Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
Energi merupakan syarat utama agar suatu proses bisa terjadi yang mempengaruhi
besar-kecilnya biaya produksi yaitu menyangkut penggunaan bahan bakar. Oleh karena
itu, perlu selalu diusahakan pengoperasian furnace yang efisien dengan konsumsi bahan
bakar yang seoptimal mungkin.
Panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar harus dapat terdistribusi
dengan rata ke Crude Oil. Selain itu, panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
harus selalu stabil agar temperatur proses juga stabil dan produk yang dihasilkan juga
selalu sesuai standard. Terlebih lagi karena alat ini telah beroperasi sejak tahun 1983,
maka perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui kondisi aktual furnace saat ini. Kerja
furnace juga berpengaruh pada faktor konsumsi pemakaian energi (bahan bakar) dan dari
segi biaya pengoperasian suatu kilang minyak dan gas bumi.
Performance suatu furnace dapat dikatakan baik jika furnace yang digunakan
mampu memberikan panas yang sebanyak-banyaknya serta efektif, dan dapat menekan
panas yang hilang seminimal mungkin sehingga dapat meningkatkan efisiensi furnace.
Jika kondisi aktual furnace pada saat ini sudah mengalami penurunan jauh dari semula,
dan hal itu berpengaruh terhadap efisiensi serta produktifitas kilang, maka perlu dilakukan
pembenahan terhadap furnace agar efisiensi dan produktifitas dapat tetap terjaga dan
beroperasi untuk jangka waktu yang lebih lama.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam mengevaluasi furnace 011F101A/B terdapat beberapa hal diperhatikan,
yaitu:
Neraca panas (heat balance), yang meliputi: panas masuk furnace, panas keluar
furnace, panas diserap crude dan steam.
Excess air dalam setiap cell.
Efisiensi thermal secara keseluruhan.
1.5. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah:
Mengetahui evaluasi performance furnace dari furnace 011F101A/B di FOC II,
meliputi heat balance dan efisiensi.
1.6. Manfaat
Dengan mengetahui kinerja dari 011F101A/B pada saat ini, maka dapat dilakukan
evaluasi lanjutan dan pembenahan-pembenahan yang dapat meningkatkan efisiensi dan
produktifitas furnace, serta terhadap efisiensi pemakaian bahan bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Furnace
Dalam industri minyak bumi maupun industri kimia lainnya sering kali dibutuhkan
suatu peralatan untuk memanaskan fluida yang biasanya disebut furnace ( refinery heater /
furnace ). Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar akan dipindahkan
kepada fluida yang mengalir dalam tube tube yang ada dalam furnace.
Furnace terdiri dari struktur bangunan yang berdinding plat baja yang bagian
dalamnya dilapisi oleh material tahan api. Panas yang digunakan dalam furnace berasal
dari panas pembakaran secara langsung dan juga radiasi radiasi panas yag dipantulkan
kembali ke tube tube yang ada dalam furnace sehingga akan mengurangi kelebihan
panas.
Suatu pemanas berapi pada dasamya terdiri dari sebuah ruang pembakaran yang
menghasilkan sumber kalor dan pipa pemanas (tube) dimana mengalir fluida yang
menyerap kalor. Prinsip dasar kerja alat ini sebenarnya termasuk alat pemindah panas
(Heat Transfer Equipment). Alat pemindah panas lainnya yang juga banyak digunakan di
industri adalah alat penukar panas (Heat Exchanger), berbeda dengan furnace, kalor yang
dipindahkan bukan dari pembakaran langsung melainkan dari suatu fluida panas.
Pipa pemanas dalam furnace, biasanya dipasang dalam barisan sejajar vertical atau
horizontal dan merapat pada dinding bagian dalam.Perpindahan panas yang terjadi di
ruangan pembakaran terutama terjadi karena radiasi, dan disebut dengan seksi radiasi
(Radiant Section), sedang di saluran gas hasil bakar, terutama oleh konveksi dan disebut
dengan seksi konvekdsi(Convection Section). Untuk mencegah supaya gas buangan tidak
terlalu cepat meninggalkan ruang konveksi pada cerobong seringkali dipasang penyekat
(damper). Perpindahan panas melalui pipa pemanas (tube) dikenal sebagai konduksi.
Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi pada permukaan bagian dalam ruang
bakar dilapisi dengan isolator atau material refraktori yang memiliki stabilitas thermal
yang sangat baik, sehingga kehilangan panas dari ruang pembakaran dapat dihalangi,
sedangkan permukaan luar dan bagian dalam pipa dijaga agar selalu bersih, sehingga
perpindahan panas berlangsung tanpa hambatan. Lapisan refraktori ini akan melindungi
dinding pelat baja serta berfungsi sebagai struktur penguat atau penyangga serta
memantulkan panas radiasi ke permukaan pipa pemanas (tube).
Untuk mengetahui dan mengontrol kesempurnaan proses pembakaran, furnace
dilengkapi dengan instrumentasi, antara lain alat pengukur tekanan furnace, analisa karbon
dioksida, karbon monoksida, nitrogen oksida (NOx), oksida belerang dan oksigen
kelebihan udara yang semuanya merupakan hasil pembakaran. Selain itu furnace juga
dilengkapi dengan lubang intip (peep hole) untuk ruang pembakaran dan proses
pembakaran.
Bahan bakar yang digunakan di furnace biasanya diambil dari fraksi-fraksi
minyak, seperti residu atau refinery gas. Sumber panas yang dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar (fuel) dapat berupa hidrokarbon cair dan gas. Dalam hal ini berupa refinery
fuel gas, natural gas, LPG, dan fuel oil dengan menggunakan udara sebagai sumber
oksigen. Dalam pembakaran bahan bakar dikabutkan (atomized) oleh sebuah pembakar
(burner), dengan tujuan membuat diameter partikel semakin halus sehingga memudahkan
reaksi pembakaran dengan udara dalam proses pembakaran.
Fluida kerja yang dipanaskan umumnya dialirkan terlebih dahulu melalui seksi
konveksi yang terletak diantara ruang bakar dan cerobong untuk memanfaatkan panas
yang terkandung dalam gas hasil pembakaran. Selanjutnya, fluida dialirkan ke dalam
ruang bakar dimana perpindahan panas terjadi secara radiasi (radiant fire box) melalui
bagian dalam pipa pemanas (tube) yang terletak pada bentangan horisontal atau vertikal di
sepanjang lantai dinding samping atau atas ruang pembakaran, tergantung pada
konfigurasi tata letak yang memungkinkan pada penerimaan secara langsung radiasi panas
dari nyala api pembakaran serta pemantulan kembali panas dari permukaan di dinding
refractory ke permukaan pipa pemanas (tube).
13-F-101 12-F-101
Radiant Section Radiant Section
Stack damper
Stack damper
Combustion Chamber
(positive pressure)
Temp flue gas inlet APH Temp flue gas outlet APH
400 - 500oC 165 - 200oC
APH
Gambar II.4 Forced Draft system yang dilengkapi APH (air preheater).
Ecomizer
Combustion Chamber
(positive pressure)
100 - 300 mmH2O
Stack damper
IDF
APH
Furnace terdiri dari beberapa komponen utama dan accesories yang meliputi :
1. Burner
Burner atau sering disebut burner assembly adalah peralatan untuk memasukkan
bahan bakar (fuel) dan udara pembakaran (air combustion) ke dalam ruang pembakaran
(combustion chamber) dengan kecepatan (velocity), pengadukan (turbulence) serta
pengaturan ratio bahan bakar / udara yang sesuai untuk menjaga stabilitas pembakaran.
Bagian bagian burner terdiri dari :
- Burner tip,
- Pipe & connections assy,
- Burner throat,
- Burner tile (muffle block),
- Burner casing,
- Pilot burner,
- Air register assy (primary & secondary), dsb.
Jenis jenis burner sesuai dengan bahan bakar yang digunakan, yaitu :
Burner Bahan Bakar Gas (Fuel Gas Burner)
Fuel Gas burner dapat dibagi menjadi dua type yaitu :
a. Inspirating gas burner
Type burner ini memanfaatkan energi kinetic yang dihasilkan dari ekspansi
bahan bakar yang melalui orifice untuk menghisap dan mencampurkan 50 - 60%
udara pembakar (primary air) sebelum proses pembakaran pada ujung nozzle
burner.
Keunggulan dari tipe ini :
- Fleksibilitas operasi sangat baik
- Nyala api pendek dan pattern - nya tajam.
- Ukuran lubang-lubang pada nozzle burner amat kritikal, di mana
pembesaran pada lubang tersebut menyebabkan nyala api tidak stabil.
Kelemahan dari tipe ini :
- Tekanan fuel gas yang digunakan harus besar, yaitu 10 psig (0,5 1,5
kg/cm2)
- Jika tekanan gas kurang dari 10 psig atau kandungan Hydrogen dalam
bahan bakar tinggi, maka api dapat menjilat balik orifice pencampur.
- Orifice gas dan lubang-lubang (drill) nozzle burner terletak di zone yang
panas, sehingga relatif mudah tersumbat.
- Tingkat kebisingan (noise level) relatif tinggi.
Primary air
Register
2. Dinding Furnace
Pada umumnya dinding furnace terdiri dari beberapa lapisan tergantung
keperluannya.
- Lapisan sebelah luar, berupa dinding baja yang berfungsi sebagai penahan
struktur furnace.
- Lapisan sebelah dalam, terdiri dari satu atau dua lapisan
Lapisan yang langsung terkena api adalah fire brick atau batu tahan api
(refractory), sedangkan lapisan yang tidak langsung terkena api dipasang
insulation brick atau batu isolasi untuk menahan adanya kehilangan panas
melalui dinding tersebut. Lapisan sebelah dalam furnace modern,
umumnya terdiri dari satu lapis yang berfungsi sekaligus sebagai fire brick
dan insulation brick.
Pada pemasangan batu tahan api, maka antara batu tahan api dengan batu tahan api
lainnya diberi jarak 1-2 inch dan diisi dengan fire asbestos (rock wool / ceramic wool)
untuk memberikan ruang pada proses pemuaian. Agar batu tahan api tidak mudah rontok,
maka pada dinding baja dipasang tulang / anker (anchor) yang berfungsi untuk
mengkaitkan batu tahan api tersebut ke dinding baja.
Pada pemasangan refractory baru atau pemasangan furnace baru, maka sebelum
furnace tersebut dioperasikan, diperlukan prosedur dry out yaitu suatu prosedur
pemanasan secara bertahap untuk menghilangkan moisture dan pemuaian refractory secara
perlahan-lahan, sehingga refractory tersebut tidak rontok dan siap untuk dioperasikan
pada temperature yang diinginkan.
Pengaturan aliran fluida di dalam pass merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan. Fluida yang mengalir di dalam tube tidak boleh di bawah desain minimum
pass flow. Minimum pass flow adalah jumlah minimum fluida yang diperbolehkan
mengalir di dalam pass, sehingga tidak menimbulkan kerusakan tube karena
overheating. Minimum pass flow dapat dimonitor dan dihitung sesuai dengan Turn
Down Ratio (TDR), di mana TDR biasanya lebih dari 50% kapasitas desain.
Bagian dari tube yang memerlukan perhatian khusus pada saat furnace
dioperasikan adalah plug header atau return bend berupa potongan pipa U yang
disambungkan dengan cara pengelasan. Plug header adalah suatu fasilitas yang dipakai
pada saat overhaul atau inspeksi, sedangkan welded return bend adalah fasilitas welding
dari pass yang menghubungkan aliran fluida dari pass satu ke pass lainnya.
Plug header maupun welded return bends merupakan bagian yang terbuat dari besi
tuang atau besi tempa yang mempunyai potensi terjadinya kebocoran, maka bagian ini
ditempatkan di luar combustion chamber atau ruang pembakaran, sehingga terhindar
dari pemanasan langsung. Pada tempat ini dilengkapi snuffing steam untuk mematikan
api bila terjadi kebocoran yang menimbulkan kebakaran.
Menurut API Recommended Practice 530, ada lima parameter yang harus
diperhatikan untuk pemilihan pipa-pipa/tube :
1. Desain life time = 100.000 jam
2. Desain metal temperature dari tube harus didasarkan pada maksimum metal
temperature.
3. Desain tube metal temperature harus di atas calculated temperature sebesar
min. 14oC (temperature allowance).
4. Corrosion allowances harus disesuaikan dengan jenis materialnya.
Proses pertukaran panas yang terjadi di dalam furnace di bagi menjadi dua section
yaitu:
a. Radiant Tube, yaitu pipa-pipa yang menerima panas langsung dari nyala api di ruang
pembakaran maupun pantulan panas dari batu tahan api. Karena pipa-pipa di daerah
radiant section ini menerima panas yang cukup tinggi, maka untuk mengukur
panasnya dipasang Thermocouple, sehingga tube skin temperatur dapat dideteksi dan
dikendalikan agar pada operasinya tidak melebihi maksimum tube skin temperatur.
b. Convection Tube, yaitu pipa-pipa yang menerima panas dari flue gas hasil
pembakaran yang melalui dinding luar pipa-pipa di daerah convection section.
Agar proses pertukaran panas dari flue gas ke pipa-pipa mejadi lebih efisien, maka
selain dengan mengatur aliran flue gas sedemikian rupa, pada permukaan luar pipa-
pipa tersebut dilengkapi dengan sirip-sirip atau fins sehingga akan memperbesar luas
permukaannya. Tetapi karena flue gas hasil pembakaran tersebut membawa jelaga
(terutama jika menggunakan fuel oil) yang mungkin akan menempel pada sirip-sirip
pipa, maka untuk membersihkan jelaga yang dapat menyebabkan terhambatnya
proses pertukaran panas dipasang soot blower yang dioperasikan setiap periode waktu
tertentu.
Ada tiga jenis fins yang sering digunakan, yaitu :
- Serated fins, dengan kisaran ketebalan sekitar 1-5 mm dan ketinggian 0.25 mm dan
kerapatan 2-7 sirip per inchi
- Solid fins, dengan ukuran yang sama dengan serated fins, lebih kuat, tetapi laju
perpindahan panas lebih kecil
- Stud, sirip yang berbentuk seperti paku yang melekat tegak lurus pada permukaan
pipa. Ukuran berkisar 10-13 mm diameter, 0.5-0.2 tinggi dan kerapatan maksimum
3 sirip per inchi.
Temperatur flue gas yang keluar stack dikendalikan pada kisaran > 160 oC (dew
point), di mana pada temperature lebih kecil dari 160oC, SO2 hasil dari reaksi pembakaran
yang terkandung di dalam flue gas akan terkondensasi sehingga menyebabkan korosi asam
pada saluran flue gas (duct) atau stack.
Pemeliharaan pada system APH dipasang by pass damper, sehingga apabila terjadi
kendala pada APH atau pekerjaan cleaning, furnace by pass damper masih bisa beroperasi
dengan kapasitas 100%. Apabila yang terkendala IDF atau FDF maka furnace masih bisa
dioperasikan dengan system Natural Draft, udara masuk dari wind door (pintu udara
masuk) yang dapat dibuka pada saat kondisi furnace operasi natural draft. Pada kondisi ini
furnace dapat beroperasi sampai kapasitas 80%
5. Soot Blower
Pada penjelasan sebelumnya, jelaga hasil pembakaran di dalam flue gas akan
menempel pada dinding luar pipa-pipa di daerah convection section, sehingga proses
perpindahan panas pada daerah tersebut akan terganggu dan menyebabkan efisiensi
menjadi turun, hal ini ditandai dengan naiknya temperature flue gas to stack.
Pengotoran pada convection section tersebut harus diperhatikan, terutama pada
pipa-pipa dengan sirip / fins dan pembakaran dengan menggunakan flue oil, karena
pembakaran yang menggunakan fuel oil akan menghasilkan lebih banyak jelaga (ash,
deposit, slag dll). Sedangkan untuk furnace yang hanya menggunakan fuel gas tidak
direkomendasikan menggunakan soot blower.
Untuk membersihkan jelaga tersebut dipergunakan soot blower, yaitu peralatan
elektro mekanik yang dipergunakan secara on-line untuk menembakan steam atau air
melalui nozzle, tepat pada pipa-pipa di daerah convection yang dilakukan pada periode
waktu tertentu, untuk menghilangkan jelaga, kerak dan deposit lainnya, sehingga efisiensi
furnace tetap terjaga.
Pada furnace modern pengoperasian soot blower sudah di setting dengan
menggunakan system instrumentasi sequence time yang dikendalikan dari panel, sehingga
operator tinggal menekan tombol start dan soot blower akan bekerja sesuai dengan
settingnya. Pada furnace atau boiler yang berukuran besar dipasang soot blower lebih dari
satu, sehingga setiap area tube convection dapat terjangkau oleh semburan steam untuk
menghilangkan jelaga.
Ada 3 type soot blower yang diaplikasikan di furnace dan boiler yaitu :
- Type Retractable (keluar masuk).
- Type rotary (berputar).
- Water wall & air heater soot blower
Gambar II.13 Aplikasi soot blower di convection section furnace & boiler.
6. Cerobong (stack)
Stack adalah bagian furnace yang berfungsi untuk mengalirkan gas hasil
pembakaran (flue gas) dari convection section ke atmosfir. Material stack biasanya terbuat
dari carbon steel yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan refractory (castable) dan
bagian luarnya di pasang tangga untuk sarana pemeriksaan.
Penentuan tinggi stack dapat dihitung berdasarkan desain draft ruang pembakaran
dari furnace tersebut dan mempertimbangkan berdasarkan peraturan tentang Keselamatan
Kerja dan Lindungan Lingkungan (KKLL) yang berlaku. Temperatur keluar stack
diupayakan lebih besar dari 150oC (dew point sulfur) untuk menghindari adanya
kondensasi SO2 pada dinding-dinding bagian luar stack dan peralatan lainnya sehingga
menyebabkan timbulnya korosi.
Temperature dew point sulfur keluar stack dipengaruhi oleh jumlah sulfur yang
tekandung dalam fuel gas atau oil yang menjadi bahan bakar furnace tersebut. Dan
temperatur keluar stack juga dijaga lebih kecil dari 500oC, hal ini selain faktor efisiensi
furnace juga adanya peraturan yang berkaitan dengan lingkungan (KKLL).
Gambar II.14 Grafik hubungan temp dew point vs sulfur content fuel
7. Stack Damper
Stack damper berfungsi untuk mengatur draft di dalam ruang pembakaran. Pada
pengoperasiannya, bukaan stack damper diatur sedemikian rupa sehingga dicapai keadaan
optimal antara kesempurnaan pembakaran dan efisiensi. Pada bukaan damper yang terlalu
lebar, maka udara pembakaran yang masuk ke ruang bakar akan melebihi kebutuhan,
sehingga pembakaran akan sempurna tetapi efisiensi menjadi turun.Apabila terlalu rapat,
maka kondisi tekanan di ruang bakar menjadi cenderung positive, sehingga dapat
menimbulkan potensi bulging pada sekitar peep hole, potensi hot spot dan unsafe
condition terhadap operator.
Pada operasinya stack damper dilengkapi dengan tali penarik yang dihubungkan
ke bawah furnace sehingga mudah ditarik / dioperasikan oleh operator (manual), namun
pada furnace modern sudah diperasikan dengan motor secara remote dari DCS dengan
dilengkapi beberapa indikasi lainnya yaitu draft dan O2 excess analyzer yang secara on
line dapat dimonitor dari control room.
Gambar II.15 Stack damper dengan tali pengatur pada Furnace Natural Draft.
8. Lubang Pengintip (Peep hole)
Lubang Pengintip adalah lubang kecil yang dibuat pada dinding ruang pembakaran
untuk mengamati keadaan di dalam ruang pembakaran seperti nyala api, warna pipa dan
batu tahan api. Peep hole dilengkapi dengan penutup dari baja dan harus selalu tertutup
setelah digunakan. Jumlah peep hole tergantung dari ukuran dan tipe furnace, yang
penting semua titik di ruang pembakaran dapat diamati dari peep hole.
Gambar II.16 Peep hole negative dan positive pressure furnace, untuk mengamati
ruang pembakaran.
efisiensi furnace dapat ditentukan salah satunya dengan mengetahui kandungan O2 di flue
gas dan sebagai parameter udara excess proses pembakaran.
Pengaturan O2 excess yang optimum akan dibahas pada sesi Combustion.
Gambar II.19 Oxygen analyzer indicator di local panel dan display monitor di DCS
Wind box, terpasang pada dudukan burner assy, selain untuk mengatur udara
pembakaran, juga untuk mengurangi kebisingan operasi furnace.
Snuffing steam conection, terpasang pada daerah convection dan radiant, untuk
injeksi steam guna mengusir sisa fuel gas di dalam furnace pada start up maupun
shut down.
Berikut table HHV dan LHV komponen penyusus fuel gas system.
Bahan bakar Spesific Gravity HHV LHV
(udara = 1.0) kcal/kg kcal/kg
Nilai bakar dari bahan bakar di kilang utamanya ditentukan oleh ratio
carbon/hydrogen. Unsur hidrogen memiliki nilai bakar yang lebih tinggi dari unsur
karbon. Maka, jika ratio C/H lebih rendah berarti nilai bakar yang lebih tinggi. Berikut
curve hubungan antara H/C ratio dengan nilai kalor.
Berikut tabel flash point dan autoignition beberapa komponen fuel gas.
Flash Point Autoignition
Bahan Bakar
oC oC
Hasil reaksi tersebut di atas terikut dalam flue gas hasil pembakaran sehingga
mempunyai sifat korosi asam. Namun tingkat korosi flue gas tersebut tergantung dari
- Konsentrasi SO3 dan H2O.
- Temperatur flue gas to stack, selalu dijaga lebih tinggi dari dew point
temperatur.
Kemudian sifat sifat bahan bakar yang lainnya seperti :
- Berat Jenis (Spesific Gravity)
- Kandungan volatile matter (VM)
- Kandungan Abu (Ash Content), dll
b. Konveksi
Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas antar dua fluida
dengan jalan pencampuran langsung sehingga terjadi perpindahan panas secara langsung
dari suatu molekul lainnya
Perpindahan panas secara konveksi seperti ini amat jarang terjadi sendirian,
umumnya pada waktu yang bersamaan sejumlah kalor akan juga dipindahkan secara
konduksi. Pertukaran panas yang terjadi di daerah ini sebenarnya adalah antara dua fluida
yang masing-masing mengalir menelusuri suatu dinding bahan padat pemisah (pipa
pemanas atau tube) antara keduanya.
Jika suatu fluida mengalir menelusuri suatu permukaan yang diam, suatu lapisan
tipis (film) yang tidak mengalir dari fluida tersebut bayangkan terbentuk menempel ke
permukaan tersebut. Seluruh tahanan terhadap perpindahan panas antara fluida dengan
permukaan itu (konveksi dan konduksi) diandaikan seluruhnya terkumpul pada lapisan ini.
Di ruang pembakaran furnace, perpindahan panas secara konveksi terjadi di ruang
konveksi. Sebenarnya di ruang konveksi terjadi perpindahan panas secara konveksi dan
konduksi secara serentak. Perpindahan panas secara konveksi terjadi antara gas bakar
buangan dengan dinding luar pipa pemanas (tube) dan dinding dalam pipa pemanas
dengan fluida yang mengalir dalam pipa. Sedangkan perpindahan panas antara bagian luar
dan dinding bagian dalam berlangsung secara konduksi.
c. Konduksi
Konduksi adalah suatu proses perpindahan panas dari suatu bagian benda yang
suhunya Iebih tinggi ke bagian lain yang suhunya lebih rendah, tanpa adanya perpindahan
atau pencampuran molekul dari benda yang mengalami perpindahan panas. Menurut teori,
perpindahan panas semacam ini berlangsung karena vibrasi molekul dan menularkan
vibrasinya kepada molekul yang lain yang kemudian bervibrasi lebih cepat dan menjadi
panas. Proses perambatan ini berlangsung ke seluruh panjang batang sehingga ujung lain
yang tidak ada dalam sumber panas akan menjadi panas juga. Dalam peristiwa ini
perpindahan panas ini berlangsung dimana bahannya tidak bergerak, molekul-molekulnya
bervibrasi pada lokasinya masing-masing, dan memindahkan energi atau kalor secara
serentak.
Pada reaksi pembakaran di atas terlihat bahwa karbon dengan oksigen tidak
membentuk karbon dioksida (CO2), akan tetapi membentuk karbon monoksida (CO).
Umumnya reaksi pembakaran ini terjadi karena kekurangan udara pembakaran atau
atomisasi bahan bakar yang tidak baik atau tidak sempurna. Reaksi pembakaran tidak
sempurna harus dihindari pada operasi furnace karena sangat merugikan.
Pembakaran Lain
Karena pembakaran fuel oil atau fuel gas tidak hanya terdiri dari hidrokarbon saja,
maka beberapa reaksi pembakaran lain yang mungkin terjadi adalah :
2H2 + O2 2H2O (iv)
2H2S + 3O2 2SO2 + 2H2O (v)
2CO + O2 2CO2 (vi)
Terbentuknya oksida belerang tidak dinginkan di dalam furnace. Karena dengan
adanya uap air dalam flue gas akan dapat memungkinkan terjadinya asam belerang.
Sedangkan sisa karbon yang tidak terbakar ini akan menghasilkan warna merah
kehitam-hitaman pada nyala api.
d. Excess Air
Berfungsi untuk mencegah terjadinya pembakaran yang tidak sempurna dalam
furnace, Maka dalam proses pembakaran diberikan udara berlebih dari kebutuhan
udara teoritis.
excess air ratio = udara masuk - udara teoritis
udara teoritis
Excess air yang rendah tidak mengakibatkan pembakaran tidak sempurna tetapi
dikhawatirkan jika terjadi kekurangan udara pada furnace maka excess air yg
dimasukkan tidak akan mencukupi. Excess air yang terlalu tinggi juga akan
menurunkan efisiensi, karena akan menghasilkan flue gas yang besar serta panas
pembakaran yang akan diserap untuk menaikkan temperatur udara. Besarnya
excess air untuk natural draft sebesar 20% untuk fuel gas dan 25% untuk fuel oil,
sedangkan untuk forced draft 10% untuk fuel gas dan 10% untuk fuel oil.
forced draft fan dan induced draft fan, sehingga burner yang ada akan menjadi
forced draft burner. Udara pembakaran dimasukkan ke dalam air preheater
dengan bantuan forced draft, sedangkan flue gas dari furnace yang masih
mempunyai temperatur tinggi (sekitar 3500C) dimasukkan ke dalam air preheater
dengan bantuan forced draft fan. Pada air preheater terjadi pertukaran panas (HE).
BAB III
METODOLOGI
Q1 m fg NHV fg
Q2 m fg H fg
Ket. : Q2 = Panas sensible pembakaran FG (BTU/hr)
mfg = laju alir FG (lb/hr)
Hfg = Entalpi FG (BTU/lb)
Q3 m fo NHV fo
Q4 m fo Cp fo T fo
Q5 mas H as
Di mana:
QAir : Panas yang dibawa udara pembakar masuk ke system furnace
(BTU/hr)
mi : mass rate komponen dalam udara pembakar masuk ke system
furnace (lb/hr)
Cpi : Panas jenis (specific heat) komponen udara pembakar (BTU/lb F)
T : Beda temperature udara pembakar masuk dengan temperature
Referensi (F) T = Tair-in - TRef
Q8 mua H ua
Ket. : Q8 = Panas sensible uap air (BTU/hr)
mua = laju alir uap air atomizing steam, hasil pembakaran FO & FG,
uap air kandungan FO, uap air dalam udr pembakaran (lb/hr)
Hua = Entalpi uap air (BTU/lb)
Qin Qout
100%
Qin
Ket. : = Efisiensi furnace (%)
Qin = Panas masuk Furnace (BTU/hr)
Qout = Panas keluar Furnace (BTU/hr)
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
Panas Keluar
Panas yang diserap oleh crude oil : 45001516,06 BTU/hr
Panas yang terbawa flue gas : 46745123,15 BTU/hr
Panas yang dibawa oleh H2O keluar furnace : 10934958,41 BTU/hr
Panas yang hilang karena radiasi dan konveksi : 16618095,02 BTU/hr+
: 137140190,77 BTU/hr
Efisiensi
Efisiensi () = 85,64 %
Excess Air
Excess Air = 2,60 %
Panas Keluar
Panas yang diserap oleh crude oil : 44439404,36 BTU/hr
Panas yang terbawa flue gas : 46745123,15 BTU/hr
Panas yang dibawa oleh H2O keluar furnace : 10661757,31 BTU/hr
Panas yang hilang karena radiasi dan konveksi : 16610038,26 BTU/hr+
: 118456323,1 BTU/hr
Efisiensi
Efisiensi () = 85,73 %
Excess Air
Excess Air = 4,60 %
IV.3 Pembahasan
Efisiensi furnace merupakan perbandingan antara panas yang digunakan untuk
menaikkan suhu fluida ( crude oil ) dengan panas yang masuk.Pemanasan crude oil
dilakukan sesuai dengan set point temperatur yang diinginkan yaitu berkisar pada 369 0C
kemudian akan mengalami proses pemisahan berdasarkan titik didih dari masing masing
fraksi dalam crude oil. FOC II ( Fuel Oil Complex II ) memiliki 2 furnace pada Unit
CDU II ( Crude Distilation Unit II ) yaitu Furnace 011F101A&B.
Dalam melakukan evaluasi performance furnace 011F101A&B dilakukan
perhitungan heat balance yang terdiri dari panas masuk, panas keluar dan panas yang
dihasilkan dalam furnace itu sendiri. Dalam perhitungan heat balance untuk menentukan
kandungan panas atau energi dalam satu komponen yang seringkali disebut dengan
enthalpy direferensikan dengan pada 60F.
Panas masuk merupakan panas yang terkandung dalam komponen-komponen
masuk furnace. Panas masuk terdiri atas panas yang dibawa komponen masuk ke dalam
furnace dan panas yang digenerasikan dalam furnace akibat adanya reaksi pembakaran
yang sifatnya eksothermis. Panas yang dibawa komponen masuk ke dalam furnace terdiri
atas panas yang dibawa fuel oil (FO), fuel gas (FG), crude oil, atomizing steam, dan udara
pembakar. Sedang panas yang digenerasikan dalam furnace akibat adanya reaksi
pembakaran dari FO dan FG yang bersifat eksothermis adalah panas pembakaran FO dan
FG. Panas-panas ini nantinya akan diserap oleh crude oil sehingga outlet temperature
crude memenuhi syarat untuk terjadinya pemisahan lebih lanjut pada Unit Crude
Distillation Unit (CDU II). Besarnya panas masuk yang dibawa oleh Crude Oil yang
masuk furnace 011F101A adalah : 338099079,8 BTU/hr dan 011F101B adalah :
337696241,7 BTU/hr. Karena sebelum masuk furnace, crude oil tersebut mengalami
pemanasan pada unit Pre-Heater. Pemanasan ini bertujuan untuk mengurangi beban
furnace dalam memanaskan crude oil. Dimana panas paling besar nilainya baik furnace
011F101A&B dihasilkan oleh panas pembakaran fuel oil yang mempunyai nilai
404893714,7 BTU/hr untuk furnace 011F101A dan 404893714,73 BTU/hr untuk furnace
011F101B. Hal ini disebabkan karena laju alir dari fuel oil untuk kedua furnace ini lebih
besar dari laju alir fuel gas. Dimana fuel oil memiliki laju alir 234,29 ton/day sedangkan
fuel gas hanya memiliki laju alir sebesar 42,56 ton/day.
Faktor keenam adalah kelembaban udara. Pada dasarnya kelembaban udara atau
humidity berperilaku sama seperti excess air yaitu ikut menyerap panas yang ada dalam
furnace sehingga menurunkan kinerja dari furnace itu sendiri. Selain itu semakin
banyaknya atomizing steam juga akan menurunkan harga efisiensi jika perbedaan
tekanan antara steam dengan Fuel Oil tidak sesuai dengan set point yang telah
ditentukan. Karena steam tersebut akan berubah fase dari vapor menjadi liquid sehingga
banyaknya panas yang diserap oleh uap air dari steam juga akan meningkat.
Faktor ketujuh adalah komposisi dari fuel gas dan fuel oil. Komposisi fuel gas dan
fuel oil yang berbeda akan mempunyai nilai kalor yang berbeda sehingga mempengaruhi
nilai panas yang masuk dan keluar dari furnace.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Pada furnace 011F101 A&B terjadi perbedaan efisiensi yang cukup kecil. Hal ini
dapat dilihat dari perbedaan efisiensi desain baik furnace 011F101 A&B
sebesar 84,6% dengan efisiensi actual furnace 011F101A sebesar 85,64 % dan
efisiensi actual furnace 011F101B sebesar 85,73 %
2. Semakin tinggi temperatur stack maka harga efisiensi furnace akan rendah, begitu
pula sebaliknya jika temperatur stack rendah maka harga efisiensi furnace akan
tinggi
3. Semakin tinggi % excess O2 maka heat loss juga akan semakin besar, sehingga
efisiensi furnace akan berkurang. Jika excess O 2 terlalu rendah, maka operasi
suatu pembakaran tidak sempurna yang dapat menyebabkan efisiensi furnace
akan bekurang
4. Lama pemakaian furnace tanpa diimbangi maintenance yang baik akan
mempengaruhi kinerja dari furnace
V.2 Saran
1. Penggunaan perbandingan atomizing steam sangat penting dalam upaya
peningkatan efisiensi dari furnace itu sendiri. Terlalu kecil atomizing steam rate
akan membuat FO tidak ter-atomized dengan sempurna sehingga kemungkinan
FO tidak terbakar dengan baik sehingga akan menurunkan besar panas yang dapat
digunakan untuk meningkatkan temperature Crude Oil.
2. Menjaga nilai excess O2, karena perubahan nilai excess O2 dapat mempengaruhi
efisiensi furnace.
3. Mencegah terjadinya oil dripping yaitu dengan mengganti burner yang sudah
rusak atau tidak dapat mengabutkan dengan baik. Pengabutan ini akan
membantu pembakaran dari Fuel Oil.