yang dapat meningkatkan
(Humoral dan Seluler) (Kaur et al., 2012). Sel- produksi (IFN- ) dan sitokin tumor-necrosis
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

factor (TNF- ) juga berkontribusi terhadap Escherichi coli, Salmonela) disebabkan adanya
pengendalian pertahanan Salmonella (Kaur et lzeat-stable factor yaitu endoktosin, suatu
al., 2012) pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan.
Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar
2.5 Gejala klinis demam tifoid bakteri yaitu lipopolisakarida (Soedarmo et al.,
Gejala klinis demam tifoid pada anak 2008).
biasanya lebih ringan jika dibanding dengan Suhu tubuh dibagi menjadi: (1).
penderita dewasa. Masa inkubasi demam tifoid Hipotermi bila suhu tubuh kurang dari 36C,
3 sampai 60 hari dengan rata-rata antara 10 (2). Normal bila suhu tubuh berkisar antara
sampai 14 hari (Nelwan, 2007). Manifestasi 360C sampai dengan 37,5C, (3).
klinis demam tifoid seringkali tidak khas dan Febris/pireksia/demam bila suhu tubuh
sangat bervariasi dari gejala ringan seperti antara 37,6C sampai dengan 40C, (4).
demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40C
batuk kering. sesuai dengan patogenesis demam (Tamsuri, 2007).
tifoid sampai dengan bentuk klinis yang berat
baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala 2.8 Imunoglobulin M (IgM)
septik yang lain, ensefalopati atau timbul Immunoglobulin M (IgM) merupakan
komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus suatu protein dengan berat molekul yang tinggi
atau perdarahan. Hal ini menyebabkan sulit (makroglobulin), dalam bentuk tersekresi
untuk melakukan penegakan diagnosis antibodi ini dapat terdiri atas 5 atau 6 (jarang)
berdasarkan gambaran klinisnya saja subunit (IgM monomer; pentamer heksamer
(Darmowandoyo, 2003; Tumbelaka, 2003). (Abbas et al., 2012). Setiap monomer IgM
terdiri atas dua heavy chain dan dua light chain
2.6 Skor Nelwan yang terhubung melalui suatu struktur
Skor nelwan merupakan skala penilaian polipeptida 15-kDa (ikatan disulfida) yang
klinis demam tifoid diaman skor terdiri dari nilai disebut joining (J) chain. IgM memiliki
skor minimal yaitu 1 dan nilai skor maksimal konsentrasi serum sebesar 1,5 mg/mL, dan
20, semakin tinggi skor semakin mendukung serum half life selama 5 hari (Abbas et al.,
demam tifoid. Penilaian klinis demam tifoid bila 2012). Imunoglobulin M (IgM) merupakan
terdapat nilai skor 8. Diagnosis bisa ditegakkan imunoglobulin yang pertama kali disintesis oleh
melalui tanda-tanda klinis, terutama lima tanda neonatus, dan merupakan kelas imunoglobulin
utama (mual, nyeri abdominal, anoreksia, yang paling berpengaruh pada tahap awal
muntah dan gangguan motilitas saluran cerna) respon imun.
dan kriteria lainnya. Berdasarkan tanda-tanda Imunoglobulin heavy chain dan light
klinis, bisa didapatkan skor klinik (kalbemed, chain disintesis di membrane-bound ribosom
2014). pada retikulum endoplasma kasar, yang
2.7 Klasisifikasi batas normal suhu tubuh kemudian akan ditranslokasikan ke retikulum
manusisa endoplasma, imunoglobulin heavy chain akan
International Union of Physiological mengalami N-glycosylated selama proses
Sciences Commission for Thermal Physiology translokasi ini (Abbas et al., 2012). Proses
mendefinisikan demam/febris sebagai suatu folding imunoglobulin heavy chain dan
keadaan peningkatan suhu inti, yang sering perakitannya dengan light chain diregulasi oleh
merupakan bagian dari respons pertahanan chaperones, yaitu suatu protein residen di
organisme multiselular (host) terhadap invasi retikulum endoplasma. Setelah proses perakitan
mikroorganisme atau benda mati yang selesai, molekul imunoglobulin akan dilepaskan
patogenik atau dianggap asing oleh host. El- dari chaperones kemudian akan
Rahdi dkk., mendefinisikan demam (pireksia) ditransportasikan ke dalam cisternae komplek
dari segi patofisiologis dan klinis. golgi tempat terjadi modifikasi karbohidrat, dan
Pirogen eksogen biasanya merangsang kemudian ke membran plasma di vesikel. Di
demam dalam 2 jam setelah terpapar. dalam bentuk membran akan terpancang di
Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel membran plasma, sedangkan IgM dalam bentuk
fagosit, makrofag atau monosit, untuk pentamer akan ditransportasikan ke luar sel
merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain yang (Abbas et al., 2012).
mungkin berperan sebagai pirogen eksogen
(misalnya endotoksin) bekerja langsung pada
hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu.
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham


Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

mengukur kemampuan serum antibodi IgM


dalam menghambat reaksi antara antigen
Salmonella enterica serovar Typhi dan anti-09
IgM monoclonal antibody (MAb). Selanjutnya
ikatan inhibisi akan dipisahkan oleh suatu daya
magnetik (Rahman, 2007). Penelitian Olsen
(2004) yang dilakukan pada anak deman hari ke
enam dibandingkan kultur didapatkan
a. Membran IgM b. Pentamer sensitivitas dan spesifisitas 78% dan 94%
Gambar 2.3 Struktur IgM (Abbas et al., 2012) (Marleni, 2012; Olsen, 2004).
2.11 Prinsip Inhibition Magnetic Binding
Dalam bentuk monomer, IgM Immunoassay (IMBI)
berfungsi sebagai reseptor permukaan sel yang Uji TUBEX TF menggunakan motode
akan mengenali antigen dan menginisiasi proses Inhibition Magnetic Binding Immunoassay
aktivasi sel B. Sel B matur mengekspresikan (IMBI) untuk mendeteksi antibodi serum
molekul IgM dan IgD dalam bentuk membran. spesifik (IgM) tethadap antigen O9 yang
Saat sel limfosit B matur diaktivasi oleh antigen terdapat pada lipopolisakarida (LPS) Salmonella
dan berbagai stimulus lainnya, sel B akan enterica serovar Typhi (Lim et al., 1998).
berdiferensiasi menjadi sel pensekresi antibodi Antigen O9 bersifat imunodominant yang dapat
(antibody-secreting cell) (Abbas et al., 2012). merangsang respon imun secara independen,
Proses ini juga disertai dengan terjadinya antigen ini dapat langsung merangsang mitosis
perubahan pola produksi imunoglobulin. Salah sel B tanpa memerlukan bantuan dari sel T.
satu perubahan yang muncul adalah Karena memiliki sifat ini, maka respon imun
meningkatnya produksi imunoglobulin dalam terhadap antigen O9 bersifat cepat, sehingga
bentuk sekresi dibandingkan dalam bentuk deteksi terhadap antibodi anti O9 dapat
membran. Perubahan lainnya adalah munculnya dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke-5 untuk
ekspresi isotype heavy chain imunoglobulin indikasi primer dan hari ke-2 untuk infeksi
selain IgM dan IgD (Class switching). Dalam sekunder (Widodo, 2009).
bentuk polimer, molekul IgM berperan sebagai Imunoglobulin M (IgM) dapat
aktivator kaskade komplemen jalur klasik yang terdeteksi adanya kemampuan untuk
sangat efisien, Satu molekul IgM dapat menghambat reaksi perlekatan antara reagen
mengaktifkan komponen komplemen C1 monoklonal antibodi (anti-O9 mAb) berlabel
sedangkan untuk fungsi yang sama dibutuhkan lateks warna biru dengan reagen antigen O9
beberapa molekul lgG (Abbas et al., 2012). LPS Salmonella enterica serovar Typhi berlabel
2.9 imunodiagnosis demam tifoid partikel lateks magnetik, yang mana ikatan
Rapid test: merupakan suatu alat inhibisi itu nantinya akan dipisahkan oleh suatu
diagnostik yang sederhana, reliable, dan relatif daya magnetik (Lim et al., 1998; Tam et al.,
murah. Alat ini cocok digunakan di daerah 2008).
terpencil yang memiliki keterbatasan fasilitas Komponen yang berperan pada metode
laboratorium dan penggunanya tidak IMBI ini adalah: (i) Partikel antigen O9 LPS
memerlukan pelatihan khusus untuk Salmonella enterica serovar Typhi yang berlabel
menggunakan alat ini (Parry et al., 2011). Kelas lateks magnetik (reagen Cokelat), (ii) Partikel
antibodi yang dapat dideteksi oleh alat ini anti-O9 monoklonal antibodi yang berlabel
biasanya IgM, yang merupakan petunjuk adanya partikel latek berwarna (reagen biru), (iii)
infeksi yang baru atau sedang terjadi (Parry et Penyangga magnet (magnetic stand) yang
al., 2011) Beberapa rapid test juga dapat berfungsi untuk mengendapkan perlekatan
mendeteksi IgG yang merupakan indikasi ikatan partikel antigen-antibodi (IDL Biotech,
adanya infeksi yang sedang terjadi atau paparan 2008).
infeksi sebelumnya (Parry et al., 2011). 2.10. 1 Prinsip Pemeriksaaan TUBEX TF
2.10 TUBEX TF Pada kondisi tidak adanya antibodi dari
Pemeriksaan Tubex merupakan serum, bila suspensi cair dari kedua reagen
pemeriksaan aglutinasi kompetitif semi- (reagen biru dan cokelat) dicampurkan maka
kuantitatif yang cepat dan mudah untuk akan terjadi perlekatan antara reagen partikel
dikerjakan. Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi monokonal antibodi dengan partikel antigen dan
IgM terhadap antigen LPS 0-9 pada serum keduanya akan mengendap ke bagian dasar
pasien, prinsip kerjanya dengan menggunakan tabung reaksi yang berbentuk V saat tabung
metode reaksi Inhibition Magnetic Binding reaksi tersebut di letakkan di penyangga magnet
Immunoassay (IMBI) yaitu dengan cara (Lim et al., 1998; Tam et al., 2008).
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Sampel pasien (serum/plasma/darah


utuh) diteteskan pada pad sampel (Gambar 2.8),
patiens untuk sampel whole blood, buffer diteteskan
antibody
pada pad sampel setelah sampel pasien.
Sampel Antibodi
pasien skunder Garis Garis
Pad
tes kontrol
absorben

Gambar 2.5 skala warna hasil uji tubex tf (dl


biotech, 2011)
Pembacaan hasil uji TUBEX TF
dilakukan setelah 5 menit proses sedimentasi
partikel-partikel magnetik dengan magnet yang Plastic
Pad Filter Pad Membran backing
terdapat pada penyangga magnet (Tam et al., sampel card
konjugat nitroselulosa
2008b). Hasil (semikuantitatif) dibaca secara
visual berdasarkan warna yang terlihat setelah Gambar 2.8 pad sampel (reszonics.com, 2011)
reaksi pencampuran dilakukan dan
dibandingkan dengan skala warna yang terdapat Absorbent pad di ujung menyebabkan
pada kit TUBEX TF, rentang skor hasil yaitu kapiler, yang sesuai sampel (dan penyangga)
dari 0 (warna merah, sangat negatif) megatin terhadap filter (Gambar 2.9). Ketika sampel
hingga 10 (warna biru tua, sangat positif) mengalir melalui filter, sel-sel darah merah
(Kawano et al., 2007; Tam et al., 2008a). dalam sampel whole blood terdapat di filter,
Di antara keuntungan dari uji TUBEX sedangkan serum yang mengandung antibodi
TF adalah: (1) memiliki sensitivitas dan pasien melewati filter menuju pad konjugat.
spesifitas yang relative tinggi, (2) menggunakan 2.11.2 Prinsip Pemeriksaan Typhidot-M
antigen O9 LPS Salmonella enterica serovar Typhidot-M merupakan uji
Typhi yang sangat spesifik, (3) prosedur imunokromatografi fase padat tidak lansung.
pemeriksaan yang sangat mudah sehingga dapat Antigen spesifik Salmonella typhi bergerak ke
dilakukan oleh teknisi tanpa pelatihan khusus, strip membran selulosa nitrat. Ketika sampel uji
(4) dapat dilakukan dimana saja, tidak harus di ditambahkan ke pad sampel, akan bermigrasi ke
dalam laboratorium, (5) dapat menguji banyak atas. Jika antibodi spesifik berada dalam sampel
tes sekaligus sehingga dapat digunakan pada uji (serum atau plasma), akan membentuk
mass screening, (6) hasil dapat diperoleh secara kompleks antigen-antibodi dengan antigen
cepat kurang lebih 10 menit, (7) sampel darah bergerak di zona jendela uji. Antigen-antibodi
yang dibutuhkan hanya sedikit, non invasif (Lim komplek yang terikat kemudian dideteksi oleh
et al., 1998; Olsen et al., 2004; Kawano et al., pewarna terkonjugasi IgM goat anti human
2007; PT. Pacific Biotekindo Intralab, 2007; ketika chese buffer ditambahkan dan bermigrasi
IDL Biotech, 2008). ke bawah, memberikan warna pink keunguan.
2.11 Typhidot-M Garis kontrol berisi rabbit anti-goat IgG yang
Uji ini menggunakan membran mengikat dengan pewarna terkonjugasi goat anti
nitroselulosa dengan 50-kDa protein tertentu dan human IgM. Band kontrol berfungsi sebagai
antigen kontrol (Narayanappa et al., 2010). indikasi migrasi yang tepat yang ditambah
dengan reagen kontrol.
2.11.1 Prinsip immunochromatographic test
(ICT) 2.11.3 Interpretasi Hasil Typhidot-M
e. Pad
c. Pad konjugat d. Membran absorben
nitroselulosa
a. Pad b. Filter
sampel

f. Plastic
Antigen/antibodi backing card
Hasil positif Hasil negatif invalid
Gambar 2.7 immunochromatographic test
(reszonics.com, 2011) Gambar 2.12 Interpretasi Hasil Typhidot-M
(reszonics.com, 2011)
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Hasil pemeriksaan Typhidot-M sebagai pada usia 24 tahun (Karen., 2011; WHO., 2017).
berikut: 1). Hasil positif untuk antibodi spesifik Terdapatnya persamaan hasil yang didapat
Salmonella typhi: Warna tebal muncul di garis dikarena pada umumnya, demam tifoid
kontrol (A) dan garis Tes (B), 2). Hasil negatif menyerang penderita usia 5-30 tahun, tetapi
untuk antibodi spesifik Salmonella typhi: Hanya kasus ini juga ditemukan pada anak usia di
garis kontrol (A) yang terlihat, 3). Hasil tidak bawah 2 tahun (Lin et al., 2000; Nasronuddin,
valid: Garis kontrol (A) tidak ada. Jika hal ini 2007; Zaki et al., 2011), selain itu kemungkinan
terjadi, pengujian harus diulang menggunakan terdapat berbagai macam faktor yang
kaset pengujian baru. mempengaruhi kejadian demam tifoid pada
3. METODE PENELITIAN pasien usia 1 tahun sampai dengan 12 tahun
Penelitian ini menggunakan Deskriptif maupun usia 13 tahun sampai dengan 24 tahun,
dengan pendekatan Observasional, Teknik diantaranya: kurangnya kebersihan individu,
pengambilan sampel dilakukan dengan cara lingkungan tempat tinggal yang sangat padat,
purposive sampling, yaitu mengambil persediaan air bersih yang belum mencukupi,
pengambilan sampel yang di dilai sesuai menurunnya system imun penderita, adanya
tujuan peneliti dan sesuai dengan ciri atau
mutasi genetik bakteri Salmonella enterica
sifat tertentu yang sudah diketahui
Serovar Typhi dan munculnya multidrug
sebelumnya
resistant (Kumar et al., 2007; Nasronuddin,
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan 2007; Kothari et al., 2008; Zaki et al., 2011).
Januari 2017 sampai dengan Mei 2017, Sampel
dikumpulkan sebanyak 38 sampel serum yang Tabel 4.1 Hasil analisis deskriptif suhu
berasal dari pasien dengan gejala klinik demam tubuh
tifoid berdasarkan skor Nelwan ( 8) dan data Hasil TUBEX TF Typhidot-M
lain diantaranya: jenis kelamin, usia, Suhu tubuh
disajikan dalam bentuk Tabel distribusi Positif 25 23
frekuensi dan persentase. Negatif 13 15
Pemeriksaan IgM anti-Salmonella Total 38 38
enterica Serovar Typhi pada serum pasien
dengan metode Inhibition Magnetic Binding Perbedaan hasil interpretasi antara kit
Immunoassay (IMBI) pada Kit TUBEX TF. TUBEX TF dan kit Typhidot-M pada
Hasil pemeriksaan berdasarkan skor 0 sampai pemeriksaan IgM anti-Salmonella enterica
dengan 10, dinyatakan postif jika skor 4) Serovar Typhi. Pada Tabel 5.7 hasil deteksi
dan dinyatakan negatif jika hasil skor (<4). tidak dilakukan analisis statistik, karena pneliti
Selain itu serum pasien dipemeriksa hanya bertujuan untuk mengidentifikasi hasil
menggunakan Kit Typhidot-M (Reszon positif maupun negatif dari masing-masing kit,
Diagnostics International Sdn. Bhd). Hasil dimana antara kedua hasil kit menunjukkan hasil
dinyatakan positif jika terdapat 2 garis antara deteksi positif dari TUBEX TF sebanyak 25
garis A dan B, dinyatakan hasil negatif jika sampel dan hasil negatif sebanyak 13 sampel,
hanya terdapat 1 garis pada garis A. hasil dari pemeriksaan Typhidot-M
Pada penelitian ini sampel yang digunakan menunjukkan hasil postif sebanyak 23 sampel
sebanyak 38 sampel serum yang berasal dari dan hasil negatif sebanyak 15 sampel. Dari hasil
pasien laki-laki sebanyak 20 sampel serum dan pemeriksaan TUBEX TF dan Typhidot-M
perempuan sebanyak 20 sampel seum yang berdasarkan frekuensinya bahwa kit TUBEX TF
memenuhi kreterian skor Nelwan (8), dari hasil lebih banyak memiliki hasil deteksi positif
analisis deskriptif menunjukkan hasil sebagai dibandingkan dengan hasil positif yang dimiliki
berikut: Skor minimal 8, skor maksimal 16 kit Typhidot-M pada sampel serum pasien yang
dengan skor rata-rata 11.4211 dan standar sama dengan selisih hasil positif sebanyak 2
devisiasi 3.30136. Usia terbanyak 13 sampai sampel. Adanya selisih hasil pemeriksaan
dengan 24 tahun sebanyak 17 sampel, 14 sampel tersebut maka dapat dinyatakan bahwa ada
yang memiliki usia 1 tahun sampai dengan 12 perbedaan hasil deteksi antra kit TUBEX TF
tahun dan tidak terdapat pasien yang memiliki dengan kit Typhidot-M dalam deteksi IgM anti-
rentan usia 37 tahun sampai dengan 60 tahun. S.Thypi pada pasien demam tifoid yang
Hasil deskriptif berdasarkan usia kejadian memenuhi kreteria skor Nelwan.
demam tifoid ssesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh penelitian lain dengan usia
rata-rata kejadian demam tifoid lebih banyak
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Tabel 4.2 hasil tabulasi silang tubex tf dengan lebih unggul dengan biaya relatif lebih murah
typhidot-m dan prosedur yang sederhana (Bibb et al., 2004).
Namun hasil peneliti saat ini berbeda dengan
Typhidot-M
hasil yang pernah dilakukan oleh peneliti lain di
Positif Negatif Total afrika utara dan repoblik Tanzania dimana
TUBEX Positif 23 2 25/ sensitivitas kit Typhidot-M (75%) lebih tinggi
TF Negatif 0 13 13 dibandingkan dengan sensitivitas kit TUBEX
Total 23 15 38 TF (73%) dengan kultur darah sebagai gold
standard (Keddy et al., 2011). Hasil anatara kit
Nilai = 0. 000 < 0. 05 TUBEX TF dan kit Typhidot-M yang memiliki
sensitifitas dan spesifisitas lebih tinggi dari
Tingkat kesesuaian hasil deteksi IgM anti- peneliti sebelumnya. Beberapa laporan
Salmonella enterica Serovar Typhi kit TUBEX menunjukkan bahwa tes Typhidot-M mungkin
TF dengan kit Typhidot-M, Berdasarkan Tabel lebih bermanfaat di Asia (Keddy et al., 2011).
4.2 Menunjukkan 23 sampel (60.5%) positif Adanya kemungkinan disebabkan adanya
pada kit TUBEX TF maupun kit Typhidot-M, 2 perbedaan serotype/serovar dari masing-masing
sampel (5.3%) positif pada kit TUBEX TF negaragara sehingga mengakibatkan tingkat
tetapi negatif pada ki Typhidot-M dalam sensitifitas maupun spesifitas dari kit yang
mendeteksi IgM anti-Salmonella enterica digunakan sebagai diagnosis cepat dalam
Serovar Typhi, 0 sampel (0%) hasil negatif pada mendeteksi IgM memiliki hasil yang berda,
kit TUBEX TF tetapi 13 sampel (34.2%) negatif peneliti saat ini tidak menggunakan pemeriksaan
pada kit Typhidot-M dalam mendeteksi IgM biakan darah dari sumsum tulang atau
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi. Hasil menggunakan kultur darah sebagai baku emas.
analisis Chi-Square terdapat nilai = 0.000 < Peneliti saat ini hanya menggunakan skor
0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat Nelwan sebagai kreteria penentu adanya demam
hubungan yang bermakna (significant) antara pada sampel yang diteliti, sehingga besar
hasil deteksi kit TUBEX TF dengan hasil kemungkinan untuk terjadinya subjektifitas dari
deteksi kit Typhidot-M pada pemeriksaan IgM peneliti. Mengingat demam tifoid tidak ada
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi dan nilai gejala klinis yang tunggal untuk mengetahui
kappa: 0.887 yang berarti terdapat tingkat pasti atau tidak terjadinya demam tifoid yang
kesesuaian yang sangat baik antara hasil kit terjadi pada pasien yang dijadikan sampel
TUBEX TF dengan kit Typhidot-M pada penelitian saat ini.
pemeriksaan IgM anti-Salmonella enterica Tabel 4.3 hasil tabulasi silang suhu tubuh
Serovar Typhi. Kreteria nilai kappa yang dengan kit tubex tf
digunakan sebagai berikut bila kappa (>0,75) TUBEX TF
menunjukkan tingkat kesesuaian sangat baik,
Psitif Negatif Total
0,4-0,75 menunjukkan tingkat kesesuaian yang
baik dan (<0,4) menunjukkan tingkat kesesuaian Suhu >37.50C 19 4 23
yang buruk (Dahlan, 2010). berdasarkan Tabel Tubuh <37.50C 6 9 15
5.7 dapat dihitung nilai sensitivitas 100% Total 25 13 38
(23/23+0) dan spesifisitas sebesar 86,7%
(13/13+2), nilai prediktif positif 92% (23/23+2) Nilai : 0. 013 < 0. 05
dan nilai prediktif negatif 100% (13/13+0).
Hasil dari penelitian ini memiliki sensitifitas dan Suhu tubuh merupakn salah satu gejala
spesifisitas lebih tinggi dari penelitian sistemik demam tifoid sehingga penilti saat ini
sebelumnya yang menggunakan 3 uji serologi ingin mengetahui bagaimana hubungan antara
sekaligus, didapatkan pemeriksaan TUBEX TF hasil deteksi IgM dari kit TUBEX TF maupun
memiliki sensitifitas dan spesifisitas tinggi (78% kit Typhidot-M terhadap suhu tubuh sebagai
dan 89%) jika dibandingkan pemeriksaant carik upaya deteksi dini dari demam tifoid. Pada
celup Multi-test Dip-S-Ticks (89% dan 53%), penelinian saat ini hubungan suhu tubuh dengan
Typhidot (79 dan 89%), serta Widal (64 dan hasil interpretasi deteksi IgM anti-Salmonella
76%) (Olsen et al., 2004). Typhidot dan enterica Serovar Typhi dengan kit Typhidot-M,
pemeriksaan TUUBEX TF menunjukkan hasil berdasarkan Tabel 4.3 terdapat 19 sampel (50%)
yang tidak berbeda jauh, namun jika positif, 4 sampel (10.5%) negatif yang berasal
dipertimbangkan dari segi biaya dan teknik dari pasien demam tifoid dengan suhu tubuh
pemeriksaannya, pemeriksaan TUUBEX TF >37.50C pada pemeriksaan IgM dengan kit
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

TUBEX TF dan terdapat 6 sampel (15.8%) mendefinisikan bahwa demam/febris sebagai


postif, 9 sampel (23.6%) negatif yang berasal suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang
dari pasien demam tifoid dengan suhu tubuh sering merupakan bagian dari respons
<37.50C pada pemeriksaan IgM dengan kit pertahanan organisme multiselular host terhadap
TUBEX TF. Hasil analisis Chi-Square didapat invasi mikroorganisme atau benda mati yang
nilai = 0.013 < 0.05 yang menunujuk terdapat patogenik atau dianggap asing oleh host. El-
hubungan yang bermakna (significant) antara Rahdi dkk., mendefinisikan demam (pireksia)
suhu tubuh dengan hasil deteksi kit TUBEX TF dari segi patofisiologis dan klinis. Secara
dan nilai kappa = 0.436 yang berarti tingkat patofisiologis demam adalah peningkatan
hubungan yang baik pada pemeriksaan IgM thermoregulatory set point dari pusat
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi. hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1
(IL-1). Sedangkan secara klinis demam adalah
Tabel 4.4 hasil tabulasi silang suhu tubuh peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di
dengan typhidot-m atas nilai rerata suhu normal di tempat
pencatatan. Sebagai respons terhadap
Typhidot-M perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk
Positif Negatif Total mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai
Suhu 0
>37.5 C 17 6 23 secara fisiologis dengan meminimalkan
tubuh <37.50C 6 pelepasan panas dan memproduksi panas (El-
9 15 Radhi, 2009; Fisher RG, 2005).
Total 23 15 38 Terjadinya hasil positif yang dominan
Nilai =0.049 < 0.05 pada kit TUBEX TF dan Typhidot-M
kemungkinan disebabkan oleh faktor seperti
Berdasarkan Tabel 5.10 terdapat 17 sampel faktor individu dan lingkungan, meliputi usia,
(44.7%) positif, 6 sampel (15.8%) negatif yang jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara
berasal dari pasien demam tifoid dengan suhu ambien dan kemungkinan tempat pengukuran
tubuh >37.50C pada pemeriksaan IgM dengan yang berbeda dari masing-masing sampel
kit Typhidot-M dan terdapat 6 sampel (15.8%) sehingga perlu adanya pengelompokan yang
postif, 9 sampel (23.6%) negatif yang berasal lebih spesifik untuk mengethui seberapa besar
dari pasien demam tifoid dengan suhu tubuh hubungan antara suhu tubuh dengan kejjadian
<37.50C pada pemeriksaan IgM dengan kit demam tifoid berdasarkana tempat pengukuran
Typhidot-M. Hasil analisis Chi-Square didapat suhu maupun waktu pengukuran suhu tubuh.
nilai = 0.049 < 0.05 yang menunjukkan Disamping itu pirogen berinteraksi
terdapat hubungan antara suhu tubuh dengan dengan sel fagosit, makrofag atau monosit,
dengan hasil deteksi Typhidot-M dan nilai untuk merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain
kappa = 0.339 yang berarti tingkat hubungan yang mungkin berperan sebagai pirogen
yang buruk pada pemeriksaan IgM anti- eksogen (misalnya endotoksin) bekerja langsung
Salmonella enterica Serovar Typhi dengan kit pada hipotalamus untuk mengubah pengatur
Typhidot-M. Hasil Studi yang dilakukan di suhu. Pirogenitas bakteri Gram-negatif
Tanzania menggunakan suhu > 38C (riwayat (misalnya Escherichi coli, Salmonela)
demam atau menunjukkan pireksia) sebagai disebabkan adanya lzeat-stable factor yaitu
kreteria inklusi untuk melakukan evaluasi kit endoktosin, suatu pirogen eksogen yang pertama
Typhidot-M yang dibandingkan dengan hasil kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin
kultur darah menunjukkah hasil hubungan berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida
antara kit diagnosis cepat pada demam tifoid (Soedarmo et al., 2008). Kit TUBEX TF
buruk (keddy et al., 2011), akan tetapi hasil menggunakan motode Inhibition Magnetic
pemeriksaan IgM dengan Kit TUBEX TF Binding Immunoassay (IMBI) untuk
berbeda, dimana hasil penelitian yang dilakukan mendeteksi antibodi serum spesifik (IgM)
oleh peneliti saat ini menunjukan hasil yang tethadap antigen O9 yang terdapat pada
baik. lipopolisakarida (LPS) Salmonella enterica
Kreteria suhu tubuh normal bila Serovar Typhi sehigga kit TUBEX TF lebih
berkisar antara 360C sampai dengan 37,5C, banyak mendeteksi IgM. Imunoglobulin M
demam bila suhu tubuh antara 37,6C sampai muncul pada minggu pertama dan diikuti
dengan 40C yang dinyatakan (Tamsuri, 2007). peningkatan suhu tubuh pasien demam tifoid
International Union of Physiological Sciences sehingga hasil positif sampel serum dari pasien
Commission for Thermal Physiology yang yang memiliki suhu 37.60C lebih dominan.
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Sedangkan kit Typhidot-M mendeteksi IgM digunakan sebagai diagnosis cepat bila kit
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi TUBEX TF tidak tersedia.
menggunakan Outer Membrane Protein (OMP) Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk
resisten pada suhu 800C sampai dengan 1000C membandingkan hasil TUBEX TF dan
meskipun demikian ada kemungkinan terjadinya Typhodot-M menggunakan kultur darah sebagai
perubahan yang dipengaruhi oleh suhu gold standar dalam deteksi IgM anti-Salmonella
lingkungan maupun pada pasien itu sendiri enterica Serovar Typhi (S. typhi).
sehingga terdeteksinya hasil negatif pada
pemeriksaan IgM pada seum pasien demam UCAPAN TERIMA KASIH
tifoid. Ucapan terimakasih yang tak terhingga
dan penghargaan yang setinggi- tingginya, saya
5. KESIMPULAN DAN SARAN ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Jusak Nugraha,
Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat, dr., MS., Sp.PK (K), Sebagai pembimbing ketua
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: ,Ucapan terimakasih kepada Ibu Dr. Marijam
Terdapat perbedaan hasil interpretasi antara Purwanta, Dra., M.Sc., Apt, SEBAGAI
pemeriksaan TUBEX TF dan Typhidot-M pembimbing II.
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi pada
serum pasien demam tifoid di RSUD Dr. DAFTAR PUSTAKA
Soetomo Surabaya. Abbas AK, Andrew H, and Pillai S. 2012.
Tingkat kesesuaian hasil pemeriksaan Immunity To Mikrobes. In Cellular And
TUBEX TF dan Typhidot-M anti-Salmonella Molecular Immunology. 7th Edition,
enterica Serovar Typhi pada serum pasien Philadelphia; WB Elsiver Company.
demam tifoid di RSUD Dr. Soetomo surabya, Achtman, M.; Wain, J.; Weill, F. O. X.; Nair, S.;
Analisis Chi-Square terdapat nilai 0.000 < Zhou, Z.; Sangal, V.; Krauland, M. G.;
0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat Hale, J. L.; Harbottle, H.; Uesbeck, A.;
hubungan yang bermakna (significant) antara Dougan, G.; Harrison, L. H.; Brisse, S.;
hasil deteksi kit TUBEX TF dengan hasil .2012. S. Enterica MLST Study Group.
deteksi kit Typhidot-M pada pemeriksaan IgM Bessen, Debra E, ed. "Multilocus
anti Salmonella enterica Serovar Typhi dan nilai Sequence Typing As A Replacement For
kappa = 0.887 yang berarti terdapat tingkat Serotyping In Salmonella Enterica".
kesesuaian yang sangat baik antara hasil kit PLOS Pathogens. 8 (6): e1002776.
TUBEX TF dengan kit Typhidot-M pada doi:10.1371/journal.ppat.1002776. PMC
pemeriksaan IgM anti-Salmonella enterica 3380943 . PMID 22737074
Serovar Typhi. Bib W, Minh NT, Olsen SJ, Pruckler J, Thanh
Terdapat hubungan suhu tubuh dengan NTM, Trinh TM, et al. 2004. Evaluation
hasil pemeriksaan TUBEX TF dalam deteksi Of Rapid Diagnostic Tests For Typhoid
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi pada Fever. Journal of Clinical Microbiology.
serum pasien demam tifoid di RSUD Dr. 42(5). 1885 9.
Soetomo surabya dengan nilai 0.013 < 0.05 Brenner, Villar, R.G, Angulo, F. J.;Tauxe, R.
dan nilai kappa = 0.436 yang berarti tingkat And B. Swaminathan. 2000. Salmonella
hubungan yang baik pada pemeriksaan IgM Nomenclature. Journal Of Clinical
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi. Microbiology, p. 24652467 0095-
Terdapat hubungan suhu tubuh 1137/00/$04.00 0
terhadap hasil pemeriksaan Thipidot-M dalam Crump, J.A. and Mintz, E.D. 2010. Global
deteksi anti-Salmonella enterica Serovar Typhi Trends In Typhoid And Paratyphoid
pada serum pasien demam tifoid di RSUD Dr. Fever. Clin Infect Dis 50(2):241-246.
Crump, J.A., Luby, S.P. and Mintz, E.D. 2004.
Soetomo surabya dengan nilai 0.049 < 0.05 The Global Burden Of Typhoid Fever.
dan nilai kappa = 0.339 yang berarti tingkat Bull World Health Organ 82(5):461-465.
hubungan yang buruk pada pemeriksaan IgM Diepen AV, Gevel JSV, Koudijs MM,
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi dengan Ossendrop F, Beekhuizen H, Janssen R,
kit Typhidot-M. Dissel JTV. 2005. Gamma irradiation or
Berdasarkan hasil penelitian ini maka CD4+ T Cell Depletion Causes
disarankan penggunaan kit Typhidot-M dapat Reactivation Of Latent Salmonella
Enterica Serovar Typhimurium Infection
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

In C3H/Hen Mice. Journal Infection and Keddy, Arvinda S., Maupi E., Greta H., Claire
Immunity 75(3): 2857-2862 LC., Anne M & John A. 2011. Sensitivity
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. And Speci City Of Typhoid Fever Rapid
Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, Antibody Tests For Laboratory Diagnosis
penyunting. Clinical Manual Of Fever In At Two Sub-Saharan African Sites. Bull
Children. Edisi ke-9. Berlin: Springer- World Health Organ;89:640647 |
Verlag; 2009.h.1-24. doi:10.2471/BLT.11.087627
Fisher RG, Boyce TG. Fever And Shock Kothari, A., Pruthi, A. and Chugh, T.D. 2008.
Syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, The Burden of Enteric Fever. J Infect Dev
penyunting. Moffets Pediatric infectious Ctries 28:253-259.
diseases: A problem-oriented approach. Kumar, R., Gupta, N. and Shalini. 2007.
Edisi ke-4. New York: Lippincott Multidrug-Resistant Typhoid Fever.
William & Wilkins; 2005.h.318-73. Indian J Pediatr 74:39-42.
Holt, et al. 1994. Bergeys Manual of Marleni, M. 2012. Ketepatan Uji Tubex TF
Determinative Bacteriology 9th Edition. Dibandingkan Nested-PCR Dalam
USA: Williams and Wilkins Baltimore. Mendiagnosis Demam Tifoid Pada Anak
Holt, K.E., Thomson, N.R., Wain, J., Langridge, Pada Demam Hari Ke-4. Universitas
G.C., Hasan, R., Bhutta, Z.A., Quail, Sriwijaya. Palembang.
M.A., Norbertczak, H., Walker, D., McClelland, M., Sanderson, K.E., Clifton, S.W.,
Simmonds, M. et al. 2009. Pseudogene Latreille, P., Porwollik, S., Sabo, A.,
Accumulation In The Evolutionary Meyer, R., Bieri, T., Ozersky, P.,
Histories Of Salmonella Enterica McLellan, M. et al. . 2004. Comparison
Serovars Paratyphi A And Typhi. BMC Of Genome Degradation In Paratyphi A
Genomics 10(36). And Typhi, Human- Restricted Serovars
Hornick, R.B., Greisman, S.E., Woodward, T.E., Of Salmonella Enterica That Cause
DuPont, H.L., Dawkins, A.T. and Snyder, Typhoid. Nature Genetics 36:1268-1274.
M.J. 1970. Typhoid Fever: Pathogenesis McSorley, S.J. and Jenkins, M.K. 2000. Antibody
and Immunologic Control. N Engl J Med Is Required For Protection Against
283:686-691. Virulent But Not Attenuated Salmonella
House, D., Wain, J., Ho, V.A., Diep, T.S., Chinh, Enterica serovar Typhimurium. Infect
N.T., Bay, P.V., Vinh, H., Duc, M., Parry, Immun 68(6):3344-3348.
C.M., Dougan, G. et al. . 2001. Serology Merieux, F. 2007. Report Of The Meeting On
Of Typhoid Fever In An Area Of Typhoid Fever, A Neglected Disease:
Endemicity And Its Relevance To Towards a Vaccine Introduction Policy.
Diagnosis. J Clin Microbiol 39(3):1002- France: Les Pensieres.
1007. Mweu, E. and English, M. 2008. Typhoid Fever
IDL Biotech. 2008. Tubex-TF, Confidence In In Children In Africa. Trop Med Int
Typhoid Fever Diagnosis. Sweden. Health 13(4):532-540.
IDL Biotech. 2011. Tubex-TF, Confidence In Narayanappa, D, Rachana Sripathi, K
Typhoid Fever Diagnosis. Sweden. Jagdishkumar And Hs Rajani. 2009.
Jawetz, E., Melnick, J.L. and Adelberg, E.A. Comparative Study of Dot Enzyme
1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Immunoassay (Typhidot-M) and Widal
EGC. Test in the Diagnosis of Typhoid Fever.
Kalbemed.com. 2014. Terapi Terkini Demam Department of Pediatrics, JSS Medical
Tifoid. diakses 23 november 2016. College, JSS University, Mysore,
Kaur, J. and Jain, S.K. 2012. Role Of Antigens India.Vol 47__April 17, 2010.
And Virulence Factors Of Salmonella Nasronuddin. 2007. Demam Tifoid. In:
Enterica Serovar Typhi In Its Nasronuddin, Hadi U, Vitanata, Erwin
Pathogenesis. Microbiological Research AT, Bramantono, Suharto, and Soeandojo
167:199-210. E, editors. Penyakit Infeksi di Indonesia,
Kawano, R.L., Leano, S.A. and A, D.M. 2007. Solusi kini dan mendatang. Surabaya:
Comparison Of Serological Test Kits For Airlangga University Press. P 121-125
Diagnosis Of Typhoid Fever In The Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan
Philippines. Journal of clinical Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al.
microbiology 45:246-248. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Word Health Organization. 2014. immunization.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. vaccine and biologicals. Geneva: WHO.
Olsen, S.J. 2004. Evaluation of Rapid Diagnostic diakses 14 september 2016.
Test for Typhoid Fever. Journal of World Health Organization. 2003. Background
Clinical Microbiology.1885-1889, Vol. document: The diagnosis, treatment and
42, No. 5. prevention of typhoid fever. Geneva:
Parry, C.M., Wijedoru, L., Arjyal, A. and Baker, Communicable Disease Surveillance and
S. 2011. The utility of diagnostic tests for Response Vaccines and Biologicals.
enteric fever in endemic locations. Expert WHO.
Rev Anti Infect Ther 9:711-725.
PT. Pacific Biotekindo Intralab. 2007. Tubex APPENDIX
TF.
http://wwwpacbiotekindocoid/products/tu
bextfphp
Pui CF, Wong WC, Chai LC, Tunung R, HASIL PENGUMPULAN DATA PADA SAMPEL DEMAM TIFOID DI
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Jeyaletchumi P, Hidayah N, Ubong A, Kode
Hasil Penumpulan Data
Jenis Suhu Tubuh Skor
Farinazleen MG, Cheah YK, Shon R. Nomor SampelUsia
Kelamin (0C)
Hasil Pemeriksaan
Nelwan

Tubex- Typhidot-
2011. Salmonella: a foodborne pathogen. TF M

Review Article International Food 1


2
3
P1
P2
P3
19
3
4
L
L
P
37
38
38
2
4
4
-
-
-
8
8
8

Research Journal. 18: 465-473. 4


5
P4
P5
14
31
L
L
38,5
38
7
5
+
+
14
12

Rahman, M., Siddique, A.K., Tam, F.C.-H., 6


7
8
P6
P7
P8
2
1
14
L
L
L
37
37
38,5
2
2
8
-
-
+
8
8
15

Sharmin, S., Rashid, H., Iqbal, A., 9


10
P9
P10
7
21
L
L
38
38.5
6
7
+
+
10
14
11 P11 7 P 38 6 + 11
Ahmed, S., Nair, G.B., Chaignat, C.-L. 12
13
P12
P13
20
70
L
L
39
38.5
8
2
+
-
16
8

and Lim, P.-L. 2007. Rapid detection of 14


15
P14
P15
1
30
P
P
38.5
39
8
8
+
+
15
14
16 P16 28 P 38.5 7 + 14
early typhoid fever in endemic 17
18
P17
P18
13
17
L
P
39
38.5
8
8
+
+
14
12

community children by the TUBEX 19


20
P19
P20
2
16
P
L
39
37
10
2
+
-
16
8
21 P21 6 P 39 10 + 16
O9-antibody test. Diagnostic 22
23
P22
P23
13
19
P
L
38.5
39
10
9
+
+
15
15

Microbiology & Infectious Disease 24


25
P24
P25
15
21
P
L
39
38
10
6
+
+
16
14
26 P26 24 L 38 4 + 8
58:275-281. 27
28
P27
P28
3
1
L
P
37
38
4
8
+
+
8
14

Reszon Diagnostics International Sdn. Bhd.2011. 29


30
P29
P30
4
6
P
P
39
37
2
2
-
-
8
8
31 P31 63 L 37 2 - 8
Dot EIA test for specific detection of IgG 32
33
P32
P33
13
14
P
P
38
39
2
2
-
-
8
8

& IgM to Salmonella typhi. Malaysian. 34


35
P34
P35
24
32
L
P
39
37
2
2
-
-
8
8
36 P36 3 P 37 2 - 8

Roumagnac, P., Weill, F.-X., Dolecek, C., Baker, 37


38
P37
P38
22
26
P
L
39
38
6
6
+
+
15
15

S., Brisse, S., Chinh, N.T., Le, T.A.H., Keterangan:

Acosta, C.J., Farrar, J., Dougan, G. et al. . 35


36
P35
P36
32
3
P
P
37
37
2
2
-
-
8
8
37 P37 22 P 39 6 + 15
2006. Evolutionary History of Salmonella 38 P38 26 L 38 6 + 15

Typhi. Science 314(5803): 1301-1304. Keterangan:


L : Laki-laki
Santos S.A, Andrade Jr., D.R. and Andrade, D.R. P
0
C
: Perempuan
: Derajat Celcius

2011. TNF- production and apoptosis in


(+) : Hasil pemeriksaan Positif
(-) : Hasil Pemeriksaan Negatif

hepatocytes after Listeria monocytogenes


and Salmonella Typhimurium invasion.
Rev Inst Med Trop Sao Paulo 53(2):107-
112.
Soedarmo; Herry; Sri; Hindar.2008. Buku Ajar
lnfeksi & Pediatri Tropis. Edisi II. Badan
Penerbit IDAI, Jakarta. ISBN: 979-8421-
14-0.
Tamsuri A. 2007. Konsep Dan Penatalaksanaan
Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Jakarta.
Widodo, D. 2009. Demam tifoid. In: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, and Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. V ed. Jakarta:
InternaPublishing.
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
Valid Positif 23 60.5 60.5 60.5
Negatif 15 39.5 39.5 100.0
Total 38 100.0 100.0

Crosstabs
Crosstab
Tubex_TF * Typhidot_M Crosstabulation Suhu_Tubuh * Tubex_TF
Typhidot_M Total
Positif Negatif
Crosstab
Tubex_TF Positif Count 23 2 25
Tubex_TF Total
Expected Count 15.1 9.9 25.0
Positif Negatif
% within Tubex_TF 92.0% 8.0% 100.0%
Suhu_Tubuh >37.5 Count 19 4 23
% within Typhidot_M 100.0% 13.3% 65.8%
Expected Count 15.1 7.9 23.0
Negatif Count 0 13 13
% within Suhu_Tubuh 82.6% 17.4% 100.0%
Expected Count 7.9 5.1 13.0
% within Tubex_TF 76.0% 30.8% 60.5%
% within Tubex_TF 0.0% 100.0% 100.0%
<37.5 Count 6 9 15
% within Typhidot_M 0.0% 86.7% 34.2%
Expected Count 9.9 5.1 15.0
Total Count 23 15 38
% within Suhu_Tubuh 40.0% 60.0% 100.0%
Expected Count 23.0 15.0 38.0
% within Tubex_TF 24.0% 69.2% 39.5%
% within Tubex_TF 60.5% 39.5% 100.0%
Total Count 25 13 38
% within Typhidot_M 100.0% 100.0% 100.0%
Expected Count 25.0 13.0 38.0
% within Suhu_Tubuh 65.8% 34.2% 100.0%

Chi-Square Tests % within Tubex_TF 100.0% 100.0% 100.0%


Asymptotic Exact
Significance Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided) Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square 30.299a 1 .000 Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig.
Continuity Correctionb 26.570 1 .000
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Likelihood Ratio 37.044 1 .000 a
Pearson Chi-Square 7.323 1 .007
Fisher's Exact Test .000 .000 b
Continuity Correction 5.553 1 .018
Linear-by-Linear 29.501 1 .000
Likelihood Ratio 7.380 1 .007
Association
N of Valid Cases 38 Fisher's Exact Test .013 .009

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13. Linear-by-Linear 7.131 1 .008
Association
b. Computed only for a 2x2 table
N of Valid Cases 38
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13.
Symmetric Measures b. Computed only for a 2x2 table
Asymptotic
Standard Approximate Approximate
Value Errora Tb Significance Symmetric Measures
Measure of Agreement Kappa .887 .077 5.504 .000 Asymptotic
N of Valid Cases 38 Standard Approximate Approximate
Value Errora Tb Significance
a. Not assuming the null hypothesis.
Measure of Agreement Kappa .436 .150 2.706 .007
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
N of Valid Cases 38
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Suhu_Tubuh * Typhidot_M
a. Not assuming the null hypothesis.
Crosstabs
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

75 Suhu_Tubuh * Typhidot_M

Hasil Analisis Statistik Crosstab


Typhidot_M Total
Descriptive Statistics Positif Negatif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Suhu_Tubuh >37.5 Count 17 6 23
Skor_Nelwan 38 8.00 16.00 11.4211 3.30136 Expected Count 13.9 9.1 23.0
Valid N (listwise) 38 % within Suhu_Tubuh 73.9% 26.1% 100.0%
% within Typhidot_M 73.9% 40.0% 60.5%
<37.5 Count 6 9 15
Frequency Tabl Expected Count 9.1 5.9 15.0
Jenis Kelamin % within Suhu_Tubuh 40.0% 60.0% 100.0%
% within Typhidot_M 26.1% 60.0% 39.5%
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Total Count 23 15 38
Valid Laki-Laki 20 52.6 52.6 52.6
Expected Count 23.0 15.0 38.0
Perempuan 18 47.4 47.4 100.0
% within Suhu_Tubuh 60.5% 39.5% 100.0%
Total 38 100.0 100.0
% within Typhidot_M 100.0% 100.0% 100.0%

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Chi-Square Tests


Valid 1-12 14 36.8 36.8 36.8 Asymptotic
13-24 17 44.7 44.7 81.6 Significance Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
25-36 5 13.2 13.2 94.7
Pearson Chi-Square 4.370a 1 .037
61-72 2 5.3 5.3 100.0 b
Continuity Correction 3.066 1 .080
Total 38 100.0 100.0
Likelihood Ratio 4.390 1 .036
Fisher's Exact Test .049 .040
Suhu_Tubuh Linear-by-Linear 4.255 1 .039
Association
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent N of Valid Cases 38
Valid >37.5 23 60.5 60.5 60.5 a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.92.
<37.5 15 39.5 39.5 100.0 b. Computed only for a 2x2 table
Total 38 100.0 100.0

Symmetric Measures
Tubex_TF
Asymptotic Approximate Approximate
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Value Standard Errora Tb Significance
Valid Positif 25 65.8 65.8 65.8 Measure of Agreement Kappa .339 .156 2.091 .037
Negatif 13 34.2 34.2 100.0 N of Valid Cases 38
Total 38 100.0 100.0 a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Typhidot_M
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Positif 23 60.5 60.5 60.5
Negatif 15 39.5 39.5 100.0
Total 38 100.0 100.0

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham


Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia

JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham

Você também pode gostar