Você está na página 1de 12

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED

LEARNING (PBL) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN


KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 2 BANJAR
Wayan Baktiyasa, Made Candiasa, Wayan Muderawan
Jurusan Administrasi Pendidikan Program S2
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {wayan.baktiyasa, made.candiasa, wayan.muderawan } @pasca.undiksha.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) pengaruh model pembelajaran Problem Based
Learning terhadap pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran fisika
siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 banjar, (2) pengaruh model pembelajaran Problem Based
Learning terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 2 Banjar dan (3) pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap
keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Banjar.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non-equivalent postest only
control group. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Banjar tahun
pelajaran 2015/2016. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling. Data
pemahaman konsep dan ketrampilan berfikir kritis dikumpulkan dengan tes dan dianalisis dengan
menggunakan statistik deskriptif dan MANOVA. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Ada pengaruh
model pembelajaran Problem Based Learning terhadap pemahaman konsep dan keterampilan
berpikir kritis dalam pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Banjar (F = 32,56;
p<0,05), (2) Ada pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap pemahaman
konsep dalam pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Banjar (F = 43,019; p<0,05,
(3) Ada pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap keterampilan berpikir
kritis dalam pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Banjar (F = 37,14; p<0,05).

Kata kunci: problem based learning, pemahaman konsep, berpikir kritis

ABSTRACT
The research was aimed to analyze (1) the effect of Problem Based Learning to concept
comprehension and critical thinking skill on physics learning of XI IPA grade students of SMA
Negeri 2 Banjar (2) the effect of Problem Based Learning on physics learning of XI IPA grade
students of SMA Negeri 2 Banjar (3) the effect of Problem Based Learning to critical thinking skill
on physics learning of XI IPA grade students of SMA Negeri 2 Banjar. The research was an
experimental study using the posttest-only control group design. The population was all students
in grade XI IPA SMA Negeri 2 Banjar in academic year 2015/2016. Sampling was conducted
using random sampling technique. The data of concept comprehension and critical thinking skill
were collected using test and then analyzed using descriptive statistics and MANOVA. The
research showed that (1) there was an effect of Problem Based Learning model to concept
comprehension and critical thinking skill on physics learning of XI IPA grade students of SMA
Negeri 2 Banjar (F = 32.56; p<0.05), (2) there was an effect of Problem Based Learning model to
concept comprehension on physics learning of XI IPA grade students of SMA Negeri 2 Banjar (F
= 43.019, p <0.05). (3). there was an effect of Problem Based Learning model to critical thinking
skill on physics learning of XI IPA grade students of SMA Negeri 2 Banjar (F = 37.14; p<0.05).

Keywords: problem based learning, concept comprehension, critical thinking ability.


PENDAHULUAN Ketiga dimensi pemahaman dalam
Perkembangan global dan era penelitian ini merupakan kemampuan
informasi memacu bangsa Indonesia untuk berpikir dasar (basic thinking skill) dalam
meningkatkan kualitas sumber daya tangga kemampuan berpikir. Pemahaman
manusia, karena dengan sumber daya adalah basic thinking skill yang merupakan
manusia yang berkualitas merupakan dasar untuk pencapaian kemampuan
modal utama dalam pembangunan di berpikir kritis. Berpikir kritis adalah proses
segala bidang sehingga diharapkan terorganisasi yang melibatkan proses
bangsa Indonesia dengan sumber daya mental yang menyangkut di dalamnya
manusianya dapat bersaing dengan pemahaman konsep, pemecahan masalah,
bangsa lain yang lebih maju. pengambilan keputusan, analisis, dan
Dalam mengembangkan dan aktivitas inkuiri ilmiah (Ennis, 1985).
meningkatkan kualitas sumber daya Berdasarkan data dari TIMMS
manusia, pendidikan memiliki peranan (Trend International Mathematics and
yang sangat penting, yang diperlukan bagi Science Study) prestasi siswa Indonesia
pembangunan di segala bidang kehidupan masih sangat rendah bila dibandingkan
bangsa, terutama mempersiapkan peserta dengan negara di Asia Tenggara (Yuwono,
didik menjadi aktor IPTEK yang mampu 2009). Hal itu dapat dilihat dari posisi
menampilkan kemampuan dirinya, sebagai Indonesia rata-rata 411 (400, rendah),
sosok manusia Indonesia yang tangguh, Malaysia rat-rata 508 (475, menengah),
kreatif, mandiri, dan profesional di Singapura rata-rata 605 (625, tingkat
bidangnya, sebagaimana tujuan pendidikan lanjut). Data ini menunjukkan bahwa output
nasional, dalam GBHN adalah untuk dari pendidikan Indonesia belum mencapai
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, hasil yang maksimal, dimana data ini juga
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa mencerminkan bahwa belum maksimalnya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pemahaman siswa terhadap konsep-
pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, konsep yang diajarkan.
maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, Rendahnya pemahaman konsep
berdisiplin, beretos kerja, profesional, dan penguasaan siswa terhadap materi
bertanggung jawab, produktif, sehat fisika dapat disebabkan rendahnya
jasmani dan rohani. Apabila tujuan keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini
pendidikan ini dapat tercapai, maka didukung oleh penemuan Rofiuddin (2000)
diharapkan sumber daya manusia bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya
Indonesia menjadi sumber daya yang keterampilan berpikir kritis yang dimiliki
berkualitas, mampu menghadapi oleh lulusan pendidikan dasar sampai
persaingan global, menguasai IPTEK, serta perguruan tinggi, karena pendidikan
memiliki keterampilan-keterampilan dalam berpikir belum ditangani dengan baik.
hidupnya. Demikian juga penelitian yang dilakukan
Terkait dengan pelaksanaan Sadia (2008) di beberapa kabupaten di Bali
reformasi pendidikan, Gardner (1999) menunjukan bahwa keterampilan berpikir
menyampaikan bahwa tujuan umum kritis siswa SMAN kelas X berkualifikasi
pendidikan seharusnya diarahkan pada rendah dengan skor rerata (mean) 49,38
pencapaian pemahaman untuk dan simpangan baku 16,92 (skor standar
penguasaan berbagai bidang disiplin. 100); dan keterampilan berpikir kritis siswa
Pemahaman adalah suatu proses mental SMPN kelas IX berkualifikasi rendah
terjadinya adaptasi dan transformasi ilmu dengan skor rerata (mean) 42,15 dan
pengetahuan (Gardner, 1999). simpangan baku 14,34 (skor standar 100).
Berdasarkan deskripsi tersebut, maka Selain minimnya pemberian
pemahaman dalam pembelajaran fisika kesempatan kepada siswa untuk
dimaksudkan sebagai kemampuan untuk: mengasah keterampilan berpikir,
(1) menjelaskan konsep, prinsip, dan pemahaman konsep fisika juga belum
prosedur, (2) mengidentifikasi dan memilih mendapat perhatian yang serius dari
konsep, prinsip, dan prosedur, (3) pendidikan. Rendahnya pemahaman
menerapkan konsep, prinsip, dan prosedur. konsep ini disebabkan oleh banyaknya
miskonsepsi siswa. Pernyataan ini pembelajaran yang dicobakan dan
didukung oleh Sadia, et al., (2004) yang dilaksanakan di sekolah, yang menjadikan
mengungkapkan bahwa salah satu masalah sebagai basis pembelajaran. Guru
penyebab universal rendahnya tidak menyajikan konsep-konsep dalam
pemahaman konsep fisika yang dicapai pembelajaran tetapi konsep-konsep akan
siswa adalah terjadinya kesalahan konsep dicari sendiri melalui permasalahan yang
(miskonsepsi) pada siswa. Pentingnya diberikan. Permasalahan yang dijadikan
pemahaman konsep sains dan kreativitas bahan pembelajaran adalah masalah-
yang sesuai dengan amanat kurikulum masalah riil siswa atau masalah yang ada
dapat digunakan sebagai acuan dalam di lingkungan siswa. Dikatakan juga bahwa
proses pembelajaran untuk mencapai nilai PBL berstandar psikologi kognitif yang
tersebut. Untuk itu, seharusnya dalam berangkat dari asumsi bahwa belajar
suatu proses pendidikan di sekolah, adalah proses perubahan tingkah laku
pendidikan seharusnya menyediakan berkat adanya pengalaman. Belajar bukan
lingkungan yang memungkinkan anak didik semata-mata proses menghafal sejumlah
untuk mengembangkan kreativitas dan fakta tetapi merupakan suatu proses
kemampuannya secara optimal, sehingga interaksi secara sadar anatara individu
pendidikan dapat mewujudkan diri dan dengan lingkungan. Melalui proses ini
fungsi sepenuhnya sesuai dengan siswa akan berkembang secara utuh
kebutuhan masyarakat (Forster, 2009). dimana siswa tidak hanya berkembang
Pembelajaran sains (fisika) pada aspek kognitif saja tetapi juga
membutuhkan strategi pembelajaran yang berkembang pada aspek afektif maupun
bersifat unik, otentik, dan holistik psikomotor melalui penghayatan internal
(Santyasa, 2004). Yasa (2007) akan problema yang dihadapi.
memaparkan bahwa, sampai saat ini masih Berdasarkan hal di atas maka dapat
banyak pembelajaran fisika yang dilakukan disimpulkan bahwa keuntungan model
hanya menekankan pada pencapaian pembelajaran berbasis masalah adalah
akademik. Bagi para siswa, belajar fisika sebagai berikut 1) siswa lebih memahami
tampaknya hanya untuk keperluan konsep fisika yang diajarkan sebab konsep
menghadapi ulangan atau ujian, dan tersebut ditemukan sendiri oleh siswa, 2)
terlepas dari sejauh mana mereka mampu melibatkan siswa secara aktif memecahkan
menerapkan konsep yang mereka pelajari masalah dan menuntut keterampilan
untuk memecahkan permasalahan- berpikir siswa yang lebih tinggi, 3)
permasalahan dalam kehidupan mereka pengetahuan tertanam berdasarkan
sehari-hari (Sadia, 1997). Sudarman schemata yang dimiliki siswa sehingga
(2007) mengungkapkan hal yang senada pembelajaran lebih bermakna, 4) siswa
bahwa, proses pembelajaran hanya dapat merasakan manfaat pembelajaran
diarahkan pada kemampuan anak untuk fisika sebab masalah-masalah yang
menghafal informasi. Salah satu model diselesaikan langsung dikaitkan dengan
pemebelajaran yang dapat mengatasi kehidupan nyata, 5) menjadikan siswa
permasalahan tersebut adalah model lebih mandiri dan dewasa.
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran Adapun tujuan dari penelitian ini
kooperatif dikembangkan berdasarkan adalah Menganalisis perbedaan
andangan kontruktivisme (Slavin, 1995) pemahaman konsep dan keterampilan
menyatakan pendekatan kontruktivisme berpikir kritis siswa antara kelompok siswa
dalam pembelajaran kooperatif bertolak yang belajar dengan model pembelajaran
dari asumsi bahwa siswa akan lebih mudah Problem based learning dan kelompok
mengkontruksi pengetahuannya, lebih siswa yang belajar dengan model
mudah menemukan, dan memahami pembelajaran konvensional. Menganalisis
konsepyang sulit jika mendiskusikan suatu perbedaan pemahaman konsep antara
masalah yang dihadapi dengan kelompok siswa yang belajar dengan
temannnya. model pembelajaran Problem based
Model pembelajaran berbasis learning dan konvensional. Menganalisis
masalah merupakan salah satu model perbedaan keterampilan berpikir kritis
antara kelompok siswa yang belajar dua dimensi yaitu (1) model pembelajaran
dengan pembelajaran Problem based Problem Based Learning (MPPBL) dan (2)
learning dan konvensional. model pembelajaran konvensional (MPK).
Perbedaan rancangan perlakuan
METODE antara model pembelajaran Problem
Rancangan penelitian ini mengikuti Based Learning dengan model
rancangan ekperimen Postest only Control pembelajaran konvensional disajikan pada
group (Tuckman, 1999). Rancangan ini Tabel 2. Perangkat pembelajaran yang
dipilih eksperimen tidak mungkin digunakan dalam penelitian ini ada dua
mengubah kelas yang ada. buah yaitu rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan lembar kerja
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa (LKS). RPP dan LKS yang
semua siswa kelas XI IPA SMA N 2 Banjar dipergunakan disesuaikan dengan model
tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah pembelajaran yang akan diberikan di kelas.
3 kelas yaitu kelas XI IPA1, XI IPA2 dan XI Penelitian ini menggunakan dua instrumen
IPA3 dengan jumlah siswa untuk masing- yaitu (1) tes pemahaman konsep fisika,
masing kelas berjumlah 30 orang. Ketiga dan (2) tes keterampilan berpikir kritis.
kelas terdistribusi ke dalam kelas-kelas Sebelum digunakan dalam
yang setara secara akademik. Dikatakan penelitian, perangkat pembelajaran dan
setara, karena dalam pengelompokkan instrumen penelitian terlebih dahulu diuji
siswa ke dalam kelas-kelas tesebut disebar coba. Tujuan uji coba instrumen adalah
secara merata antara siswa yang memiliki untuk melakukan validasi terhadap
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. instrumen dan mendeskrisikan derajat
Penentuan sampel dalam penelitian estimasi yang mampu ditampilkan oleh
ini menggunakan teknik random sampling . masing-masing instrument.
Dalam penelitian ini, random sampling Dalam penelitian ini, digunakan dua
adalah kelas diambil secara random. Untuk teknik analisis yakni teknik analisis statistik
mengetahui setara atau tidak antar kelas deskriptif data dan manova. Untuk
dalam populasi dilakukan pengukuran menganalisis pemahaman konsep fisika
sehingga diperoleh nilai ulangan umum siswa digunakan analisis manava.
fisika. Selanjutnya nilai ini dianalisis Klasifikasi dideskripsikan atas rentangan
dengan menggunakan uji-t. Dari ketiga presentase dengan menggunakan 5
populasi tersebut semuanya digunakan jenjang klasifikasi. Selanjutnya dilakukan
sebagai sampel dalam penelitian, dimana uji MANOVA untuk menguji hipotesis yang
satu kelas mendapat perlakuan penerapan pertama, keputusan untuk hipotesis ketiga
model pembelajaran Problem based diambil dengan analisis Pillace Trace
learning dan satu kelas lainnya mendapat WilksLambda, Hotellings Trace, dan Roys
perlakuan penerapan model pembelajaran Largest Root. Jika harga F untuk analisis
konvensional. Dimana kelas ekperimen Pillace Trace WilksLambda, Hotellings
adalah kelas XI IPA1, sedangkan kelas Trace, dan Roys Largest Root memiliki
kontrol adalah kelas XI IPA2. signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka
Penelitian ini menyelidiki pengaruh kesimpulannya adalah terdapat perbedaan
satu variabel independent terhadap dua pemahaman konsep dan berpikir kritis
variabel dependent. Variabel dependent siswa antara siswa yang belajar dengan
yang dimaksud disini adalah variabel model Problem Based Learning dengan
perlakuan, yaitu model pembelajaran. siswa yang belajar dengan model
Variabel model pembelajaran terdiri dari pembelajaran konvensional.
pembelajaran Problem Based Learning lebih
HASIL DAN PEMBAHASAN unggul daripada model pembelajaran
a) Pengaruh model pembelajaran konvensional. Pembahasan atas pertanyaan
Problem Based Learning dan model tersebut beranjak dari komparasi secara
pembelajaran konvensional dalam teoritik dan operasional empiris antara model
pencapaian pemahaman konsep pembelajaran Problem Based Learning
siswa dengan model pembelajaran konvensional.
Dasar filosofi model pembelajaran
Tujuan pertama penelitian ini adalah Problem Based Learning adalah
untuk menguji pengaruh model konstruktivisme yang menyatakan bahwa
pembelajaran Problem Based Learning vs pebelajar membangun pengetahuan dalam
model pembelajaran konvensional untuk benaknya sendiri. Pembelajaran berbasis
pencapaian pemahaman konsep pada masalah merupakan model pembelajaran
materi Fluida statis dan dinamis. yang berlandaskan psikologi kognitif Jhon
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dewey (Jacobsen, Eggen, Kauchak, 2009).
terdapat perbedaan pemahaman konsep Dalam hal ini dianjurkan bahwa guru
yang signifikan antara kelompok siswa yang seharusnya mendorong siswa terlibat dalam
belajar dengan model pembelajaran proyek atau tugas yang berorientasi pada
Problem Based Learning dan kelompok masalah yang berkaitan dengan dunia siswa
siswa yang belajar dengan model dan siswa harus aktif dalam kegiatan
pembelajaran konvensional. Tinjauan ini pembelajaran.
didasarkan pada skor rata-rata pemahaman Berdasarkan paham kontruktivistik
konsep model pembelajaran Problem Based tersebut, dalam pembelajaran Problem
Learning dibandingkan dengan model Based Learning pembelajaran mengarah
pembelajaran konvensional, dimana rata- pada pengembangan keterampilan siswa
rata pemahaman konsep siswa kelompok dalam proses pengetahuan, menemukan
model pembelajaran Problem Based dan mengembangkan fakta, konsep, dan
Learning memiliki rata-rata sebesar 74 dan nilai-nilai yang diperlukan. Pembelajaran
kelompok model pembelajaran konvensional yang dikembangkan dengan model
memiliki rata-rata 69. Rata-rata yang lebih pembelajaran Problem Based Learning
besar pada kelompok model pembelajaran memungkinkan terjadinya proses kontruksi
Problem Based Learning menunjukkan pengetahuan. Hal ini tentu akan
bahwa model pembelajaran Problem Based berpengaruh positif terhadap pemahaman
Learning lebih baik daripada model konsep serta keterampilan berpikir kritis
pembelajaran konvensional, dengan nilai F = siswa.
43,019 dengan signifikansi yang lebih kecil Guru dapat membantu pebelajar
dari 0,05. Dengan demikian model PBL dengan cara membuat informasi menjadi
memiliki pengaruh terhadap pemahaman sangat bermakna dan sangat relevan bagi
konsep siswa. siswa, dengan memberikan kesempatan
Pencapaian pemahaman konsep kepada siswa untuk menemukan atau
siswa pada kelompok model pembelajaran menerapkan ide-ide. Keadaan ini dapat
Problem Based Learning lebih tinggi dimisalkan dengan guru menyediakan
dibandingkan dengan kelompok model tangga yang dapat membantu siswa untuk
pembelajaran konvensional. Dengan kata mencapai tingkatan pemahaman yang lebih
lain bahwa model pembelajaran Problem tinggi, namun harus diupayakan agar siswa
Based Learning lebih unggul dibandingkan sendiri yang memanjat tangga itu.
dengan model pembelajaran konvensional Terdapat empat penerapan esensial
dalam pencapaian pemahaman konsep. dari model pembelajaran berbasis masalah
Meskipun penelitian ini konsisten seperti yang diurutkan oleh Gallagher et al.
dengan teori-teori yang ada, namun terdapat (dalam Sadia & Suma, 2006), yaitu sebagai
pertanyaan yang memerlukan pembahasan berikut.
lebih lanjut terkait dengan pencapaian 1. Pemusatan masalah di sekitar
pemahaman konsep yaitu, mengapa pembelajaran dari konsep-konsep sains
operasional emperis mengapa dalam yang penting.
pencapaian pemahaman konsep, model
2. Memberikan kesempatan bagi pebelajar Pada tahap Oreintasi siswa pada
untuk menguji ide mereka dengan masalah autentik pebelajar
berbagai teori maupun dengan menginventarisasi dan mempersiapkan
eksperimen. logistik yang diperlukan dalam proses
3. Memberikan kesempatan kepada siswa pembelajaran. Siswa berada dalam
mengolah data sebagai bagian dari kelompok yang telah ditetapkan bergabung
melatih metakognitif. dalam satu kelompok untuk memilih suatu
4. Memberikan kesempatan kepada siswa topik, memutuskan kategori-kategori topik
untuk mempresentasikan pemecahan permasalahan dan menyusun perencanaan
masalah yang mereka hasilkan, dengan bagaimana mereka menyelidiki topik
tiap kelompok mempresentasikan tersebut. Hal ini berarti, masalah ditentukan
laporannya dalam suatu bentuk diskusi terlebih dahulu, digambarkan dan dipahami,
kelas. dan dicari hubungan antara bagian-bagian
Jika dilihat dari sintaks atau langkah- masalah. Pada proses ini pebelajar akan
langkah pembelajarannya, model terdorong menggunakan kemampuan
pembelajaran Problem Based Learning lebih berpikirnya untuk mengidentifikasi
menekankan pada aktivitas siswa dan permasalahan dan merancang
bersifat student-centered. Model Problem penyelesaiannya. Sehingga pemahaman
Based Learning memiliki lima tahapan yaitu: konsep dirasa amat penting untuk
(1) Oreintasi siswa pada masalah autentik, menopang proses tersebut.
(2) Mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) Pada tahap mengorganisasi siswa
Membimbing Penyelidikan individual untuk belajar pebelajar Problem Based
maupun kelompok, (4) Mengembangkan dan Learning membutuhkan pengembangan
menyajikan hasil karya,dan (5) Menganalisis keterampilan kolaborasi antar siswa dalam
dan mengevaluasi proses pemecahan kegiatan penyelidikan sehingga kegiatan
masalah. penyelidikan perlu dilakukan secara
Tahapan-tahapan dalam model bersama. Disini disarankan agar guru
pembelajaran Problem Based Learning mengorganisasikan siswa dalam kelompok-
memberikan peluang kepada siswa dan guru kelompok belajar kooperatif yang didasarkan
untuk mengembangkan potensi diri siswa pada tujuan yang akan dicapai dan telah
secara optimal baik dalam bentuk aktivitas ditetapkan oleh guru dalam suatu kegiatan
belajar, mengembangkan gagasan, atau ide- penyelidikan. Kelompok belajar kooperatif
ide, pertanyaan secara bebas, termasuk yang dibentuk pada pembelajaran Problem
melakukan refleksi diri. Hal ini dapat Based Learning mengikuti aturan
memberikan dampak positif dalam pembentuka kelompok pada umumnya,
kerjasama kelompok, saling menghargai misalnya mewakili keragaman tingkat
dalam argumentasi dan adanya sharing kemampuan siswa atau berdasarkan
pengetahuan sesama siswa. Sehingga kesamaan minat para anggota kelompok.
kemampuan siswa benar-benar Setelah siswa diorientasikan pada situasi
diberdayakan dalam proses pembelajaran. masalah dan telah dibentuk kelompok
Berdasarkan paham kontruktivistik tersebut, belajar maka siswa dan guru harus
dalam pembelajaran Problem Based menyediakan waktu yang cukup untuk
Learning siswa harus mempunyai menetapkan subtopik penyelidikan yang
pengalaman dengan membuat hipotesa, lebih spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan
meramalkan, menguji hipotesis, jadwal waktu penyelidikan.Disini diupayakan
memanipulasi objek, memecahkan masalah, semua siswa terlibat aktif dalam sejumlah
mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, kegiatan penyelidikan sehingga
berdialog, mengadakan refleksi, menghasilkan penyelesaian masalah umum
mengungkapkan pertanyaan, yang telah ditetapkan oleh guru dan siswa.
mengekpresikan jawaban, dan lain-lain Pada tahap membimbing
untuk membangun kontruksi pengetahuan Penyelidikan individual maupun kelompok
baru. Hal ini tentu akan berpengaruh positif pebelajar merancang pemecahan masalah
terhadap pemahaman konsep serta baik melalui pengumpulan data secara
keterampilan berpikir kritis siswa. ekperimen ataupun dengan membangun ide
mereka sendri.
Pada tahap mengembangkan dan siswa akan melakukan perencanaan dan
menyajikan hasil karya yang dilaksanakan penyelidikan dengan menggunakan
adalah Pada tahap ini guru membantu siswa berbagai sumber informasi. Siswa akan
dalam merencanakan dan menyiapkan hasil melakukan kegiatan investigasi bersama
karya yang akan dijelaskan. Masing-masing teman dalam kelompoknya untuk
kelompok menyajikan hasil pemecahan memperoleh konsep-konsep fisika yang
masalah yang diperoleh dalam suatu diskusi. diperlukan untuk menemukan konsep-kosep
Penyelidikan hasil karya ini dapat berupa yang nantinya digunakan untuk
laporan, poster, maupun media-media yang menyelesaikan suatu permasalahan. Pada
lain. kegiatan belajar ini siswa akan menggali
Pada tahap menganalisis dan berbagai sumber atau bahan ajar untuk
mengevaluasi proses pemecahan masalah menyelesaikan suatu permasalahan,
pebelajar Tahap akhir pelaksanaan Problem sehingga secara tidak langsung pemahaman
Based Learning adalah membantu siswa konsep serta keterampilan berpikir kritis
menganalisis dan mengevaluasi proses siswa akan tumbuh secara sendirinya. Siswa
berpikir, keterampilan berpikir, dan mendapat kesempatan untuk berpikir reflektif
keterampilan penyelidikan yang telah dan melakukan proses pembelajaran diri
mereka capai. Pada tahap ini siswa diminta melalui self-directed learning, serta siswa
untuk melakukan rekonstruksi pemikiran dan dapat melakukan latihan proses
aktivitas mereka selama tahap-tahap metakognisi. Peran guru hanya sebagai
pembelajaran yang telah dilewatkan. fasilitator dan moderator yang memberikan
Mengacu terhadap pandangan ini, tanggung jawab kepada siswa untuk
maka belajar bukan merupakan proses memperoleh sendiri konsep-konsep yang
transfer ilmu. Pengetahuan yang diperoleh diperlukan melalui interaksi dengan anggota
siswa selama proses pembelajaran kelompoknya.
merupakan hasil kontruksinya sendiri yang Di lain pihak, model pembelajaran
melibatkan pemahaman konsep yang konvensional diawali dengan penyajian
mereka miliki. Belajar harus bersifat materi pelajaran yang terkait oleh guru
kontekstual, artinya belajar harus dapat kepada siswa. Teori, konsep, ataupun
menghubungkan proses kognisi pebelajar prinsip-prinsip fisika yang diharapkan dapat
dengan konteks dunia nyata pebelajar agar dikuasai oleh siswa dipaparkan terlebih
proses belajar menjadi bermakna, hal ini dahulu di depan kelas oleh guru. Setelah itu,
sangat tampak dalam kegiatan pembelajaran barulah siswa dihadapkan pada
PBL. permasalahan-permasalahan yang terkait
Implementasi pembelajaran Problem dengan konsep yang telah dipaparkan.
Based Learning di kelas dimulai dengan Model pembelajaran konvensional jarang
memilih topik dan memutuskan topik melibatkan pengaktifan pengetahuan awal
permasalahan. Masalah yang disuguhkan dan jarang memotivasi siswa untuk
adalah masalah yang kontekstual, yaitu memproses pengetahuannya. Pembelajaran
masalah yang aktual yang ada di sekitar konvensional masih didasarkan atas asumsi
lingkungannya dan relevan dengan materi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan
yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa. secara utuh dari pikiran guru ke pikiran
Masalah yang disajikan di awal siswa. Peran guru dalam pembelajaran
pembelajaran merupakan stimulus konvensional adalah sebagai sumber
pembelajaran. Ketika siswa menghadapi pengetahuan dan siswa adalah orang yang
masalah yang berkaitan dengan kehidupan diberi pengetahuan tersebut. Berdasarkan
mereka sehari-hari akan timbul rasa asumsi tersebut, pembelajaran konvensional
tanggung jawab untuk menyelesaikan diawali dengan penyajian materi pelajaran
permasalahan tersebut, sehingga pada diri yang terkait oleh guru kepada siswa.
siswa akan muncul kesadaran untuk Teori, konsep, ataupun prinsip-prinsip
menggali informasi yang relevan untuk fisika yang diharapkan dapat dikuasai oleh
menyelesaikan permasalahan yang sedang siswa dipaparkan terlebih dahulu di depan
dihadapi. kelas oleh guru. Setelah itu, barulah siswa
Dalam mengali informasi yang diwajibkan untuk bekerja dalam kelompok
diperlukan untuk menyelesaikan masalah, kecil dalam melakukan percobaan dan
menyelesaikan soal-soal dalam LKS yang untuk itu. Interaksi yang terjadi justru
disediakan oleh guru sehingga tanggung mengakibatkan terjadinya rasa malu pada
jawab siswa terhadap pembelajaran dirinya diri siswa atau takut melakukan aktivitas. Di
sendiri menjadi kecil, sebab siswa belajar samping itu, siswa tidak selalu dapat
hanya semata-mata karena guru meningkatkan kemampuan diskusinya
memberikan tugas kepada siswa untuk secara spontan, tetapi minimal mereka
mempelajari materi ajar tersebut. Hal ini sudah melakukan aktivitas yang diinginkan
akan mengurangi kemandirian siswa dalam sesuai prosedur pembelajaran tersebut.
belajar untuk membentuk pengetahuannya Ketiga, bersumber dari pengukuran.
sendiri sehingga berdampak pada Siswa belum terbiasa dengan soal-soal
kemampuan berpikir siswa yang pilihan ganda diperluas yang menuntut
menyebabkan pemahaman konsep siswa kemampuan berpikir. Di samping itu, dengan
menjadi lebih rendah. tingkat kesukaran tes dan alokasi waktu
Berdasarkan deskripsi landasan yang disediakan untuk menjawab, belum
operasional teoritik tersebut, dapat diyakini sepenuhnya mengakomodasi kemampuan
bahwa model pembelajaran Problem Based siswa. Maksudnya bahwa, waktu yang
Learning lebih unggul dibandingkan dengan diperlukan oleh siswa untuk menjawab tes
model pembelajaran konvensional dalam tersebut masih kurang. Hal tersebut juga
pencapaian pemahaman konsep. berimplikasi pada rubrik yang digunakan
Berdasarkan landasan teori tersebut untuk penskoran, sehingga tuntutannya
seyogyanya model pembelajaran Problem menjadi terlalu tinggi. Terkait dengan hal ini,
Based Learning dapat diakomodasi oleh untuk pelaksanaan penelitian lebih lanjut
semua siswa, sehingga perolehan belajar perlu adanya pertimbangan ke arah
siswa mencapai kriteria keberhasilan yang penggunaan bentuk tes yang lain.
maksimal. Tetapi kenyataannya, skor rata- Keempat, menyangkut kelemahan
rata pemahaman konsep siswa pada yang masih ada dalam penelitian ini.
kelompok model pembelajaran Problem Penelitian ini, masih terdapat cukup banyak
Based Learning hanya berkategori baik dan variabel lain yang masih belum bisa dikontrol
belum mampu mencapai kategori sangat dengan ketat oleh peneliti, namun variabel
baik. Terungkapnya fakta seperti ini diduga tersebut masih memiliki pengaruh terhadap
kuat disebabkan oleh tiga faktor. pemahaman konsep siswa. Dengan
Pertama, bertitik tolak dari landasan demikian, selain oleh perlakuan yang
konseptual pembelajaran konstruktivisme diberikan oleh peneliti melalui model
bahwa siswa mampu mengkonstruksi pembelajaran problem based learning, juga
pengetahuan dengan alokasi waktu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang ada
sifatnya pribadi. Artinya, siswa dilingkungan siswa sehari-hari. Akan tetapi,
berkemampuan rendah akan memerlukan walaupun hasil penelitian ini dipengaruhi
waktu relatif lebih lama dalam oleh faktor lain, dengan pengujian statistik
menyelesaikan tugas-tugas yang sama dapat ditunjukkan bahwa perbedaan
dalam pembelajaran fisika jika dibandingkan pemahaman konsep disebabkan oleh
dengan siswa berkemampuan tinggi. perlakuan yang diberikan pada kelas
Pernyataan ini didukung oleh makna dari eksperimen melalui model pembelajaran
salah satu prinsip pembelajaran sains problem based learning.
kontekstual menurut National Academy of
Sciences (Nur, 2001), semua siswa dapat b) Pengaruh model pembelajaran
mencapai pemahaman apabila mereka Problem Based Learning dan model
diberikan kesempatan, tetapi akan dicapai pembelajaran konvensional dalam
dengan cara dan pada kedalaman yang pencapaian kemampuan berpikir
berbeda, serta kecepatan yang berbeda kritis siswa
pula.
Kedua, para siswa belum terbiasa Tujuan yang keempat penelitian ini
dengan aktivitas belajar sesuai dengan adalah untuk menguji pengaruh model
tuntutan skenario pembelajaran. Interaksi pembelajaran Problem Based Learning
antar siswa berada masih rendah, sebagai versus model pembelajaran konvensional
akibat kurangnya latihan-latihan khusus
dalam pencapaian kemampuan berpikir kritis kelompok yang menggunakan model
pada materi fluida statis dan dinamis. pembelajaran konvensional. Kemampuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir kritis kelompok siswa yang
terdapat perbedaan kemampuan berpikir menggunakan pembelajaran berbasis
kritis yang signifikan antara kelompok siswa masalah lebih baik daripada kelompok yang
yang belajar dengan model pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning dan kelompok konvensional. Penelitian yang dilakukan
siswa yang belajar dengan model Pradana (2008) menunjukkan bahwa
pembelajaran konvensional. Tinjauan ini terdapat perbedaan keterampilan berpikir
didasarkan pada skor rata-rata keterampilan kritis yang signifikan antara siswa yang
berpikir kritis model pembelajaran Problem belajar dengan menggunakan model
Based Learning dibandingkan dengan model Problem Based Learning dengan siswa yang
konvensional, dimana rata-rata keterampilan belajar dengan menggunakan model
berpikir kritis siswa kelompok model pembelajaran konvensional. Yang mana
pembelajaran Problem Based Learning rata-rata keterampilan berpikir kritis yang
memiliki rata-rata sebesar 72,23 dan dicapai oleh kelompok siswa yang belajar
kelompok model pembelajaran konvensional melalui model Problem Based Learning lebih
memiliki rata-rata 65,03. Rata-rata yang baik daripada kelompok siswa yang belajar
lebih besar pada kelompok model melalui model pembelajaran konvensional.
pembelajaran Problem Based Learning Walaupun penelitian ini konsisten
menunjukkan bahwa model pembelajaran dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya,
Problem Based Learning lebih baik daripada namun terdapat pertanyaan yang
model pembelajaran konvensional, dengan memerlukan pembahasan lebih lanjut terkait
nilai F = 37,41 dengan signifikansi yang lebih dengan pencapaian kemampuan berpikir
kecil dari 0,05. Dengan demikian model kritis. Secara teoretik dan operasional
Problem Based Learning memiliki pengaruh empiris mengapa dalam pencapaian
terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. kemampuan berpikir kritis, model
Kemampuan berpikir kritis yang pembelajaran Problem Based Learning lebih
ditunjukkan oleh siswa yang mengikuti unggul dibandingkan dengan model
pembelajaran dengan model pembelajaran pembelajaran konvensional.
Problem Based Learning lebih baik Pembahasan atas pertanyaan
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti tersebut beranjak dari komparasi secara
pembelajaran dengan model pembelajaran teoretik dan operasional empiris antara
konvensional. Hasil penelitian yang model pembelajaran Problem Based
dilakukan oleh Agustawan (2006) Learning dengan model pembelajaran
menunjukkan bahwa implementasi model konvensional. Secara teoretik jika dilihat dari
pembelajaran berbasis masalah dalam filosofisnya, model pembelajaran Problem
pembelajaran fisika dapat meningkatkan Based Learning meletakkan dasar pada
kompetensi dasar fisika siswa dan filosofis pendidikan John Dewey, di mana
kemampuan berpikir kritis siswa. Sedangkan siswa akan belajar dengan baik apabila
hasil penelitian Arnyana (2007), yaitu mereka terlibat secara aktif dalam segala
penerapan model Problem Based Learning kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk
pada pelajaran biologi untuk meningkatkan menemukan sendiri (Ibrahim & Nur, 2000).
kompetensi dan kemampuan berpikir kritis Sebaliknya, model pembelajaran
siswa kelas X SMA Negeri 1 Singaraja tahun konvensional lebih menekankan pada
pelajaran 2006/2007 menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik. Karakteristik utama
model Problem Based Learning Problem dalam pembelajaran konvensional adalah
Based Learning dapat meningkatkan guru menyampaikan materi pelajaran secara
kompetensi dan kemampuan berpikir kritis jelas dan terperinci kemudian dilanjutkan
siswa. Di samping itu, hasil penelitian yang dengan konvensional oleh siswa. Pada
dilakukan oleh Wahyuni (2005) menunjukkan pembelajaran konvensional, peran guru
bahwa terdapat perbedaan kemampuan sangat dominan sedangkan siswa sangat
berpikir kritis yang signifikan antara pasif dalam kegiatan pembelajaran.
kelompok siswa yang menggunakan Peran serta siswa dalam
pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran masih dipengaruhi oleh guru
dan ini terlihat saat guru menyajikan materi. informasi akademik baru kepada siswa
Dengan memberikan masalah nyata di awal setiap minggunya melalui informasi verbal
pembelajaran, maka siswa mengetahui atau teks. Siswa hanya menunggu
tujuan mereka mempelajari materi ajar penjelasan dari gurunya dan hanya
tersebut. Penyajian masalah ini dapat bertanggung jawab atas segala sesuatu
meningkatkan motivasi siswa. Dengan dalam kelompoknya. Pada pembelajaran
motivasi yang tinggi, siswa lebih tertarik konvensional dapat digunakan metode
untuk memecahkan masalah-masalah yang selain ceramah seperti praktikum dan
terdapat pada LKS sehingga informasi yang dilengkapi atau didukung dengan
didapatkan akan lebih tertata rapi dalam penggunaan media, penekanannya tetap
struktur kognitif siswa. Motivasi intrinsik pada proses penerimaan pengetahuan
siswa terlihat ketika mereka melakukan (materi pelajaran) bukan pada proses
strategi konvensional di mana dalam LKS pencarian dan konstruksi pengetahuan
hanya disediakan masalah nyata yang (Sanjaya, 2006). Kemampuan berpikir kritis
bersifat ill-defined sedangkan rumusan tidak dapat ditingkatkan melalui
masalah, analisis masalah dan jawaban pembelajaran yang menekankan pada
sementara (perumusan hipotesis) dilakukan penerimaan pengetahuan (Schafersman,
sendiri oleh siswa dalam kelompok belajar 1991).
yang telah dibentuk. Temuan dalam penelitian ini
LKS pembelajaran konvensional memberikan petunjuk bahwa model
disajikan petunjuk yang jelas mengenai pembelajaran Problem Based Learning
kegiatan percobaan dan siswa hanya memiliki keunggulan komparatif
mengikuti langkah-langkah atau petunjuk dibandingkan dengan model pembelajaran
kerja tersebut. Hal ini tentunya konvensional dalam hal meningkatkan
mengakibatkan ketidakbiasaan siswa dalam kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hal
memperluas, memperdalam, memperkaya tersebut maka implikasi yang dapat
pengetahuannya, dan pengetahuan siswa diberikan adalah kemampuan berpikir kritis
terbatas pada apa yang diketahui guru. siswa dapat ditingkatkan dengan
Materi yang disajikan dalam pembelajaran menerapkan model pembelajaran problem
konvensional sudah disampaikan oleh guru based learning. Pada pembelajaran problem
di awal pembelajaran sehingga peran siswa based learning, siswa aktif terlibat dalam
menjadi pasif dan tidak dapat melatih kegiatan pembelajaran, senantiasa dilatih
kemampuan berpikirnya secara optimal. untuk menganalisis dan memecahkan
Jika dilihat dari sintaks atau langkah- masalah kontekstual. Materi pelajaran dalam
langkah pembelajarannya, model model pembelajaran Problem Based
pembelajaran Problem Based Learning lebih Learning dikemas dalam bentuk masalah
menekankan pada aktivitas siswa dan yang berkaitan dengan lingkungan siswa.
bersifat student-centered. Siswa Hal ini dapat menimbulkan motivasi intrinsik
bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
pembelajaran dan siswa diberikan kegiatan pembelajaran. Pada pembelajaran
kesempatan untuk mengembangkan problem based learning, guru berperan
aktivitas dan pola pikirnya secara optimal. sebagai fasilitator dan mediator. Hal ini
Sebaliknya, model pembelajaran memberikan implikasi bahwa guru
konvensional menekankan pada aktivitas hendaknya memiliki kemampuan yang baik
guru (teacher-centered) dengan langkah dalam mengemas materi pelajaran dalam
pembelajaran utamanya adalah kegiatan bentuk masalah-masalah ill-structured atau
konvensional. Kegiatan konvensional ini ill-defined yang berkaitan dengan lingkungan
meliputi: penyajian materi pelajaran oleh sekitar siswa.
guru secara jelas dan terperinci, siswa
melakukan percobaan berdasarkan petunjuk Berdasarkan temuan-temuan yang
LKS dan bimbingan guru, dan dilanjutkan sudah dideskripsikan sebelumnya, hasil
dengan kegiatan konvensional oleh siswa. penelitian ini memiliki implikasi sebagai
Berdasarkan hal ini, proses belajar sebagian berikut.
masih merupakan tanggung jawab guru. 1. Untuk dapat meningkatkan hasil
Guru bertanggung jawab dalam menyajikan belajar siswa khususnya keterampilan
berpikir kritis dan pemahaman konsep, maka terhadap pemahaman konsep dan
guru hendaknya mengubah paradigma keterampilan berpikir kritis dalam
pembelajaran dari teacher centered menuju pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA
student centered. Peran guru sebagai SMA Negeri 2 banjar. Pemahaman
pengarah hendaknya tidak terlalu konsep dan keterampilan berpikir kritis
menceramahi siswa, melainkan siswa yang belajar dengan model
mengarahkan suatu diskusi saat pembelajaran problem based learning
memecahkan permasalahan agar tidak lebih baik daripada kelompok siswa yang
menyimpang dari tujuan pembelajaran. belajar dengan model konvensional.
Sebagai fasilitator, guru memfasilitasi 2. Ada pengaruh model
kebutuhan siswa akan sumber belajar dan pembelajaran problem based learning
memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar. terhadap pemahaman konsep dalam
Pergeseran paradigma ini akan memberi pembelajaran fisika siswa kelas XI IPA
kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif SMA Negeri 2 banjar. Pemahaman
mengkontruksi pengetahuannya sendiri. konsep siswa yang belajar dengan model
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pembelajaran problem based learning
siswa yang secara aktif membangun lebih baik daripada kelompok siswa yang
pengetahuannya melalui proses pemecahan belajar dengan model konvensional.
masalah akan memiliki keterampilan berpikir 3. Ada pengaruh model
lebih baik daripada siswa yang belajar pembelajaran problem based learning
dengan model pembelajaran konvensional. terhadap keterampilan berpikir kritis
2. Berkaitan dengan pembelajaran yang dalam pembelajaran fisika siswa kelas XI
melatih kemampuan berpikir kritis, IPA SMA Negeri 2 banjar. Keterampilan
implementasi model pembelajaran Problem berpikir kritis siswa yang belajar dengan
Based Learning harus memperhatikan tiga model pembelajaran problem based
hal pokok yaitu masalah, aktivitas atau learning lebih baik daripada kelompok
kegiatan pembelajaran, dan pelaksanaan siswa yang belajar dengan model
evaluasi. Aktivitas atau kegiatan konvensional.
pembelajaran dalam pembelajaran berbasis
dimulai dari orientasi masalah, organisasi DAFTAR PUSTAKA
siswa untuk belajar, penyelidikan siswa,
menyajikan hasil karya, dan evaluasi proses Arnyana, I. B. P. 2007. Penerapan model
konvensional. Pelaksanaan evaluasi untuk PBL pada pelajaran biologi untuk
pembelajaran kemampuan berpikir kritis meningkatkan kompetensi dan
lebih mementingkan evaluasi yang autentik kemampuan berpikir kritis siswa
dan dilakukan secara berkesinambungan. kelas X SMA Negeri 1 Singaraja
3. Berkaitan dengan pembelajaran dalam tahun pelajaran 2006/2007. Jurnal
meningkatkan keterampilan proses siswa, Pendidikan dan Pengajaran.
guru hendaknya memberikan kesempatan 40(2).231-251.
siswa untuk melaksanakan proses Ennis, R. H. 1985. Goal critical thinking
pembelajaran yang berbasis penyelidikan curriculum. Dalam Costa, A. L. (Ed):
ilmiah. Siswa diberikan kebebasan dalam Developing minds: a resourse book
mendesain sampai menyimpulkan hasil for teaching thinking. Alexandria,
penyelidikan yang dilakukan. Sehingga Virginia: Association for Supervision
pengembangan indikator keterampilan and Curriculum Developing (ASCD).
berpikir proses sains siswa dapat Halaman 54-57.
berkembang secara optimal. Forster, F. 2009. Improving creative thinking
abilities using a generic collaborative
PENUTUP creativity support system. Journal
Berdasarkan hasil-hasil pengujian Research Reflections and
hipotesis dan pembahasan di atas, maka Innovation in Integrating ICT in
peneliti dapat menyimpulkan hal-hal sebagai Education.
berikut: Gardner, H. 1999(a). The Discipline Mind:
1. Ada pengaruh model What All Students Should
pembelajaran problem based learning
Understand. New York: Simon & Diakses pada tanggal 24 September
Schusteer Inc. 2015.
Krulik, S. & Rudnick, J.A. 1995. The new Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning.
sourcebook for teaching reasoning Second Edition. Boston: Allyn and
and problem solving in elementary Bacon.
school. Massachusets: Allyn & Bacon Sudarman. 2007. Problem based learning:
Rofiuddin, A. 2000. Model Pendidikan suatu model pembelajaran untuk
Berpikir Kritis-Kreatif Untuk Siswa mengembangkan dan meningkatkan
Sekolah Dasar. Tersedia dalam : kemampuan memecahkan masalah.
http://www.infodiknas.com/model- Jurnal Pendidikan Inovatif. 2 (2). 68-
pendidikan-berpikir-kritis-kreatif- 73. Tersedia pada
untuk-siswa-sekolah-dasar-2/. http://www.jurnaljpi.
Diakses pada tanggal 15 September files.wordpress.com/2007/09/04-
2015 sudarman.pdf. Diakses tanggal 9 mei
Sadia, I W. 2008. Model pembelajaran yang 2011.
efektif untuk meningkatkan Tuckman, B. W. 1999. Conducting
keterampilan berpikir kritis. Jurnal educational research.Fifth edition.
pendidikan dan Pengajaran New York: Harcourt Brace College
Undiksha, 41(2), 219-237, April 2008. Publisher.
Sadia, I W., Suastra, I W., dan Tika, K. 2004. Wahyuni, K. S. R. 2005. Pengaruh
Pengembangan model ddan strategi pembelajaran berbasis masalah
pembelajaran fisika di sekolah (problem based learning) terhadap
menengah umum untuk memperbaiki kemampuan berpikir kritis dan hasil
miskonseppsi siswa. Laporan belajar siswa kelas X SMA Negeri 2
Penelitian. Institut Keguruan dan Ilmu Singaraja tahun pelajaran 2005/2006
Pendidikan Negeri Singaraja pada pokok bahasan kinematika
Sadia, I W., Subagia, W.,& Natajaya, I N. gerakl urus. Skripsi (tidak
2007. Pengembangan model dan diterbitkan). Jurusan Pendidikan
perangkat pembelajaran untuk Fisika, IKIP Negeri Singaraja.
meningkatkan keterampilan berpikir Yasa, P. 2007. Inovasi model belajar sains
kritis (critical thinking skills) siswa sesuai tuntutan standar proses
sekolah menengah pertama (SMP) kurikulum tingkat satuan pendidikan
dan sekolah menengah atas (SMA). (KTSP). Makalah. Disampaikan
Laporan Penelitian (Tidak pada seminar dengan tema
Diterbitkan). Universitas Pendidikan Pengembangan model
Ganesha. pembelajaran inovatif dan
Santyasa, I W. 2004. Pembelajaran fisika Assesmen sebagai antisipasi
berbasis keterampilan berpikir pelaksanaan KTSP di SMP/SMA
sebagai alternatif implementasi KBK. pada tanggal 24 s/d 25 September
Teknologi Pembelajaran: 2007.
Peningkatan Kualitas Belajar melalui Yuwono, I. 2009. Membumikan
Teknologi Pembelajaran. Jakarta: pembelajaran matematika di
Pusat Teknologi Komunikasi dan sekolah. Artikel. Tersedia pada
Informasi Pendidikan. http://www.um.ac.id.pdf. Diakses
Schafersman, S. D. 1991. An introduction to tanggal 9 mei 2011
critical thinking.Tersedia pada:
http://F:/article/an%20Introduction
%20to%20Critical%20Thinking.htm.

Você também pode gostar