Você está na página 1de 2

Analisa gangguan ionosfer akibat gempa bumi Mentawai 2016

Pendahuluan
Indonesia merupakan daerah dengan ring of fire yang mempunyai karakter gempa yang
banyak didominasi dengan gempa patahan dorongan (thrust fault) atau patahan normal (normal
fault), dan ada beberapa gempa dengan strike-slip (sesar geser dengan moment magnitude yang
besar). Gempa-gempa ini masih didominasi didaerah Sumatera dengan daerah yang mempunyai
potensi gempa yang sering terjadi, frekuensi gempa di Sumatera mencapai .dalam sebulan atau
dalam setahun, dan beberapa mempunyai potensi tsunami karena gempa tersebut mempunyai
epicenter di tengah laut. Sebagaimana gempa-gempa di Indonesia pada umumnya, gempa-gempa
Sumatera selain mempunyai karakter untuk berpotensi gempa juga mempunyai faktor yang sama
dengan yang lain didominasi oleh faktor lain yaitu
Sesar Sumatra telah menyebabkan belasan gempa dengan kekuatan 7M7.7, juga
beberapa gempa bumi kecil yang terjadi hampir di semua segmen (51-73-1-SM).
Kepulauan Indonesia merupakan salah satu wilayah yang rawan gempa bumi tektonik, hal
ini dikarenakan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik benua,
yaitu: lempeng Eurasia bergerak dari Utara ke Selatan Tenggara, lempeng Indo-Australia bergerak
dari Selatan menuju Utara dan lempeng Pasifik yang bergerak dari Timur ke Barat. Kondisi ini
menjadikan wilayah Indonesia sebagai daerah tektonik aktif dengan tingkat seismisitas atau
kegempaan yang tinggi. Salah satunya termasuk di daerah Sumatera Barat (Efendi,Rahmat. 2011).
Pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia di selatan Jawa hampir tegak lurus,
berbeda dengan pertemuan lempeng di wilayah Sumatera yang mempunyai subduksi miring
dengan kecepatan 5-6 cm/tahun (BMKG, 2010).
Wilayah Provinsi Sumatera Barat yang terletak di bagian barat Pulau Sumatera merupakan
bagian dari Lempeng Eurasia yang bergerak sangat lambat dan relatif ke arah tenggara dengan
kecepatan sekitar 0,4 cm/tahun. Relatif berada di bagian barat provinsi ini, terdapat interaksi antara
Lempeng Eurasia dan Lempeng Samudera Hindia yang bergerak relatif ke arah utara dengan
kecepatan mencapai 7 cm/tahun (BMKG, 2010).
Proses gempa dapat diterangkan karena adanya faktor energi yang menekan lempeng satu
dengan yang lainnya sehingga akan menyebabkan keluarnya energi lainnya dan membuat lapisan
lain terangkat, pada saat terjadi gerakan gempa juga menyebabkan adanya 3 gerakan propogansi
sinyal yaitu gelombang akustik, gelombang Rayleigh dan gelomabang gravity. Pergerakan dari
sinyal-sinyal ini bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda dan menyebabkan adanya
fluktuasi di lapisan ionosfer, pergerakan ionosfer ini dapat dilihat 15-17 menit sesudah terjadi
gempa dan demikian juga fluktuasi yang sama yang didefinisikan sebagai earthquake preparation
terjadi 60-90 menit sebelum gempa (beri beberapa referensi). model pre ionosfer disturbance ini
juga merupakan bentuk dari mitigasi bencana, karena sinyal gravity wave juga bisa diasumsikan
akibat adanya pergerakan tsunami. Jadi ionosfer disturbance ini juga merupakan salah satu model
mitigasi bencana yang berkaitan dengan gempa dan tsunami (beri beberapa referansi).
Heki (2011) menunjukkan bahwa anomali positif TEC mulai 60-40 menit sebelum gempa
Tohoku-Oki 2011, dan menyarankan bahwa anomali serupa didahului dua kategori M9 gempa
mega-thrust lainnya, yaitu, gempa bumi Sumatera Andaman tahun 2004 dan Maule tahun 2010.
Meskipun gempa Bengkulu tahun 2007 magnitudenya agak kecil, hal ini sangat penting untuk
mengkaji apakah ada anomali TEC serupa terjadi sebelum gempa (Cahyadi MN and Heki, K,
2013)
Gempa mentawai pada tanggal 2 maret 2016 merupakan gempa yang mempunyai karakter
strike-slip dengan kekuatan 7.8 scala richter yang mempunyai potensi tsunami sehingga ini
merupakan gempa yang sangat unik dengan model yang baru dan bisa menjadi mitigation system,
gempa ini juga merupakan gempa yang dangkal dengan kedalaman sekitar 10 km.
Untuk mendapatkan model gangguan yang menyeluruh terhadap gempa mentawai 2016
ini terhadap gangguan ionosfer yang ada dikepulauan Sumatera (maksudnya model gempa secara
umum yang ada di Indonesia, terkait waktu gempa, setelah gangguan gempanya dan model pre
ionospheric disturbance). Hal yang sama juga untuk memberikan alternative lain dari model
mitigasi yang ada.

Gempa dikenal untuk menghasilkan fluktuasi kerapatan elektron di ionosfer dan variasi
TEC melalui atmosfer gelombang akustik dan gelombang gravitasi. Ada tiga tipe gelombang
atmosphere yang dihasilkan pada saat gempa, yaitu gelombang akustik yang secara langsung
dihasilkan dekat episenter. 2. Gelombang gravity yang dihasilkan dari gelombang tsunami akibat
gempa besar. 3. Gelombang akustik kedua yang secara tiba-tiba yang dihasilkan dari gelombang
permukaan Rayleigh yang merambat jauh dari episenter gempa. Hal ini menunjukkan bahwa
pengukuran GPS untuk memonitoring aktivitas ionosphere yang dihubungkan dengan gempabumi
dekat dengan pusat gempa (Komjathy et al., 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Rahmat. 2011. Analisis Waktu Berakhirnya Gempa Bumi Susulan Dengan Metode Mogi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Você também pode gostar