Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
Abstrak
Kata Kunci: IgM, Salmonella enterica Serovar Typhi, TUBEX TF, Typhidot-M
Abstract
The result of TUBEX TF kit showed that 25 (65.8%) samples were positive and 13 (34.2%)
samples were negative. While the reasult of Typhidot-M kit showed that 23 (60.5%) samples
were positive and 15 (39.5%) samples were negative. Statistically analysis showed that
TUBEX TF and Typhidot-M test had a very good conformity level by Kappa value 0.887>
(0.75).
Based on the results of this research then it was suggested that Typhidot-M kit could
be used as a rapid diagnosis whenever the TUBEX TF kit was not available. For further
research, it is advisable to compare the results of TUBEX TF and Typhodot-M by using blood
cultures as a gold standard to detect IgM anti-Salmonella enterica Serovar Typhi (S. typhi).
serovar Typhi pada serum pasien demam White yang membedakan varietas serologis satu
tifoid di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. dengan lainnya. Serovar biasanya dimasukkan
2. Menganalisis tingkat kesesuaian hasil ke dalam kelompok subspesies setelah genus
pemeriksaan kit TUBEX TF dan Typhidot- dan spesies, dengan serovar dikapitalisasi, tidak
M anti-Salmonella enterica serovar Typhi dicetak miring: Contohnya Salmonella enterica
pada serum pasien demam tifoid di RSUD serovar Typhimurium (Achtman et al., 2012).
Dr. Soetomo surabya. Menurut Kauffman-White sceme bahwa
3. Menganalisis hubungan suhu tubuh dengan berdasarkan identifikasi serologis Salmonella
hasil deteksi kit TUBEX TF dalam enterica Serovar Typhi dapat dikelompokkan ke
pemeriksaan anti-Salmonella enterica dalam serovar berdasarkan formula perbedaan
serovar Typhi pada serum pasien demam antigen, yaitu berdasarkan antigen O (somatik),
tifoid di RSUD Dr. Soetomo surabya. antigen Vi (kapsul) dan antigen H (flagella)
4. Menganalisis hubungan suhu tubuh dengan (Holt et al.,1994). Saat ini system penamaan
hasil deteksi kit Typhidot-M dalam serotype/serovar digunakan Centers for Disease
pemeriksaan anti-Salmonella enterica Control and Prevention (CDC) dan WHO
serovar Typhi pada serum pasien demam Collaborating Centre (Brenner et al., 2000).
tifoid di RSUD Dr. Soetomo surabya. Salmonella enterica serovar Typhi
merupakan organisme yang sangat klonal,
2 TINJAUAN PUSTAKA bakteri ini memiliki variasi genom yang terbatas,
2.1 Demam tifoid yang mana hal ini menunjukan bahwa bakteri ini
Penyakit demam tifoid merupakan belum lama berevolusi (Roumagnac et al.,
suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan 2006). Banyak gen yang berhubungan dengan
oleh infeksi bakteri Salmonella enterica serovar intestinal persistence misalnya shdA, ratB atau
Typhi (Nasronuddin, 2007). Bakteri ini yang berhubungan dengan interaksi dengan
merupakan patogen intra seluler fakultatif dan permukaan tubuh host, misalnya fimbriae, pili,
hanya menyebabkan penyakit demam tifoid dan lainnya mengalami inaktivasi (Holt et al.,
pada manusia sampai saat ini (Mweu et al., 2009). Sebagai contoh gen-gen yang
2008; Kaur et al., 2012). berkontribusi atas pelepasan cairan, misalnya
Terdapat berbagai macam faktor yang sopA atau daya tahan di lingkungan intra seluler,
mempengaruhi kejadian demam tifoid, misalnya sopE2, sseJ mengalami inaktivasi
diantaranya yaitu: kurangnya kebersihan (McClelland et al., 2004; Holt et al., 2009).
individu, lingkungan tempat tinggal yang sangat Akibatnya, Salmonella enterica serovar Typhi
padat, persediaan air bersih yang belum yang menginvasi akan melwati jalur/siklus
mencukupi, menurunnya system imun hidup yang sederhana dan berefek terhadap
penderita, adanya mutasi genetik bakteri terbatasnya aktivasi respon inflamasi host
Salmonella enterica serovar Typhi dan (McClelland et al., 2004; Holt et al., 2009).
munculnya multidrug resistant (Kumar et al., Outer membrane protein (OMP)
2007; Nasronuddin, 2007; Kothari et al., 2008; merupakan dinding sel terluar membran
Zaki et al., 2011). sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
2.2. Salmonella enterica serovar Typhi (S. berfungsi sebagai sawar untuk
typhi) mengendalikan aktivitas masuknya cairan ke
2.2.1. Klasifikasi Salmonella enterica serovar dalam membran sitoplasma serta berfungsi
Typhi (S. typhi) sebagai reseptor bakteriofag dan
Klasifikasi Salmonella enterica serovar Typhi bakteriolisin (Marleni, 2012).
sebagai berikut: 2.3 Imunopatogenesis demam tifoid
Kingdom: Bacteria Patogenesis demam tifoid bersifat
Phylum: Proteobacteria kompleks, berbagai komponen patogen
Class: Proteobacteria Salmonella enterica serovar Typhi bekerja
Ordo: Enterobacteriales secara serasi pada saat interaksi dengan host
Family: Enterobacteriaceae (Nasronuddin, 2007). Dosis infeksius
Genus: Salmonella Salmonella enterica serovar Typhi bervariasi
Species: Salmonella enteric antara 1000 hingga 1 juta organisme
Subspesies: Enterica (Hornick et al., 1970). Salmonella enterica
Serovar: Typhi serovar Typhi masuk ke dalam tubuh melalui
Serovar merupakan klasifikasi makanan atau minuman yang tercemar menuju
Salmonella ke subspesies berdasarkan antigen lambung, dan yang berhasil melewati lambung
organisme yang menyajikan. Hal ini akan mencapai usus halus (Nasronuddin, 2007;
berdasarkan pada skema klasifikasi Kauffman- Kaur et al., 2012).
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
Salmonella enterica serovar Typhi sel inflamasi ini memproduksi sitokin seperti
masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau TNF-, IFN-, IL-1, IL-2, IL-6, dan IL-8. TNF-
minuman yang tercemar menuju lambung, dan memiliki aktifitas antibacterial yang sangat
yang berhasil melewati lambung akan mencapai banyak terhadap Salmonella typhi, dan sel-sel
usus halus (Monack et al., 2004). Sel-sel fagosit kuffer merupakan penghasil utama TNF- di
yang terinfeksi akan terorganisir ke dalam foci hati (Santos S.A et al., 2011). Clearance bakteri
khusus ysng akan menjadi lesi patologis yang di Salmonella enterica serovar Typhi jaringan
kelilingi oleh jaringan normal (Monack et al., memerlukan aktivasi CD4+, T cell reseptor
2004; Kaur et al., 2012). Pembentukan lesi (TCR)- dari sel T, dan dikontrol oleh gen
merupakan suatu proses dinamis yang Major Histocompatibility Complex (MHC)
membutuhkan berbagai molekul adhesi seperti kelas II (McSorley et al., 2000; Kaur et al.,
ICAM-1 (intraceluler adhesion molecule-1), 2012).
VCAM-1 (vascular cell adhesion molecule-1), Salmonella enterica serovar Typhi
serta kinerja sitokin-sitokin yang berimbang, yang berada di intrasel tidak dapat diserang oleh
seperti: Tumor Nekrosis Factor (TNF), imunitas humoral dan komplemen, sehingga
interleukin (IL) -12, IL-8, IL-14, IL-15 dan diperlukan respon imun seluler untuk
interferon gamma (IFN-) (Kaur et al., 2012). mengatasinya. Untuk itu, dalam hal ini antibodi
Sel dendritik berperan dalam mempresentasikan berperan untuk meningkatkan aktifitas makrofag
antigen bakteri sel-sel imun yang akan dan menghambat perlekatan dengan reseptor sel.
membangkitkan aktivasi limfosit T dan limfosit IgM berfungsi untuk netralisasi, sedangkan IgG
B (Kaur et al., 2012). Sel limfosit T dan limfosit berfungsi untuk meningkatkan fagositosis dan
B akan keluar dari nodul limfatik dan mencapai aktivasi komplemen (Nasronuddin, 2007).
hati dan limpa melalui jaringan RES
(reticuloendotelial system) (House et al., 2001;
Nasronuddin, 2007). Di organ-organ ini bakteri
akan dibunuh terutama oleh makrofag. Namun
bagaimanapun Salmonella enterica serovar
Typhi merupakan organisme intraseluler
fakultatif yang mampu bertahan hidup dan
bermultipikasi di dalam sel fagosit (House et al.,
2001; Kaur et al., 2012).
Pada ambang batas tertentu, yang di
tentukan oleh jumlah bakteri, virulensi bakteri Gambar 2.2 patogenesis infeksi salmonella
dan respon imun host, bakteri Salmonella enterica serovar typhi pada
enterica serovar Typhi akan keluar dari habitat manusia (Kaur et al., 2012)
intraseluler mereka menuju aliran darah (Kaur et
al., 2012). Fase bakterimia dari penyakit demam Salmonella enterica serovar Typhi pada
tifoid di tandai oleh menyebarnya bakteri manusia: bakteri memasuki payers patches dari
Salmonella enterica serovar Typhi (Kaur et al., permukaan mukosa saluran usus dengan
2012). Lokasi infeksi sekunder yang paling mengivasi sel M, sel epitel spesifk yang
sering adalah hati, limpa, sumsum tulang, menangkap dan membawa antigen ke luminal
kandung empedu, dan peyers patches di ileum untuk di tangkap oleh sel fagosit. Hal ini diikuti
terminal. Di hati, Salmonella enterica serovar oleh inflamasi dan fagositosis bakteri oleh
Typhi menimbulkan aktivasi sel kupfer yang neutrophil, makrofag dan pembentukan sel T
memiliki daya mikrobisidal yang tinggi dan dan B.
dapat menetralisir bakteri dengan menggunakan Bakteri dapat bertahan di mesenteric
oxidative free radicals, nitric oxide serta enzim- lymph nodes (MLNs), sumsum tulang dan
enzim (Kaur et al., 2012). Bakteri yang berhasil kantung empedu seumur hidup, dan terjadi
bertahan hidup akan menginvasi hepatosit dan pembelahan secara berkala pada permukaan
menyebabkan kematian seluler, utamanya mukosa melalui saluran empedu dan/atau
melalui mekanisme apoptosis (Kaur et al., mesenteric lymph nodes (MLNs) dari usus kecil
2012). , dan penumpahan dapat terjadi dari permukaan
2.4 Respon imun terhadap infeksi salmonella
enterica serovar typhi mukosa. Interferon (IFN- ), yang dapat
Respon imun host pada infeksi disekresi oleh sel T, memiliki peran dalam
Salmonella enterica serovar Typhi melibatkan mengendalikan replikasi Salmonella intraselular.
innate immunity dan adaptive immunity Interleukin (IL) -12, yang dapat meningkatkan
(Humoral dan Seluler) (Kaur et al., 2012). Sel- produksi (IFN- ) dan sitokin tumor-necrosis
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
factor (TNF- ) juga berkontribusi terhadap Escherichi coli, Salmonela) disebabkan adanya
pengendalian pertahanan Salmonella (Kaur et lzeat-stable factor yaitu endoktosin, suatu
al., 2012) pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan.
Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar
2.5 Gejala klinis demam tifoid bakteri yaitu lipopolisakarida (Soedarmo et al.,
Gejala klinis demam tifoid pada anak 2008).
biasanya lebih ringan jika dibanding dengan Suhu tubuh dibagi menjadi: (1).
penderita dewasa. Masa inkubasi demam tifoid Hipotermi bila suhu tubuh kurang dari 36C,
3 sampai 60 hari dengan rata-rata antara 10 (2). Normal bila suhu tubuh berkisar antara
sampai 14 hari (Nelwan, 2007). Manifestasi 360C sampai dengan 37,5C, (3).
klinis demam tifoid seringkali tidak khas dan Febris/pireksia/demam bila suhu tubuh
sangat bervariasi dari gejala ringan seperti antara 37,6C sampai dengan 40C, (4).
demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40C
batuk kering. sesuai dengan patogenesis demam (Tamsuri, 2007).
tifoid sampai dengan bentuk klinis yang berat
baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala 2.8 Imunoglobulin M (IgM)
septik yang lain, ensefalopati atau timbul Immunoglobulin M (IgM) merupakan
komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus suatu protein dengan berat molekul yang tinggi
atau perdarahan. Hal ini menyebabkan sulit (makroglobulin), dalam bentuk tersekresi
untuk melakukan penegakan diagnosis antibodi ini dapat terdiri atas 5 atau 6 (jarang)
berdasarkan gambaran klinisnya saja subunit (IgM monomer; pentamer heksamer
(Darmowandoyo, 2003; Tumbelaka, 2003). (Abbas et al., 2012). Setiap monomer IgM
terdiri atas dua heavy chain dan dua light chain
2.6 Skor Nelwan yang terhubung melalui suatu struktur
Skor nelwan merupakan skala penilaian polipeptida 15-kDa (ikatan disulfida) yang
klinis demam tifoid diaman skor terdiri dari nilai disebut joining (J) chain. IgM memiliki
skor minimal yaitu 1 dan nilai skor maksimal konsentrasi serum sebesar 1,5 mg/mL, dan
20, semakin tinggi skor semakin mendukung serum half life selama 5 hari (Abbas et al.,
demam tifoid. Penilaian klinis demam tifoid bila 2012). Imunoglobulin M (IgM) merupakan
terdapat nilai skor 8. Diagnosis bisa ditegakkan imunoglobulin yang pertama kali disintesis oleh
melalui tanda-tanda klinis, terutama lima tanda neonatus, dan merupakan kelas imunoglobulin
utama (mual, nyeri abdominal, anoreksia, yang paling berpengaruh pada tahap awal
muntah dan gangguan motilitas saluran cerna) respon imun.
dan kriteria lainnya. Berdasarkan tanda-tanda Imunoglobulin heavy chain dan light
klinis, bisa didapatkan skor klinik (kalbemed, chain disintesis di membrane-bound ribosom
2014). pada retikulum endoplasma kasar, yang
2.7 Klasisifikasi batas normal suhu tubuh kemudian akan ditranslokasikan ke retikulum
manusisa endoplasma, imunoglobulin heavy chain akan
International Union of Physiological mengalami N-glycosylated selama proses
Sciences Commission for Thermal Physiology translokasi ini (Abbas et al., 2012). Proses
mendefinisikan demam/febris sebagai suatu folding imunoglobulin heavy chain dan
keadaan peningkatan suhu inti, yang sering perakitannya dengan light chain diregulasi oleh
merupakan bagian dari respons pertahanan chaperones, yaitu suatu protein residen di
organisme multiselular (host) terhadap invasi retikulum endoplasma. Setelah proses perakitan
mikroorganisme atau benda mati yang selesai, molekul imunoglobulin akan dilepaskan
patogenik atau dianggap asing oleh host. El- dari chaperones kemudian akan
Rahdi dkk., mendefinisikan demam (pireksia) ditransportasikan ke dalam cisternae komplek
dari segi patofisiologis dan klinis. golgi tempat terjadi modifikasi karbohidrat, dan
Pirogen eksogen biasanya merangsang kemudian ke membran plasma di vesikel. Di
demam dalam 2 jam setelah terpapar. dalam bentuk membran akan terpancang di
Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel membran plasma, sedangkan IgM dalam bentuk
fagosit, makrofag atau monosit, untuk pentamer akan ditransportasikan ke luar sel
merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lain yang (Abbas et al., 2012).
mungkin berperan sebagai pirogen eksogen
(misalnya endotoksin) bekerja langsung pada
hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu.
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya
f. Plastic
Antigen/antibodi backing card
Hasil positif Hasil negatif invalid
Gambar 2.7 immunochromatographic test
(reszonics.com, 2011) Gambar 2.12 Interpretasi Hasil Typhidot-M
(reszonics.com, 2011)
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
Hasil pemeriksaan Typhidot-M sebagai pada usia 24 tahun (Karen., 2011; WHO., 2017).
berikut: 1). Hasil positif untuk antibodi spesifik Terdapatnya persamaan hasil yang didapat
Salmonella typhi: Warna tebal muncul di garis dikarena pada umumnya, demam tifoid
kontrol (A) dan garis Tes (B), 2). Hasil negatif menyerang penderita usia 5-30 tahun, tetapi
untuk antibodi spesifik Salmonella typhi: Hanya kasus ini juga ditemukan pada anak usia di
garis kontrol (A) yang terlihat, 3). Hasil tidak bawah 2 tahun (Lin et al., 2000; Nasronuddin,
valid: Garis kontrol (A) tidak ada. Jika hal ini 2007; Zaki et al., 2011), selain itu kemungkinan
terjadi, pengujian harus diulang menggunakan terdapat berbagai macam faktor yang
kaset pengujian baru. mempengaruhi kejadian demam tifoid pada
3. METODE PENELITIAN pasien usia 1 tahun sampai dengan 12 tahun
Penelitian ini menggunakan Deskriptif maupun usia 13 tahun sampai dengan 24 tahun,
dengan pendekatan Observasional, Teknik diantaranya: kurangnya kebersihan individu,
pengambilan sampel dilakukan dengan cara lingkungan tempat tinggal yang sangat padat,
purposive sampling, yaitu mengambil persediaan air bersih yang belum mencukupi,
pengambilan sampel yang di dilai sesuai menurunnya system imun penderita, adanya
tujuan peneliti dan sesuai dengan ciri atau
mutasi genetik bakteri Salmonella enterica
sifat tertentu yang sudah diketahui
Serovar Typhi dan munculnya multidrug
sebelumnya
resistant (Kumar et al., 2007; Nasronuddin,
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan 2007; Kothari et al., 2008; Zaki et al., 2011).
Januari 2017 sampai dengan Mei 2017, Sampel
dikumpulkan sebanyak 38 sampel serum yang Tabel 4.1 Hasil analisis deskriptif suhu
berasal dari pasien dengan gejala klinik demam tubuh
tifoid berdasarkan skor Nelwan ( 8) dan data Hasil TUBEX TF Typhidot-M
lain diantaranya: jenis kelamin, usia, Suhu tubuh
disajikan dalam bentuk Tabel distribusi Positif 25 23
frekuensi dan persentase. Negatif 13 15
Pemeriksaan IgM anti-Salmonella Total 38 38
enterica Serovar Typhi pada serum pasien
dengan metode Inhibition Magnetic Binding Perbedaan hasil interpretasi antara kit
Immunoassay (IMBI) pada Kit TUBEX TF. TUBEX TF dan kit Typhidot-M pada
Hasil pemeriksaan berdasarkan skor 0 sampai pemeriksaan IgM anti-Salmonella enterica
dengan 10, dinyatakan postif jika skor 4) Serovar Typhi. Pada Tabel 5.7 hasil deteksi
dan dinyatakan negatif jika hasil skor (<4). tidak dilakukan analisis statistik, karena pneliti
Selain itu serum pasien dipemeriksa hanya bertujuan untuk mengidentifikasi hasil
menggunakan Kit Typhidot-M (Reszon positif maupun negatif dari masing-masing kit,
Diagnostics International Sdn. Bhd). Hasil dimana antara kedua hasil kit menunjukkan hasil
dinyatakan positif jika terdapat 2 garis antara deteksi positif dari TUBEX TF sebanyak 25
garis A dan B, dinyatakan hasil negatif jika sampel dan hasil negatif sebanyak 13 sampel,
hanya terdapat 1 garis pada garis A. hasil dari pemeriksaan Typhidot-M
Pada penelitian ini sampel yang digunakan menunjukkan hasil postif sebanyak 23 sampel
sebanyak 38 sampel serum yang berasal dari dan hasil negatif sebanyak 15 sampel. Dari hasil
pasien laki-laki sebanyak 20 sampel serum dan pemeriksaan TUBEX TF dan Typhidot-M
perempuan sebanyak 20 sampel seum yang berdasarkan frekuensinya bahwa kit TUBEX TF
memenuhi kreterian skor Nelwan (8), dari hasil lebih banyak memiliki hasil deteksi positif
analisis deskriptif menunjukkan hasil sebagai dibandingkan dengan hasil positif yang dimiliki
berikut: Skor minimal 8, skor maksimal 16 kit Typhidot-M pada sampel serum pasien yang
dengan skor rata-rata 11.4211 dan standar sama dengan selisih hasil positif sebanyak 2
devisiasi 3.30136. Usia terbanyak 13 sampai sampel. Adanya selisih hasil pemeriksaan
dengan 24 tahun sebanyak 17 sampel, 14 sampel tersebut maka dapat dinyatakan bahwa ada
yang memiliki usia 1 tahun sampai dengan 12 perbedaan hasil deteksi antra kit TUBEX TF
tahun dan tidak terdapat pasien yang memiliki dengan kit Typhidot-M dalam deteksi IgM anti-
rentan usia 37 tahun sampai dengan 60 tahun. S.Thypi pada pasien demam tifoid yang
Hasil deskriptif berdasarkan usia kejadian memenuhi kreteria skor Nelwan.
demam tifoid ssesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh penelitian lain dengan usia
rata-rata kejadian demam tifoid lebih banyak
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
Tabel 4.2 hasil tabulasi silang tubex tf dengan lebih unggul dengan biaya relatif lebih murah
typhidot-m dan prosedur yang sederhana (Bibb et al., 2004).
Namun hasil peneliti saat ini berbeda dengan
Typhidot-M
hasil yang pernah dilakukan oleh peneliti lain di
Positif Negatif Total afrika utara dan repoblik Tanzania dimana
TUBEX Positif 23 2 25/ sensitivitas kit Typhidot-M (75%) lebih tinggi
TF Negatif 0 13 13 dibandingkan dengan sensitivitas kit TUBEX
Total 23 15 38 TF (73%) dengan kultur darah sebagai gold
standard (Keddy et al., 2011). Hasil anatara kit
Nilai = 0. 000 < 0. 05 TUBEX TF dan kit Typhidot-M yang memiliki
sensitifitas dan spesifisitas lebih tinggi dari
Tingkat kesesuaian hasil deteksi IgM anti- peneliti sebelumnya. Beberapa laporan
Salmonella enterica Serovar Typhi kit TUBEX menunjukkan bahwa tes Typhidot-M mungkin
TF dengan kit Typhidot-M, Berdasarkan Tabel lebih bermanfaat di Asia (Keddy et al., 2011).
4.2 Menunjukkan 23 sampel (60.5%) positif Adanya kemungkinan disebabkan adanya
pada kit TUBEX TF maupun kit Typhidot-M, 2 perbedaan serotype/serovar dari masing-masing
sampel (5.3%) positif pada kit TUBEX TF negaragara sehingga mengakibatkan tingkat
tetapi negatif pada ki Typhidot-M dalam sensitifitas maupun spesifitas dari kit yang
mendeteksi IgM anti-Salmonella enterica digunakan sebagai diagnosis cepat dalam
Serovar Typhi, 0 sampel (0%) hasil negatif pada mendeteksi IgM memiliki hasil yang berda,
kit TUBEX TF tetapi 13 sampel (34.2%) negatif peneliti saat ini tidak menggunakan pemeriksaan
pada kit Typhidot-M dalam mendeteksi IgM biakan darah dari sumsum tulang atau
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi. Hasil menggunakan kultur darah sebagai baku emas.
analisis Chi-Square terdapat nilai = 0.000 < Peneliti saat ini hanya menggunakan skor
0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat Nelwan sebagai kreteria penentu adanya demam
hubungan yang bermakna (significant) antara pada sampel yang diteliti, sehingga besar
hasil deteksi kit TUBEX TF dengan hasil kemungkinan untuk terjadinya subjektifitas dari
deteksi kit Typhidot-M pada pemeriksaan IgM peneliti. Mengingat demam tifoid tidak ada
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi dan nilai gejala klinis yang tunggal untuk mengetahui
kappa: 0.887 yang berarti terdapat tingkat pasti atau tidak terjadinya demam tifoid yang
kesesuaian yang sangat baik antara hasil kit terjadi pada pasien yang dijadikan sampel
TUBEX TF dengan kit Typhidot-M pada penelitian saat ini.
pemeriksaan IgM anti-Salmonella enterica Tabel 4.3 hasil tabulasi silang suhu tubuh
Serovar Typhi. Kreteria nilai kappa yang dengan kit tubex tf
digunakan sebagai berikut bila kappa (>0,75) TUBEX TF
menunjukkan tingkat kesesuaian sangat baik,
Psitif Negatif Total
0,4-0,75 menunjukkan tingkat kesesuaian yang
baik dan (<0,4) menunjukkan tingkat kesesuaian Suhu >37.50C 19 4 23
yang buruk (Dahlan, 2010). berdasarkan Tabel Tubuh <37.50C 6 9 15
5.7 dapat dihitung nilai sensitivitas 100% Total 25 13 38
(23/23+0) dan spesifisitas sebesar 86,7%
(13/13+2), nilai prediktif positif 92% (23/23+2) Nilai : 0. 013 < 0. 05
dan nilai prediktif negatif 100% (13/13+0).
Hasil dari penelitian ini memiliki sensitifitas dan Suhu tubuh merupakn salah satu gejala
spesifisitas lebih tinggi dari penelitian sistemik demam tifoid sehingga penilti saat ini
sebelumnya yang menggunakan 3 uji serologi ingin mengetahui bagaimana hubungan antara
sekaligus, didapatkan pemeriksaan TUBEX TF hasil deteksi IgM dari kit TUBEX TF maupun
memiliki sensitifitas dan spesifisitas tinggi (78% kit Typhidot-M terhadap suhu tubuh sebagai
dan 89%) jika dibandingkan pemeriksaant carik upaya deteksi dini dari demam tifoid. Pada
celup Multi-test Dip-S-Ticks (89% dan 53%), penelinian saat ini hubungan suhu tubuh dengan
Typhidot (79 dan 89%), serta Widal (64 dan hasil interpretasi deteksi IgM anti-Salmonella
76%) (Olsen et al., 2004). Typhidot dan enterica Serovar Typhi dengan kit Typhidot-M,
pemeriksaan TUUBEX TF menunjukkan hasil berdasarkan Tabel 4.3 terdapat 19 sampel (50%)
yang tidak berbeda jauh, namun jika positif, 4 sampel (10.5%) negatif yang berasal
dipertimbangkan dari segi biaya dan teknik dari pasien demam tifoid dengan suhu tubuh
pemeriksaannya, pemeriksaan TUUBEX TF >37.50C pada pemeriksaan IgM dengan kit
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
Sedangkan kit Typhidot-M mendeteksi IgM digunakan sebagai diagnosis cepat bila kit
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi TUBEX TF tidak tersedia.
menggunakan Outer Membrane Protein (OMP) Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk
resisten pada suhu 800C sampai dengan 1000C membandingkan hasil TUBEX TF dan
meskipun demikian ada kemungkinan terjadinya Typhodot-M menggunakan kultur darah sebagai
perubahan yang dipengaruhi oleh suhu gold standar dalam deteksi IgM anti-Salmonella
lingkungan maupun pada pasien itu sendiri enterica Serovar Typhi (S. typhi).
sehingga terdeteksinya hasil negatif pada
pemeriksaan IgM pada seum pasien demam UCAPAN TERIMA KASIH
tifoid. Ucapan terimakasih yang tak terhingga
dan penghargaan yang setinggi- tingginya, saya
5. KESIMPULAN DAN SARAN ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Jusak Nugraha,
Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat, dr., MS., Sp.PK (K), Sebagai pembimbing ketua
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: ,Ucapan terimakasih kepada Ibu Dr. Marijam
Terdapat perbedaan hasil interpretasi antara Purwanta, Dra., M.Sc., Apt, SEBAGAI
pemeriksaan TUBEX TF dan Typhidot-M pembimbing II.
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi pada
serum pasien demam tifoid di RSUD Dr. DAFTAR PUSTAKA
Soetomo Surabaya. Abbas AK, Andrew H, and Pillai S. 2012.
Tingkat kesesuaian hasil pemeriksaan Immunity To Mikrobes. In Cellular And
TUBEX TF dan Typhidot-M anti-Salmonella Molecular Immunology. 7th Edition,
enterica Serovar Typhi pada serum pasien Philadelphia; WB Elsiver Company.
demam tifoid di RSUD Dr. Soetomo surabya, Achtman, M.; Wain, J.; Weill, F. O. X.; Nair, S.;
Analisis Chi-Square terdapat nilai 0.000 < Zhou, Z.; Sangal, V.; Krauland, M. G.;
0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat Hale, J. L.; Harbottle, H.; Uesbeck, A.;
hubungan yang bermakna (significant) antara Dougan, G.; Harrison, L. H.; Brisse, S.;
hasil deteksi kit TUBEX TF dengan hasil .2012. S. Enterica MLST Study Group.
deteksi kit Typhidot-M pada pemeriksaan IgM Bessen, Debra E, ed. "Multilocus
anti Salmonella enterica Serovar Typhi dan nilai Sequence Typing As A Replacement For
kappa = 0.887 yang berarti terdapat tingkat Serotyping In Salmonella Enterica".
kesesuaian yang sangat baik antara hasil kit PLOS Pathogens. 8 (6): e1002776.
TUBEX TF dengan kit Typhidot-M pada doi:10.1371/journal.ppat.1002776. PMC
pemeriksaan IgM anti-Salmonella enterica 3380943 . PMID 22737074
Serovar Typhi. Bib W, Minh NT, Olsen SJ, Pruckler J, Thanh
Terdapat hubungan suhu tubuh dengan NTM, Trinh TM, et al. 2004. Evaluation
hasil pemeriksaan TUBEX TF dalam deteksi Of Rapid Diagnostic Tests For Typhoid
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi pada Fever. Journal of Clinical Microbiology.
serum pasien demam tifoid di RSUD Dr. 42(5). 1885 9.
Soetomo surabya dengan nilai 0.013 < 0.05 Brenner, Villar, R.G, Angulo, F. J.;Tauxe, R.
dan nilai kappa = 0.436 yang berarti tingkat And B. Swaminathan. 2000. Salmonella
hubungan yang baik pada pemeriksaan IgM Nomenclature. Journal Of Clinical
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi. Microbiology, p. 24652467 0095-
Terdapat hubungan suhu tubuh 1137/00/$04.00 0
terhadap hasil pemeriksaan Thipidot-M dalam Crump, J.A. and Mintz, E.D. 2010. Global
deteksi anti-Salmonella enterica Serovar Typhi Trends In Typhoid And Paratyphoid
pada serum pasien demam tifoid di RSUD Dr. Fever. Clin Infect Dis 50(2):241-246.
Crump, J.A., Luby, S.P. and Mintz, E.D. 2004.
Soetomo surabya dengan nilai 0.049 < 0.05 The Global Burden Of Typhoid Fever.
dan nilai kappa = 0.339 yang berarti tingkat Bull World Health Organ 82(5):461-465.
hubungan yang buruk pada pemeriksaan IgM Diepen AV, Gevel JSV, Koudijs MM,
anti-Salmonella enterica Serovar Typhi dengan Ossendrop F, Beekhuizen H, Janssen R,
kit Typhidot-M. Dissel JTV. 2005. Gamma irradiation or
Berdasarkan hasil penelitian ini maka CD4+ T Cell Depletion Causes
disarankan penggunaan kit Typhidot-M dapat Reactivation Of Latent Salmonella
Enterica Serovar Typhimurium Infection
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
In C3H/Hen Mice. Journal Infection and Keddy, Arvinda S., Maupi E., Greta H., Claire
Immunity 75(3): 2857-2862 LC., Anne M & John A. 2011. Sensitivity
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. And Speci City Of Typhoid Fever Rapid
Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, Antibody Tests For Laboratory Diagnosis
penyunting. Clinical Manual Of Fever In At Two Sub-Saharan African Sites. Bull
Children. Edisi ke-9. Berlin: Springer- World Health Organ;89:640647 |
Verlag; 2009.h.1-24. doi:10.2471/BLT.11.087627
Fisher RG, Boyce TG. Fever And Shock Kothari, A., Pruthi, A. and Chugh, T.D. 2008.
Syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, The Burden of Enteric Fever. J Infect Dev
penyunting. Moffets Pediatric infectious Ctries 28:253-259.
diseases: A problem-oriented approach. Kumar, R., Gupta, N. and Shalini. 2007.
Edisi ke-4. New York: Lippincott Multidrug-Resistant Typhoid Fever.
William & Wilkins; 2005.h.318-73. Indian J Pediatr 74:39-42.
Holt, et al. 1994. Bergeys Manual of Marleni, M. 2012. Ketepatan Uji Tubex TF
Determinative Bacteriology 9th Edition. Dibandingkan Nested-PCR Dalam
USA: Williams and Wilkins Baltimore. Mendiagnosis Demam Tifoid Pada Anak
Holt, K.E., Thomson, N.R., Wain, J., Langridge, Pada Demam Hari Ke-4. Universitas
G.C., Hasan, R., Bhutta, Z.A., Quail, Sriwijaya. Palembang.
M.A., Norbertczak, H., Walker, D., McClelland, M., Sanderson, K.E., Clifton, S.W.,
Simmonds, M. et al. 2009. Pseudogene Latreille, P., Porwollik, S., Sabo, A.,
Accumulation In The Evolutionary Meyer, R., Bieri, T., Ozersky, P.,
Histories Of Salmonella Enterica McLellan, M. et al. . 2004. Comparison
Serovars Paratyphi A And Typhi. BMC Of Genome Degradation In Paratyphi A
Genomics 10(36). And Typhi, Human- Restricted Serovars
Hornick, R.B., Greisman, S.E., Woodward, T.E., Of Salmonella Enterica That Cause
DuPont, H.L., Dawkins, A.T. and Snyder, Typhoid. Nature Genetics 36:1268-1274.
M.J. 1970. Typhoid Fever: Pathogenesis McSorley, S.J. and Jenkins, M.K. 2000. Antibody
and Immunologic Control. N Engl J Med Is Required For Protection Against
283:686-691. Virulent But Not Attenuated Salmonella
House, D., Wain, J., Ho, V.A., Diep, T.S., Chinh, Enterica serovar Typhimurium. Infect
N.T., Bay, P.V., Vinh, H., Duc, M., Parry, Immun 68(6):3344-3348.
C.M., Dougan, G. et al. . 2001. Serology Merieux, F. 2007. Report Of The Meeting On
Of Typhoid Fever In An Area Of Typhoid Fever, A Neglected Disease:
Endemicity And Its Relevance To Towards a Vaccine Introduction Policy.
Diagnosis. J Clin Microbiol 39(3):1002- France: Les Pensieres.
1007. Mweu, E. and English, M. 2008. Typhoid Fever
IDL Biotech. 2008. Tubex-TF, Confidence In In Children In Africa. Trop Med Int
Typhoid Fever Diagnosis. Sweden. Health 13(4):532-540.
IDL Biotech. 2011. Tubex-TF, Confidence In Narayanappa, D, Rachana Sripathi, K
Typhoid Fever Diagnosis. Sweden. Jagdishkumar And Hs Rajani. 2009.
Jawetz, E., Melnick, J.L. and Adelberg, E.A. Comparative Study of Dot Enzyme
1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Immunoassay (Typhidot-M) and Widal
EGC. Test in the Diagnosis of Typhoid Fever.
Kalbemed.com. 2014. Terapi Terkini Demam Department of Pediatrics, JSS Medical
Tifoid. diakses 23 november 2016. College, JSS University, Mysore,
Kaur, J. and Jain, S.K. 2012. Role Of Antigens India.Vol 47__April 17, 2010.
And Virulence Factors Of Salmonella Nasronuddin. 2007. Demam Tifoid. In:
Enterica Serovar Typhi In Its Nasronuddin, Hadi U, Vitanata, Erwin
Pathogenesis. Microbiological Research AT, Bramantono, Suharto, and Soeandojo
167:199-210. E, editors. Penyakit Infeksi di Indonesia,
Kawano, R.L., Leano, S.A. and A, D.M. 2007. Solusi kini dan mendatang. Surabaya:
Comparison Of Serological Test Kits For Airlangga University Press. P 121-125
Diagnosis Of Typhoid Fever In The Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan
Philippines. Journal of clinical Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al.
microbiology 45:246-248. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
JBP Vol. 19, No. 2, Agustus 2017 Ilham
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 19 (2017) pp
(2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Word Health Organization. 2014. immunization.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. vaccine and biologicals. Geneva: WHO.
Olsen, S.J. 2004. Evaluation of Rapid Diagnostic diakses 14 september 2016.
Test for Typhoid Fever. Journal of World Health Organization. 2003. Background
Clinical Microbiology.1885-1889, Vol. document: The diagnosis, treatment and
42, No. 5. prevention of typhoid fever. Geneva:
Parry, C.M., Wijedoru, L., Arjyal, A. and Baker, Communicable Disease Surveillance and
S. 2011. The utility of diagnostic tests for Response Vaccines and Biologicals.
enteric fever in endemic locations. Expert WHO.
Rev Anti Infect Ther 9:711-725.
PT. Pacific Biotekindo Intralab. 2007. Tubex APPENDIX
TF.
http://wwwpacbiotekindocoid/products/tu
bextfphp
Pui CF, Wong WC, Chai LC, Tunung R, HASIL PENGUMPULAN DATA PADA SAMPEL DEMAM TIFOID DI
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Jeyaletchumi P, Hidayah N, Ubong A, Kode
Hasil Penumpulan Data
Jenis Suhu Tubuh Skor
Farinazleen MG, Cheah YK, Shon R. Nomor SampelUsia
Kelamin (0C)
Hasil Pemeriksaan
Nelwan
Tubex- Typhidot-
2011. Salmonella: a foodborne pathogen. TF M
Crosstabs
Crosstab
Tubex_TF * Typhidot_M Crosstabulation Suhu_Tubuh * Tubex_TF
Typhidot_M Total
Positif Negatif
Crosstab
Tubex_TF Positif Count 23 2 25
Tubex_TF Total
Expected Count 15.1 9.9 25.0
Positif Negatif
% within Tubex_TF 92.0% 8.0% 100.0%
Suhu_Tubuh >37.5 Count 19 4 23
% within Typhidot_M 100.0% 13.3% 65.8%
Expected Count 15.1 7.9 23.0
Negatif Count 0 13 13
% within Suhu_Tubuh 82.6% 17.4% 100.0%
Expected Count 7.9 5.1 13.0
% within Tubex_TF 76.0% 30.8% 60.5%
% within Tubex_TF 0.0% 100.0% 100.0%
<37.5 Count 6 9 15
% within Typhidot_M 0.0% 86.7% 34.2%
Expected Count 9.9 5.1 15.0
Total Count 23 15 38
% within Suhu_Tubuh 40.0% 60.0% 100.0%
Expected Count 23.0 15.0 38.0
% within Tubex_TF 24.0% 69.2% 39.5%
% within Tubex_TF 60.5% 39.5% 100.0%
Total Count 25 13 38
% within Typhidot_M 100.0% 100.0% 100.0%
Expected Count 25.0 13.0 38.0
% within Suhu_Tubuh 65.8% 34.2% 100.0%
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13. Linear-by-Linear 7.131 1 .008
Association
b. Computed only for a 2x2 table
N of Valid Cases 38
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13.
Symmetric Measures b. Computed only for a 2x2 table
Asymptotic
Standard Approximate Approximate
Value Errora Tb Significance Symmetric Measures
Measure of Agreement Kappa .887 .077 5.504 .000 Asymptotic
N of Valid Cases 38 Standard Approximate Approximate
Value Errora Tb Significance
a. Not assuming the null hypothesis.
Measure of Agreement Kappa .436 .150 2.706 .007
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
N of Valid Cases 38
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Suhu_Tubuh * Typhidot_M
a. Not assuming the null hypothesis.
Crosstabs
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
75 Suhu_Tubuh * Typhidot_M
Usia
Symmetric Measures
Tubex_TF
Asymptotic Approximate Approximate
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Value Standard Errora Tb Significance
Valid Positif 25 65.8 65.8 65.8 Measure of Agreement Kappa .339 .156 2.091 .037
Negatif 13 34.2 34.2 100.0 N of Valid Cases 38
Total 38 100.0 100.0 a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Typhidot_M
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Positif 23 60.5 60.5 60.5
Negatif 15 39.5 39.5 100.0
Total 38 100.0 100.0