Você está na página 1de 22

ASKEP EMFISEMA

DISUSUN
O
L
E
H

ASTRI PUTRI UTAMI


161211159

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang
merupakan salah satu kelompok penyakit yang menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga(SKRT) 1986 emfisema
menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI menunjukkan angka kematian
karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian
di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan
industri.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan
mencolok tetapi menimbulkan pula pencemaran lingkungan dan polusi. Ditambah
lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabkan penyakit bronkitis kronik
dan emfisema. Di Ameriks Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita. Emfisema
menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan
gangguan aktifitas. Emfisema terdapat 65% laki-laki dan 15% wanita.
Emfisema merupak suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang
disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab utama timbulnya
emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur
25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil dan fungsi paru.
Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi
sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah
ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal
dunia.
Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok
tembakau serta menduduki urutan kelima setelahnegara dengan konsumsi rokok
terbanyak di dunia, yaitu China mengonsumsi 1.643 miliar batang rokok per
tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang
setahun. Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok
setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua pihak khususnya yang peduli
terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah,saya
membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian
dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema.
Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada klien emfisema.

B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan dari karya tulis ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadinya emfisema.
2. Untuk mengetahui dampak / efek yang ditimbulkan akibat emfisema.
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien dengan emfisema.
4. Untuk memenuhi tugas perkuliahan Keperawatan Medikal Bedal II.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, atau referensi yang
berkaitan dengan Emfisema dari berbagai sumber dan dikumpulkan menjadi
satu dan saling berkaitan.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan sistematika
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II Konsep dasar Emfisema meliputi : Pengertian, Etiologi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penatalaksanaan, Pengkajian
Fokus, Pathway Keperawatan, Fokus Intervensi dan Rasional.
BAB III Penutup terdiri dari : Kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Emfisema adalah penyakit progresif jangka panjang pada paru-paru yang


umumnya menyebabkan napas menjadi pendek. Jaringan paru-paru, yang
berperan pada bentuk fisik paru-paru dan fungsi pernapasan, pada penderita
emfisema sudah rusak.

Emfisema merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok


penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Penyakit ini digolongkan sebagai
penyakit paru-paru obstruktif karena kerusakan jaringan paru-paru di sekitar
saluran udara yang lebih kecil, bronkiolus. Kerusakan ini akan membuat bentuk
fisik paru-paru tidak normal saat kita menghembuskan napas keluar. Bentuk
abnormal ini akan mengganggu pertukaran udara kotor dan udara bersih, sehingga
oksigen yang masuk dan karbondioksida yang keluar dari aliran darah di paru
tidak maksimal.

Menurut Brunner & Suddarth (2002), Emfisema didefinisikan sebagai


distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan
dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami
kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika
pasien mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang
ireversibel. Dibarengi dengan bronchitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan
penyebab utama kecacatan. Sedangkan merurut Doengoes (2000), Emfisema
merupakan bentuk paling berat dari Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
yang dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya
merusak dinding alveolar sehingga menyebabkan banyak bula (ruang udara)
kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang
disertai kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang
ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding
alveolar (The American Thorack society 1962).

B. Etiologi
Hilangnya elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus,
elastisitas berkurang akibat destruksi serat-serat elastin dan kalogen yang
terdapat di seluruh paru. Penyebab pasti emfisema belum jelas, tetapi
penyakit ini biasanya timbul setelah bertahun-tahun merokok (Merokok
merupakan penyebab utama emfisema) juga dapat menyebabkan emfisema.
Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam persentase yang kecil) terdapat
predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan abnormalitas
protein plasma yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor
ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara
genetik sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (polusi udara, agen-agen
infeksius allergen) pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis.
C. Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru-
paru yang ditandai dengan pembesaran alveolus dan duktus alveoltaris dan
dekstraksi hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dinding-dinding
mulai berlubang, membesar menjadi satu ruang waktu, dinding mengalami
disintegrasi, mula-mula duktus alverolaris dan sukus alveolaris yang lebih
distal dapat dipertahankan karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area
permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tak ada
pertukaran gas yang dapat terjadi) hal ini mengakibatkan kerusakan difusi
oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Sekresi
meningkat dan tertahan menyebabkan individu tak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ditandai oleh
peningkatan tahanan jalan nafas ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari
paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik. Sesak nafas pasien
harus terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada
persendiannya. Dada Barrel Chest pada banyak pasien ini terjadi akibat
kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan
pada dinding dada untuk mengembang.
Penyakit ini sering menyerang bagian atas paru-paru lebih berat, tetapi
akhirnya cenderung tersebar. Sedangkan emfisema parilobular (PLE)
mempunyai bentuk morfologi yang kurang jamak dimana alveolus yang
terletak distal dari bronkidus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata. Bila penyakit ini makin parah semua komponen dari
asinus sedikit demi sedikit menghilang sehingga akhirnya tertinggal beberapa
lembar jaringan saja yang kebanyakan terdiri dari pembuluh-pembuluh darah.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Issel Bacher (2000) manifestasi klinis pada pasien emfisema
adalah :
1. Dispnea
2. Pergerakan tenaga yang sudah berlangsung lama dengan gejala batuk yang
ringan dan hanya menghasilkan sedikit sputum.
3. Bentuk tubuh pasien saat duduk cenderung ke depan dengan kedua tangga
memegang pinggang.
4. Pengunaan otot aksesori (tambahan) pernafasan sehingga pada saat
inspirasi, sternum terangkat ke arah anterior superior.
5. Pembuluh vena leher dapat terlihat mengembang pada saat inspirasi.
6. Bernafas dengan bibir dirapatkan.
7. Suara pernafasan ronkhi, weezing dan cracles yang samar menjelang akhir
ekspirasi.
8. Rongga interkortalis bawah memperlihatkan retraksi setiap kali pasien
menarik nafas dengan palpasi dinding dada lateral bawah dapat terasa
gerakan ke dalam.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan
mencegah pemburukan keadaan. Emfisema tidak dapat disembuhkan,
pengobatan mencakup :
a. Mendorong pasien agar berhenti merokok.
b. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap.
c. Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara menyimpan
energi.
d. Dukungan psikologis.
e. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
bernafas.
f. Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar
dapat menjalankan tugas sehari-hari.
F. Pathways Keperawatan

Merokok Polusi Udara Infeksi


Alergen

Merusak Silia

Udara Tidak Disaring

Masuk Udara Kotor Kedalam Paru - Paru

Perubahan Parenkim Paru - Paru

Pembesaran Alveolus, Duktus Alveolus

Alveolus Dinding - Dinding Mulai Berkurang

Peningkatan Ruang Mengganggu Elastisitas Paru Paru

Meningkatnya Thorak
Jalan Nafas Udara Masuk Tidak Lagi Keluar Disfusi O2

Hipoksemia
Obstruktif Paru MK : Gangguan
Pertukaran Gas Lelah Saat Beraktivitas
Sesak Nafas Meningkat

MK : Intoleransi
Penggunaan Otot Bantu Nafas MK : Pola Nafas Aktivitas
Tidak Efektif
Dada Barrel Chest
ASKEP TEORITIS

G. PENGKAJIAN

A. Identitas klien

a. Jenis kelamin
Biasanya laki-laki lebih sering terserang penyakit emfisema dibanding perempuan
karena pengaruh rokok.
Usia
Biasanya sering terjadi pada usia 50 tahun keatas karena menurunnya fungsi dari
silia yang berfungsi sebagai menyaring udara yang masuk .
b. Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang beresiko menyebabkan emfisema adalah pengolahan baja
dan penambangan batu bara atau batu tulis serta yang bekerja dipabrik.
c. Lingkungan
Emfisema lebih sering terjadi di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Sebab di
perkotaan intensitas polusi udaranya lebih besar daripada di pedesaan dan tempat
tinggal yang kotor juga berpengaruh.

B. Riwayat kesehatan

- Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya Klien mengatakan selama 3 tahun terakhir mengalmi batuk produktif dan
pernah menderita pneumonia, dengan riwayat perokok.

- Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya Keluhan utama sesak nafas , batuk , dan nyeri , di daerah dada sebelah
kanan pada saat bernafas . banyak secret keluar ketika batuk , berwarna kuning kental ,
merasa cepat lelah ketika melakukan aktivitas,dan nafsu makan terganggu.
- Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Klien menyatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit emfisema
tersebut atau penyakit keturunan lainnya yang pernah klien alami.

C. Pemeriksaan fisik

Rambut dan hygene kepala

Biasanya Warna rambut hitam ,tidak berbau , rambut tumbuh subur , dan kulit kepala
bersih .

Mata ( kanan/kiri )

Biasanya Posisi mata simetris , konjungtiva merah muda , skelera putih , dan pupil isokor
dan respon cahay baik .

Hidung

Biasanya Simetris kiri dan kanan , dan tidak ada pembengkakan dan berfungsi dengan
baik .

Mulut dan tenggorokan

Biasanya Rongga normal , mucosa terlihat pecah pecah , tonsil tidak ada pembesaran .

Telinga

Biasanya Simetris kiri dan kanan , tidak ada serumen , dan pendengaran tidak terganggu .

Leher

Biasanya Kelenjer getah bening , sub mandibula , dan sekitar telinga , tidak ada
pembesaran .

Dada/ thorak

Inspeksi
Biasanya Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan serta penggunaan otot bantu napas.

Palpasi

Biasanya Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun

Perkusi

Biasanya Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menurun.

Auskultasi

Biasanya Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkhiolus.

Kardiovaskular

Biasanya Irama jantung : regular; S 1,S2 tunggal. Nyeri dada : ada, skala 6 . Akral :
lembab, Saturasi Hb O2 : hipoksia

Persyarafan

Keluhan pusing : ya .

Gangguan tidur : ya

Pencernaan

Nafsu makan : anoreksi disertai mual

BB : menurun

Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari

Muskuloskeletal/integument
Turgor kulit : Berkeringat

Massa otot : menurun

D. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada
struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari
lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh orang
lain.

g. Pengaturan suhu tubuh


Cek suhu tubuh pasien, normal(36-37C), pireksia/demam(38-40C), hiperpireksia=40C<
ataupun hipertermi <35,5C.
h. Rasa Nyaman dan Aman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada meningkat
karena batuk berulang (skala 5). Merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
i. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau temannya.
j. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
k. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya
untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
l. Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan. Disinilah peran
kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya
dengan metode pemberian nafas dalam.

I. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan secret, penurunan energi / kelemahan ditandai dengan kesulitan
bernafas, perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan, penggunaan otot
aksesori.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
masukan peroral, metabolik yang berkaitan dengan Dispnea, anoreksia dan
letih yang ditandai dengan BB menurun, kehilangan masa otot.
4) Ansietas / ketakutan berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
yang ditandai dengan pasien cemas, gelisah dan ketakutan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan kelemahan dan mudah
letih.
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya secret), tidak adekuatnya imunitas, proses
penyakit dan Malnutrisi.
J. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Keketidakefektifan jalan 1. Status pernapasan : 1. manajemen jalan nafas
napas b.d peningkatan kepatenan jalan nafas
produksi sekret. 1. kepatenan jalan nafas 1. selalu mencuci tangan

2. Irama pernafasan 2. Menggunakan alat pelindung

3. Kedalaman inspirasi diri ( misalnya sarung tangan ,

4. Kememapuan untuk kacamata peindung, dan masker

mengeluarkan sekret )
5. Ansietas 3. Monitor ronki dan crackles
6. Ketakutan jalan nafas
7. Tersedak 4. Pertahankan teknik steril
8. Suara nafas tambahan ketika melakukan penyedotan
9. Pernafasan cuping dan melakukan perawatan
hidung trakeostomi
10. Mendesah 5. Lakukan fisioterapi dada jika
11. Dispnea saat istirahat diperlukan
12. Dispnea dengan 6. Inspeksi adanya cairan,
aktiitas ringan kemerahan, iritasi dan
13. Pengguan otot bantu perdarahan pada kulit sekitar
nafas stoma trakel.
14. Batuk
2. Monitor pernapasan
15. Akumulasi sputum
1. monitor kecepatan, irama,
kedalama, dan kesulitan
bernafas
2. Catat pergerakan dada,
ketidaksimetrisan, pengguanaan
otot-otot bantu nafas dan
retraksi pada otot
supruclaviculas dan interkosa
3. Monitor suara nafas
tambahan seperti ngorok dan
mengi
4. Catata lokasi trakea
5. Monitor kelelahan otot- otot
diagfragma dengan
pergerakkan parasoksial

6. Auskultasi adanya suara


nafas, catat area dimana
terjadinya penurunan atau tidka
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan
2 Gangguan pertukaran 1. Respon ventilasi 1. Manajemen jalan nafas
gas b.d kerusakan mekanik : dewasa
alveoli. 1. buka jalan nafas dengan
1. Tingkat pernapasan teknik chift lift atau jaw thrust,
2. Irama pernapsan sebagaimana mestinya
3. Kedalaman inspirasi 2. Posisikan untuk
4. Kapasitas inspirator memaksimalkan ventilasi pasie
5. Volume tidal 3. Identifikasi kebutuhan
6. Gerakan dinding aktual/potensial pasien untuk
dada asimetris masukkan alat membuka jalan
7. Pembesaran dinding nafs
dada asimetris 4. Kelola udara atau oksigen
8. Kesulitan nafas yang dilembabakan
dengan ventilator sebagaimana mestinya
9. Kegelisahan 5. Posisikan untuk meringankan
10. Kurang istirahat sesak nafas
6. Monitor status pernafaasan
dan oksigenasi , sbegaimana
mestinya
2. Status pernapasan :
7. Motivasi pasien untuk
pertukaran gas
bernafas pelan, dalam berputar

1. saturasi oksigen dan batuk

2. hasil rontgen dada


3.keseimbangan ventilasi
dan perfusi 2. Monitor pernapasan
4. Dispnea saat istirahat
5. Dispnea dengan aktiitas 1. monitor kecepatan, irama,
ringan kedalama, dan kesulitan
6. perasaan kurang
bernafas
istirahat
7. sianosis 2. Catat pergerakan dada,
8. mengantuk ketidaksimetrisan, pengguanaan
otot-otot bantu nafas dan
retraksi pada otot
supruclaviculas dan interkosa

3. Monitor suara nafas


tambahan seperti ngorok dan
mengi
4. Catata lokasi trakea
5. Monitor kelelahan otot- otot
diagfragma dengan
pergerakkan parasoksial
6. Auskultasi adanya suara
nafas, catat area dimana
terjadinya penurunan atau tidka
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan

3 Gangguan pemenuhan 1. status nutrisi 1. Manajemen gangguan


nutrisi kurang dari makan
kebutuhan tubuh b.d 1. asupan gizi
2. asupan makanan
penurunan nafsu 3. asupan cairan 1. Kolaborasi dengan tim

makan 4. energi kesehatan lain untuk


5. rasio berat badan /
mengembangkan rencana
tinggi badan
oerawatan dengan
6. hidrasi
melibatkan klien dan
2. Status nutrisi : asupan orang orang terdekatnya
nutrisi dengan tepat.
2. Ajarkan dan dukung
1. asupan kalori konsep nutrisi yang baik
2. Asupan protein dengan klien ( dan orang
3. Asupan lemak terdekat klien
4. Asupan karbohidrat 3. Dukung klien untu
5. Asupan serat mendiskusiskan makanan
6. Asupan vitamin yang disukai bersama
7. Asupan mineral dengan ahli gizi
8. Asupan zat besi 4. Dorong klien untuk
9. Asupan kalsium memonitor sendiri asupan
makanan harian dan
10. Asupan natrium menimbang berat badan
dengan tepat
5. Batasi aktifitas fisik untuk
peningkatan berat badan

2. Manajemen nutrisi

1. tentukan status gizi pasien


dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi
2. Tentukan apa yang menjadi
preferensi makanan bagi pasien
3. Tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan
gizi
4. Berikan pilihan makanan
sambil menawarkan bimbingan
terhadapa pilihan mkana yang
lebih berserat jika diperlukan
5. Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi makanan
( misalnya, bersih, berventilasi,
santai dan bebas dari bau yang
menyengat )

3. Bantuan peningkatan berat


badan

1. jika diperlukan lakukan


pemeriksaan diagnostik untuk
mengetahui penyebab
penurunan berat bdana
2. Diskusikan kemungkinan
penyebab berat badan
berkurang
3. Monitor mual muntah
4. Monitor asupan kalori setiap
hari
5. Dukung peningkata asupan
kalori
6. Bantu pasien untuk makan
atau suapi
7. Sajikan makanan yang
menarik

8. Ciptakan suasana sosial


untuk makna sediakan
suplemen makanan jika
diperlukan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Emfisema adalah dilatasi asinas yang tidak dapat pulih yang diperberat
oleh perubahan obstruksi dinding asing dengan penurunan recoil elastis dari
paru.
Empisema biasanya timbul setelah bertahun-tahun merokok (merokok
merupakan penyebab utama), tapi perokok pasif juga dapat menyebabkan
emfisema. Selain itu terdapat juga faktor yang mempengaruhi timbulnya
emfisema, seperti faktor lingkungan (polusi udara, agen-agen infeksius alergi
pada waktu mengalami gejala-gejala obstruksi kronis, faktor pekerjaan
(beberapa pekerjaan seperti pengolahan baja dan perombongan batu bara /
batu tulis).
Dampak yang ditimbulkan akibat emfisema yaitu dapat merusak dinding
alvioler dan menyebabkan bleb / bula, kolabs bronkeolus pada ekspirasi.
Pada pasien emfisema didapatkan data sebagai diagnosa keperawatan
yaitu : bersihkan jalan nafas tidak efektif, gangguan disebabkan adanya nafas
tidak efektif yang disebabkan adanya penumpukan spuntum, dan intoleransi
aktivitas yang dialami pasien yang disebabkan karena kelemahan fisik. Resiko
tinggi infeksi karena adekuatnya pertahanan utama (kerja silia, menetapnya
secret). Ansietas atau ketakutan karena adanya perubahan dalam status
kesehatan yang ditandai pasien, cemas, gelisah, dan ketakutan. Gangguan
pertukaran gas karena suplai oksigen dan kerusakan alveoli. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan karena penurunan masukan peroral.
B. Saran
Hendaknya pengelolaan pasien emfisema sangat perlu diperhatikan
tentang munculnya masalah pertukaran gas dan bersihan jalan nafas. Maka
dalam pengkajian perlu difokuskan pada proses dan status respiratorinya tanpa
mengabaikan pengkajian pasien secara menyeluruh. Kita juga harus
memperhatikannya adanya luka supaya tidak terjadi infeksi. Dan hendaknya
dalam menyusun intervensi keperawatan diusahakan secepat mungkin
sehingga pada saat intervensi itu dilaksanakan maka hasil yang diharapkan,
yang tercantum dalam kriteria hasil dapat terpenuhi dan itu berarti tindakan
yang kita laksanakan bisa mengatasi masalah yang muncul.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Corwin, J. Elisabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran


EGC.

Doengoes, ME. Moorhouse, M.F, Geissler, A.C. 2000. Nursing Care Plans :
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Edisi 3. Ahli Bahasa I
Made Kariasa, S.Kp, Ni Made Sumarwati, S.Kp. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Stork, John E. 1992. Manual Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Binarupa Aksara.

Sunddarth & Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi8
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Baughman,D.C & Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001
Mills,John & Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepela :


Prof.Dr.H.Slamet Suryono Spd,KE

Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

Buku NANDA, 2015

Buku NIC NOC, 2015

Você também pode gostar