Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstrak
Dewasa ini, arsitektur gereja Katolik di Indonesia diharapkan mampu beradaptasi dengan
konteks lingkungan setempat. Gereja Santo Petrus dan Paulus Babadan Yogyakarta merupakan
salah satu bangunan gereja modern yang memiliki kekhasan pada elemen atap bangunan. Atap
bangunan mencerminkan citra dan teknologi untuk menaungi ruang di bawahnya. Upaya untuk
mengetahui penerapan teknologi atap bangunan modern yang berasal dari sintesis kelokalan
merupakan tujuan dari penelitian ini. Metode pengumpulan data secara primer melalui observasi,
dan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka. Hasil analisis menunjukkan teknologi
atap Gereja Babadan diterapkan pada aspek bentuk atap, warna atap, material atap, susunan
atap, kemiringan/ketinggian atap, dan sistem struktur atap.
1
3. KAJIAN TEORI ATAP atap menciptakan beberapa jenis atap: (1)
Y.B. Mangunwijaya (1980) dapat bernafas, (2) berongga, (3) berbahan
berpendapat; (1) dari segi fisika bangunan kedap air, dan (4) diselaputi bahan kedap
air. Atap panas terdiri dari beberapa lapisan
atap berfungsi sebagai pelindung panas,
yang data terbuat dari berbagai macam
silau matahari, kelembaban dan hempasan bahan dan saling melekat langsung yang
hujan (faktor dari luar), (2) dari segi ruang secara prinsip berfungsi sebagai kulit luar,
dalam, atap berfungsi sama dengan dinding isolasi kalor, isolaso penahan uap air/air,
sebagai sisi atas sehingga harus mampu konstruksi pendukung, dan lapisan dalam
memenhi syarat-syarat dinding meskipun penyerapan kelembaban. (Mangunwijaya,
1980)
memiliki pengecualian.
3.4. Atap Dingin
3.1. Atap sebagai Pernaungan Atap dingin merupakan bentuk atap
Atap adalah penaung, yakni daerah yang terdiri dari dua lapisan yang terpisah
bayangan terjadi oleh penaung menjadi oleh bantalan atau rongga. Rongga dan
ruang-ruang dasar yang muncul (Bakhtiar, saluran-saluran dalam sistem atap dingin
Waani, & Rengkung, 2014). Atap yang berpotensi menjadi sarang tikus sehingga
tidak menguntungkan. Langit-langit bukan
lebar merupakan pengertian kebutuhan
sebatas penutup kuda-kuda demi
perlindungan terhadap matahari dan hujan keindahan ruang, namun memiliki fungsi
yang relatif banyak (Hidayatun, Prijotomo, yang bersatu dengan penutup atap dan
& Rachmawati, 2013). keseluruhan konstruksi.
5
/gereja-katolik-st-petrus-dan-paulus-
babadan/
Hidayatun, M. I., Prijotomo, J., & Rachmawati,
M. (2013, November 17). Architectonic
pada Arsitektur Nusantara sebagai
Cerminan Regionalisme Arsitektur di
Indonesia. In: Seminar Nasional Jelajah
Arsitektur Tradisional ke V. Mdan,
Sumatera Utara, Indonesia. Retrieved from
http://repository.petra.ac.id/17347/
Kumar, R. (2005). Research Methodology: A
Step-By-Step Guide for Beginner.
California: Sage Publications Inc.
Laurens, J. M. (2013). Memahami Arsitektur
Lokal dari Proses Inkulturasi pada
Arsitektur Gereja Katolik di Indonesia.
Gambar 13: Kuda-kuda baja RK 3 Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas
(Sumber: Dokumentasi penulis, 2017) Arsitektur Nusantara (pp. 9-16). Bali:
Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas
Sistem struktur atap Gereja Babadan Arsitektur Nusantara. Retrieved from
menggunakan struktur kolom beton dan Repository Petra.
Mangunwijaya, Y. (1980). Pasal-Pasal
struktur atap baja sehingga dapat disebut Penghantar Fisika Bangunan. Jakarta: P.T.
sebagai kombinasi antara sistem rangka Gramedia.
dan sistem bidang. Sistem rangka terlihat Nugroho, B. A. (2016). Karakteristik Kejawaan
pada penggunaan tiang sebagai penumpu Arsitektur Gereja Katolik Ganjuran (Tahun
1924-2013). Yogyakarta: Program Studi
atap. Sistem bidang dapat terlihat pada Pendidikan Sejarah Universitas Sanata
susunan jurai dan gording yang terangkai Dharma.
dan tersusun menjadi jalinan membentuk Pangaribuan, M. R. (2014). Baja Ringan
sebagai Pengganti Kayu dalam
bidang.
Pembuatan Rangka Atap Bangunan
6. PENUTUP Rumah Masyarakat. Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan Vol.2, No. 4, 648-655.
Kesimpulan Prijotomo, J. (1988). Kalsifikasi Data
1. Bentuk atap Gereja Babadan Kategorisasi Pengkayaan dalam Morpologi
memadukan Arsitektur Barat (atap Arsitektur Klasik Indonesia. Laporan
pipih, lancip, dan menjulang tinggi) dan Penelitian. Surabaya: Puslit ITS.
Arsitektur Nusantara (atap pelana). Purwanto, L. (2005). Arsitektur Permukiman
2. Atap Gereja Babadan berwarna cokelat Tropis. Universitas Katolik Soegijapranata:
gelap dan material atap Gereja Handout Program Pasca Sarjana S2,
Babadan adalah alumunium. Magister Teknik Arsitektur.
3. Gereja Babadan menerapkan susunan Purwanto, L., Hermawan, & Sanjaya, R. (2016).
Pengaruh Bentuk Atap Bangunan
atap bertingkat.
Tradisional di Jawa Tengah untuk
4. Ketinggian/kemiringan atap Gereja Peningkatan Kenyamanan Termal
Babadan bervariasi, antara 300-780. Bangunan (Sebuah pencarian model
5. Sistem struktur atap Gereja Babadan arsitektur tropis untuk aplikasi desain
menerapkan struktur rangka atap baja. arsitektur). Dimensi Teknik Arsitektur Vol.
34, No. 2, 154-160.
DAFTAR PUSTAKA Rosadi, H. E., Rismansyah, N., Fuad, F., &
Bakhtiar, Waani, J. O., & Rengkung, J. (2014). Setiyowati, E. (2012). Pengaruh Sudut
Tipe Teori pada Arsitektur Nusantara Kemiringan Atap Bangunan dan
Menurut Josef Projotomo. Media Matrasain Orientasinya terhadap Kualitas Termal.
Volume 11, No. 2, 32-47. Temu Ilmiah IPLBI (pp. 93-96). Bandung:
Gereja Katolik St. Petrus dan Paulus Babadan. SAPPK ITB.
(2011, Juni 16). Retrieved from Bait Allah Sulistijowati, M. (2016). Struktur di Arsitektur
Nusantara. Temu Ilmiah IPLBI (pp. 19-24).
Indonesia:
https://baitallah.wordpress.com/2011/06/16 Malang: Institut Tenologi Nasional Malang.