Você está na página 1de 24

REFARAT

Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM)

Disusun oleh :

DEVI DAMAYANTI (17360204)


DINDA PUTRI MASRI (17360228)

PEMBIMBING

dr. Juliamor Sinulingga Sp.Rad

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI
MEDAN SUMATERA UTARA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) adalah kelainan

demielinisasi sistem saraf pusat,yang dimediasi imunisasi, berupa peradangan

akut nonvaskulitis.1,2,3 Demielinisasi adalah semua gangguan pada mielin yang

mengganggu transmisi sistem saraf sehingga mengganggu sistem sensoris,

motorik, kognitif dan fungsi sistem saraf lainnya, bergantung pada lokasi

demielinisasi.4

Acute disseminated encephalomyelitis memiliki karakter berupa gejala

neurologis difus dan terdapat lesi demielinisasi pada pemeriksaan pencitraan

sistem saraf (neuroimaging).1,2 Kelainan ini dapat terjadi pada usia berapapun,

namun lebih sering pada anak dibandingkan dengan orang dewasa, tidak terdapat

predominansi jenis kenamin, dengan usia rata-rata penderita berkisar 5-8 tahun.1,5

Di negara berkembang ADEM sering diakibatkan karena pelaksanaan

program imunisasi yang buruk, sehingga campak dan infeksi virus lainnya masih

sering ditemukan dan menyebabkan penyakit demielinisasi setelah infeksi.

Diperkirakan angka kejadian ADEM di negara berkembang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan yang dilaporkan.5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute Disseminated

Encephalomyelitis/ADEM) adalah penyakit monofasik yang pada masa kecilnya

terdapat riwayat infeksi virus, imunisasi virus, atau penyakit eksantem. Meskipun

tidak terbatas pada infeksi virus, namun pada umumnya penyakit ini muncul

setelah penderita terinfeksi measles, varicella dan rubella.

Penyebabnya diduga karena reaksi silang antara alergi atau autoimun yang

menyerang myelin dengan protein virus. Gejalanya sama dengan episode tunggal

multiple sklerosis (MS) akut. Lesi yang terjadi dapat multiple dengan intensitas

tinggi pada proton density weighted images (PDWI)/ T2 weighted images (T2WI)

(Gambar 7-14). Enam bulan sejak penyakit tersebut dimulai, tidak tampak lesi

baru dengan magnetic resonance (MR). ADEM dapat menyebabkan batang otak

atau medulla spinalis membesar yang sering tampak seperti gambaran massa,

biasanya sering terlihat pada serebrum. Sindroma klinik mielitis transversa akut

yang muncul antara lain cranial nerve palsy, acute cerebellar ataxia, atau neuritis

optikus. Lesi substansia nigra dapat juga diidentifikasi. Pada umumnya diagnosis

dibuat berdasarkan riwayat penyakit yang terjadi sebelumnya dan adanya

limfositosis pada cairan serebrospinal serta peningkatan protein. Kejadian

mortalitas ADEM adalah sebesar 30% termasuk yang mendapatkan terapi steroid.
Meskipun jarang, spektrum akhir pada ADEM adalah leukoensefalitis hemoragik

dengan perdarahan white matter dan demielinasi.

Gambar:Ensefalomielitis diseminata akut. A, ADEM (tanda panah) terlihat

seperti MS dengan PDWI. B, ADEM pada brain stem (tanda panah) atau spinal

cord. C, ADEM kadang-kadang muncul dengan gambaran neuritis optical.

Enhancement terlihat pada kiasma optikum pada T1WI sagital. Meskipun jarang

terjadi, namun harus tetap waspada dengan adanya gambaran ADEM.

2.2. Epidemiologi

Biasanya, ADEM hadir pada anak-anak atau remaja (biasanya lebih

muda dari 15 tahun). Namun, kasus telah dilaporkan di semua usia.6 Puncak

musim semi dan musim semi musiman dalam presentasi telah diamati dalam

beberapa penelitian, mendukung etiologi infeksius ADEM. Kurang dari 5% kasus

ADEM mengikuti imunisasi.8 Tidak seperti banyak penyakit demyelinating

lainnya (misalnya multiple sclerosis (MS) atau neuromyelitis optica (NMO)),

tidak ada kecenderungan wanita untuk ADEM; Jika ada, ada sedikit dominasi

laki-laki.12
2.3. Presentasi Klinis

ADEM biasanya merupakan penyakit monofasik, walaupun dalam

episode ini, lesi individu mungkin merupakan tahap evolusi yang bervariasi,

dengan lesi yang berbeda yang dapat jatuh tempo dalam beberapa minggu. Pada

10% kasus, kambuh dalam tiga bulan pertama ditemui.12

2.4. Etiologi

Acute disseminated encephalomyelitis dapat terjadi stelah terjadi infeksi

virus atau bakteri sebelumnya atau setelah dilakukan vaksinasi. Kurang lebih 50-

70% ADEM terjadi setelah ada infeksi virus maupun bakteri sebelumnya. Angka

kejadian ADEM setelah diberikan imunisasi <5% dari total kejadian ADEM.6,7

2.4.1. Postinfeksi

Dari berbagai penelitian didapatkan berbagai macam agen

penyebab ADEM, baik virus seperti campak, gondongan, rubela, varicella

zoster, herpes simplex, hepatitis A, influenza, Ebstein-Barr virus,

Rotavirus dan enterovirus, maupun bakteri seperti Mycoplasma

pneumonia, Borrelia burgdorferi, Chlamydia spp, Leptospira spp,

Ricketsia spp, dan Streptococcus -hemolyticus.5,6,8

Ketidakberhasilan untuk mengidentifikasi agen penyebab ADEM

yang spesifik mungkin disebabkan agen penyebab yang tidak umum

ataupun karena agen penyebab yang tidak dapat dideteksi dengan

pemeriksaan laboratorium standar.5


Acute disseminated encephalomyelitis paling sering ditemukan

setelah infeksi campak. Mortalitas dan sekuele neurologis dari ADEM

setelah terinfeksi campak jauh lebih besar dibandingkan dengan akibat

infeksi lainnya.5,7

2.4.2. Postimunisasi

Penyebab lain ADEM adalah yaitu setelah pemberian imunisasi

yang disebut postimmunization encephalomyelitis, terjadi <5% dari

kejadian ADEM, dan terjadi dalam rentang waktu 4 minggu pemberian

imunisasi. Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan jenis ADEM

yang terjadi postinfeksi bakteri/virus, kecuali ADEM yang terjadi setelah

imunisasi sering melibatkan sistem saraf perifer dibandingkan dengan

ADEM yang terjadi setelah infeksi bakteri/virus.5,7,8

Post immunization encephalomiyelitis umumnya berhubungan

dengan vaksinasi campak, gondongan, dan rubela (MMR), namun angka

kejadiannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan ADEM yang

disebabkan infeksi campak yang terjadi secara alami. Post immunization

dapat terjadi setelah imunisasi rabies, hepatitis B, influenza, Japanese B

encephalitis, difteria-pertusis-tetanus, polio, smallpox, dan cacar air.

Meskipun demikian hingga kini hanya vaksin rabies yang telah terbukti

secara epidemiologis dan patologis berhubungan dengan ADEM.9,10


Berikut adalah beberapa etiologi penyebab ADEM dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Etiologi Penyebab ADEM


Infeksi Imunisasi
virus
Campak Campak
Gondongan Difteri,Pertusis,Tetanus
Haemophyllus influenzae A atau B Cacar air
Hepatitis A atau B Rabies
Herpes simplex virus Polio
Cacar air, rubela Hepatitis B
Epstein Barr virus Influenza
sitomegalovirus
HIV
Infeksi lainnya
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia
Legionella
Camphylobacter
Streptococcus
Sumber : Garg5

2.5. Patogenesis

Sampai saat ini patogenesis dari ADEM belum sepenuhnya

dimengerti mekanisme yang mungkin terjadi adalah:

2.5.1. Acute disseminated encephalomyelitis

merupakan hasil dari respons autoimun yang transien terhadap

antigen mielin, yang mungkin terjadi akibat molecular mimicry yang

autoreaktif. Molecular mimicry adalah peptida dari protein bakteri/virus

yang memiliki kemiripan struktur dengan peptida dari penjamu dan dapat

mengaktivasi sel T autoreaktif.5,13

Hal tersebut terjadi karena mielin antigen seperti mielin basic

protein, proteolipid protein dan mielin oligodendrocyte protein memiliki

kemiripan struktur dengan komponen antigen dari patogen yang

menginfeksi pejamu. Pejamu yang sebelumnya telah terinfeksi patogen


membentuk respon imun dan menghasilkan antibody yang juga bereaksi

silang dengan antigen mielin yang memiliki kemiripan struktur dan

menghasilkan respon autoimun. Antibodi tersebut mampu melewati blood

brain barrier untuk memasuki sistem saraf pusat dan menyebabkan

demielinisasi serta peradangan sistem saraf pusat.5,13,16

Pada sistem saraf pusat terjadi perubahan secara histopatologi

berupa hiperemi dan pembengkakan sel endotel, invasi sel inflamasi ke

dinding pembuluh darah, edema perivaskular, dan perdarahan. Perubahan

ini terjadi pada pembuluh darah kecil di gray matter dan white matter,

selanjutnya terjadi peningkatan jumlah makrofag dan penurunan jumlah

limfosit. Pada tahap yang lebih lanjut dapat terjadi fibrosis di jaringan otak

yang berdekatan.5,13

2.5.2. Beberapa pendapat menyatakan bahwa faktor genetik berperan dalam

kejadian ADEM. Gen yang berperan dalam kejadian ADEM adalah gen

HLA DQB1*0602, DRB1*1501 dan DRB1*1503. Hal ini juga

menjelaskan mengapa kejadian ADEM hanya terjadi pada sebagian kecil

individu yang telah diberikan imunisasi atau setelah infeksi virus

bakteri.14,16
2.6. Klasifikasi

Terdapat 3 klasifikasi ADEM yaitu :

2.6.1. ADEM Monofasik

ADEM Monofasik adalah suatu episode ADEM yang dapat

berkembang selama satu periode, yaitu maksimal 3 bulan. Gejala klinis

yang mungkin terjadi selama penurunan dosis steroid atau dalam sebulan

setelah penghentian pengobatan steroid juga diklasifikasikan sebagai suatu

episode tunggal. Episode rekuren dan multifasik ADEM harus terjadi lebih

dri 3 bulan. Setelah gejala awal muncul dan lebih dari 1 bulan setelah

penghentian pengobatan steroid.5,6,15

2.6.2. ADEM Rekuren

ADEM Rekuren didefinisikan sebagai serangan yang terjadi

setelah melewai satu periode dengan gejala klinis yang sama seperti

serangan awal penyakit. Temuan magnetic resonance imaging (MRI) pun

mirip seperti serangan awal dan tidak didapatkan lesi-lesi baru namun

dapat ditemukan perluasan lesi-lesi yang ditemukan pada periode awal.


5,6,15

2.6.3. ADEM Multifasik

ADEM Multifasik didefinisikan sebagai serangan yang terjadi pada

tempat baru di sistem saraf pusat yang berbeda dari serangan sebelumnya,

pada penderia ditemukan gejala ensefalopati seperti pada serangan awal

sebelumnya, namun temuan klnis dan pencitraan sistem saraf terdapat

pada area yang berbeda dibandingkan dengan serangan awal. Pada


gambaran MRI ditemukan adanya lesi baru dan mungkin ditemukan

perbaikan parsial atau komplet resi yang sebelumnya didapatkan pada

episode pertama ADEM.5,6,15

2.7. Diagnosis

Diagnosis ADEM ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan

penunjang, terutama hasil pencitraan MRI. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti

cairan serebrospinal dan elektroensefalografi (EEG) juga dapat membantu

diagnosis ADEM.5,15,16

2.8. Gejala klinis

Manifestasi klinis ADEM umumnya muncul 2 hari hingga 4 minggu

setelah terpapar antigen, yang didapat setelah infeksi virus bakteri ataupun setelah

mendapatkan imunisasi. Gejala dimulai dengan fase prodromal berupa demam,

kelemahan badan, sakit kepala, mual dan muntah sebelum munculnya gejala

neurologis. Gejala klinis khas ADEM adalah munculnya gangguan neurologis

fokal maupun multifokal. Onset terjadinya gangguan sistem saraf pusta terjadi

cepat dengan puncak gejala terjadi dalam bebrapa hari.5,15,16

Gejala neurologis yang terjadi dapat bervariasi dari letargis hingga koma,

gejala neurologis fokal maupun multifokal, gejala neurologis yang terjadi

ditentukan dari lokasi lesi pada sistem saraf pusat. Gejala tersebut dapat berupa

hemiparesis, cranial nerve palsies dan paraparesis. Selain itu dapat terjadi

meningismus, ataksia, gangguan cara berjalan (gaif), gangguan penglihatan,

kejang, gangguan bicara, gagal napas akibat lesi pada batang otak. Gejala
multifokal adalah gangguan dapat terjadi pada otak, seperti optik neuritis dan atau

pada medula spinalis, seperti pada transverse myelitis.5,6,15

Gejala optic neuritis dapat berupa gangguan penglihatan dan nyeri saat

menggerakkan bola mata. Pada pemeriksaan funduskopi dapat terlihat inflamasi

diskus optikus. Keterlibatan sistem pencernaan dan traktus urinarius dapat

menyebabkan konstipasi dan retensi urin. Gejala klinis ADEM yang berat

biasanya berlangsung selama 2-4 minggu.5,15,16

Fase penyembuhan dapat terjadi dalam beberapa hari, dapat terjadi

resolusi komplet yang dapat terjadi dalam beberapa hari, namun lebih sering

terjadi dalam beberapa minggu atau bulan. Selama masa pemulihan ini dapat pula

terjadi relaps dari defisit neurologis.5,15,16

Meskipun gejala klinis ADEM yang ditemukan pada anak-anak maupun orang

dewasa tidak banyak berbeda, seperti perubahan status mental, ataksia, gangguan

motorik, dan keterlambatan batang otak, terdapat beberapa gejala klinis ADEM

yang berhubungan dengan usia. Demam yang berkepanjangan dan sakit kepala

lebih sering ditemukan pada anak, sedangkan gangguan sensorik lebih banyak

ditemukan pada penderita dewasa. Kejang jarang ditemukan pada penderita

dewasa tetapi terutama ditemukan pada penderita yang berusia kurang dari lima

tahun.5,15,16

Sindrom yang melibatkan sistem saraf perifer, seperti acute

polyradiculoneuropathy ditemukan pada ADEM, namun jarang ditemukan pada

anak. Kombinasi gejala sistem saraf perifer dan pusat lebih banyak ditemukan

pada penderita dewasa.15


2.9. Pemeriksaan penunjang

2.9.1. Pencitraan sistem saraf

Pencitraan sistem saraf (neuroimaging) sangat penting dalam

menegakkan diagnosis ADEM. Lesi demielinisasi dari ADEM paling jelas

terlihat dengan menggunakan MRI, jenis T2-weighted images dan fluid

attenuated inversion (FLAIR). Lesi demielinisasi ADEM biasanya tidak

menunjukkan massa dan dapat tersebar di substansia alba fosa posterior

dan hemisfer serebral. Pada anak, keterlibatan serebelum dan batang otak

sering kali ditemukan.16

Gambaran khas MRI menunjukkan area-area berbecak-bercak

(patchy) yang tersebar luas, bilateral, dan asimetris yang homogen atau

sedikit inhomogen berupa peningkatan densitas pada lesi dibandingkan

dengan area sekitarnya. Predominansi kelainan terdapat di white matter,

namun grey matter pun dapat ditemukan kelainan, terutama pada deep

gray nuclei di ganglia basalis, talamus, dan batang otak. Kadang juga

didapatkan gambaran lesi yang menyerupai tumor.16

Pada white matter, lebih sering ditemukan lesi pada area

juxtacortical dan deep white matter dibandingkan dengan area

periventrikular. Lesi demielinisisasi pada ADEM jarang melibatkan

korpus kalosum, namun apabila didapatkan keterlibatan korpus kalosum,

hal ini menunjukkan lesi demielinisasi yang sangat luas. Pada ADEM

sering didapatkan lesi infratentorial, termasuk batang otak dan substansia


alba serebeum. Bentuk dan ukuran lesi bervariasi dari lesi yang bulat dan

kecil, hingga lesi yang tidak berbentuk, ireguler, dan besar.16,17

Untuk mendiagnosis ADEM diperlukan pemeriksaan MRI secara

berkala pada follow up dan tidak ditemukan lesi baru pada sistem saraf

pusat setelah munculnya gejala klinis awal.8,18 pada MRI tidak ditemukan

gambaran lesi atau kerusakan pada substansia alba yang terjadi

sebelumnya. Perubahan gambaran MRI biasanya ditemukan pada awal

penyakit dan membaik seiring dengan fase penyembuhan penyakit, namun

gambaran abnormalitas sistem saraf pusat dapat tidak terlihat hingga satu

bulan setelah munculnya gejala klinis, sehingga gambaran klinis MRI

yang normal pada beberapa hari pertama setelah munculnya gejala tidak

menyingkirkan diagnosis ADEM.8,15,18

Medula spinalis pada MRI dapat menunjukkan lesi intramedular

dengan densitas bervariasi yang menyertai abnormalitas MRI otak.8,15,18

Sedangkan lokasi potensial terjadinya ADEM dapat dilihat pada Gambar

1, Gambaran MRI dan medula spinalis pada anak yang menderita ADEM

dapat dilihat pada Gambar 2.


Gambar 1. Lokasi
potensial pada lesi
penderita ADEM

Sumber: Marin&Callen16

Gambar 2. Gambaran MRI


otak dan medula spinalis
pada anak yang menderita
ADEM

Sumber: Lee8

2.9.2. Analisis Cairan serebrospinal

Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (liquor

cerebrospinalis/LCS) dapat ditemukan hasil yang normal, namun sering

terdapat perubahan dari nilai normal. Perubahan yang khas pada analisis

LCS adalah peningkatan tekanan, lymphocytic pleocytosis (maksimal

1.000/mm2, terkadang pada awal didahului peningkatan jumlah sel

polimorfonuklear), dan peningkatan kadar protein LCS. Selain itu,

didapatkan peningkatan kadar gama globulin dan igG, serta peningkatan

kadar myelin basic protein. Kadar glukosa LCS biasanya normal. Ikatan

ologloklonal pada ADEM, dan lebih sering terdapat pada sklerosis multipel
(MS). Produksi dari ikatan ologlokonal igG intratekal menunjukkan

perbaikan kondisi klinis pasien.5,15

2.9.3. Elektroensefalografi (EEG)

Abnormalitas EEG yang didapatkan pada ADEM adalah berupa

perlambatan umum yang tidak spesifik dan merupakan gambaran yang non

spesifik yang dapat terjadi pada semua jenis ensefalopati. Karena rendahnya

sensitivitas dan spesifisitasnya, EEG tidak rutin digunakan untuk

mendiagosis ADEM. Pada penderita ADEM dengan gejala psikiatrik,

pemeriksaan EEG dapat membantu membuktikan lesi organik sebagai

penyebab gejala tersebut.3,5,15

2.9.4. Biopsi otak

Secara histopatologi pada postmortem, ditemukan inflamasi

perivenular dengan area demieliniasi yang terbatas, namun pada beberapa

kasus didapatkan area demielinisasi yang lebih luas yang terjadi secara

sekunder akibat gabungan berbagai lesi demielinisasi perivenular.18

2.10. Diagnosis Banding

Acute disseminated encephalomyelitis harus dibedakan dari kelainan

demielinisasi akibat peradangan sistem saraf pusat lainnya yang dapat terjadi pada

anak seperti ensefalitis virus, sklerosis multipel (MS), dan clinically isolated

syndrome (CIS) yang meliputi optic neuritis transverse myelitis atau

neuromyelitis optica.8,15,16
2.10.1. Ensefalitis akibat infeksi (infections encephalitis)

Acute disseminated encephalomyelitis harus dibedakan dengan

infeksi sistem saraf pusat lainnya seperti, encephalitis. Infeksi virus

merupakan penyebab tersering dan terpenting dari encephalitis, meskipun

dapatjuga disebabakan oleh organisme lainnya. Anamnesis mengenai

riwayat vaksinasi penderita dalam 4 minggu terakhir atau kejadian infeksi

sebelumnya pada penderita, ada tidaknya demam, onset penyakit,

ditemukannya gejala neurologis multifokal, dan temuan MRI dapat

membantu membedakan ADEM dengan infeksi sistem saraf pusat

lainnya.7

Tabel. Perbedaan Ensefalitis akibat infeksi (Infectious Encephalitis) dan Acute


Disseminated Encephalomyelitis (ADEM)
Acute Disseminated
Klinis Infectious Encephalitis
Encephalomyelitis (ADEM)
Usia Anak-anak / dewasa muda Semua usia
Riwayat
Sering temukan Jarang ditemukan
imunisasi terkini
Gejala prodromal Sering ditemukan Terkadang ditemukan
Demam Dapat terjadi Sering terjadi
Gangguan
Dapat terjadi Jarang terjadi
penglihatan
Spinal cord signs Dapat terjadi Jarang terjadi
Peningkatan densitas pada satu
Peningkatan densitas atau lebih area difus padagrey
multifokal yang mengenai matter dari kedua korteks serebral
kedua hemisfer basal dan white matter area yang
MRI
ganglia, batang otak, berhubungan, dan dapat meliputi
serebelum, dan medula basal ganglia, batang otak
spinalis serebelum, dan medulla spinalis
dalam cakupan yang lebih kecil.
Sumber: Kennedy7
1. Sklerosis Multipel (MS)

Sklerosis multipel merupakan penyakit inflamasi kronik sistem

saraf pusat yang disebabkan oleh autoimun yang biasanya ditemukan pada

orang dewasa, namun dapat pula terjadi pada anak-anak, yang disebut

sebagai pediatric multipel sclerosis. Pediatric multipel sclerosis

didefinisikan sebagai kejadian MS sebelum usia 16 tahun, terjadikurang

lebih 5% penderita MS dan kurang dari 1% terjadi sebelum usia 10 tahun,

dan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Karakteristik MS yaitu

terjadi episode rekuren demielinisasi sistem saraf pusat dengan perbedaan

lokasi dan waktu dari episode sebelumnya. Pada gejala awal, sulit untuk

membedakan antara Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM) dan

MS sehingga membutuhkan pemantauan jangka panjang untuk

menegakkan diagnosis.15,19

Pada MS, lesi demielinisasi lebih sering melibatkan area

periventricular dibandingkan lesi dari area juxtacortical dan deep white

matter. Hal ini sangat penting untuk membedakan lesi Acute Disseminated

Encephalomyelitis (ADEM) dan MS. Salah satu karakteristik MS adalah

keterlibatan korpus kalosum yang jarang ditemukan pada ADEM.15

Selain menggunakan MRI, terdapat beberapa perbedaan antara

ADEM dan MS yang didapatkan dari tampilan klinis dan laboratorium.

Gejala ensefalopati merupakan gejala klinis yang dibutuhkan untuk

mendiagnosa ADEM, namun bukan merupakan gejala yang umum ditemui

pada MS. Pada pemeriksaan LCS, hasil pleositosis 50 sel leukosit/mm


didapatkan pada ADEM, yang tidak umum ditemukan pada Sklerosis

Multipel (MS).5,8,15,20

Tabel. Perbedaan Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM) dan Sklerosis


Multipel (MS)
Acute Disseminated
Sklerosis Multipel (MS)
Klinis Encephalomyelitis
(ADEM)
Tidak terdapat riwayat
Etiologi Riwayat infeksi / vaksinasi
infeksi / vaksinasi
Gejala neurologis Bervariasi + ensefalopati Gejala fokal
Nonprogresif, biasanya Progresi, relaps, dan
Kejadian
monofasik remiten
Lesi difus, bilateral, Periventricular black
Temuan MRI
simetris holes
Penyembuhan terjadi
Prognosis cepat, mengalami remisi Pemulihan bervariasi
komplit
Sumber: Mathew

2. Clinically Isolated Sysdrome (CIS)

Clinically Isolated Sysdrome (CIS) adalah episode klinis pertama

dari gejala demieliniasi sistem saraf pusat disertai riwayat demielinisasi

sebelumnya, dapat terjadi monofokal atau multifokal, tanpa keterlibatan

medulla spinalis dan umumnya tidak terdapat gejala ensefalopati.8,15

Tabel. Perbedaan Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM) danClinically Isolated


Sysdrome (CIS)
Acute Disseminated Encephalomyelitis Clinically Isolated Sysdrome (CIS)
(ADEM)
Postimunisasi Tidak ada kejadian yang mendahului
Polisimtomatik Biasanya monosimtomatik
Dapat ditemukan bentuk yang terlokalisir Bentik terlokalisir
Keterlibatan nervus optikus bilateral Keterlibatan nervus optikus unilateral
Keterlibatan sistem saraf perifer Tidak ditemukannya keterlibatan sistem
saraf perifer
Keterlibatan medulla spinalis Terbatas pada sebagian medulla spinalis
Analisa LCS : pleositosis limfositosis Biasanya jarang ditemukn kelinan pada
dengan peningkatan protein analisa LCS
Biasanya monofasik Resiko menjadi MS besar
Dapat terjadi relaps / rekurensi Beresiko menjadi MS
2.11. Tatalaksana

Hingga kini belum ada standar terapi untuk tatalaksana ADEM. Semua

tatalaksana ADEM terutama berdasarkan pemikiran yang didapat dari pengalaman

klinis, pengertian deskriptif atau laporan dari komunitas ahli. Terapi standar untuk

ADEM hingga kini belum dikonfirmasi menggunakan penelitian randomized

control trials (RCT).16

2.11.1. Suportif

Terapi suportif pada penderita ADEM meliputi proteksi jalan napas

pada penderita dengan gangguan kesadaran, ventilasi mekanik pada

penderita dengan lesi di daerah servikal, obat antikejang pada penderita

yang mengalami kejang ataupun koreksi gangguan elektrolit.8,15,20

2.11.2. Imunomodulasi

Metilprenisolon intravena (IV) merupakan obat pilihan pertama

yang digunakan untuk tatalaksana ADEM dengan angka keberhasilan

mencapai 80%. Dosis metilprednisolon IV adalah 10-30mg/kg/hari,

maksimal 1gr/hari selama 3-5 hari. Penggunaan metilprednisolon pada

penderita ADEM dilaporkan memberikan hasil lebih baik dibandingkan

dengan penggunaan deksametason. Pemberian kortikosteroid dilanjutkan

secara per oral dilakukan penurunan dosis secara gradual (tapering off)

selama 6 minggu untuk mencega relaps.15,20

2.11.3. Terapi pengganti plasma

Jika pemberian kortikosteroid IV tidak memberikan respons yang

memuaskan, langkah selanjutnya yaitu melakukan terapi penggantian


plasma. Pemberian terapi penggantian plasma selama 4-6 kali

menunjukkan perbaikan gejala klinis ADEM yang cukup signifikan.5,8,15,20

2.11.4. Immunoglobulin Intravena (IVIG)

Pilihan lain untuk terapi atau tatalaksana ADEM adaah

menggunakan IVIG 0,4 mg/kg/hari selama 5 hari, namun terapi

menggunakan IVIG ini mahal. Perbaikan pada penderita ADEM yang

diterapi dengan IVIG terlihat dala 2-3 hari. Dilaporkan pula keberhasilan

terapi kombinasi antara metilprednisolon IV dan IVG, terutama pada

penderita dengan gejala yang berat dan apikal. 5,8,15,20

2.11.5. Terapi lainnya

Pemberian siklofosfamid, azatiopirin, atau obat sitostatik lainnya

dilaporkan berhasil dalam tatalaksana ADEM yang berat pada orang

dewasa namun keberhasilan terapi tersebut pada anak musim

dipertanyakan. 5,8,15,20

Terpi bedah dengan hemikraniektomi dekompresi dapat dilakukan

untuk tindakan life saving pada penderita dengan edema serebri yang

mengancam jiwa yang tidak responsif terhadap terapi konvensional. Ada

pula anggapan mengenai efektivitas terapi menggunakan interferon- pada

penderita ADEM multifasik. 5,15,21


2.12. Prognosis

Prognosis anak yang menderita ADEM biasanya baik dan masa pemulihan

biasanya terjadi lambat yang berlangsung kurang lebih enam minggu setelah onset

penyakit. Sebanyak 60-90% penderita tidak mengalami defisit neurologis.

Sebagian besar kasus ADEM pada anak akan mengalami resolusi sempurna pada

hasil pencitraan MRI.5,12,22

Gangguan kesadaran yang berkepanjangan berhubungan dengan

peningkatan mortalitas dan morbiditas ADEM. Lesi multipel atau lesi tunggal

yang luas yang terlihat pada pencitraan MRI berhubungan dengan peningkatan

risiko disabilitas.8,15,20 Prognosis jangka panjang ADEM berhubungan erat dengan

etiologinya, penderita ADEM akibat infeksi cacar sebelumnya memiliki angka

kematian dan kejadian sekuele neurologis yang telah tinggi dibandingkan dengan

penderita ADEM oleh lainnya yang bervariasi dari ataksia ringan hingga

hemiparesis.15,20

Dibutuhkan pemantauan jangka panjang dan pencitraan MRI secara

berkala selama lima tahun sejak onset penyakit pada penderita ADEM, untuk

menilai proses kesembuhan penyakit dan juga mengetahui timbulnya lesi baru

yang berhubungan dengan ADEM multifasik atau MS.15,20


BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute Disseminated

Encephalomyelitis/ADEM) adalah penyakit monofasik yang pada masa kecilnya

terdapat riwayat infeksi virus, imunisasi virus, atau penyakit eksantem. Biasanya,

ADEM hadir pada anak-anak atau remaja (biasanya lebih muda dari 15 tahun).

Namun, kasus telah dilaporkan di semua usia.6 Terdapat 3 klasifikasi ADEM yaitu

ADEM Monofasik,ADEM Rekuren,ADEM Multifasik. Terapi suportif,

imunomodulasi, terapi pengganti plasma, immunoglobulin Intravena (IVIG),

terapi lainnya. Prognosis anak yang menderita ADEM biasanya baik dan masa

pemulihan biasanya terjadi lambat yang berlangsung kurang lebih enam minggu

setelah onset penyakit.5,12,22


Daftar Pustaka

1. Elhassanien AF, Alghiaty HAA, Zakaeria M. Acute Demieliminating


Encephalomyelitis (ADEM); Clinical characteristics and outcome. Pediat
Therapeut. 2013;3;1
2. Jayakrishnan MP, Krishnakumar P, Clinical profile of acute disseminated
encephalomyelitis in children. J Ped Neurose,2010;5;111-4
3. Incecik F, Herguner MO. Acute disseminated encephalomyelitis an
evaluation of 15 case in childhood. Turk J Pediatr. 2013;55;253-9
4. Apatoff BR. Overview of demielinating disorder.merek.2014
5. Gard RK.Acute disseminated encephalomyelitis. Postgrade Med J.
2003;79;11-7
6. The transverse Myelitis Asociation Acute diseminated encephalomyelitis
(ADEM) uptodate. 2012.68:87-S12
7. Kennely PGE. Viral encephalitis: causes,differental diagnosis, and
management. J neurol Neurosurg Psykiatri. 2004;75(1);10-115
8. Lee YJ. Acute Disseminated encephalomyelitis in children. Differential
diagnosis from multiple sclerosis on the basis of clinical cours. Korean J
pediatr. 2011.54(6);234-40
9. Thapa R. Acute disseminated enchepalomyelitis. India J Peds.2009-76
10. Kato Z. Shimada Y, Ishiko H,Kondo N, Reversion to the neurovilurent
genome squance of polio of vaccine virus issolated from community acquired
meningitis. Bentham open, 2009;3;31-2
11. Pohl D. Epidemiology,immuniphatogenesis and management of pediatrik
centralnervous system inflamatory demielinating condition. Curr opin
neurol.2008;21:366-72
12. OConnor KC. Melaughlin KA, Jager PLD, Chitnis T.. Betteli E,Xu C,et.all
self antigen tetramers discriminate between mielin autoantibodies to native
ordenatured protein. Nat Med,2007;13(2);211-7
13. Menge T,Kiesseier BC,Nessler S, Hemmer B, Hartung HP, Stuve O, Acute
disseminated encephalomyelitis an acute hit againt the brain. Curr opin
neurol.2007:20;247-54
14. Kim KS. Mechanism of microbial transversal of the blood brain barrier. Nat
rev microbial. 2008;6;625-34
15. Tenembaum S,Chitnis T,Ness J,Hahn JS. Acute disseminated
enchepalomyelitis neurologi. 2007;68(2);s23-s36
16. Marin SE,Callen DJA, The magnetic resonance imaging apperance of
monophasic acute disseminated enchepalomyelitis an update post application
of the 2007 consensus criteria. Neuroimag clin N Am.2013;23;245-66
17. Mermuys K,Hoe VL,Vanhoenacker P. Images in clinical radiology; acute
disseminating encephalomyelitis (ADEM). JBR-BTR. 2006;89;226
18. Young NP,Weinshenker BG,Lucchinetti CF.Acute disseminated
enchepalomyelitis current understanding and controversies.semin
neurol.2008;28;84-94
19. Pena JA,Lotze TE. Pediatric multiple selerosis,current concepts and
consensus definition. Hindawi j.2013;14(3);72-8
20. Mathew A, Acute disseminated encephalomyelitis. Treatment guidlines.
Amals of indian academy of neurology. 2011;14(1);60-4
21. Mader I,Stock w, Ettlin T,Probat A,Acute disseminated encephalomyelitis;
MR and CT features, AJNR. 1996;17;104-9
22. Noorbakhsh F,Johnson,RT,Emery D,Power C,Acute disseminated
encephalomyelitis clinical and phatogenesis features. Neurol Clin.
2008;26;759-80

Você também pode gostar