Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf
yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga
posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya
dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Permukaan luar retina
sensorik bertumpuk dengan membran bruch, khoroid, dan sclera. Ditengah-tengah
retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis
merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
oftalmoskop.1,2
Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan1,2 :
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf
optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kecil.
2
Selain melekat pada neurosensori retina epitel pigmen juga melekat pada
koriokapilaris dimana lamina basalis keduanya akan membentuk membran bruch.
Retina menerima darah dari dua sumber : A. khoriokapiler yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan nucleus luar, lapisan fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi
dua per tiga sebelah dalam.1,2
2.2.1 Definisi
Ablasio retina merupakan suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Bruch.3
3
2.2.2 Klasifikasi
4
2.2.3 Etiologi
2.2.4 Patofisiologi
Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya
yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan
retina, antara lain tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi
pada vitreus dibandingkan koroid, koroid memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi
dibandingkan vitreus, pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor
larutan dari ruang subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai akibat dari
interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan
faktor predisposisi nya yaitu degenerasi.3,4
5
potensial sehingga menyebabkan pengangkatan retina dimana sel kerucut dan batang
dengan sel epitel pigmen akan terpisah sehingga akan terjadi ablasio retina tanpa
didahului dengan robekan.3
1. Photopsia
Sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai pijaran api/ kilatan cahaya, hal
ini disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer. Fotopsia muncul
dalam kurun waktu 24-48 jam setelah terjadinya robekan retina.3
2. Floaters
Seperti melihat bayangan yang melayang-layang, terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreous oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreous itu
sendiri.3
Gambar 6. Floater
6
Akan terjadi lapang pandang seperti tertutup tabir (Black curtain), defek
lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama hingga
ke sentral. Arah munculnya defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan
retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea.3
4. Penurunan visus
Pada pasien ablasio yang belum mengenai makula visus pasien bisa normal. Akan
tetapi lama kelamaan akan mengalami penurunan sampai akhirnya visus menurun
total (O) pada ablasio retina total.3
5. Metamorfopsia.
Adalah terjadinnya distorsi bergelombang dari objek yang dilihat pasien, yang terjadi
apabila Ablasio Retina sudah mengenai makula.3,4
2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melepaskan traksi
vitreoretina, menghilangkan cairan serta dapat menutup robekan retina yang ada.
Pengobatan pada ablasio retina adalah pembedahan. Sebelum pembedahan pasien
dirawat dengan mata ditutup. Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya
antara 1-2 hari.3
Ada beberapi jenis operasi yang sering dilakukan pada ablasio retina yaitu :3,4,5
1. Scleral Buckling
Ada 2 macam scleral buckle yaitu :
7
Injeksi intravitreal dengan BBS atau RL dapat dilakukan pada ablasio
retina dengan lipatan yang radier atau pada mata dengan tekanan intra
okuler yang rendah.
c. Silikon
Injeksi intravitreal dengan silikon dapat dilakukan pada Ablasio retina
dengan robekan yang sangat besar dan lubang pada makula.
4. Vitrektomi
Vitrektomi adalah suatu prosedur operasi mikro yang dilakukan
dengan cara memotong vitreus dan melakukan penghisapan serta
pemasukkan cairan ke dalam intraokuler. Tindakan ini biasanya dilakukan
pada ablasio retina karena tarikan.
1. Retinoskisis
2. Perdarahan retrohyaloid massif
3. Oklusi arteri retina sentralis
2.2.8 Komplikasi
Dapat terjadi glaukoma neovaskular pada ablasi yang telah lama.3
2.2.9 Prognosis
Prognosis ditentukan oleh tatalakasana yang dini, mekanisme yang mendasari
terjadinya ablasio retina, dan adanya keterlibatan makula. Terapi yang cepat
prognosis lebih baik.. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah
berlangsung lama.5
8
BAB IV
KESIMPULAN
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana sel kerucut dan sel batang
retina dari sel epitel pigmen retina terpisah. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Bruch. Sebenarnya, tidak terdapat perlekatan
struktural antara sel kerucut dan sel batang retina dengan koroid ataupun epitel
pigmen retina, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara
embriologis.3
Lepasnya retina atau sel kerucut dan sel batang dari epitel pigmen retina akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Dikenal 3
bentuk ablasi retina, yaitu ablasi retina regmatogenosa, ablasi retina eksudatif, ablasi
retina traksi.
Gejala dari ablasio retina dapat berupa photopsia (kilatan cahaya), floaters,
defek lapang pandangan, penurunan visus, dan metamorfopsia. Prinsip
penatalaksanaan dari ablasio retina adalah untuk melepaskan traksi vitreoretina,
menghilangkan cairan serta dapat menutup robekan retina yang ada. Pengobatan
pada ablasio retina adalah pembedahan. Jenis pembedahannya adalah scleral
Buckling, drainase cairan sub retinal, injeksi intravitreal dapat dilakukan dengan
udara, Balanced Salt Solution (BBS), Ringer Laktat (RL) dan silikon, serta
vitrektomi.
Pada ablasi yang telah lama dapat terjadi glaukoma neovaskular. Prognosis
ditentukan oleh tatalakasana yang dini, mekanisme yang mendasari terjadinya
ablasio retina, dan adanya keterlibatan makula.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua.
Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam :
Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta: BP-FKUI. 2002. p.10-5.
2. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: (Riordan-Eva P,
Whitcher JP, ed.) Voughan & Ashbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Jakarta:
EGC; 2010. h.12-4.
3. Prof. dr.H.Sidarta Ilyas, SpM. Penglihatan turun mendadak tanpa mata merah.
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia edisi 3. 2010.
183-186.
4. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. In : Vaughan D.G, Asbury T.,
Riordan E.P, editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
2000.p. 38-43, 185-99.
5. Perdami. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran, Edisi 2, Jakarta : Sagung Seto
10