Você está na página 1de 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Tujuan Percobaan


Meningkatkan kadar etanol 95 % menjadi Fuel Grade Ethanol.
Menghitung Kurva Breakthrough dan menentukan koefisien transfer
massa adsorpsi.
I.2. Tinjauan Pustaka
I.2.1. Adsorpsi
I.2.1.1. Definisi Adsorpsi
Menurut McCabe (1993), adsorpsi adalah salah satu proses sorpsi
(penyerapan), yang dimana molekul fluida (gas maupun cair) diserap pada
bagian permukaan solid penyerap fluida. Pada proses adsorpsi, senyawa
yang mengadsorpsi disebut sebagai adsorben, sedangkan untuk senyawa
yang diadsorpsi dikenal dengan nama adsorbat. Setiap adosrbent yang
berbeda memiliki kapasitas adsorpsi dan selektifitas bahan yang berbeda
pula. Proses dari adsorpsi berjalan dengan proses direct contact antara
adsorbent dan fluida, dimana selama proses ada molekul dari fluida yang
terdasorpsi pada bagian permukaan adsorbent.

I.2.1.2. Jenis Adsorpsi


Menurut Atkin (1999) berdasarkan jenisnya, proses adsorpsi dapat
diklasifikasikan menjadi 2 yakni :
Adsorpsi secara fisika (Physisorption)
Adalah proses adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya Van der
Walls yang dimana dalam proses ini gaya tarik molekul antara larutan dan
permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan
larutan, sehingga substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media.
Gaya tarik Van der Walls dalam proses ini relatif kecil sehingga molekul
yang terikat memiliki gaya ikatan lemah, energi yang dilepas dalam proses
adsorpsi fisika hanya sekitar 20 kJ/mol.

1
2

Contoh proses adsorpsi secara fisika : Proses adsorpsi dengan


menggunakan activated carbon.

Adsorpsi secara kimia (Chemisorption)


Adalah proses adsorpsi yang terjadi karena adanya pembentukan
ikatan kimia antara substansi terlarut dalam fluida dengan molekul
adsorbent. Proses adsorpsi secara kimia dimulai dengan adsorpsi secara
fisik, dimana partikel adsorbat akan tertarik ke permukaan adsorben
melalui gaya lemah Van der Walls, namun juga bisa melalui ikatan
hidrogen (unsur H dengan unsur F,O,N). Pada proses ini terbentuk ikatan
kimia yang biasanya adalah ikatan kovalen, dan cenderung mencari tempat
yang memaksimalkan bilangan koordinasi dengan substrat.
Bila ditabelkan, perbedaan antara adsorpsi secara fisika dan kimia
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel I.1 Perbedaan antara adsorpsi fisika dan kimia
Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya Molekul terikat pada adsorben oleh
Van der Walls ikatan kimia
Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai - Mempunyai entalpi reaksi -40 sampai
40 kJ/mol 800kJ/mol
Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan Monolayer
Adsorpsi hanya terjadi pada suhu Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
dibawah titik didih adsorbat
Jumlah adsorpsi pada permukaan Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat
Tidak melibatkan energi aktivasi tertentu Melibatan energi aktivasi tertentu
Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

I.2.1.3. Mekanisme Proses Adsorpsi


Menurut Sukardjo (1985), mekanisme proses adsorpsi dapat
berlangsung dengan tahapan sebagai berikut :
3

a. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorpsi menuju lapisan


film yang mengelilingi adsorben.
b. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui lapisan film.
c. Difusi zat terlarut yang teradsorpsi melalui kapiler / pori dalam
adsorben.
d. Adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi pada dinding pori/ permukaan
adsorben.

I.2.1.4. Faktor yang mempengaruhi adsorpsi


Menurut Srining (2001), Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya
proses adsorpsi adalah sebagai berikut:
a. Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam
proses adsorpsi. Waktu kontak memungkinkan proses difusi dan
penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Sehingga
semakin lama total waktu kontak proses, maka semakin banyak pula
molekul adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben.
b. Luas Permukaan
Ukuran partikel adsorbent mempengaruhi kecepatan proses adsorpsi.
Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin luas pula luas permukaan
total pada adsorbent yang digunakan sehingga kecepatan proses
adsorpsi akan lebih cepat. Selain itu, semakin kecil luas permukaan
suatu adsorben maka dapat meningkatkan jumlah adsorben dalam ruang
ukur yang sama, semakin banyak jumlah adsorben maka semakin
banyak pula adsorbat yang dapat diserap sehingga Kapasitas adsorpsi
total dari suatu adsorbat tergantung pada luas permukaan total
adsorbennya.
c. Kelarutan adsorbat
Pada umumnya, senyawa yang ingin diadsorpsi apabila mudah larut
maka akan semakin sulit untuk diadsorpsi karena adanya afinitas kuat
terhadap pelarutnya. Akan tetapi ada pengecualian karena banyak
senyawa yang dengan kelarutan rendah sukar diadsorpsi, sedangkan
4

beberapa senyawa yang sangat mudah larut diadsorpsi dengan mudah.


Usaha-usaha untuk menemukan hubungan kuantitatif antara
kemampuan adsorpsi dengan kelarutan hanya sedikit yang berhasil.
d. Ukuran molekul adsorbat.
Ukuran molekul adsorbat benar-benar penting dalam proses adsorpsi
ketika molekul masuk ke dalam mikropori suatu partikel arang untuk
diserap. Adsorpsi paling kuat ketika ukuran pori-pori adsorben cukup
besar sehingga memungkinkan molekul adsorbat untuk masuk.
e. pH
pH di mana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar
terhadap adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri
diadsorpsi dengan kuat, sebagian karena pH mempengaruhi ionisasi dan
karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari beberapa senyawa. Asam
organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan adsorpsi
basa organik terjadi dengan mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk
kebanyakan proses adsorpsi harus ditentukan dengan uji laboratorium.
f. Temperatur
Temperatur di mana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi
kecepatan dan jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi
meningkat dengan meningkatnya temperatur, dan menurun dengan
menurunnya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi merupakan
proses eksoterm, derajad adsorpsi meningkat pada suhu rendah dan
akan menurun pada suhu yang lebih tinggi.

I.2.2. Zeolite
Menurut Anonim (2010), Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari
kristal alumino-silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali dan alkali
tanah. Zeolit pertama kali dikenal sebagai golongan mineral oleh seorang
ahli mineral kebangsaan Swedia, Baron Axel Cronstedt pada tahun 1756.
Istilah zeolit berasal dari bahasa Yunani yaitu zein yang berarti membuih
dan lithus yang berarti batu, yang selanjutnya dapat diartikan sebagai batu
api (boiling stone). Hal ini sesuai dengan sifatnya yang membuih bila
5

dipanaskan pada 100C. Menurut ahli geokimia dan mineralogi, zeolit


merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi batuan
vulkanik, sedimen-sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya
melalui proses pelapukan akibat pengaruh panas dan dingin yang terjadi di
dalam tanah membentuk mineral-mineral zeolit. Secara umum zeolit
diformulasikan sebagai berikut:
M2/nO.{Al2O3.xSiO2}.yH2O
Keterangan:
M= kation alkali atau alkali tanah
n= valensi logam alkali
x= jumlah SiO2 per molekul, nilainya berkisar 2-10
y= jumlah anhidrat per molekul, nilainya berkisar 2-7

Gambar I.1 Zeolite (Molecular Sieve)


Zeolit terdiri dari 3 komponen utama, yaitu: kation yang
dipertukarkan, kerangka alumino silikat, dan fasa air. Ikatan antara Al-Si-
O membentuk struktur kristal, sedangkan logam alkali merupakan sumber
kation yang mudah dipertukarkan.
Zeolite sering disebut juga sebagai molecular sieve molecular mesh
karena memiliki pori-pori berukuran molekuler sehingga mampu
memisahkan/menyaring molekul dengan ukuran tertentu. Zeolite bersifat
mudah melepas air akibat pemanasan, tetapi juga mudah mengikat kembali
molekul air dalam udara lembab. Oleh karena hal ini, zeolite banyak
digunakan sebagai bahan pengering dan biasa digunakan dalam proses
pemisahan hidrokarbon dan pengadukan. Zeolite mampu secara selektif
mengadsorpsi gas tertentu seperti amonia, hidrogen sulfida , CO, SO2,
6

H2O, O2, dan N2, kemampuan adsorpsi ini bergantung pada jenis dan
ukuran Zeolite.
Sebelum digunakan, Zeolite terlebih dahulu diaktivisasi melalui
proses fisika dengan pemanasan pada suhu 125-500C untuk melepas
senyawa yang sebelumnya teradsorpsi dengan menggunakan udara
panas/oven.

I.2.3. Etanol
Etanol adalah jenis utama dari alkohol yang ditemukan di minuman
beralkohol, yang dihasilkan oleh fermentasi gula oleh ragi. Ethanol biasa
disebut alkohol atau spiritus dan disebut juga etil alkohol dan minuman
beralkohol. Zat ini adalah obat psikoaktif neurotoksik dan merupakan
salah satu jenis narkoba tertua yang digunakan oleh manusia. Keracunan
alkohol dapat terjadi ketika mengonsumsinya secara berlebihan. Etanol
juga digunakan sebagai pelarut, antiseptik, bahan bakar, dan cairan
alternatif pengganti merkuri untuk mengisi termometer. Cairan ini mudah
menguap, mudah terbakar, tidak berwarna, dan memiliki rumus struktur
CH3CH2OH. Sering disingkat C2H5OH, C2H6O, atau EtOH.
Etanol dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kemurniannya,
pembagian klasifikasi etanol adalah :
a. Etanol Teknis (96,5oGL)
Etanol teknis digunakan untuk keperluan industri dan keperluan
lain sebagai bahan pelarut organik, bahan bakar, dan sebagai bahan
baku atau bahan antara untuk memproduksi senyawa organik lainnya.
Etanol industri didenaturasi oleh 0,5-1% piridin kasar dan diwarnai
dengan metil violet agar lebih mudah dikenali.
b. Spiritus (88oGL)
Spiritus merupakan etanol industri yang telah didenaturasi dengan
piridin kasar 0,5-1% dan diwarnai dengan metil violet agar lebih
mudah dikenali. Spiritus biasanya digunakan sebagai bahan bakar
untuk alat pemanas ruangan dan alat penerangan.
c. Etanol murni (96-96,5oGL)
7

Etanol murni biasnya digunakan untuk industri farmasi dan


komestik serta digunakan untuk minuman beralkohol.
d. Etanol Absolut atau Etanol Kering (99,7-99,8oGL)
Digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan dan juga
sebagai bahan pelarut atau bahan antara di dalam pembuatan senyawa-
senyawa organik lain dalam skala laboratorium. Etanol ini dapat
dicampur dengan premium/bensin sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor. Kecenderungan pemakaian etanol ini sebagai bahan
pencampur bensin cenderung meningkat karena harga minyak dunia
cukup tinggi.

I.2.4. Fuel Grade Ethanol


Fuel Grade Ethanol (FGE) merupakan jenis etanol yang biasa
digunakan sebagai campuran bahan bakar kendaraan bermotor dan bahan
dasar dalam pembuatan thiner. FGE memiliki kemurnian hingga 99,5-100
v/v dan anhidrat agar tidak bersifat korosif terhadap mesin kendaraan.
Spesifikasi FGE secara nasional diatur berdasarkan SNI 7390:2008 ,
yang secara lengkap dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel I.2 Spesifikasi Fuel Grade Ethanol (FGE)
Unit,
No Deskripsi Spesifikasi
min/max
1 Etanol %-v, max 99,5 (sebelum denaturasi)
94 (setelah denaturasi)
2 Metanol %-v, max 0,5
3 Air %-v, max 0,7

4 Denaturasi %-v, min 2


%-v, max 5
5 Keasaman sebagai mg/kg, max 30
CH3COOH
6 Ion klorida (Cl) mg/l, max 20
7 Tembaga mg/l 0,1
8 Sulfur mg/l, max 50
9 pH 6,5-9
10 Penampilan Bening, jernih, tidak ada
partikel yang
tersedimentasi
8

I.2.5. Model Persamaan matematis

wa w - wB
a = = g (1)
G G
w
E = (2)
G
a wa
za = Z =Z (3)
E - (1 - f) a w E - (1 - f) w a
Ye
G dY
za =
KY a Y-Y
YB
*
= H tOG N tOG (4)

Y
dY
z YB
Y-Y *
w - wB
= YE
= (5)
za dY wa
Y Y - Y*
B

Persamaan (3) dan (4) diplot sehingga didapatkan kurva breakthrough seperti
pada Gambar I.2 berikut ini.

a b
) )

Gambar I.2. Kurva Breakthrough Zona Perpindahan a) Massa Sempit b)


Massa Lebar
I.2.6. Model Persamaan Matematis
Ada beberapa model persamaan yang mungkin dapat disimulasikan
untuk mengetahui peristiwa perpindahan massa dari zat yang dijerap ke
dalam penyerap. Ketiga model peristiwa adalah sebagai berikut :
1. Yang berpengaruh adalah difusi aksial, aliran, maupun perpindahan
massa antar fase cair-padat.
9

2. Yang berpengaruh adalah aliran dan perpindahan massa antar fase cair-
padat.
3. Proses dipengaruhi difusi aksial, aliran, perpindahan massa antar fase
cair-padat dan anggapan quasi steady state untuk fasa cairnya.
I.2.6.1. Model I (difusi kearah aksial berpengaruh)
1. Neraca massa etanol dalam larutan yang mengalir lewat elemen volum kolom
cairan setebal z adalah sebagai berikut
Laju masuk laju keluar = laju akumulasi
CA
A j A|Z +v A CA|Z - A jA|Z+Z +v A CA|Z+Z +k c a A z (CA - C*A ) = A z (6)
t
Persamaan (6) dibagi dengan A.z menjadi :
jA|Z v CA|Z jA|Z+Z v CA|Z+Z CA
+ - + + k c a (CA - C*A ) = (7)
z z z z t

j -j C - CA|Z CA
- A|Z+Z A|Z - v A|Z+Z - k c a (CA - CA ) =
*
(8)
z z t

Limit z 0
Limit t 0
jA C C
- - v A - k c a CA - C*A = A (9)
z z t
C
-De A
C z 2 CA
jA = - De A - = De (10)
z z z 2

2 CA C C
De 2 - v A - k c a CA - C*A = A (11)
z z t
2 CA v CA k c a CA
z 2
-
De z
-
De
CA - C*A =
De t
(12)

2. Neraca massa zat yang diserap dalam arang aktif pada elemen volum setebal
z adalah sebagai berikut :
Laju masuk laju keluar = laju akumulasi
x A
k c a A z CA - C*A - 0 = A z a 1 - (13)
t
Dibagi dengan A.z
10

x A
k c a CA - C*A = a 1 - (14)
t
Limit t 0
x A
t
=
kc a
1 - a
CA - C*A (15)

3. Persamaan kesetimbangan
C*A = f(x A ) = H . x ab (16)
Jika persamaan (16) dimasukkan pada persamaan (14) dan (15) didapat
persamaan:
2 CA v CA k c a CA
z 2
-
De z
-
De
CA - H . x ab =
De t
(17)

x A
t
=
kc a
a
1 -
CA - H.x ab (18)

Kondisi awal : 0 n; t = 0; ; = 0
Kondisi batas : = 0; > 0; =
4. Persamaan Finite Difference
2
( ) CA CA . C
+ ( . ) = A (19)
2 z t
XA .
= (1). . ( . ) (20)
t

Kondisi awal : 0 ; = 0 ; ; = 0
Kondisi batas : = 0 ; > 0 ; =
i=0

0,+1 = 2. . ( + + 2 1). 0, + (2 ). 1, + 0, (21)
i = 1,2, ..., (n-1)

0,+1 = ( + 2 ) . 1, + (1 2 ), + ( 2 ) +1, + , (22)

i=n

,+1 = (2 + )1, + (1 2 ), + , (23)

I.2.6.2 Model II (Difusi arah aksial tak berpengaruh)


11

Kemungkinan lain model persamaan perpindah massa asam asetat dalam


larutan dengan mengabaikan difusi arah aksial adalah sebagai berikut :
CA CA
+ c CA - C*A = -
k a
(24)
z v v t
CA C
+ c CA - H.x ab = - A
k a
(25)
z v v t
Dengan kondisi awal dan kondisi batas sama dengan model I.
Persamaan Finite Difference
CA . C
+ . ( . ) = () A (26)
z t
Kondisi awal : 0 ; = 0 ; ; = 0
Kondisi batas : = 0 ; > 0 ; =
i=0

0,+1 = 2. . (1 ). 0, . 1, + 0, (27)
i = 1,2, ..., (n-1)

0,+1 = ( 2 ) . 1, + (1 ), ( 2 ) +1, + , (28)

i=n

,+1 = ( 2 ) 1, + (1 ), + , (29)

I.2.6.3 Model III (Difusi aksial berpengaruh, dengan anggapan quasi


steady state untuk fasa cairnya)
Model persamaannya akan berbentuk seperti berikut :
2 CA v CA k c a
z 2
-
De z
-
De
CA - H . x ab = 0 (30)

Persamaan Finite Difference


2
( ) CA CA .
+ ( . ) = 0 (31)
2 z
Kondisi awal : 0 ; = 0 ; ; = 0
Kondisi batas : = 0 ; > 0 ; =
i=0

0,+1 = 2. . ( + + 2). 0, + (2 ). 1, + 0, (32)
12

i = 1,2, ..., (n-1)



0,+1 = ( + 2 ) . 1, (2 + ), + ( 2 ) +1, + , (33)

i=n

,+1 = (2 + )1, (2 + + ), + , (34)

Você também pode gostar