Você está na página 1de 19

PROPOSAL

PROGRAM KARYA NYATA MAHASISWA

Oleh:
Nama Ketua : MIEF QURANIN S.
Nama Anggota : 1. MAQHVIROH N. R.
2. M.CHOIRUL ANAM
3. DIAH KRISTIANISAH R
4. IMA SAFITRI PUJI UTAMI
5. HAPPY PILAS
6. MITRA KENCANA PUTRI
7. QONI OKTANTI
8. LISMAWATI
9. WAHYU SETYORINI
10. ELZA PUSPITA
11. GATI PUTRI WIRATAMA
12. ADI LUKAS KURNIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
JANUARI 2013
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Kegiatan :
Ketua Pelaksana :
- Nama : Mief Quranin S.
- NIM : 105070300111036
- Jurusan : Gizi Kesehatan
- No.HP : 085755492910
Anggota Pelaksana :
- Anggota 1 : Maqhviroh N. R - Anggota 7 : Qoni Oktanti
- Anggota 2 : M.Choirul Anam - Anggota 8 : Lismawati
- Anggota 3 : Diah Kristianisah R - Anggota 9 : Wahyu Setyorini
- Anggota 4 : Ima Safitri Puji U. - Anggota 10 : Elza Puspita
- Anggota 5 : Happy Pilas - Anggota 11 : Gati Putri W.
- Anggota 6 : Mitra Kencana Putri - Anggota 12 : Adi Lukas K.
Lokasi Kegiatan : Kelurahan Kedungrejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten
Malang
Lama Kegiatan : 2 12 Januari 2013
Malang, Januari 2013
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Ketua Pelaksana

Ns. Kumboyono, S.Kep, Sp.Kom, M.Kep Mief Quranin S.


NIP. 197502222001121005/2 NIM. 105070300111036

Menyetujui,
Ketua PKNM 2013/2014

Dr. Bambang Prijadi, MS


NIP. 19520324 198403 1 002
3

JUDUL
Optimalisasi kesehatan melalui pembinaan ibu bayi dan balita dalam upaya
pencegahan kejadian diare dan peningkatan kesadaran akan gizi.

BAB 1
PENDAHULUAN

1. ANALISIS SITUASI
A. Geografi
Desa Kedungrejo mempunyai luas wilayah 438,01 Km yang mempunyai
jumlah lima dusun, 5 RT, dan 7 RW dengan pembagian: 1 (Dusun Genitri), 2
(Dusun Kedungboto), 3 (Dusun Rekesan), 4 (Dusun Gedang Sewu) dan 5
(Dusun Barang Genitri).
Untuk transportasi dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda
empat dan dapat ditempuh dengan melewati jalan tembusan dari arah desa
Pakisjajar ataupun melewati daerah Madyopuro.
Adapun batas wilayah sebagai berikut:
1. Utara: Desa Sumberkradenan Kec. Pakis,
2. Selatan: Desa Kambingan Kec. Tumpang,
3. Timur: Desa Banjarrejo, Kec. Pakis, dan
4. Barat: Kelurahan Cemorokandang Kota Malang
B. Demografi
Berdasarkan data dari kantor statistik keadaan Demografi Desa
Kedungrejo memiliki jumlah penduduk sebanyak 6.476 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 2.962 orang dan jumlah penduduk wanita
sebanyak 3.514 orang. Sedangkan bayi usia 0-12 bulan sebanyak 134 jiwa
dengan jumlah bayi laki-laki sebanyak 63 jiwa dan jumlah bayi perempuan
sebanyak 92 jiwa. Untuk jumlah balita usia 1-4 tahun sebanyak 541 jiwa
dengan jumlah balita laki-laki sebanyak 254 jiwa dan jumlah balita
perempuan sebanyak 287 jiwa.
4

Tabel 1. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan


No. Pendidikan Jumlah
1. Buta Huruf 52 orang
2. Tidak Sekolah 802 orang
3. SD 3.422 orang
4. SMP 332 orang
5. SMA 247 orang
6. Perguruan Tinggi 59 orang
Total 4.914 orang

Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian


No. Pendidikan Jumlah
1. PNS/TNI/POLRI 24 orang
2. Wiraswasta/swasta 302 orang
3. Petani 387 orang
4. Buruh 831 orang
5. Pedagang 702 orang
6. Tidak Bekerja 231 orang
Total 2.474 orang

C. Keadaan Khusus
a. Sarana Kesehatan Pemerintah
Poskesdes 1
b. Sarana Kesehatan Swasta
Balai Pengobatan (BP) 0
Rumah Bersalin 1
c. Jumlah Pemberi Pelayanan Kesehatan
Dokter Praktek Swasta 0
Mantri Praktek Swasta 2
Bidan Praktek Swasta 1
Dukun Bayi Terlatih 1
Dukun Bayi tidak Terlatih 0
Akupuntur 1
d. Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UK3M)
Posyandu 5
5

Jumlah Kader Kesehatan 25


Jumlah Kader Aktif 25
Kader BKB 2
Posyandu Lansia 5
e. Ketenagaan
Tenaga Di Poskesdes
1 Orang Perawat
1 Orang Bidan
Dukun Bayi
1 Orang Terlatih dan Mengikuti Kemitraan
f. Jenis Pelayanan Kesehatan di Poskesdes
Pelayanan Pengobatan Umum
Pelayanan KIA
Pelayanan KB
Imunisasi
Kunjungan Luar Gedung
Kunjungan UKS Pemberian Imunisasi untuk murid SD
Kunjungan ke Posyandu
Kunjungan PHN
g. Jumlah PAUD
Terdapat 1 PAUD
Tabel 3. Kondisi Umum Kesehatan pada Bayi/Balita
No. Masalah Deskripsi
Pemantauan pertumbuhan dilaksanakan setiap bulan di
Posyandu yang dilaksanakan di 5 pos. Tingkat kehadiran ibu
Pertumbuhan yang memiliki bayi dan balita / Desember 2013 masih kurang
1. dan yaitu sebesar 82,3 % yaitu sebanyak 434 orang dari 527
perkembangan bayi/balita yang terdaftar. Indikator SPM Kabupaten Malang
tentang Cakupan Pelayanan Anak Balita masih belum mencapai
target (44%).
6

Pemantauan tukem pada bayi/balita dilakukan dengan


menggunakan DDST namun sayangnya tidak pernah
didokumentasikan. Selama ini, di desa Kedungrejo tidak
ditemukan bayi/balita dengan kebutuhan khusus. Pemantauan
perkembangan anak pada awalnya telah dilaksanakan di
posyandu. Namun, Berdasarkan keterangan bidan desa
pematauan tumbuh kembang mulai terabaikan disebabkan
menumpuknya tugas kader disebabkan bertambahnya jumlah
bayi/balita yang harus dilayani di Posyandu dengan minimnya
jumlah tenaga kader serta sarana dan prasarana pemantauan
perkembangan.
Pada umumnya masih banyak masyarakat di Desa yang masih
menggunakan sungai sebagai tempat MCK. Keberadaan jamban
keluarga hanya ekitar 32,7%, artinya, sebanyak 67,3% masih
belum memiliki jamban keluarga. Daeri hasil observasi
langsung, masyarakat disana cenderung menggunakan jamban di
sungai-sungai. Menurut kepala desa, pembangunan WC umum
hanya dilakukan di satu dusun saja. Selain itu, menurut bidan
desa, penggunaan sungai sebagai MCK warga masih dilakukan
Higiene dan hingga saat ini, padahal air sungai keruh dan berwarna
2.
sanitasi kecoklatan. Sebanyak 79,6% sumber air bersih warga berasal
dari air ledeng atau PDAM, namun warga masih saja
menggunakan air sungai untuk keperluan MCK, mencuci
pakaian, dan memandikan ternak serta keperluan cocok tanam
sedangkan air PDAM hanya digunakan untuk minum dan
memasak saja. Selain itu masalah pembuangan sampah
sembarangan juga masih menjadi fokus utama penyelesaian
masalah desa. Penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan
sehat masih belum terlaksana dengan baik.
7

Profil status gizi pada bayi dan balita di Desa Kedungrejo berada
pada kategori medium. Status gizi dipengaruhi oleh penyakit
infeksi, salah satunya adalah diare (11,5%). Penyakit infeksi
sendiri terjadi akibat hygiene yang kurang, sanitasi yang kurang
karena tidak adanya jamban keluarga, serta status imunisasi dari
bayi dan balita itu sendiri. Selain itu, status gizi dipengaruhi oleh
intake nutrisi. Menurut bidan desa, bayi dan balita yang berada
di bawah garis merah (BGM) dan kurus disebabakan karena pola
asuh yang salah, terutama yang berasal dari keluarga non-gakin
dan beberapa disebabkan juga karena bayi/balita sakit atau
berasal dari keluarga miskin. Data posyandu pada bulan
Desember 21013 mengenai operasi timbang dibagi menjadi dua
kategori yakni berdasarkan status gizi yang dihitung melalui
BB/U dan melalui cara hitung BB/TB-PB. Data yang diperoleh
di Di Dusun Kedungboto, ditemukan sebanyak 19,81%
3. Gizi dinyatakan kurang gizi dan pada sebanyak 4 orang dinyatakan
kurus. Pada kategori gizi kurang, sebanyak 40% berasal dari
keluarga miskin, dan 45% tidak didata berasal dari keluarga
miskin atau mampu. Sedangkan pada kategori bayi kurus,
sebanyak 75% diantaranya bayi/balita berasal dari keluarga
miskin. Di Dusun Genitri ditemukan sebanyak 17% bayi/balita
dinyatakan kurang gizi dan kurus. Sebanyak 65% bayi/balita
yang kurus berasal dari golongan non-gakin dan sebanyak 23%
bayi/balita yang berada dalam kategori kurang gizi berasal dari
keluarga miskin, namun sebanyak 71% tidak diketahui latar
ekonomi keluarganya. Lima orang berada pada BGM. Di Dusun
Barang Genitri, sebanyak 9,89% bayi/balita dinyatakan status
gizinya kurang, 56% berada di BGM, dan sebanyak 56% diantara
bayi/balita dengan status gizi kurang berasal dari keluarga
miskin. Sedangkan pada kategori bayi kurus, ditemukan 7 orang
dan 5 orang diantaranya berasal dari keluarga miskin. Di Dusun
8

Gedangsewu, sebanyak 4,4% bayi/balita berada di bawah garis


merah (BGM), dan sebanyak 16,67% dinyatakan status gizi
kurang dan 12,2% dinyatakan bayi/balita memiliki badan kurus
dan sebanyak 54% bayi kurus berasal dari keluraga non-gakin.
Di Dusun Rekesan, 10,38% bayi/balita berada dalam status gizi
kurang, 2 orang dari 106 bayi berada pada BGM, dan sebanyak
2 orang dinyatakan kurus.
Menurut bidan desa, diare adalah salah satu penyakit yang sering
dijumpai pada bayi dan balita. Menurut bidan desa pula, perilaku
MCK di sungai masih dilakukan sampai saat ini karena
kesadaran akan kesehatan masih tergolong kurang. Berdasarkan
laporan tahunan PONKESDES Desa Kedungrejo pada tahun
2013, data mengenai derajat kesehatan, khususnya tentang P2M
4. Penyakit Diare (Penanggulangan Penyakit Menular) pada pasien balita dengan
diare sebanyak 39 anak. Sebanyak 11,58% kasus diare
ditemukan pada balita dan merupakan salah satu dari lima
penyakit teratas yang sering terjadi pada usia bayi dan balita di
Desa Kedungrejo.
Sejauh ini, menurut bidan desa dan kepala desa penyuluhan
tentang diare ataupun PHBS masih belum ada.

Tabel 4. Analisis USG Kondisi Kesehatan Bayi dan Balita


URGENCY KETERANGAN
1:2=2 1 =0
1:3=3 2 =2
1:4=4 3 =3
2:3=3 4 =1
2:4=2
3:4=3
SERIOUSNESS KETERANGAN
1:2=2 1 =0
1:3=3 2 =2
1:4=4 3 =3
2:3=3 4 =1
9

2:4=2
3:4=3
GROWTH KETERANGAN
1:2=2 1 =0
1:3=3 2 =1
1:4=4 3 =3
2:3=3 4 =2
2:4=4
3:4=3
Keterangan:
1 = Pelayanan tumbuh kembang
2 = Higiene sanitasi
3 = Diare
4 = Status gizi bayi dan balita
Tabel 5. Hasil Analisis USG
No. MASALAH U S G TOTAL
1 Pelayanan tumbuh kembang 0 0 0 0
2 Higiene sanitasi 2 2 1 5
3 Diare 3 3 3 9
4 Status gizi bayi dan balita 1 1 2 4

Tim pengusul menganalisa masalah utama menggunakan menggunakan


diagram tulang ikan atau diagran Ishikawa:

Gambar 1. Diagram Ishikawa Masalah Diare


Angka kejadian diare pada bayi dan balita masih kurang menjadi perhatian
bagi masyarakat Kedungrejo. Rendahnya pengetahuan masyarakat akibat tidak
pernah mendapatkan penyuluhan mengenai diare dan PHBS, minimnya
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan serta tingginya perilaku MCK di
10

sungai merupakan beberapa penyebab terjadinya diare. Tentunya perlu


dilakukan intervensi untuk menangani penyebab-penyebab tersebut.

2. Perumusan Masalah
Apakah intervensi tepat sasaran yang harus dilakukan berkaitan dengan
optimalisasi kesehatan melalui pembinaan ibu bayi dan balita dalam upaya
pencegahan kejadian diare dan peningkatan kesadaran akan gizi?

3. Tujuan Kegiatan
1. Meningkatkan praktek cuci tangan pada ibu dan balita
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai penanganan diare
3. Meningkatkan higienitas makanan
4. Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, MP ASI dan
pengolahan makanan yang tepat

4. Manfaat Kegiatan
1. Meningkatnya praktek mencuci tangan pada ibu bayi, ibu balita dan balita.
2. Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai penanganan diare pada bayi dan
balita.
3. Meningkatkan higienitas makanan terutama mengenai pemilihan jajanan
sehat.
4. Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif,
tahapan MP ASI yang tepat dan pengolahan makanan yang tepat bagi bagi
dan balita.
11

BAB II

1. Kesehatan
A. Definisi Kesehatan
Kesehatan menurut Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 adalah
kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Secara holistik, manusia sehat
dilihat dari ketiga unsur tersebut yaitu badan, jiwa dan sosial. Kesehatan
manusia bergerak maju atau mundur dalam kontinuitas tertentu, dimana
jarak menentukan apakah seorang dikatakan sehat atau sakit. Kesehatan
tidak pernah konstan (Effendy, 1998).
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang, dengan
bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat
keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan pribadinya dan orang lain (George et. al., 2003). Definisi yang
bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang
menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar
yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku
yang kondusif bagi kesehatan (George et. al., 2003).
B. Tujuan Pembangunan Kesehatan
Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan terciptanya
masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mempunyai kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2004).
Untuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan
untuk tercapainya tujuan utama sebagai berikut :
1. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri
dalam bidang kesehatan.
2. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
3. Peningkatan status gizi masyarakat.
4. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
5. Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya
norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (Suprihatin, 1993).
C. Kesadaran Masyarakat Terhadap Kesehatan
Kesadaran adalah keadaan mengerti, hal yang dirasakan atau dialami
oleh sesorang. Kesadaran dalam bentuk lain adalah pemahaman atau
pengetahuan seseorang tentang dirinya dan keberadaan dirinya. Kesadaran
12

merupakan unsure dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana


cara bertindak menyikapi terhadap realitas (Halawa, 2007).
Cara mengembangkan kesadaran diri dapat dilakukan dengan cara
analisis diri, dimana merefleksikan diri (pikiran dan perasaan), meliputi
perilaku, kepribadian, sikap dan persepsi.
Kesadaran masyarakat dapat dikembangkan melalui tahapan yang
sama, diawali dari perilaku yaitu member motivasi, mengarahkan dan
mengubah pola pikir, pola tindakan dan pola interaksi, menyesuaikan
dengan kondisi masyarakat, baik dari faktor budaya maupun lingkungan,
kemudian mengevaluasi sikap dan persepsi masyarakat terhadap suatu
masalah kesehatan.
2. Diare
A. Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007).
Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau
lebih dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi
menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik ( 2 minggu)
(Widoyono,2008).
B. Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan
terjadinya komplikasi pada mukosa.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut
dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti
demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Suratmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama
masa diare tersebut.
13

C. Epidemiologi diare
Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005).
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar
melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang
tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik
dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan
ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan,
menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu
kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan
dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang
tinja dengan benar.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa
penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua
tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional
diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu
penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu
sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku
yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian diare.
D. Pencegahan Diare
a. Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
b. Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
e. Penggunaan jamban yang benar.
f. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang
benar.
g. Memberikan imunisasi campak.
E. Pencegahan Penyakit Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum
yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi
promosi kesehatan dan pencegahan khusus,pencegahan tingkat kedua
(Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang
tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi
14

pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997). Naun, yang
lebih dibahas yaitu pencegahan secara primer
1) Penyediaan air bersih
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air
permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang
tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah
dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan
salju (Soemirat, 1996).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari
sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih
harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter
dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang
bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang
terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita
diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).
2) Tempat Pembuangan Tinja
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban
memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak
mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak
dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah
digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
3) Status Gizi
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode
diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat
malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil).
Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan
kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk
mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme
berkurang (Notoatmodjo, 1996).
4) Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru
lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar
terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama
15

kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar


dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas
diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai
risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu
tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan
ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan bulan pertama kehidupan
(Suryono, 1988).
5) Kebiasaan Mencuci Tangan
Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara
air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme
patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan
memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih
makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh
manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan
dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran
sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber
perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci
tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah
diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,
setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak
dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama
yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu,
cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak
(Howard & Bartram, 2003).
6) Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga
pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak
harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah
usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).
16

BAB III
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

Tidak adanya penyuluhan


tentang PHBS dan diare

Pembangunan fasilitas MCK


Pengetahuan rendah
belum merata

kesadaran terhadap Tidak tersediannya fasilitas


kesehatan rendah MCK

Perilaku MCK di sungai tinggi

Prevalensi diare tinggi

Primer Sekunder tersier

Promosi
kesehatan

Praktek cucui tangan


Edukasi tentang diare
(pencegahan dan
penanganannya)
Ibu cermat bayi balita sehat
17

BAB IV

METODE KEGIATAN
1. Waktu
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal
2. Lokasi Kegiatan
Kegiatan ini bertempat di
3. Khalayak Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah
4. Metode
Metode yang digunakan pada kegiatan ini yaitu
Tabel Metode Pelaksanaan Kegiatan
No. Kegiatan Metode
1. -
2. -
3. -
4. -
5. -

RANCANGAN EVALUASI
Kegiatan Indikator Keberhasilan Cara Mengukur Indikator
- -
- -
- -
- -

JADWAL PELAKSANAAN
Tanggal Kegiatan Target Peserta Indikator
-
-
18

RENCANA ANGGARAN BIAYA

No. Uraian Kebutuhan Jumlah Harga Satuan Total Anggaran

1 NamaKegiatan
a.
b.
c.
2 NamaKegiatan
a.
b.
3 NamaKegiatan
a.
b.

4 Lain-lain
JUMLAH TOTAL
19

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Dr. Petrus (1995). Penata Laksanaan dan Pencegahan Diare Akut,.
Jakarta: buku kedokteran EGC.
Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes
RI.
________. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes RI.
________. 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes
RI.
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta:
EGC
George, Pickett & John J. Hanlon.2003. "Kesehatan Masyararat Administrasi dan
praktik", EGC, 9794488054, 9789794488058.
Halawa, Erniwati. (2007). Prediksi Konsentrat Zat Pencemar Udara Menggunakan
Metoda ANFIS. Akses: 5 Januari 2010.
Howard G and Bartram J. 2003. Domestic Water Quantity, service level, and health.
Geneva, World Health Organization Regional Office for Europe, 2003.
Nasry Noor, N, (1997), Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Rineka Cipta,
Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Soemirat. 1996. Buku Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Universitas Gajah
Mada
Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Suprihatin, Guhardja. 1993. BPK Gunung Mulia, PT, Institut Pertanian Bogor.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, "Pengembangan sumber daya
keluarga: bahan pengajaran", BPK Gunung Mulia, , 9794150142,
9789794150146.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.

Você também pode gostar