Você está na página 1de 14

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air adalah zat cair yang tidak berwarna, berasa, maupun berbau yang terdiri
dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O Sifat fisis dari air yaitu
didapatkan dalam ketiga wujudnya, yakni, bentuk padat sebagai es, bentuk cair
sebagai air, dan bentuk gas sebagai uap air. Sifat kimia dari air yaitu mempunyai
pH=7 dan oksigen terlarut (=DO) jenuh pada 9 mg/L. Air merupakan pelarut yang
universal, hampir semua jenis zat dapat larut di dalam air. Air juga merupakan cairan
biologis, yakni didapat di dalam tubuh semua organism (Nuri, 2010).
Menurut Zulidar (2011) air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam
berbagai bentuk:
1. Air bebas, air ini terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan
poripori yang terdapat pada bahan
2. Air yang terikat secara lemah, air ini teradsorbsi pada pemukaan kolloid
makromolekuler seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga
terdispersi diantara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam
sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan
dapat dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air bebas dengan kolloid
tersebut merupakan ikatan hidrogen.
3. Air dalam keadaan terikat kuat, air ini membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik
sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun
pada 0F.
Kandungan air dalam pangan dapat ditentukan dengan beberapa metode
penetapan kadar air. Penentuan kadar air bahan perlu dilakukan untuk mengetahui
jumlah air yang terdapat dalam bahan sehingga dapat ditentukan proses
penanganan/pengolahan selanjutnya dan menentukan kualitas produk akhir serta
digunakan untuk menentukan daya awet suatu bahan karena jumlah air dalam bahan
pangan biasanya dapat menjadi tolak ukur bagi keberadaan mikroorganisme perusak
bahan pangan khususnya pada aktifitas air bahan (Buckle, 2008).
Bahan pangan selalu mengandung air baik dalam jumalah besar maupun kecil.
Berbagai metode penentuan kadar air diperlukan agar dapat dilakukan penganan pada
bahan pangan dan hasil pertanian. Metode pengukuran kadar air yang dilakukan harus
sesuai dengan sifat dan keadaan bahan yang dianalisa. Beberapa metode yang dapat
dilakukan dalam analisa kadar air yaitu metode gravimetri, distilasi azeotropik, Karl
Fischer, desikasi kimia, dan termogravimeteri. Metode pengukuran kadar air yang
mudah dan sederhana adalah metode gravimetri.
Metode gravimetri adalah penentuan kadar air yang dilakukan dengan cara
pengeringan menggunakan oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O)
bebas yang ada dalam sampel. Kemudian sampel ditimbang sampai didapat bobot
konstan yang diasumsikan semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan.
Selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan merupakan banyaknya air yang
diuapkan (AOAC, 2005).
Oleh karena itu, praktikum analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui cara
pengukuran kadar air yang sesaui dengan bahan pangan yang digunakan sehingga
dapat digunakan dalam untuk peningkatan dan perencanaan mutu bahan pangan.

1.2 Tujuan
Praktikum analisis kadar air dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara pengukuran kadar air bahan pangan dan hasil pertanian
2. Untuk mengetahui preparasi bahan dan cara penyimpanan sampel selama
menunggu bahan untuk di timbang
3. Untuk mengetahui cara pengukuran yang sesuai dengan macam bahan hasil
pertanian
BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA

2.1 Bahan
2.1.1 Bahan Pangan yang Digunakan
1. Tahu
Tahu merupakan suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui
proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya,
dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional,
1998). Tahu merupakan bahan pangan yang bertahan hanya selama 1 hari saja tanpa
pengawet (Harti dkk., 2013). Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu
kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori. Perbedaan dari berbagai jenis
tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan
(Sarwono dan Saragih, 2004).
Tahu mengandung air 86 %, protein 8-12%, lemak 4-6% dan karbohidrat 1-
6%. Tahu juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium, zat besi, fosfat, kalium,
natrium; serta vitamin seperti kolin, vitamin B dan vitamin E. Kandungan asam
lemak jenuhnya rendah dan bebas kolesterol (Santoso, 2005). Syarat mutu 6 tahu
diatur dalam SNI 01-3142-1998 yang dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan syarat
mutu angka lempeng total tahu diatur oleh Standar Industri Indonesia No. 0270-1990.

Tabel 1. Syarat Mutu Tahu


No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - normal
1.2 Warna - putih normal atau kuning
normal
1.3 Rasa - normal
1.4 Penampakan - normal tidak berlendik dan
tidak berjamur
2 Kadar air (b/b) % (b/b) maks. 86
3 Kadar abu (b/b) %(b/b)
(b/b) maks. 1,0
4 Kadar lemak (b/b) %(b/b)
(b/b) min. 0,5
5 Kadar protein (N x 6,25) (b/b) %(b/b)
(b/b) min. 9,0
6 Serat kasar (b/b) % (b/b) maks. 0,1
7 Bahan tambahan makanan % (b/b) Sesuai SNI.0222-M dan
Peraturan Men Kes.
No.722/Men.Kes/Per/IX/88
8 Cemaran logam
8.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 2,0
8.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks 30,0
8.3 Seng (2n) mg/kg maks. 40,0
8.4 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 / 250,0
8.5 Raksa (Hg) mg/kg maks 0,03
9 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 1,0
10 Cemaran mikroba
10.1 Escheria coli APM/g maks. 10
10.2 Salmonella sp. - negatif/25 g
Sumber: Standar Nasional Indonesia 1998

2. Tepung Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein, dan lemak, serta sebagai sumber vitamin A,
E, K, dan beberapa jenis vitamin B dan mineral K, Fe, Zn, dan P. Kadar protein
kacang-kacangan berkisar antara 20-25%, sedangkan pada kedelai mencapai 40%
(Winarsi, 2010). Kedelai merupakan bahan pangan yang sangat popular di dalam
kalangan masyarakat, hampir setiap hari banyak orang yang mengonsumsi makanan
olahan dari kedelai. Kandungan protein yang tinggi pada kedelai dan juga kandungan
gizi lainnya yang lengkap. Apabila ditinjau dari segi harga kedelai merupakan sumber
protein yang termurah sehingga sebagian besar kebutuhan protein nabati dapat
dipenuhi dari hasil olahan kedelai (Cahyadi, 2007). Produk olahan kedelai
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu makanan non fermentasi dan terfermentasi.
Produk non fermentasi misalnya tepung kedelai (Santoso, 2005).
Tepung kedelai cukup banyak digunakan sebagai bahan makanan campuran
(BMC) dalam formulasi suatu bentuk makanan seperti roti, kue kering, cake, sosis,
meat loaves, donat, dan produk olahan pangan lainnya. BMC dengan tepung kedelai
dapat meningkatkan nilai gizi pada suatu produk pangan. Penepungan kedelai juga
dapat menghilangkan karakteristik cita rasa langu (Beany atau Paint-off flavour)
sehingga dapat meningkatkan akseptabilitas makanan berasal dari kedelai.
Kehilangan langu tersebut disebabkan oleh proses inaktivasi enzim lipoksigenase
yang dapat menghidrolisis asam lemak tidak jenuh menjadikan senyawa-senyawa
volatil yang menyebabkan cita rasa langu berkurang (Erlita dalam Tamam dkk,
2013). Berikut merupakan komponen-komponen fisikokimiawi yang terdapat pada
tepung kedelai disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Sifat fisikokimiawi tepung kedelai


Komponen (%) Tepung Kedelai
Daya serat air 242,4
Kadar air 6,6
Kadar abu 1,3
Serat kasar 3,2
Kadar lemak 27,1
Kadar protein 41,7
Karbohidrat 23,3
Gula 0,7
Sumber: Widyaningrum dkk (2005)

2.1.2 Bahan Kimia yang Digunakan


Pada praktikum kali ini tidak menggunakan bahan kimia.
2.2 Preparasi Alat

Cawan porselin

Pengovenan cawan selama 15 menit pada suhu 1000C

Pendinginan dalam eksikator selama 15 menit

penimbangan

Pada preparasi alat hal pertama yang dilakukan yaitu dengan pengovenan
cawan porselin selama 15 menit dengan suhu 1000 C. Hal tersebut dilakukan
unuk memastikan tidak ada air pada cawan serta memastikan kelembaban pada
cawan tidak akan mempengaruhi analisis kadar air. Kemudian setelah
memasukkan cawan ke dalam oven, selanjutnya dilakukan pendinginan dengan
eksikator selama 15 menit untuk menjaga kelembaban pada cawan. Lalu cawan
ditimbang menggunakan neraca analitik.

2.3 Preparasi Bahan

Bahan

Penghancuran bahan

Penimbangan
2.4 Prosedur Analisa

Bahan 2-3 gram

Pengovenan selama 4-6 jam, 1000C

Pendinginan dalam eksikator selama 15 menit

Penimbangan

Pengovenan pada suhu 1000C selama 30 menit

Pendinginan dalam eksikator selama 15 menit

Penimbangan
Pertama yang perlu dilakukan yaitu menimbang tahu dan kedelai sebanyak 2-
3 gram dan dimasukkan ke dalam cawan. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam
oven selama 4-6 jam dengan suhu 1000 C. pengovenan berfungsi untuk menurunkan
kadar air pada sampel. Lalu sampel di timbang, sebelum ditimbang sampel di
masukkan ke dalam eksikator selama 15 meni untuk menjaga kelembaban sampel
agar tidak terkontaminasi oleh kelembaban ruangan serta untuk mendinginkan sampel
setelah pengeringan. Kemudian pengovenan kembali selama 30 menit pada suhu 1000
C, agar mendapatkan nilai yang konstan dan untuk memastikan bahwa kadar air pada
suatu bahan telah menurun. Sampel dimasukkan ke dalam eksikator. Terakhir yaitu
sampel ditimbang untuk membandingkan antara pengulan pertama dan penguangan
selanjutnya. Pengulangan ini dilakukan sebanyak 4 kali.
BAB 3. HASIL PEMBAHASAN

3.1 Hasil Analisa


3.1.1 Data Pengamatan
1. Tahu

Berat Berat
Sebelum Cawan + bahan setelah Berat
bahan bahan
Pengeringan pengeringan air
awal akhir
Ulangan Cawan
Cawan (g) (g) (g)
+ bahan Rata-
1 2
rata
(g) (g)

1 11,8113 14,431 2,1197 11,663 12,6613 12,1622 0,3509 1,7688


2 12,1924 14,2302 2,0378 12,5329 12,3314 12,4322 0,2398 1,798
3 11,1598 13,1673 2,0075 11,4857 11,4851 11,4854 0,3256 1,6819
4 12,3485 14,483 2,1345 12,6969 12,6966 12,6968 0,3483 1,7862
5 11,1346 13,1379 2,0033 11,5654 11,5579 11,5617 0,4271 1,5762
6 12,1633 14,1763 2,013 12,608 12,5994 12,6037 0,4404 1,5726
7 12,3225 14,3838 2,0613 12,7665 12,7591 12,7628 0,4403 1,621
8 12,1061 14,1359 2,0298 12,5423 12,5361 12,5392 0,4331 1,5967

2. Tepung Kedelai

Ulangan Sebelum Berat Cawan + bahan setelah Berat Berat


Pengeringan bahan pengeringan bahan air
awal akhir
Cawan Cawan (g) 1 2 Rata- (g) (g)
+ bahan rata
(g) (g)

1 11,6604 13,6824 2,022 13,5564 13,5501 13,5533 1,8929 0,1291


2 11,6334 13,6842 2,0508 13,557 13,5502 13,5536 1,9202 0,1306
3 12,1351 14,1746 2,0395 14,047 14,0416 14,0443 1,9092 0,1303
4 12,9683 14,9875 2,0192 14,8598 14,8539 14,8569 1,8886 0,1306
5 12,2853 14,2942 2,0089 14,675 13,6638 14,1694 1,8841 0,1248
6 11,6064 13,6158 2,0094 13,4877 13,4935 13,4906 1,8842 0,1252
7 11,6344 13,6461 2,0117 13,5178 13,5242 13,521 1,8866 0,1251
8 12,9371 14,9495 2,0124 14,8241 14,8283 14,8262 1,8891 0,1233

3.1.2 Hasil Perhitungan


1. Tahu
ulangan Berat basah berat kering

1 86,6072 646,6724
2 88,2349 749,9687
3 83,7808 516,5541
4 83,6847 512,9218
5 78,6827 369,1020
6 78,1222 357,0845
7 78,6397 368,1581
8 78,6629 368,6677
rata-rata 82,0519 486,1411
Sd 4,0454 148,8485
rsd 4,9303 30,6184

2. Tepung Kedelai

ULANGAN berat basah berat kering


1 6,3847 6,5707
2 6,3682 6,5537
3 6,3888 6,5748
4 6,4679 6,6562
5 6,2123 6,3932
6 6,2307 6,4121
7 6,2186 6,3997
8 6,1270 6,3054
Rata-rata 6,3004 6,4839
Sd 0,1185 0,1219
Rsd 1,8801 1,8801
3.2 Pembahasan

RATA-RATA
600.0000
486.1411
500.0000
400.0000
300.0000
200.0000
82.0519
100.0000 6.3004 6.7242
0.0000
TAHU TEPUNG KEDELAI

RATA-RATA BB RATA-RATA BK

Pada analisa kadar air, bahan yang digunakan adalah tahu dan tepung kedelai.
Rata-rata kadar air pada tahu yang telah dilakukan pengujian dengan pengulangan
sebanyak delapan kali diperoleh rata-rata kadar air 82,0519% untuk basis basah dan
486,1411% untuk basis kering. Sedangkan tepung kedelai, diperoleh rata-rata kadar
air sebanyak 6,3004% untuk basis basah dan 6,7242% untuk basis kering. Sehingga
mendapat nilai SD (Standard Deviasi) tahu basis basah sebesar 4,0454 dan basis
kering di dapatkan nilai sebesar 148,8485. Sedangkan jika dibanding dengan tepung
kedelai nilai SD (Standar Deviasi) didapatkan nilai sebesar 0,1185 untuk basis basah
dan 0,1349 untuk basis kering.
Nilai RSD diperoleh dengan membandingkan antara SD dan rata-rata. RSD dari
tahu pada pengukuran kadar air basis basah didapatkan nilai RSD sebesar 4,9303%
dan pada kadar air basis kering didapatkan nilai RSD sebesar 30,6184%. Pada tepung
kedelai didapatkan nilai RSD sebesar 1,8801% untuk basis basah dan 2,0064% untuk
basis kering. Hal ini sesuai dengan literatur Sumardi dalam Wardani (2012)
keseksamaan dinyatakan dengan Presentase Reative Standar Deviasion (%RSD)
dengan batas yang masih dapat diteria berdasarkan ketelitiannya. Tingkat
ketelitiannya terdiri dari RSD 1% yaitu sangat teliti, 1%RSD2% menunjukkan
teliti, 2%RSD5% menunjukkan ketelitian sedang, dan RSD>5% menunjukkan
ketelitian rendah. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan acak (random error) yang
terjadi saat pembacaan angka pada alat ukur.
Didapatkan nilai RSD terbesar tahu sebesar 4,9303% sehingga tingkat
ketelitiannya mengacu pada literature termasuk dalam kategori teliti, sedangkan basis
basah didapatkan sebesar 30,6184% yang masuk dalam kategori ketelitian rendah.
Pada RSD tepung kedelai didapatkan nilai sebesar 1,8801% untuk basis basah yang
masuk dalam kategori teliti, sedangkan pada basis kering didapatkan nilai sebesar
2,0064% yang juga masuk dalam kategori telitti.
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
4.1.1 Pada analisa kadar air dalam sampel digunakan metode oven udara atau
metpde gravimetri. Metode ini dapat dilakukan dengan memanaskan suatu
bahan pangan pada titik didih air sehingga air dapat menguap dan dapat
menurunkan berat air akibat penguapan tersebut. Prinsip metode ini yaitu
dengan mengeringkan bahan dalam oven bersuhu 1000 C- 2000 C sampai
diperoleh berat air yang tetap atau konstan.
4.1.2 Pengukuran kadar air memperhatikan karakteristik dan sifat bahan pangan dan
hasil pertanian agar data yang diperoleh presisi dan akurasi. Pengukuran yang
presisi berpengaruh pada nilai RSD. Nilai RSD pada tahu didapatkan sebesar
4,9303% (bb) dan 30,6184% sedangkan pada tepung kedelai didapatkan nilai
RSD sebesar 1,8801% (bb) dan 2,0064%. Sehingga pengukuran kadar air dari
tahu memiliki ketelitian yang rendah

4.2 SARAN
Adapun saran dalam melakukan praktikum ini yaitu untuk lebih memahami
materi lebih dalam dan mempelajari prosedur dengan seksama agar tidak terjadi
penyimpangan hasil yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2005. Official of Analysis of The Association of Official Analytical


Chemistry. Arlington: AOAC Inc.

Bastian, F., E. Ishak, A. Tawali, M. Bilang. 2013. Daya Terima dan Kandungan Zat
Gizi Formula Tepung Tempe Dengan Penambahan Semi Refined Carragenan
(SRC) dan Bubuk Kakao. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 2 No. 1

Cahyadi, W. 2007. Kedelai: Khasiat dan Teknologi. Jakarta : Bumi Aksara.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta: Bhartara Karya Aksara.

Nuri, M. 2010. Analisa Kadar Amonia Dan Nitrogen Total Pada Air Sungai Buangan
Limbah Pabrik Karet Secara Nessler Menggunakan Spektrofotometer
(Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Santoso. 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai. Malang: laboratorium Kimia Pangan


Fakultas Pertanian Universitas Widyagama.

Sayudi, S., N. Herawati, dan A. Ali. 2015. Potensi Biji Lamtoro Gung Dan Biji
Kedelai Sebagai Bahan Baku Pembuatan Tempe Komplementasi. Jurnal
Faperta Vol. 2 No. 2.

Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 01-3144-2009: Tempe Kedelai. Jakarta:


Badan Standarisasi Nasional.

Tamam, B, dan G. Aditia. 2013 Kandungan Polifenol dan Protein Tepung Kedelai
Akibat Perlakuan Pengolahan. Jurnal Skala Husada Volume 10 Nomor 1: 44-
46.
Wardani, L. 2012. Variasi Metode Analisis dan penentuan Kadar Vitamin C Pada
Minuman Buah Kemasan dengan Spektofotometri UV-Visible (Skripsi).
Depok: Universitas Indonesia.

Widyaningum, S. Widowati, dan S. Soekarno. 2005. Pengayaan Tepung Kedelai Pada


Pembuatan Mie Basah Dengan Bahan Baku Tepung Terigu Yang Disubstitusi
Tepung Garut. Jurnal Pascapanen 2(1): 41-48.

Winarsi, H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaat Bagi Kesehatan.


Yogyakarta: Kanisius.

Zulidar, J. 2011. Penentuan Kadar Air Pada Mie Instan Di Pt Indofood Cbp Sukses
Mamur Tbk Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Você também pode gostar