Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dunia kesehatan, telah ditemukan banyak penyakit. Contoh yang
diambil dari penyakit misalnya, penyakit Emfisema yaitu penyakit obstruktif
kronis yang disebabkan karena adanya dilatasi asinus yang tidak dapat pulih
yang merusak dinding alveolar, terjadi kolabsi bronkeolus pada ekspirasi.
Yang pada akhirnya penderita Emfisema, harus memerlukan perawatan
dan pengobatan lebih lanjut. Meskipun penyakit ini tidak dapat disembuhkan
tetapi penderita masih terdapat perawatan tersebut untuk menjaga kesehatan
atau keadaan tubuh yang stabil.
Perawat di RS yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya seperti
dari yang memberi advis untuk pemberian tindakan dan pemberian obat,
perawat yang melakukan tindakan dan memantau kondisi pasien selama 24
jam, dan juga ahli gizi yang memberikan diit untuk penderita, serta ahli
radiology yang memeriksa Foto Rontgent untuk mengetahui lebih lanjut
keadaan pasien disini adalah keadaan pasien. Tim kesehatan inilah yang
berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk kondisi pasien. Di
samping itu dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam proses perawatan
pasien.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan dari karya tulis ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadinya emfisema.
2. Untuk mengetahui dampak / efek yang ditimbulkan akibat emfisema.
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan emfisema.
4. Untuk memenuhi tugas perkuliahan Keperawatan Medikal Bedal II.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, atau referensi yang
berkaitan dengan Emfisema dari berbagai sumber dan dikumpulkan menjadi
satu dan saling berkaitan.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan sistematika
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II Konsep dasar Emfisema meliputi : Pengertian, Etiologi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penatalaksanaan, Pengkajian
Fokus, Pathway Keperawatan, Fokus Intervensi dan Rasional.
BAB III Penutup terdiri dari : Kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
BAB II
KONSEP DASAR EMFISEMA
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian Emfisema menurut beberapa ahli :
1. Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis akibat berkurangnya
elastisitas paru dan luas permukaan alveolus (Elisabeth J.Corwin).
2. Emfisema adalah dilatasi asinus yang tidak dapat pulih yang diperberat
oleh perubahan obstruksi dinding asinor dengan penurunan Recoil elastis
dari paru (Barbara M.Eallo : 1997).
3. Emfisema adalah bentuk paling berat dari PPOM (Penyakit Paru
Obstruksi Menahun) dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang
melukai dan akhirnya merusak dinding alvioler menyebabkan banyak bleb
atau bula (Ruang udara) kolabs bronkeolus pada ekspirasi (jebakan udara).
B. Etiologi
Hilangnya elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus,
elastisitas berkurang akibat destruksi serat-serat elastin dan kalogen yang
terdapat di seluruh paru. Penyebab pasti emfisema belum jelas, tetapi
penyakit ini biasanya timbul setelah bertahun-tahun merokok (Merokok
merupakan penyebab utama emfisema) juga dapat menyebabkan emfisema.
Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam persentase yang kecil) terdapat
predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas
protein plasma yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor
ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara
genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (polusi udara, agen-agen
infeksius allergen) pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis.
C. Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru-
paru yang ditandai dengan pembesaran alveolus dan duktus alveoltaris dan
dekstraksi hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dinding-dinding
mulai berlubang, membesar menjadi satu ruang waktu, dinding mengalami
disintegrasi, mula-mula duktus alverolaris dan sukus alveolaris yang lebih
distal dapat dipertahankan karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area
permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tak ada
pertukaran gas yang dapat terjadi) hal ini mengakibatkan kerusakan difusi
oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Sekresi
meningkat dan tertahan menyebabkan individu tak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ditandai oleh
peningkatan tahanan jalan nafas ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari
paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Sesak nafas pasien
harus terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada
persendiannya. Dada Barrel Chest pada banyak pasien ini terjadi akibat
kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan
pada dinding dada untuk mengembang.
Penyakit ini sering menyerang bagian atas paru-paru lebih berat, tetapi
akhirnya cenderung tersebar. Sedangkan emfisema parilobular (PLE)
mempunyai bentuk morfologi yang kurang jamak dimana alveolus yang
terletak distal dari bronkidus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata. Bila penyakit ini makin parah semua komponen dari
asinus sedikit demi sedikit menghilang sehingga akhirnya tertinggal beberapa
lembar jaringan saja yang kebanyakan terdiri dari pembuluh-pembuluh darah.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Issel Bacher (2000) manifestasi klinis pada pasien emfisema
adalah :
1. Dispnea
2. Pergerakan tenaga yang sudah berlangsung lama dengan gejala batuk yang
ringan dan hanya menghasilkan sedikit sputum.
3. Bentuk tubuh pasien saat duduk cenderung ke depan dengan kedua tangga
memegang pinggang.
4. Pengunaan otot aksesori (tambahan) pernafasan sehingga pada saat
inspirasi, sternum terangkat ke arah anterior superior.
5. Pembuluh vena leher dapat terlihat mengembang pada saat inspirasi.
6. Bernafas dengan bibir dirapatkan.
7. Suara pernafasan ronkhi, weezing dan cracles yang samar menjelang akhir
ekspirasi.
8. Rongga interkortalis bawah memperlihatkan retraksi setiap kali pasien
menarik nafas dengan palpasi dinding dada lateral bawah dapat terasa
gerakan ke dalam.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan
mencegah pemburukan keadaan. Emfisema tidak dapat disembuhkan,
pengobatan mencakup :
a. Mendorong pasien agar berhenti merokok.
b. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap.
c. Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara menyimpan
energi.
d. Dukungan psikologis.
e. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
bernafas.
f. Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar
dapat menjalankan tugas sehari-hari.
F. Pengkajian Fokus
1. Demografi
a. Jenis kelamin
Biasanya laki-laki lebih sering terserang penyakit emfisema daripada
perempuan.
b. Usia
Biasanya sering terjadi pada usia 50 tahun keatas.
c. Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang beresiko menyebabkan emfisema adalah
pengolahan baja dan penambangan batu bara atau batu tulis.
d. Lingkungan
Emfisema lebih sering terjadi di daerah perkotaan daripada di
pedesaan. Sebab di perkotaan intensitas polusi udaranya lebih besar
daripada di pedesaan.
2. Pola Pemeriksaan Kesehatan
a. Pola Nutrisi
Biasanya pada saat belum sakit individu makan teratur ( 3x1 hari)
tetapi pada saat terkena / sakit emfisema pada individu terjadi
anoreksia (tidak nafsu makan) ; berat badan (BB) akan menurun saat
sakit dan adanya kebiasaan merokok.
b. Pola Eliminasi
Pola eliminasi pada individu saat sakit biasanya menjadi berkurang
daripada saat belum / tidak sakit.
(Contoh : Biasanya 4-6 x / hari menjadi 3-5 x / hari).
c. Pola Aktivitas
Pola aktivitas / aktivitas terganggu karena individu pada saat sebelum
sakit bisa aktif tetapi individu selama sakit emfisema biasanya pola
aktivitasnya menurun hal ini terjadi karena individu mengalami sesak
nafas, lemah, mudah cepat lelah, malaise dan gelisah.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit biasanya penderita emfisema istirahat / tidurnya tidak
ada gangguan tetapi pada saat sakit biasanya penderita dengan
emfisema pola istirahat / tidurnya terganggu hal ini terjadi karena
sesak nafas.
e. Pola Persepsi Sensori
Pada individu yang sakit emfisema biasanya persepsi sensorinya
menurun karena terjadinya kecemasan yang berlebihan.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Individu tampak mempunyai barrel chest.
2) Pernafasan dengan bibir dirapatkan.
3) Individu tampak bernafas dengan pernafasan dada.
4) Individu bernafass menggunakan otot-otot aksesori pernafasan
(sternokleido mastoid)
b. Perfusi
1) Ketika dada di periksa ditemukan hipersonan.
2) Terjadi penurunan frekmitus biasanya ditemukan pada seluruh
bidang paru.
c. Auskultasi
Tidak terdengarnya bagi nafas dengan krekles, Ronki,dan
perpanjangan ekspirasi.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada individu / pasien yang terkena emfisema biasanya dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1) Rontgen Dada
Menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma pelebaran margin
interkosta dan jantung normal.
2) Pemeriksaan Fungsi Pulmonari (terutama spirometri)
Menunjukkan naiknya kapasitas paru total (TLC) dan Volume Redual
(RV)
3) Gas darah arteri
Untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas purmonari.
4) Menghitung darah lengkap (HDL)
Untuk mengetahui jumlah hemoglobin dan hematokrit.
5) Pemeriksaan kadar -1 antitripsin serum
Untuk menunjukkan perubahan radiologis terutama pada zona bawah.
G. Pathways Keperawatan
Etiologi dan faktor predisposisi
Menyerang bronkhiolus
Pembesaran alveoli
Dinding bronkhiolus Terbentuk bleb / bula
berlubang membesar
Dinding bronkhiolus
bergabung antara satu
dengan yang lain
Intoleransi aktifitas
A. Kesimpulan
Emfisema adalah dilatasi asinas yang tidak dapat pulih yang diperberat
oleh perubahan obstruksi dinding asing dengan penurunan recoil elastis dari
paru.
Empisema biasanya timbul setelah bertahun-tahun merokok (merokok
merupakan penyebab utama), tapi perokok pasif juga dapat menyebabkan
emfisema. Selain itu terdapat juga faktor yang mempengaruhi timbulnya
emfisema, seperti faktor lingkungan (polusi udara, agen-agen infeksius alergi
pada waktu mengalami gejala-gejala obstruksi kronis, faktor pekerjaan
(beberapa pekerjaan seperti pengolahan baja dan perombongan batu bara /
batu tulis).
Dampak yang ditimbulkan akibat emfisema yaitu dapat merusak dinding
alvioler dan menyebabkan bleb / bula, kolabs bronkeolus pada ekspirasi.
Pada pasien emfisema didapatkan data sebagai diagnosa keperawatan
yaitu : bersihkan jalan nafas tidak efektif, gangguan disebabkan adanya nafas
tidak efektif yang disebabkan adanya penumpukan spuntum, dan intoleransi
aktivitas yang dialami pasien yang disebabkan karena kelemahan fisik. Resiko
tinggi infeksi karena adekuatnya pertahanan utama (kerja silia, menetapnya
secret). Ansietas atau ketakutan karena adanya perubahan dalam status
kesehatan yang ditandai pasien, cemas, gelisah, dan ketakutan. Gangguan
pertukaran gas karena suplai oksigen dan kerusakan alveoli. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan karena penurunan masukan peroral.
B. Saran
Hendaknya pengelolaan pasien emfisema sangat perlu diperhatikan
tentang munculnya masalah pertukaran gas dan bersihan jalan nafas. Maka
dalam pengkajian perlu difokuskan pada proses dan status respiratorinya tanpa
mengabaikan pengkajian pasien secara menyeluruh. Kita juga harus
memperhatikannya adanya luka supaya tidak terjadi infeksi. Dan hendaknya
dalam menyusun intervensi keperawatan diusahakan secepat mungkin
sehingga pada saat intervensi itu dilaksanakan maka hasil yang diharapkan,
yang tercantum dalam kriteria hasil dapat terpenuhi dan itu berarti tindakan
yang kita laksanakan bisa mengatasi masalah yang muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, ME. Moorhouse, M.F, Geissler, A.C. 2000. Nursing Care Plans :
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Edisi 3. Ahli
Bahasa I Made Kariasa, S.Kp, Ni Made Sumarwati, S.Kp. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Stork, John E. 1992. Manual Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Binarupa Aksara.
Sunddarth & Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.