Você está na página 1de 43

MAKALAH AUDITING

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Auditing

Disusun Oleh :
ANTONIA
023151700003

Program Pendidikan Profesi Akuntan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Trisakti
2017
MENGENAI PT COLLIERS INTERNATIONAL INDONESIA

Colliers International merupakan salah satu konsultan terbesar di dunia dengan 554 kantor di 66 negara.
Di Indonesia sendiri, Colliers hadir sejak tahun 1988, dan saat ini memiliki lebih dari 460 orang karyawan
yang menjadikan Colliers International Indonesia sebagai konsultan properti terbesar di Indonesia.

Sebagai konsultan properti internasional yang bekerja di negara terpadat keempat di dunia, perusahaan
menyediakan rangkaian lengkap konsultasi dunia properti termasuk di dalamnya penilaian, penasehat,
manajemen transaksi dan manajemen properti. Kami dapat memenuhi kebutuhan para investor,
penghuni maupun pengembang untuk berbagai sektor properti seperti perkantoran, ritel, industri,
perumahan dan perhotelan.Pesatnya pertumbuhan sektor properti di Indonesia memberikan
kesempatan untuk terus menjadi konsultan properti internasional terbesar dengan beragam jasa serta
yang paling berpengalaman.

MASALAH AUDIT DI PT COLLIERS INTERNATIONAL INDONESIA

1. Telatnya audit untuk tahun berjalan


Audit bisa telat dilakukan hingga 2 tahun ke belakang. Misalkan di tahun 2017 awal, masih
dilakukan audit untuk tahun 2015
2. Tidak adanya audit internal
3. Kurangnya pembagian tugas, supervisi dan manajemen yang baik di divisi finance
4. Seringnya terjadi perubahan anggota dalam tim audit, kurangnya komunikasi tim sebelumnya
dengan tim yang baru
5. Kurangnya pemahaman auditor terhadap data/dokumen/bisnis klien

STANDAR AUDIT YANG BISA DITERAPKAN DI PT COLLIERS INTERNATIONAL INDONESIA

1. SA 313.Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca

Karena telatnya audit di kantor, maka SA ini tepat untuk diterapkan karena pengujian audit pada
tanggal interim memungkinkan pertimbangan dini atas hal-hal signifikan yang mempengaruhi laporan
keuangan akhir tahun (sebagai contoh, transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa, kondisi
yang berubah, pernyataan standar akuntansi yang baru, dan pos laporan keuangan yang mungkin
memerlukan penyesuaian). Di samping itu, banyak bagian perencanaan audit, termasuk upaya
memperoleh pemahaman atas pengendalian intern, penentuan tingkat risiko pengendalian, dan
penerapan pengujian substantif atas transaksi, dapat dilakukan sebelum tanggal neraca. Tambahan
potensial risiko audit dapat dikendalikan, jika pengujian substantif yang digunakan untuk mengungkapkan
sisa periode dapat dirancang sedemikian rupa sehingga akanmemberikan dasar memadai untuk
memberikan perpanjangan kesimpulan audit dari tanggal interim ke tanggal neraca.

Penentuan risiko pengendalian pada tingkat di bawah maksimum tidak disyaratkan dalam upaya
memperoleh dasar untuk perluasan kesimpulan audit dari tanggal interim ke tanggal neraca; namun, jika
auditor menentukan risiko pengendalian pada tingkat maksimum selama sisa periode, is wajib
mempertimbangkan apakah efektivitas pengujian substantif tertentu dalam mengungkapkan periode
tersebut akan menurun. Sebagai contoh, pengendalian intern mungkin kurang efektif pada dokumen intern
memberikan indikasi tentang bagaimana penanganan transaksi selama ini. Pengujian substantif yang didasarkan
pada dokumen semacam itu dan menghubungkannya dengan kelengkapan pernyataan untuk sisa periode
mungkin tidak efektif karena dokumen tersebut tidak lengkap. Demikian juga, pengujian substantif atas
sisa periode yang berhubungan dengan asersi keberadaan pada neraca mungkin tidak efektif jika
pengendalian terhadap pengamanan dan pemindahan fisik aktiva tidak efektif. Dalam kedua contoh di atas,
jika auditor menyimpulkan bahwa efektivitas pengujian substantif telah menurun, maka tambahan keyakinan
harus diperoleh atau akun harus diperiksa oleh auditor pada tanggal neraca.

Auditor harus mempertimbangkan apakah terdapat perubahan pesat dalam kondisi bisnis atau lingkungan
yang mungkin berpengaruh terhadap manajemen dalam melakukan salah-saji atas laporan keuangan untuk
sisa periode.Jika kondisi atau lingkungan semacamini muncul, auditor mungkin akan menyimpulkan
bahwa pengujian substantif untuk mengungkapkan sisa periode tidak akan efektif dalam
mengendalikan tambahan risiko yang berkaitan dengannya. Dalam situasi demikian, akun aktiva dan
kewajiban yang terpengaruh biasanya akan diperiksa oleh auditor pada tanggal neraca.

Auditor harus mempertimbangkan apakah saldo akhir tahun akun aktiva atau kewajiban
tertentu yang terpilih untuk diperiksa dalam audit interim dapat diprediksi jumlahnya,
materialitas relatif, dan komposisinya secara memadai. la harus juga mempertimbangkan
apakah prosedur yang diusulkan oleh entitas untuk analisis dan penyesuaian akun tersebut pada
tanggal interim dan penetapan pisah batas akuntansi semestinya telah memadai. Di samping itu, auditor
harus mempertimbangkan apakah sistem akuntansi akan memberikan informasi mengenai saldo pada
tanggal neraca dan transaksi dalam sisa periode yangcukup untuk melakukan penyelidikan atas

(a) transaksi luar biasa yang signifikan (termasuk transaksi pada atau mendekati tanggal neraca);

(b) penyebab fluktuasi signifikan yang lain, atau fluktuasi yang diharapkan tetapi tidak terjadi;
dan

(c) perubahan dalam komposisi akun neraca. Jika auditor menyimpulkan bahwa bukti audit yang
berhubungandengan hal-hal tersebut di atas tidak memadai untuk tujuan pengendalian risiko
audit, maka akun tersebut harus diperiksa oleh auditor pada tanggal neraca.

Pengujian substantif harus dirancang untuk mencakup sisa periode sedemikian rupa sehingga
tingkat keyakinan pengujian substantif dan pengujian substantif yang diterapkan pada rincian saldo pada
tanggal interim, dan tingkat keyakinan audit yang diberikan oleh tingkat risiko pengendalian yang
ditentukan, akan mencapai tujuan audit pada tanggal neraca. Pengujian demikian biasanya harus
mencakup:

(a) perbandingan informasi yang berkaitan dengan saldo pada tanggal neraca dengan informasi
yang sebanding pada tanggal interim untuk mengidentifikasi jumlah yang tidak wajar dan
penyelidikan atas jumlah tersebut dan
(b) prosedur analitik atau pengujian substantif atas rincian yang lain, atau kombinasi dari
keduanya, untuk memberikan dasar memadai untuk perluasan kesimpulan audit pada tanggal
neraca secara relatif atas asersi yang diuji secara langsung atau tidak langsung pada tanggal
interim

Jika salah-saji dideteksi dalam saldo-saldo akun pada tanggal interim, auditor perlu memodifikasi sifat,
waktu, atau lingkup pengujian substantif yang direncanakan untuk mengungkapkan sisa periode yang
berhubungan dengan akun tersebut atau melakukan kembal prosedur audit tertentu pada tanggal neraca.
Penentuan kemungkinan salah-saji pada tanggalneraca harus didasarkan atas pertimbangan auditor
terhadap keadaan akun pada tanggal neraca, setelah mempertimbangkan

(a) kemungkinan implikasi sifat dan penyebab salah-saji yang terdeteksi pada tanggal interim,

(b) kemungkinan hubungan dengan tahap-tahap audit yang lain,

(c) koreksi kemudian yang dilakukan oleh entitas, dan

(d) hasil prosedur audit yang mencakup sisa periode (termasuk prosedur audit dalam rangka
menanggapi kemungkinan salah-saji tertentu). Sebagai contoh, auditor mungkin menyimpulkan
bahwa estimasi memo kredit yang tidak dicatat pada tanggal interim mewakili salah-saji serupa
pada tanggal neraca, berdasarkan pengujian substantif untuk sisa periode. Sebaliknya, penentuan
dampak potensial pada tanggal neraca dari salah saji karena jenis pisah batas yang lain pada
tanggal interim mungkin didasarkan pada basil pelaksanaan kembali pengujian substantif pada
pisah batas.

Waktu pelaksanaan (timing) prosedur audit juga melibatkan pertimbangan apakah prosedur-
prosedur audit yang berkaitan telah dikoordinasi dengan seksama. Hal ini meliputi, misalnya:

A. Pengkoordinasian prosedur audit yang diterapkan pada saldo dan transaksi dengan pihak yang
memiliki hubungan istimewa.

B. Pengkoordinasian pengujian atas akun yang saling berkaitan dan pisah batas akuntansi.

C. Menyelenggarakan pengendalian audit sementara atas aktiva yang telah slap untuk negosiasi
(misalnya surat berharga) dan secara serentak melakukan pengujian atas aktiva tersebut dan kas
dan kas di bank, pinjaman bank, dan unsur-unsur lain yang berkaitan.

D. Keputusan mengenai pengkoordinasian prosedur audit yang saling berkaitan harus dibuat dengan
mempertimbangkan tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan dan prosedur audit tertentu yang
diterapkan, balk untuk sisa periode atau pada akhir tahun, atau keduanya.

2. SA 311. Perencanaan dan Supervisi


Perencanaan audit meliputipengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan danlingkup audit yang
diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas,
pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas.

Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain:

a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas tersebut

b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut.


c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang
signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok
perusahaan.

d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.

e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.

f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment).

g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko
kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antarpihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.

h. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor tentang
laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam, laporan khusus
untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian).

Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan supervisi biasanya
mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan dengan entitas dan pembahasan dengan
personel lain dalam kantor akuntan dan personel entitas tersebut. Contoh prosedur tersebut meliputi:

a. Me-review arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanen, laporan keuangan, dan laporan auditor
tahun lalu.

b. Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit dengan personel kantorakuntan


yang bertanggung jawab atas jasa nonaudit bagi entitas.

c. Meminta keterangan tentang perkembangan bisnis saat ini yang berdampak terhadap entitas.

d. Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan.

e. Membahas tipe, lingkup, dan waktu audit dengan manajemen, dewan komisaris, atau komite
audit.

f. Mempertimbangkan dampak diterapkannya pernyataan standar akuntansi dan standar auditing


yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, terutama yang baru.
g. Mengkoordinasi bantuan dari personel entitas dalam penyiapan data.

h. Menentukan luasnya keterlibatan, jika ada, konsultan, spesialis, dan auditor intern.

i. Membuat jadwal pekerjaan audit.

j. Menentukan dan mengkoordinasi kebutuhan staf audit.

k. Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh tambahan informasi tentang
tujuan audit yang akan dilaksanakan sehingga auditor dapat mengantisipasi dan memberikan
perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan yang dipandang perlu.

Auditor dapat membuat memorandum yang menetapkan rencana audit awal, terutamauntuk entitas
yang besar dan kompleks.

Dalam perencanaan auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, lingkup, dan saat
pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu program audit secara tertulis (atau satu
set program audit tertulis) untuk setiap audit. Program audit harus menggariskan dengan rinci
prosedur audit yang menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Bentuk
program audit dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi sesuai dengan keadaan. Dalam
mengembangkan program audit, auditor harus diarahkan oleh hasil pertimbangan dan prosedur
perencanaan auditnya. Selama berlangsungnya audit, perubahan kondisi dapat menyebabkan
diperlukannya perubahan prosedur audit yang telah direncanakan tersebut.

Auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis entitas yang memungkinkannya


untuk merencanakan dan melaksanakan auditnya berdasarkan standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia. Tingkat pengetahuannya harus memungkinkan auditor untuk
memahami peristiwa, transaksi, dan praktik yang, menurut pertimbangannya, kemungkinan
mempunyai dampak terhadap laporan keuangan. Tingkat pengetahuan yang umumnya dimiliki
oleh manajemen tentang pengelolaan bisnis entitas jauh lebih banyak dibandingkan dengan
pengetahuan mengenai hal yang sama yang diperoleh auditor dari pelaksanaan auditnya. Pengetahuan
tentang bisnis entitas membantu auditor dalam:

a. Mengidentifikasi bidang yang memerlukan pertimbangan khusus.

b. Menilai kondisi yang di dalamnya data akuntansi dihasilkan, diolah, di-review, dan
dikumpulkan dalam organisasi.

c. Menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas sediaan, depresiasi, penyisihan kerugian piutang,
persentase penyelesaian kontrak jangka panjang.

d. Menilai kewajaran representasimanajemen


e. Mempertimbangkan kesesuaian prinsip akuntansi yang diterapkan dan kecukupan
pengungkapannya.

Auditor harus memperoleh pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sifat bisnis entitas,
organisasinya, dan karakteristik operasinya. Hal tersebut mencakup, sebagaicontoh, tipe bisnis, tipe
produk dan jasa, struktur modal, pihak yang mempunyai hubungan istimewa, lokasi, dan metode
produksi, distribusi, serta kompensasi. Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang
mempengaruhi industri tempat operasi entitas, seperti kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, serta
perubahan teknologi, yang berpengaruh terhadap auditnya. Hal lain yang harus dipertimbangkan oleh
auditor adalah praktik akuntansi yang umum berlaku dalam industri, kondisi persaingan, dan, jika
tersedia, trend keuangan dan ratiokeuangan.

Pengetahuan mengenai bisnis entitas biasanya diperoleh auditor melalui pengalamannya


dengan entitas atau industrinya serta dati permntaan keterangan kepada personel perusahaan.
Kertas kerja audit dari tahun sebelumnya dapat berisi informasi yang bermanfaat mengenai sifat bisnis,
struktur organisasi, dan karakteristik operasi, serta transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus.
Sumber lain yang dapat digunakan oleh auditor adalah publikasi yang dikeluarkan oleh industri, laporan
keuangan entitas lain dalam industri,buku teks, majalah, dan perorangan yang memiliki pengetahuan
mengenai industri.

Auditor harus mempertimbangkan metode yang digunakan oleh entitas untuk mengolah
informasi dalam perencanaan audit karena metode tersebut mempunyai pengaruh terhadap desain
pengendalian intern. Luasnya penggunaan komputer dalam pengolahan sebagian besar data
akuntansi dan kompleksnya pengolahannya mempengaruhi pula sifat, saat, dan luasnya prosedur
audit yang digunakan oleh auditor. Oleh karena itu, dalam menilai dampak luasnya penggunaan
komputer terhadap audit laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

a. Luasnya penggunaan komputer dalam setiap aplikasi akuntansi.

b. Kompleksitas operasi komputer entitas, termasuk penggunaan jasa perusahaan pengolahan data
dengan komputer dari luar.

c. Struktur organisasi kegiatan pengolahan data dengan komputer.

d. Tersedianya data.
Dokumen yang digunakan untuk memasukkan informasi ke dalam komputer untuk diolah,
arsip komputer tertentu, dan bukti audit lain yang diperlukan oleh auditor kemungkinan hanya
ada dalam periode yang pendek atau hanya dalam bentuk yang dapat dibaca dengan komputer. Dalam
beberapa sistem komputer, dokumen masukan seringkali tidak ada sama sekali karena informasi
secara langsung dimasukkan ke dalam sistem. Kebijakan penyimpanan data yang dibuat oleh
entitas mungkin mengharuskan auditor untuk meminta dilakukannya penyimpanan informasi
untuk keperluan review atau untuk melaksanakan prosedur audit pada saat informasi tersebut
tersedia. Sebagai tambahan, informasi tertentu yang dihasilkan oleh komputer untuk keperluan
intern manajemen kemungkinan bermanfaat dalam pelaksanaan pengujian substantif (terutama
untuk prosedur analitik).

e. Penggunaan teknik audit berbantuan komputer (TABK) dapat meningkatkan efisiensi


pelaksanaan prosedur audit.
Penggunaan teknik ini juga menyediakan kesempatan bagi auditor untuk menerapkan prosedur
audit tertentu terhadap keseluruhan populasi akun atau transaksi. Sebagai tambahan, dalam
beberapa sistem akuntansi, sulit bahkan tidak mungkin bagi auditor, untuk menganalisis data
tertentu atau menguji prosedur pengendalian khusus tanpa bantuan komputer.

Auditor harus mempertimbangkan apakah keahlian khusus diperlukan untuk


mempertimbangkan dampak pengolahan komputer terhadap auditnya, untuk memahami
pengendalian intern, kebijakan dan prosedur, atau untuk merancang dan melaksanakan prosedur
audit. Jika keahlian khusus diperlukan, auditor harus mencari asisten atau tenaga ahli yang memiliki
keahlian tersebut, yang mungkin berasal dari staf kantor akuntannya atau dari ahli luar. Jika penggunaan
jasa tenaga ahli tersebut direncanakan, auditor harus memiliki pengetahuan memadai yang
bersangkutan dengan komputer untuk mengkomunikasikan tujuan pekerjaan ahli lain tersebut; untuk
mengevaluasi apakah hasil prosedur yang telah ditentukan tersebut dapat mencapai tujuan auditor;
dan untuk mengevaluasi hasil proseduraudit yang diterapkan yang berkaitan dengan sifat, saat, dan
lingkup prosedur audit lain yang direncanakan. Tanggung jawab auditor atas penggunaan ahli komputer
tersebut sama dengan tanggung jawabnya atas penggunaan asisten.

3. SA 315. Komunikasi Antara Auditor Pendahulu dengan Auditor Pengganti

Masalah yang ada di PT Colliers sebenarnya bukan terletak pada pergantian auditor, tetapi pada
pergantian tim auditor di bawah KAP yang sama. Setiap tahun selalu ada pergantian tim audit, dan
kurangnya komunikasi antara tim auditor sebelum dan pelaksananya sekarang membuat proses audit
sedikit terhambat. Komunikasi lain antara auditor pengganti dengan auditor pendahulu, adalah
dianjurkan untuk membantu auditor pengganti dalam merencanakan perikatan. Namun, waktu
komunikasi lain ini lebih fleksibel. Auditor pengganti dapat berinisiatif melakukan komunikasi lain ini,
sebelum menerima perikatan atau sesudahnya. Inisiatif untuk mengadakan komunikasi terletak di
tangan auditor pengganti. Komunikasi dapat tertulis atau lisan. Auditor pengganti harus meminta
keterangan yang spesifik dan masuk akal kepada auditor pendahulu mengenai masalah-masalah yang
menurut keyakinan auditor pengganti akan membantu dalam memutuskan penerimaan atau
penolakan perikatan. Hal-hal yang dimintakan keterangan harus mencakup:

a. Informasi yang kemungkinan berkaitan dengan integritas manajemen.

b. Ketidaksepakatan dengan manajemen mengenai penerapan prinsip akuntansi, prosedur audit, atau
soal-soal signifikan yang serupa.
c. Komunikasi dengan komite audit atau pihak lain dengan kewenangan dan tanggung jawab setara
tentang kecurangan, unsur pelanggaran hukum oleh klien, dan masalah-masalah yang berkaitan
dengan pengendalian intern.
4.SA 329.Prosedur Analitik

Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.

b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.

c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit

Prosedur analitik harus diterapkan untuk tujuan yang disebutkan pada butir a dan c di atas untuk
semua audit laporan keuangan yang dilakukan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia. Sebagai tambahan, dalam beberapa hal, prosedur analitik lebih efektif atau efisien
daripada pengujian rind untuk mencapai tujuan pengujian substantif.

Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung
dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh
auditor. Auditor mengembangkan harapan tersebut dengan mengidentifikasi dan menggunakan
hubungan yang masuk akal, yang secara pantas diharapkan terjadi berdasarkan pemahaman auditor
mengenai klien dan industrinya. Berikut ini adalah contoh sumber informasi yang digunakan dalam
mengembangkan harapan:

a. Informasi keuangan periode sebelumnya yang dapat diperbandingkan dengan


memperhatikan perubahan yang diketahui.

b. Hasil yang diantisipasikan, misalnya anggaran atau prakiraan termasuk ekstrapolasi dari data interim
atau tahunan.

c. Hubungan antara unsur-unsur informasi keuangan dalam satu periode.

d. Informasi industri bidang usaha klien, misalnya informasi laba bruto.

e. Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan.

Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan data gabungan
yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan
saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas ukuran dan
kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review atas perubahan saldo
akun tahun sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar saldo (trial
balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang lain, prosedur analitik
mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang ekstensif. Pada kedua keadaan tersebut,
prosedur analitik yang dikombinasikan dengan pengetahuan auditor tentang bisnis, menjadi dasar dalam
menentukan permintaan keterangan tambahan dan perencanaan yang efektif.

Walaupun prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit seringkali hanya
menggunakan data keuangan, tetapi kadangkala informasi nonkeuangan yang relevan juga
dipertimbangkan. Misalnya jumlah karyawan, luas ruang penjualan, jumlah barang yang diproduksi dan
informasi serupa lainnya mungkin membantu dalam mencapai tujuan prosedur.

Dalam merencanakan prosedur analitik sebagai pengujian substantif, auditor harus mempertimbangkan
jumlah perbedaan yang diharapkan yang dapat diterima tanpa penyelidikan lebih lanjut. Pertimbangan ini
dipengaruhi terutama oleh materialitas dan harus konsisten dengan tingkat keyakinan yang diinginkan dari
prosedur ini. Penentuan jumlah ini melibatkan pertimbangan kemungkinan bahwa kombinasi dari salah saji
dalam saldo akun tertentu, atau golongan transaksi tertentu, atau saldo atau golongan transaksi lainnya,
dapat terhimpun menjadi suatu jumlah yang tidak dapat diterima.

Auditor harus mengevaluasi perbedaan material yang tidak diharapkan. Dengan


mempertimbangkan kembali metode dan faktor yang digunakan dalam mengembang-kan harapan dan
permintaan keterangan dari manajemen dapat membantu auditor dalam hal ini Namun, tanggapan
manajemen biasanya harus didukung dengan bukti lain. Dalam keadaan tersebut, bila penjelasan tentang
perbedaan tidak dapat diperoleh, auditor harus mendapatkan bukti yang cukup mengenai asersi yang
bersangkutan dengan melakukan prosedur audit lainnya untuk meyakinkan dirinya apakah perbedaan tersebut
kemungkinan merupakan salah saji. Dalam mendesain prosedur audit lainnya itu, auditor harus
mempertimbangkan perbedaan yang tidak dapat dijelaskan, yang mungkin menunjukkan risiko yang
meningkat dari salah saji yang material.

5. SA. 312. Resiko Audit dan Materialitas Dalam Pelaksanaan Audit.

Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas baik dalam:

(a) Merencanakan audit dan merancang prosedur audit, dan


(b) Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas untuk hal yang disebutkan
pada butir (a) untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup dan sebagai dasar memadai untuk
mengevaluasi laporan keuangan.

5.1. Pertimbangan pada Tingkat Laporan Keuangan

Auditor harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga risiko audit dapat dibatasi pada
tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan profesionalnya, memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan. Risiko audit dapat ditentukan dalam ukuran kuantitatif atau
kualitatif.
Auditor diharuskandalam perencanaan auditnya untuk memperhitungkan antara lain,
pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. Pertimbangan tersebut mungkin
dikuantitatifkan atau mungkin tidak.

Menurut SA Seksi 311 [PSA No. 05] tersebut, sifat, saat, dan lingkup perencanaan bervariasi sesuai
dengan faktor-faktor: ukuran dan kerumitan entitas, pengalaman auditor mengenai entitas, dan
pengetahuannya tentang bisnis entitas yang bersangkutan. Oleh karena itu, pertimbangan risiko audit
dan materialitas juga bervariasi dengan faktor-faktor tersebut. Faktor tertentu yang berkaitan dengan
entitas juga mempengaruhi sifat, saat dan lingkup prosedur audit untuk saldo akun tertentu atau
golongan transaksi serta asersi yang bersangkutan

Penaksiran risiko salah saji material (yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan)
harus dilakukan dalam perencanaan. Pemahaman auditor tentang pengendalian intern mungkin
meningkatkan atau menurunkan kepedulian auditor tentang risiko salah saji material.Dalam
mempertimbangkan risiko audit, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam
laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan. Auditor harus mempertimbangkan dampak
penaksiran tersebut atas strategi audit menyeluruh dan pelaksanaan dan lingkup audit yang
diharapkan.

Bilamana auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko signifikan salah saji material dalam
laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan kesimpulannya ini dalam menentukan sifat,
saat, atau luasnya prosedur; penugasan staf; atau perlunya tingkat supervisi yang semestinya.
Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan personel yang dibebani tanggung jawab perikatan
signifikan harus sesuai dengan penaksiran auditor terhadap tingkat risiko untuk perikatan tersebut.
Biasanya, risiko yang tinggi memerlukan personel yang lebih berpengalaman atau supervisi yang lebih
luas dari auditor yang bertanggung jawab akhir atas perikatan yang bersangkutan. Risiko tinggi dapat
menyebabkan auditor memperluas prosedur yang diterapkan, atau memodifikasi sifat prosedur untuk
memperoleh bukti yang lebih bersifat persuasif.

Dalam audit suatu entitas dengan operasi di berbagai lokasi atau dengan berbagai komponen,
auditor harus mempertimbangkan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan di lokasi atau
komponen pilihan, Faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor berkaitan dengan pemilihan lokasi
atau komponen tertentu mencakup

(a) sifat dan jumlah aktiva dan transaksi yang dilaksanakan di lokasi atau komponen tersebut,

(b) tingkat sentralisasi catatan atau pengolahan informasi,

(c) efektivitas lingkungan pengendalian, terutama yang berkaitan dengan pengendalian langsung
manajemen atas penggunaan wewenang yang didelegasikan kepada orang lain dan
kemampuan manajemen untuk secara efektif melakukan supervisi aktivitas di lokasi atau
komponen,

(d) frekuensi, saat, dan lingkup pemantauan aktivitas oleh entitas atau orang lain di lokasi atau
komponen, dan

(e) pertimbangan tentang materialitas lokasi atau komponen tersebut.

Dalam merencanakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan tingkat
risiko audit yang cukup rendah dan pertimbangan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara
yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan dalam proses audit, dapat memberikan bukti audit yang
cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material.
Tingkat materialitas mencakup tingkat yang menyeluruh untuk masing-masing laporan keuangan pokok,
namun, karena laporan keuangan saling berhubungan, dan sebagian besar prosedur audit berhubungan
dengan lebih dari satu jenis laporan keuangan, agar efisien, untuk tujuan perencanaan , auditor
biasanya mempertimbangkan materialitas pada tingkat kumpulan salah saji terkecil yang dapat dianggap
material untuk salah satu laporan keuangan pokok. Sebagai contoh, jika auditor berkeyakinan bahwa salah
saji secara keseluruhan yang berj umlah kurang lebih Rp 100.000.000 akan memberi pengaruh material
terhadap pos pendapatan, namun bare akan mempengaruhi neraca secara material apabila mencapai
angka Rp200.000.000, adalah tidak memadai baginya untuk merancang suatu prosedur audit yang
diharapkan dapat untuk mendeteksi salah saji yang berjumlah Rp200.000.000 saja.

Auditor merencanakan audit untuk mencapai keyakinan memadai guna mendete salah saji yang
diyakini jumlahnya cukup besar, secara individual atau keseluruhan, yang secara kuantitatif
berdampak material terhadap laporan keuangan. Walaupun auditor harus waspada terhadap salah
saji yang mungkin material secara kualitatif, pada umumnya adalah tidak praktis untuk merancang
prosedur pendeteksiannya.

Dalam situasi tertentu, untuk perencanaan audit, auditor mempertimbangkan materialitas


sebelum laporan keuangan yang akan diauditnya selesai disusun. Dalam situasi lain, perencanaannya
baru dilakukan setelah laporan keuangan yang diaudit selesai disusun, namun is mungkin menyadari
bahwa laporan tersebut masih memerlukan modifikasi signifikan. Dalam kedua keadaan tersebut,
pertimbangan awal auditor tentang materialitas mungkin didasarkan atas laporan keuangan interim
entitas tersebut yang disetahunkan atau laporan keuangan tahunan satu periode atau lebih
sebelumnya, asalkan is memperhatikan pengaruh perubahan besar dalam entitas tersebut (contoh:
merger), dan perubahan lain yang relevan dalam perekonomian secara keseluruhan atau industri yang
merupakan tempat entitas tersebut berusaha.

Jika secara teoritis diasumsikan bahwa pertimbangan auditor tentang materialitas pada tahap
perencanaan didasarkan atas informasi yang sama dengan informasi yang tersedia pada tahap evaluasi,
maka materialitas untuk tujuan perencanaan dan evaluasi akan sama. Namun, pada saat
merencanakan audit, biasanya tidak mungkin bagi auditor untuk mengantisipasi semua
keadaan yang mungkin, yang akhirnya akan mempengaruhi pertimbangannya tentang
materialitas dalam mengevaluasi temuan audit pada tahap penyelesaian audit, karena

(1) keadaan-keadaan yang melingkupi mungkin berubah dan


(2) tambahan informasi mengenai masalah akan selalu ada selama periode audit. Dengan demikian,
pertimbangan awal tentang materialitas akan berbeda dengan pertimbangan yang digunakan dalam
mengevaluasi temuan audit. Jika tingkat materialitas diturunkan ke tingkat semestinya yang lebih
rendah dalam mengevaluasi temuan audit (dengan demikian risiko audit yang dihadapi oleh auditor
meningkat), auditor harus mengevaluasi kembali kecukupan prosedur audit yang telah dilaksanakan.

Dalam merencanakan prosedur audit, auditor harus juga mempertimbangkan sifat, sebab (jika
diketahui), dan jumlah salah saji yang diketahui dari audit atas laporan keuangan periode sebelumnya.

5.2. Pertimbangan pada Tingkat Saldo Akun Individual atau Golongan Transaksi

Auditor menyadari bahwa risiko audit dan pertimbangan materialitas audit mempunyai
hubungan terbalik. Sebagai contoh, risiko suatu saldo akun atau golongan transaksi serta asersi yang
bersangkutan disajikan salah dalam jumlah yang sangat besar mungkin sangat rendah, namun risiko bahwa
saldo akun atau golongan transaksi disajikan salah dalam jumlahyang sangat kecil mungkin sangat tinggi.
Dengan menganggap pertimbangan perencanaan lain tetap sama, jika auditor ingin menurunkan
tingkat risiko audit yang menurut pertimbangannya telah memadai untuk suatu saldo akun atau
golongan transaksi atau jika iamenginginkan penurunan jumlah salah saji dalam suatu saldo akun atau
golongan transaksi yang dianggap material, maka auditor harus melaksanakan salah satu atau lebih langkah
berikut:

(a) Memilih prosedur audit yang lebih efektif.

(b) Melaksanakan prosedur audit lebih dekat ke tanggal neraca, atau

(c) Memperluas prosedur audit tertentu.

Dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan diterapkan terhadap saldo
akun atau golongan transaksi tertentu, auditor harus merancang suatu prosedur yang dapat memberinya
keyakinan memadai untuk dapat mendeteksi salah saji yang menurut keyakinannya, berdasarkan
pertimbangan awal tentang materialitas, mungkin material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan,
jika digabungkan dengan salah saji yang terdapat dalam saldo akun atau golongan transaksi yang lain.
Auditor menggunakan berbagai metode untuk merancang prosedur guna menemukan salah saji yang
demikian. Dalam hal tertentu, auditor secara tegas memperkirakan, untuk tujuan perencanaan, jumlah
maksimum salah saji dalam suatu saldo akun atau golongan transaksi yang apabila digabungkan dengan
salah saji yang terdapat dalam saldo atau golongan yang lain, tidak menyebabkan laporan keuangan
auditan mengandung salah saji material. Dalam hal lain, auditor menghubungkan pertimbangan
awalnya tentang materialitas dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu, tanpa
memperkirakan salah saji secara tegas.

Auditor perlu mempertimbangkan risiko audit pada tingkat akun atau golongan transaksi secara
individual, karena pertimbangan yang demikian secara langsung membantunya dalam menentukan lingkup
prosedur audit untuk saldo akun atau golongan transaksi tersebut. Auditor harus berusaha membatasi
risiko audit pada tingkat saldo atau golongan transaksi individual sedemikian rupa, sehingga
memungkinkannya, pada saat penyelesaian audit, untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan
secara keseluruhan dengan tingkat risiko audit yang cukup rendah. Auditor menggunakan berbagai
pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut.

Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, risiko audit terdiri dari

(a) risiko [yang meliputi risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian (control risk)]
bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah
saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan

(b) risiko [risiko deteksi (detection risk)] bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut.

Pembahasan berikut menjelaskan risiko audit dalam konteks tiga komponen risiko di atas.
Cara yang digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut dan
kombinasinya melibatkan pertimbangan profesional auditor dan tergantung pada pendekatan audit
yang dilakukannya.

a. Risiko Bawaan

Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah
saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji
demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan
dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika
dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri daripada
sediaan batu bara. Akun yang terdiri dart jumlah yang berasal dart estimasi akuntansi cenderung
mengandung risiko lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data
berupa fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh, perkembangan
teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi usang, sehingga mengakibatkan sediaan
cenderung dilaporkan lebih besar. Di samping itu, terhadap faktor-faktor tersebut yang khusus
menyangkut saldo akun atau golongan transaksi tertentu, faktor-faktor yang berhubungan dengan
beberapa atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin mempengaruhi risiko
bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Faktor yang
terakhir ini mencakup, misalnya kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha atau penurunan
aktivitas industri yang ditandai oleh banyaknya kegagalan usaha.

b. Risiko Pengendalian

Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu
asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian in-tern entitas.
Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian in-tern untuk mencapai
tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko
pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
c. Risiko Deteksi

Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat
dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya
oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak
memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain
yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain
semacam itu timbul karena audi-tor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai,
menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit.
Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan
dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.

Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut
terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi
berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi
mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat
diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini
auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko audit ini dapat
ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar,
misalnya, dari minimum sampai dengan maksimum.

Pada saat auditor menetapkan risiko bawaan untuk suatu asersi yang berkaitan dengan saldo akun
atau golongan transaksi, is mengevaluasi berbagai faktor yang memerlukan pertimbangan profesional.
Dalam melakukan hal tersebut, auditor tidak hanya mempertimbangkan faktor yang secara khusus
berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi tersebut, tetapi juga faktor-faktor lain yang
terdapat dalam laporan keuangan secara keseluruhan, yang dapat mempengaruhi risiko bawaan yang
berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi itu. Apabila auditor berkesimpulan bahwa
usaha yang dibutuhkan untuk mengevaluasi risiko bawaan suatu asersi akan melebihi
pengurangan potensial dalam luasnya prosedur audit sebagai akibat pengandalan terhadap hasil
penetapan tersebut, auditor harus menetapkan risiko bawaan pada tingkat yang maksimum pada saat
merancang prosedur audit.

Auditor dapat melakukan penetapan risiko bawaan dan risiko pengendalian secara terpisah atau
secaragabungan. Apabila auditor menganggap risiko bawaan dan risiko pengendalian, baik secara
terpisah maupun secara gabungan, adalah kurang dari maksimum, ia harus mempunyai dasar yang cukup.
Dasar ini dapat diperoleh, misalnya melalui kuesioner, checklist, instruksi, atau alat serupa yang berlaku
umum lainnya. Khusus mengenai risiko pengendalian, auditor harus memahami pengendalian intern
dan melaksanakan pengujian pengendalian yang sesuai. Namun, diperlukan pertimbangan profesional
untuk menafsirkan, menerapkan, atau memperluas alat serupa yang berlaku umum tersebut agar sesuai
dengan keadaan.
Risiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor dalam merancang prosedur audit tergantung pada
tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko audit suatu saldo akun atau golongan transaksi dan
tergantung atas penetapan auditor terhadap risiko bawaan dan risikopengendalian. Apabila penetapan
auditor terhadap risiko bawaan dan risiko pengendalian menurun, risiko deteksi yang dapat
diterimanya akan meningkat. Namun, auditor tidak boleh sepenuhnya mengandalkan risiko bawaan dan
risiko pengendalian, dengan tidak melakukan pengujian substantif terhadap saldo akun atau golongan
transaksi, yang di dalamnya mungkin terkandung salah saji yang mungkin material jika digabungkan
dengan salah saji yang ada pada saldo akun atau golongan transaksi yang lain.

Audit terhadap laporan keuangan adalah suatu proses kumulatif; sewaktu auditor
melaksanakan prosedur audit yang direncanakan, bukti yang diperoleh auditor mungkin
menyebabkan ia memodifikasikan sifat, saat, dan lingkup prosedur lain yang telah direncanakan tersebut.
Dari pelaksanaan prosedur audit atau dari sumber lain selama audit berlangsung, auditor mungkin
memperoleh informasi yang jauh berbeda dengan informasi yang semula digunakan sebagai dasar
untuk menyusun rencana audit. Sebagai contoh, besarnya salah saji yang ditemukan mungkin
mengubah pertimbangan auditor tentang tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian. Di samping
itu, informasi lain yang diperoleh yang berkaitan dengan laporan keuangan mungkin mengubah
pertimbangan awal auditor mengenai materialitas. Dalam hal demikian, auditor mungkin perlu
mengevaluasi kembali prosedur audit yang direncanakan, berdasarkan atas pertimbangan yang telah
diperbaiki tentang risiko audit dan materialitas untuk seluruh atau sebagian saldo akun atau golongan
transaksi dan asersi yang terkait.

Dalam mengevaluasi apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, auditor harus
menggabungkan semua salah saji yang tidak dikoreksi oleh entitas tersebut sedemikian rupa,
sehingga memungkinkannya untuk mempertimbangkan apakah laporan keuangan secara keseluruhan
telah disajikan salah secara material dalam hubungannya dengan jumlah individual, subtotal, atau
jumlah keseluruhan dalam laporan keuangan. Pertimbangan yang bersifat kualitatif juga
mempengaruhi kesimpulan yang diambil oleh auditor dalam menentukan materialitas salah saji.

Penggabungan salah saji yang diuraikan di atas harus mencakup estimasi terbaik auditor
mengenai jumlah seluruh salah saji dalam saldo akun atau golongan transaksi yang telah diperiksa, dan
tidak terbatas hanya pada jumlah salah saji yang telah diidentifikasi secara khusus. Pada saat auditor
menguji saldo akun atau golongan transaksi dan asersi yang terkait dengan menggunakan prosedur
analitik, auditor biasanya tidak akan dapat secara khusus mengidentifikasi adanya salah saji, namun is
hanya akan memperoleh suatu petunjuk tentang adanya kemungkinan salah saji dalam saldo akun
atau golongan transaksi dan juga kemungkinan salah dalam taksiran besarnya. Jika prosedur
analitik memberikan petunjuk bahwa mungkin terdapat salah saji, namun jumlahnya tidak dapat
diperkirakan, auditor umumnya harus menerapkan prosedur lain yang memungkinkannya
memproyeksikan salah saji dalam saldo akun atau golongan transaksi tersebut. Apabila auditor
menggunakan sampling audit untuk menguji asersi suatu saldo akun atau golongan transaksi, ia
memproyeksikanjumlah salah saji yang diketahuinya berdasarkan sampel tersebut ke asersi yang
diperiksa dalam saldo akun atau golongan transaksi yang bersangkutan. Proyeksi salah saji tersebut,
bersama dengan hasil pengujian substantif lainnya, mendukung penentuan auditor
mengenaikemungkinan salah saji dalam saldo akun dan golongan transaksi tersebut.

Risiko terjadinya salah saji material dalam laporan keuangan umumnya lebih besar jika saldo akun
dan golongan transaksi berisi estimasi akuntansi, dibandingkan dengan jika saldo akun dan golongan
transaksi berisi data yang bersifat faktual. Hal ini karena adanya subjektivitas bawaan yang terkandung
dalam estimasi peristiwa yang akan datang yang terdapat dalam setiap estimasi akuntansi. Misalnya
estimasi mengenai: keusangan sediaan, tidak tertagihnya piutang, dan kewajiban garansi, adalah
tergantung tidak hanya pada peristiwa yang terjadi di masa depan yang tidak dapat diperkirakan,
namun juga tergantung pada salah saji yang mungkin timbul karena penggunaan data yang tidak cukup
atau tidak semestinya, atau karena salah penggunaan data yang semestinya. Berhubung tidak ada satu
pun estimasi akuntansi yang dapat dijamin ketepatannya, auditor harus menyadari bahwa adanya
perbedaan antara estimasi yang didukung penuh oleh bukti audit dengan estimasi yang dicantumkan
dalam laporan keuangan merupakan suatu hal yang wajar, oleh karena itu perbedaan tersebut tidak
dapat dianggap sebagai kemungkinan salah saji. Namun, apabila auditor berkesimpulan bahwa jumlah
yang diestimasi dalam laporan keuangan tersebut tidak masuk akal, ia harus memperlakukan
perbedaan antara estimasi tersebut dengan estimasi yang pantas sebagai kemungkinan adanya salah
saji dan menggabungkannya dengan kemungkinan salah saji lainnya. Auditor juga harus
mempertimbangkan apakah perbedaan antara estimasi yang didukung bukti audit dan estimasi yang
dicantumkan dalam laporan keuangan memberikan petunjuk adanya kecenderungan manajemen
entitas untuk menyajikan laporan keuangan menurut keinginannya, meskipun kedua estimasi tersebut
secara individual dianggap wajar. Sebagai contoh, jika setiap estimasi akuntansi yang dicantumkan
dalam laporan keuangan merupakan estimasi yang dianggap wajar secara individual, tetapi jika perbedaan
antara masing masing estimasi tersebut dengan estimasi yang didukung oleh bukti audit
cenderung untuk meningkatkan laba, auditor harus mempertimbangkan kembali estimasi tersebut
secara keseluruhan.

Kemungkinan salah saji dalam periode sebelumnya belum dikoreksi oleh entitas, karena hal tersebut
tidak menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan periode yang bersangkutan. Salah saji
tersebut mungkin juga mempengaruhi laporan keuangan periode sekarang. Jika auditor yakin bahwa
terdapat risiko yang sangat tinggi bahwa laporan keuanganperiode sekarang kemungkinan berisi salah saji
material, dan jika salah saji periode sebelumnya yang berdampak terhadap laporan keuangan periode
sekarang dipertimbangkan bersama-sama dengan kemungkinan salah saji periode sekarang, ia harus
memasukkan dampak kemungkinan salah saji secara gabungan tersebut terhadap laporan keuangan
periode sekarang

Jika auditor berkesimpulan, berdasarkan bukti audit memadai yang dikumpul- kannya, bahwa
penggabungan kemungkinan salah saji akan menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan, ia
harus meminta kepada manajemen untuk menghilangkan salahsaji material tersebut. Jika salah saji
material tersebut tidak dihilangkan, auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian
atau pendapat tidak wajar atas laporan keuangan. Salah saji material dapat dihilangkan dengan cara,
misalnya, penerapan prinsip akuntansi yang sesuai, penyesuaian lain yang bersifat kuantitatif,
atau penambahan pengungkapan yang semestinya. Walaupun pengaruh keseluruhan kemungkinan
salah saji dalam laporan keuangan tidak material, auditor harus menyadari bahwa gabungan salah saji
tidak material dalam neraca dapat mengakibatkan salah saji material pada laporan keuangan masa
yang akan datang.

Jika auditor berkesimpulan bahwa penggabungan salah saji tidak akan mengakibatkan
salah saji material dalam laporan keuangan, ia harus menyadari bahwa laporan keuangan masih dapat
mengandung salah saji material karena adanya salah saji lainnya yang tidak dapat ditemukan. Apabila
gabungan salah saji meningkat, risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji material juga
meningkat. Auditor pada umumnya mengurangi risiko salah saji material dalam perencanaan audit
dengan membatasi risiko deteksi ke tingkat yang dapat diterima untuk suatu saldo akun atau
golongan transaksi secara individual. Auditor dapat juga mengurangi risiko salah saji material
dengan mengadakan modifikasi secara berkelanjutan terhadap sifat, saat, dan lingkup prosedur
audit yang direncanakan selama pelaksanaan audit berlangsung. Jika auditor berpendapat bahwa
risiko tersebut sedemikian tinggi, ia harus melaksanakan prosedur audit tambahan atau meyakinkan
dirinya bahwa entitas yang bersangkutan telah menyesuaikan laporan keuangannya untuk
mengurangi risiko salah saji ke tingkat yang dapat diterima.

Dalam menggabungkan salah saji yang diketahui dan yang mungkin terjadi yang tidak dikoreksi
oleh entitas, auditor dapat menentukan suatu jumlah, yang jika salah saji di bawah jumlah tersebut tidak
perlu diakumulasikan. Jumlah ini harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga salah saji apa pun,
secara individual atau gabungan dengan salah saji lain, tidak akan material terhadap laporan
keuangan, setelah kemungkinan salah saji yang tidak terdeteksi lebih lanjut dipertimbangkan.

6. SA 350. Sampling Audit

Beberapa tingkat ketidakpastian secara implisit termasuk dalam konsep "sebagai dasar
memadai untuk suatu pendapat" yang diacu dalam standar pekerjaan lapangan ketiga. Dasar
untuk menerima beberapa ketidakpastian timbul dari hubungan antara faktor-faktor seperti biaya dan
waktu yang diperlukan untuk memeriksa semua data dan konsekuensi negatif dari kemungkinan
keputusan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan yang dihasilkan dari audit terhadap data
sampel saja. Jika faktor-faktor ini tidak memungkinkan penerimaan ketidakpastian, maka alternatifnya
hanyalah memeriksa semua data. Karena hal ini jarang terjadi, maka konsep dasar sampling menjadi
lazim dalam praktik audit.

Ketidakpastian yang melekat dalam penerapan prosedur-prosedur audit disebut risiko

audit. Risiko audit terdiri dari

(a) risiko (meliputi risiko bawaan dan risiko pengendalian) bahwa saldo atau kelompok dan
asersi yang berkaitan, mengandung salah saji yang mungkin material bagi laporan keuangan, jika
dikombinasikan dengan salah saji pada saldo-saldo atau kelompok yang lain, dan

(b) risiko (risiko deteksi) bahwa auditor tidak menemukan salah saji tersebut. Risiko
terjadinya peristiwa-peristiwa negatif ini (adverse events) secara bersamaan dapat dipandang
sebagai suatu fungsi masing-masing risiko. Dengan menggunakan pertimbangan profesional,
auditor menilai berbagai faktor untuk menentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian
(penentuan risiko pengendalian pada tingkat yang lebih rendah daripada tingkat maksimum akan
menuntut pelaksanaan pengujian atas pengendalian), dan melakukan pengujian substantif
(prosedur analitik dan pengujian atas rincian saldo-saldo akun atau kelompok transaksi) untuk
membatasi risiko deteksi.

Risiko audit meliputi ketidakpastian yang disebabkan oleh sampling dan


ketidakpastian yang disebabkan oleh faktor-faktor selain sampling. Aspek-aspek risiko audit adalah
risiko sampling dan risiko nonsampling.

Risiko sampling timbul dari kemungkinan bahwa, jika suatu pengujian pengendalian atau
pengujian substantif terbatas pada sampel, kesimpulan auditor mungkin menjadi lain dari
kesimpulan yang akan dicapainya jika cara pengujian yang sama diterapkan terhadap semua
unsur saldo akun atau kelompok transaksi. Dengan pengertian, suatu sampel tertentu mungkin
mengandung salah saji moneter atau penyimpangan dari pengendalian yang telah ditetapkan,
yang secara proporsional lebih besar atau kurang daripada yang sesungguhnya terkandung dalam
saldo akun atau kelompok transaksi secara keseluruhan. Untuk suatu desain sampel tertentu, risiko
sampling akan bervariasi secara berlawanan dengan ukuran sampelnya: semakin kecil ukuran
sampel, semakin tinggi risiko samplingnya.

Risiko nonsampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan dengan
sampling. Seorang auditor mungkin menerapkan prosedur audit terhadap semua transaksi atau
saldo dan tetap gagal mendeteksi salah saji yang material. Risiko nonsampling meliputi
kemungkinan pemilihan prosedur audit yang tidak semestinya untuk mencapai tujuan audit
tertentu. Sebagai contoh, pengiriman surat konfirmasi atas piutang yang tercatat tidak dapat
diandalkan untuk menemukan piutang yang tidak tercatat. Risiko nonsamplingjuga muncul karena
auditor mungkin gagal mengenali salah saji yang ada pada dokumen yang diperiksanya, hal yang akan
membuat prosedur audit menjadi tidak efektif walaupun is telah memeriksa semua data. Risiko
nonsampling dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui cara-cara seperti
perencanaan dan supervisi memadai (lihat SA Seksi 311 [PSA No. 05] Perencanaan dan Supervisi dan
penyelenggaraan praktik audit yang balk oleh kantor akuntan publik.

6.1. Risiko Sampling

Auditor harus menerapkan pertimbangan profesional dalam menentukan risiko sampling.


Dalam menyelenggarakan pengujian substantif atas rincian, auditor memperhatikan dua aspek dari
risiko sampling:

Risiko keliru menerima (risk of incorrect acceptance), yaitu risiko mengambil kesimpulan,
berdasarkan basil sampel, bahwa saldo akun tidak berisi salah saji secara material, padahal
kenyataannya saldo akun telah salah saji secara material.
Risiko keliru menolak (risk of incorrect rejection), yaitu risiko mengambil kesimpulan,
berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo akun berisi salah saji secara material, padahal
kenyataannya saldo akun tidak berisi salah saji secara material.

Auditor juga memperhatikan dua aspek risiko sampling dalam menyelenggarakan pengujian
pengendalian jika is menggunakan sampling:

- Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessingcontrol risk too
low), yaitu risiko menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasarkan hasil sample, terlalu rendah
dibandingkan dengan efektivitas operasi pengendalian yang sesungguhnya.

- Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing control risk too
high), yaitu risiko menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasarkan hasil sample, yang terlalu
tinggi dibandingkan dengan efektivitas operasi pengendalian yang sesungguhnya.

Risiko keliru menolak dan risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi, berkaitan
dengan efisiensi audit. Sebagai contoh, jika penilaian auditor atas sampel audit menuntunnya pada
kesimpulan awal yang keliru bahwa suatu saldo telah salah saji secara material, padahal kenyataannya
tidak demikian, penerapan prosedur tambahan dan pertimbangan atas bukti-bukti audit yang lain biasanya
akan menuntun auditor ke kesimpulan yang benar. Sama halnya, jika penilaian auditor atas sampel
menuntunnya pada penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi, maka biasanya auditor akan
memperluas lingkup pengujian substantif untuk mengkompensasi anggapannya atas ketidakefektivan
pengendalian Walaupun audit dilaksanakan kurang efisien dalam kondisi tersebut, namun tetap efektif.
Risiko keliru menerima dan risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah,
berkaitan dengan efektivitas audit dalam pendeteksian terhadap ada atau tidaknya salah saji yang
material. Risiko-risiko ini akan dibahas pada paragraf-paragraf selanjutnya.

6.2. Sampling Dalam Pengujian Substantif Rinci Perencanaan Sampel

Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk melaksanakan audit atas laporan keuangan

Dalam perencanaan sampel untuk pengujian substantif rinci, auditor harus


mempertimbangkan:

- Hubungan antara sampel dan tujuan audit yang relevan


- Pertimbangan pendahuluan atas tingkat materialitas.
- Tingkat risiko keliru menerima yang dapat diterima (allowable risk of incorrect acceptance).
- Karakteristik populasi, yaitu unsur yang membentuk saldo akun atau kelompok transaksi yang
menjadi perhatian.
Dalam perencanaan sampel tertentu, auditor wajib mempertimbangkan tujuan audit tertentu
yang hares dicapai dan wajib menentukan apakah prosedur atau kombinasi prosedur audit yang
akan diterapkan akan mencapai tujuan tersebut. Auditor wajib menentukan apakah populasi
yang menjadi asal suatu sampel adalah memadai untuk suatu tujuan audit. Sebagai contoh, auditor
tidak akan dapat mendeteksi penyajian akun yang terlalu rendah karena adanya unsur yang
dihilangkan, dengan melakukan sampling atas catatan. Rencana sampling semestinya untuk
pendeteksian penyajian yang terlalu rendah tersebut melibatkan pemilihan sumber data yang
mengikutsertakan unsur yang dihilangkan. Sebagai gambaran, pengeluaran kas kemudian mungkin
perlu diambil sampelnya untuk menguji apakah utang dagang telah disajikan terlalu rendah karena tidak
dicatatnya transaksi pembelian. Atau dokumen pengiriman mungkin diambil sampelnya untuk mendeteksi
penyajian penjualan yang terlalu rendah karena pengiriman yang telah dilakukan belum dicatat sebagai
penjualan.

Penilaian dalam satuan moneter atas hasil sampel untuk pengujian substantif rincian akan
memberikan manfaat secara langsung bagi auditor, karena penilaian seperti itu dapat dihubungkan
dengan pertimbangan auditor atas jumlah salah saji moneter yang mungkin material. Dalam
perencanaan sampel untuk pengujian substantif rinci, auditor wajib mempertimbangkan berapa
besar salah saji moneter yang dapat terkandung dalam saldo akun atau kelompok transaksi yang
bersangkutan tanpa mengakibatkan laporan keuangan menjadi salah saji secara material. Salah saji
moneter maksimum pada saldo atau kelompok ini disebut salah saji yang dapat diterima (tolerable
misstatement) pada sampel. Salah saji yang dapat diterima adalah suatu konsep perencanaan dan
berkaitan dengan pertimbangan pendahuluan auditor atas tingkat materialitas, yang ditentukan
sedemikian rupa sehingga salah saji yang dapat diterima, dikombinasikan untuk seluruh rencana
audit, tidaklah melampaui estimasi tingkat materialitas tersebut.

Standar pekerjaan lapangan kedua menyatakan, "Pemahaman memadai atas pengendalian


intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yangakan dilakukan. "Setelah menentukan dan mempertimbangkan tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian, auditor melaksanakan pengujian substantif untuk membatasi risiko deteksi pada
tingkat yang dapat diterima. Pada saat tingkat risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi
yang telah ditentukan untuk prosedur audit lain yang diarahkan ke tujuan audit yang sama menurun,
risiko keliru menerima yang dapat diterima oleh auditor untuk pengujian substantif rinci meningkat,
sehingga, ukuran sampel yang diperlukan untuk pengujian substantif atas rincian tersebut semakin
kecil. Sebagai contoh, jika risiko bawaan dan risiko pengendalian ditentukan pada tingkat
maksimum, dan tidakada pengujian substantif lain yang diarahkan ke tujuan audit yang sama,
auditor harus menerima risiko keliru menerima dengan tingkat yang rendah untuk pengujian
substantif rinci.Dalam hal ini, auditor memilih ukuran sampel yang lebih besar untuk pengujian atas
rincian daripada jika is menerima risiko keliru menerima dengan tingkat yang lebih tinggi

Dalam perencanaan sampel untuk pengujian substantif atas rincian, auditor menggunakan
pertimbangannya untuk menentukan unsur, jika ada, yang harus diuji tersendiri, dan unsur yang harus
disampling. Auditor wajib memeriksa unsur yang, menurut pertimbangannya, tidak sesuai untuk
penerapan risiko sampling. Sebagai contoh, hal tersebut meliputi unsur yang potensi salah sajinya
secara individual dapat sama atau melebihi salah saji yang dapat diterima. Semua unsur yang telah
diputuskan oleh auditor untuk diperiksa 100% bukan merupakan bagian dari populasi yang
disampling. Unsur lain yang, menurut pertimbangan auditor, perlu diuji untuk memenuhi tujuan audit
namun tidak perlu diperiksa 100 %, harus disampling.

Auditor mungkin dapat mengurangi ukuran sampel yang disyaratkan dengan memisahkan unsur
yang disampling ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen berdasarkan atas beberapa
karakteristik yang berkaitan dengan tujuan audit tertentu. Sebagai contoh, dasar-dasar umum untuk
pengelompokan tersebut adalah nilai buku atau catatan unsur, sifat pengendalian yang terkait
dengan pemrosesan unsur, dan pertimbangan khusus yang berkaitan dengan unsur tertentu.
Jumlah unsur memadai kemudian ditentukan dari masing-masing kelompok.

Untuk menentukan jumlah unsur yang harus dipilih dalam suatu sampel pada pengujian
substantif tertentu, auditor wajib mempertimbangkan salah saji yang dapat diterima, risiko keliru menerima
yang dapat diterima, dan karakteristik populasi. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk
menghubungkan faktor-faktor ini dalam penentuan ukuran sampel memadai. Lampiran Seksi ini
menguraikan dampak faktor-faktor ini yang mungkin timbul dalam ukuran sampel.

Pemilihan Sampel

Unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampelnya dapat diharapkan mewakili
populasi. Oleh sebab itu, semua unsur dalam populasi harus memiliki kesempatan yang sama untuk
dipilih. Sebagai contoh, pemilihan secara acak atas unsur merupakan suatu cara memperoleh sampel
yang mewakili

Kinerja dan Penilaian

Prosedur audit memadai untuk suatu tujuan audit tertentu harus diterapkan terhadap setiap unsur
sampel. Dalam beberapa situasi, auditor mungkin tidak dapat menerapkan prosedur audit yang
direncanakan terhadap unsur sampel yang terpilih karena, misalnya, dokumentasi pendukungnya
hilang. Perlakuan auditor terhadap unsur yang tidak diperiksa ini akan tergantung pada dampak unsur
tersebut terhadap penilaian hasil sampel. Jika penilaian auditor terhadap hasil sampel tidak berubah
dengan dipertimbangkannya unsur yang tidak diperiksa sebagai salah saji, maka tidak perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap unsur tersebut. Namun, jika setelah mempertimbangkan unsur yang tidak
diperiksa ternyata auditor berkesimpulan bahwa saldo atau kelompok transaksi berisi salah saji yang
material, ia wajib mempertimbangkan prosedur alternatif yang dapat memberikan bukti yang cukup
untuk mengambil kesimpulan. Auditor berkewajiban pula untuk mempertimbangkan apakah alasan-
alasan yang mendasari tentang tidak dapat diperiksanya unsur tersebut memiliki implikasi terhadap
penentuan tingkat risiko pengendalian yang telah direncanakan, atau seberapa jauh is dapat menaruh
kepercayaan kepada representasi klien.

Auditor wajib memproyeksikan salah saji hasil sampel terhadap unsur dalam populasi yang menjadi
asal sampel yang dipilih.Ada beberapa cara yang dapat diterima untuk memproyeksikan salah saji
dari suatu sampel. Sebagai contoh, auditor mungkin telah memilih sebuah sampel dari setiap unsur yang
keduapuluh (50 unsur) dari suatu populasi yang terdiri dari 1000 unsur. Jika auditor menemukan lebih
saji (overstatement) sebesar Rp600.000 dalam sampel tersebut, maka auditor dapat memproyeksikan
lebih saji sebesar Rp 12.000.000 dengan membagi jumlah lebih saji dalam sampel tersebut dengan
pecahan antara total sampel dengan total populasi. Auditor harus menambahkan proyeksi tersebut ke
salah saji yang ditemukan dalam unsur yang diperiksa 100%. Total salah saji projeksian tersebut harus
dibandingkan dengan salah saji saldo akun atau kelompok transaksi yang dapat diterima, dan
pertimbanganmemadai harus dilakukan terhadap risiko sampling. Jika total salah saji projeksian lebih
kecil daripada salah saji yang dapat diterima untuk saldo akun atau kelompok transaksi, auditor harus
mempertimbangkan pula risiko bahwa hasil semacam ini mungkin masih diperoleh, walaupun salah saji
moneter yang sesungguhnya dalam populasi melebihi salah saji yang dapat diterima. Sebagai contoh,
jika salah saji yang dapat diterima dalam saldo akun sebesar Rp100.000.000 adalah sebesar Rp5.000.000
dan total salah saji projeksian yang didasarkan atas sampel memadai adalah sebesar Rp 1.000.000, auditor
mungkin cukup yakin bahwa risiko sampling untuk salah saji moneter yang sesungguhnya dalam populasi
melebihi salah saji yang dapat diterima adalah rendah. Sebaliknya, jika total salah saji projeksian mendekati
salah saji yang dapat diterima, auditor dapat menyimpulkan adanya risiko yang sangat tinggi bahwa
salah saji moneter yang sesungguhnya dalam populasi melebihi salah saji yang dapat diterima.
Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam membuat penilaian tersebut

Sebagai tambahan terhadap penilaian atas frekuensi dan jumlah moneter suatu salah saji,
auditor harus mempertimbangkan aspek kualitatif suatu salah saji. Hal ini meliputi (a) sifat dan
penyebab salah saji, seperti apakah salah saji disebabkan oleh perbedaan secara prinsip atau
perbedaan dalam penerapan, apakah disebabkan oleh kekeliruan atau ketidakberesan, dan apakah
disebabkan oleh tidak dipahaminya instruksi atau kecerobohan, dan (b) kemungkinan hubungan antara
salah saji dengan tahapan audit yang lain. Penemuan adanya ketidakberesan biasanya memerlukan
pertimbangan yang lebih luas atas kemungkinan implikasinya daripada penemuan adanya kekeliruan.

Jika hasil sampel menunjukkan bahwa asumsi perencanaan auditor tidak benar, maka ia harus
mengambil tindakan yang dipandang perlu. Sebagai contoh, jika salah saji moneter ditemukan dalam
pengujian substantif atas rincian jumlah atau frekuensi, yang lebih besar dari tingkat risiko bawaan dan
risiko pengendalian yang telah ditentukan, maka auditor harus mengubah tingkat risiko yang
ditentukan sebelumnya. Auditor harus juga mempertimbangkan apakah ia akan memodifikasi
pengujian audit yang lain yang telah dirancang atas dasar tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian
sebelumnya. Sebagai contoh, sejumlah besar salah saji ditemukan dalam konfirmasi piutang mungkin
merupakan indikasi perlu dipertimbang-kannya kembali tingkat risiko pengendalian yang telah ditentukan
dikaitkan dengan asersi yang berdampak terhadap desain pengujian substantif atas penjualan atau
penerimaan kas.

Auditor harus mengaitkan penilaian atas sampel dengan bukti audit lain yang relevan dalam
penarikan kesimpulan atas saldo-saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan.
Hasil proyeksi salah saji untuk penerapan sampling audit dan penerapan nonsampling harus
dipertimbangkan secara total, bersama-sama dengan bukti audit lain yang relevan, dalam rangka penilaian
auditor terhadap apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah salah saji secara material.

SAMPLING DALAM PENGUJIAN PENGENDALIAN

Perencanaan Sampel

Dalam perencanaan sampel audit tertentu untuk pengujian pengendalian, auditor harus
mempertimbangkan:

a. Hubungan antara sampel dengan tujuan pengujian pengendalian

b. Tingkat penyimpangan maksimum dari pengendalian yang ditetapkan yang akanmendukung tingkat
risiko pengendalian yang direncanakan.

c. Tingkat risiko yang dapat diterima auditor atas penentuan risiko pengendalian yang terlalu rendah.

d. Karakteristik populasi, yaitu, unsur yang membentuk saldo akun atau kelompok transaksi yang menjadi
fokus perhatian.

Terhadap berbagai pengujian pengendalian, sampling tidak dapat diterapkan. Prosedur yang
dilaksanakan untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern memadai untuk merencanakan audit
tidak dapat dilaksanakan dengan menggunakan sampling.? Sam-pling biasanya tidak dapat diterapkan dalam
pengujian pengendalian yang sangat tergantung atas pemisahan tugas memadai atau yang sebaliknya tidak
akan memberikan bukti dokumenter atas kinerja. Di samping itu, sampling mungkin tidak dapat diterapkan
dalam pengujian atas pengendalian tertentu yang didokumentasikan. Sampling tidak dapat diterapkan
untuk pengujian yang ditujukan untuk memperoleh bukti tentang desain atau operasi suatu lingkungan
pengendalian atau sistem akuntansi. Sebagai contoh, sampling tidak dapat diterapkan dalam prosedur
permintaan keterangan atau observasi mengenai penjelasan atas penyimpangan dari anggaran, jika auditor
tidak ingin mengestimasi tingkat penyimpangan dari pengendalian yang telah ditetapkan.

Dalam mendesain sampel untuk pengujian pengendalian, auditor biasanya harus merencanakan untuk
menilai efektivitas operasi dalam hubungannya dengan penyimpangan dari pengendalian intern yang telah
ditetapkan, baik dalam bentuk tingkat penyimpangan maupun jumlah moneter transaksi yang terkait.Dalam
hal ini, pengendalian tertentu adalah pengendalian yang belum dimasukkan dalam desain
pengendalian intern yang akanberpengaruh sebaliknya terhadap rencana tingkat risiko pengendalian
yang ditetapkan oleh auditor. Tingkat risiko pengendalian secara keseluruhan yang ditetapkan oleh auditor
untuk asersi tertentu melibatkan kombinasi antara pertimbangan atas pengendalian yang telah
ditetapkan, penyimpangan dari prosedur atau kebijakan yang telah ditetapkan, dan tingkat keyakinan yang
diberikan oleh sampel dan pengujian pengendalian yang lain

Auditor harus menentukan tingkat penyimpangan maksimum dari pengendalian yang telah
ditetapkan, yaitu, ia akan bersedia menerima tanpa mengubah rencana tingkat risiko pengendalian
yang telah ditetapkan. Inilah yang disebut tingkat penyimpangan yang dapat diterima. Dalam
penentuan tingkat penyimpangan yang dapat diterima, auditor harus mempertimbangkan

(a) tingkat risiko pengendalian yang direncanakan, dan

(b) tingkat keyakinan yang diinginkan oleh bukti audit dalam sampel.

Sebagai contoh, jika auditor merencanakan untuk menentukan tingkat risiko pada tingkat
yang rendah, dan iamenginginkan tingkat keyakinan yang tinggi dari bukti audit yang tersedia dari
sampel untuk pengujian pengendalian (yaitu, tidak melakukan pengujian pengendalian yang lain atas
asersi), ia mungkin menentukan bahwa tingkat penyimpangan yang dapat diterima sebesar 5% atau lebih
kecil makin baik. Jika auditor merencanakan tingkat risiko pengendalian yang lebih tinggi, atau ia
menginginkan tingkat keyakinan dari pengujian pengendalian yang lain bersama-sama dengan yang
disediakan oleh sampel (seperti misalnya permintaan keterangan atas cukup atau tidaknya personalia
entitas atau pengamatan atas penerapan prosedur atau kebijakan), auditor mungkin memutuskan
bahwa tingkat penyimpangan yang dapat diterima sebesar 10% atau lebih adalah cukup memadai.

Dalam penentuan tingkat penyimpangan yang dapat diterima, auditor harus


mempertimbangkan bahwa, sementara penyimpangan dari pengendalian tertentu meningkatkan
risiko salah saji material dalam catatan akuntansi, penyimpangan tersebut tidak perlu menghasilkan suatu
salah saji. Sebagai contoh, suatu pengeluaran yang tercatat, yang tidak memperlihatkan adanya bukti
persetujuan yang diperlukan, dapat merupakan transaksi yang telah diotorisasi dan dicatat secara
semestinya. Penyimpangan hanya akan menyebabkan salah saji dalam catatan akuntansi jika
penyimpangan dan salah saji tersebut terjadi dalam transaksi yang sama. Penyimpangan dari prosedur
pengendalian tertentu pada tingkat tertentu biasanya diharapkan akan menghasilkan salah saji pada
tingkat yang lebih rendah.

Dalam beberapa situasi, risiko salah saji material atas suatu asersi mungkin berkaitan dengan kombinasi
pengendalian. Jika kombinasi antara dua atau lebih pengendalian diperlukan untuk mempengaruhi risiko
salah saji material, maka pengendalian intern tersebut harus dipandang sebagai satu prosedur, dan
penyimpangan dari kombinasi prosedur atau kebijakan harus dinilai dengan dasar tersebut.Sampel yang
diambil untuk pengujian terhadap efektivitas pelaksanaan pengendalian ditujukan untuk memberikan dasar
bagi auditor dalam menyimpulkan apakah prosedur atau kebijakan pengendalian telah diterapkan
sebagaimana yang telah ditetapkan. Jika tingkat keyakinan tinggi diharapkan dari bukti audit yang
dihasilkan dari sampel, auditor harus menerima tingkat risiko sampling yang rendah (yaitu, risiko
pengendalian ditentukan terlalu rendah).

Untuk menentukan jumlah unsur yang akan dipilih sebagai sampel dalam pengujian pengendalian,
auditor harus mempertimbangkan tingkat penyimpangan yang dapat diterima dari pengendalian yang
diuji, kemungkinan tingkat penyimpangan, dan risiko yang dapat diterima dalam penentuan
tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah. Auditor menerapkan pertimbangan
profesionalnya untuk menghubungkan berbagai faktor tersebut dalam menentukan ukuran sampel
memadai.
Pemilihan Sampel

Unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampel yang terpilih diharapkan dapat
mewakili populasi. Oleh karena itu, semua unsur dalam populasi harus memiliki kesempatan yang
sama untuk dipilih. Pemilihan secara acak merupakan salah satu cara pemilihan sampel tersebut. Ada
tiga metode pemilihan sampel yang umum digunakan:

(1) pemilihan acak (random selection), yaitu setiap unsur dalam populasi atau dalam setiap strata
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih,

(2) pemilihan sistematik (systematic selection), yaitu pemilihan unsur dengan menggunakan interval
konstan di antara yang dipilih, yang interval permulaannya dimulai secara acak,

(3) pemilihan sembarang (haphazard selec-tion), yang merupakan alternatif pemilihan acak, dengan
syarat auditor mencoba mengambil sampel yang mewakili dari keseluruhan populasi tanpa maksud
untuk memasukkan atau tidak memasukkan unit tertentu ke dalam sampel yang dipilih. Idealnya,
auditor harus menggunakan metode pemilihan yang memiliki kemampuan untuk memilih unsur dari
seluruh periode yang diaudit. SA Seksi 319 [PSA No. 23] Pertimbangan Pengendalian Intern dalam
Audit Laporan Keuangan paragraf 73 memberikan panduan yang dapat diterapkan dalam
penggunaan sampling oleh auditor selama periode interim dan periode sisanya.

Kinerja dan Penilaian

Prosedur audit memadai untuk mencapai tujuan pengujian pengendalian harus dilaksanakan
terhadap setiap unsur sampel. Jika auditor tidak dapat menerapkan prosedur audit yang direncanakan
atau prosedur alternatif memadai terhadap unsur sampel yang terpilih, is harus mempertimbangkan
penyebab keterbatasan tersebut, dan is biasanya harus mempertimbangkan unsur yang terpilih
tersebut sebagai penyimpangan dari prosedur atau kebijakan yang telah ditetapkan untuk tujuan
penilaian sampel.

Tingkat penyimpangan dalam sampel merupakan estimasi terbaik auditor terhadap tingkat
penyimpangan dalam populasi yang menjadi asal sampel. Jika estimasi tingkat penyimpangan lebih
kecil dari tingkat penyimpangan yang dapat diterima untuk populasi, auditor harus
mempertimbangkan risiko bahwa hasil semacam itu mungkin akan diperoleh walaupun tingkat
penyimpangan yang sesungguhnya dalam populasi melebihi tingkat penyimpangan populasi yang
dapat diterima. Sebagai contoh, jika tingkat penyimpangan populasi yang dapat diterima sebesar 5%,
dan auditor tidak menemukan penyimpangan dalam sampel sebanyak 60 unsur, auditor dapat
menyimpulkan bahwa terdapat suatu risiko sam-pling rendah yang dapat diterima bahwa tingkat
penyimpangan sesungguhnya dalam populasimelarnpaui tingkat 5% yang dapat diterima. Sebaliknya, jika
dalam sampel tersebut terdapat satu atau lebih penyimpangan, auditor dapat menyimpulkan bahwa
terdapat risiko sampling tinggi yang tidak dapat diterima bahwa tingkat penyimpangan dalam populasi
melampaui tingkat 5% yang dapat diterima. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
melakukan evaluasi tersebut.

Di samping itu, dalam penilaian terhadap frekuensi penyimpangan dalam prosedur tertentu,
pertimbangan juga dilakukan terhadap aspek kualitatif suatu penyimpangan. Hal ini meliputi

(a) sifat dan penyebab penyimpangan, seperti misalnya, apakah penyimpangan tersebut
merupakan kekeliruan atau ketidakberesan, atau disebabkan oleh tidak dipahaminya instruksi atau
kecerobohan, dan

(b) kemungkinan hubungan antara penyimpangan dengan fase-fase lain dalam audit. Penemuan
adanya suatu ketidakberesan biasanya memerlukan pertimbangan yang lebih luas atas kemungkinan
implikasinya daripada penemuan adanya suatu kekeliruan.

Jika auditor menyimpulkan bahwa hasil sampel tidak mendukung tingkat risiko pengendalian yang
direncanakan atas suatu asersi, maka is harus menilai kembali sifat, waktu, dan lingkup prosedur substantif
berdasarkan atas pertimbangan yang telah direvisi atas tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan untuk
asersi laporan keuangan yang relevan.

Risiko audit, dalam hubungannya dengan saldo akun atau kelompok transaksi tertentu, adalah
risiko adanya salah saji moneter yang lebih besar daripada salah saji yang dapat diterima, yang
mempengaruhi suatu asersi dalam saldo akun atau kelompok transaksi, yang tidak dapat dideteksi oleh
auditor. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menentukan tingkat risiko yang
dapat diterima untuk pemeriksaan tertentu setelah ia mempertimbangkan faktor-faktor seperti
risiko salah saji material dalam laporan keuangan,biaya untuk menurunkan risiko, dan dampak
adanya salah saji potensial dalam pen dan pemahaman atas laporan keuangan.

Auditor mengestimasi risiko bawaan dan risiko pengendalian, dan merencanakan dan
menyelenggarakan pengujian substantif (prosedur analitik dan pengujian substantif atas rincian) dalam
berbagai kombinasi untuk menurunkan tingkat risiko audit pada tingkat memadai atau wajar.
Namun, tersirat dalam standar pekerjaan lapangan bahwa biasanya estimasi tingkat risiko
pengendalian tidak dapat cukup rendah untuk menghilangkan perlunya melakukan pengujian substantif
untuk membatasi risiko deteksi untuk semua asersi yang relevan dengan saldo akun atau kelompok
transaksi.

Cukup atau tidaknya ukuran sampel audit, balk sampel nonstatistik maupun statistik, dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Tabel 1 menjelaskan bagaimana beberapa faktor dapat mempengaruhi ukuran sampel
untuk pengujian substantif atas rincian. Faktor a, b, dan c dalam Tabel 1 harus dipertimbangkan
bersama-sama (lihat paragraf 08). Sebagai contoh, tingkat risiko bawaan yang tinggi, ketidakefektivan
pengendalian, dan tidak adanya pengujian substantif lain yang berhubungan dengan tujuan audit yang
sama menuntut ukuran sampel yang lebih besar untuk pengujian Substantif atas rincian yang berkaitan
dibandingkan dengan jika ada sumber-sumber lain yang dapat memberikan dasar untuk menaksir risiko
bawaan dan risiko pengendalian berada di bawah maksimum, atau jika terdapat pengujian substantif
yang lain yang berhubungan dengan tujuan audit yang sama yang ingin dicapai. Kemungkinan yang lain,
tingkat risiko bawaan yang rendah, pengendalian yang efektif, atau prosedur analitik dan pengujian
substantif yang efektif mungkin akan menuntun auditor untuk menyimpulkan bahwa jumlah sampel, jika
ada, yang diperlukan untuk pengujian tambahan atas rincian dapat kecil.

Model berikut ini menggambarkan hubungan secara umum antara risiko yang berkaitan dengan
estimasi auditor atas risiko bawaan dan risiko pengendalian, dengan efektivitas prosedur analitik (termasuk
pengujian substantif lain yang relevan) dan pengujian substantiveatas rincian. Model tersebut tidak
dimaksudkan untuk menjadi formula matematis yang meliputi semua faktor yang mungkin
berpengaruh terhadap penentuan unsur risiko secara individual; namun, beberapa auditor
memandang bahwa model tersebut berguna dalam merencanakan tingkat risiko memadai untuk
prosedur audit guna mencapai tingkat risiko audit yang diinginkan oleh auditor.

RA = RB x RP x PAx TD

Auditor mungkin menggunakan model ini untuk memperoleh pemahaman atas tingkat
risiko memadai atas risiko keliru menerima untuk pengujian substantif atas rincian sebagai
berikut:

TD = RA

(RB X RP X PA)

RA = Risiko audit yang dapat diterima bahwa salah saji moneter sama dengan salah saji yang dapat
diterima mungkin tetap tidak terdeteksi dari saldo akun atau kelompok transaksi dan asersi yang
berkaitan setelah auditor melengkapi semua prosedur audit yang dipandang perlu."Auditor
menggunakan pertimbangan profesional untuk menentukan tingkat risiko audit yang dapat
diterima setelah mempertimbangkan faktor-faktor seperti yang telah dibahas dalam paragraf 01
Lampiran Pernyataan ini.

RB.= Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah
saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait.

RP = Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu
asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern
entitas. Auditor dapat menentukan risiko pengendalian pada tingkat yang maksimum, atau di
bawah tingkat maksimum berdasarkan atas cukup atau tidaknya bukti audit yang diperoleh untuk
mendukung efektivitas. Kuantifikasi model ini berkaitan dengan penilaian auditor atas keseluruhan
efektivitas pengendalian yang akan mencegah atau mendeteksi salah saji material sama dengan
salah saji yang dapat diterima pada saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan.
Sebagai contoh, jika auditor yakin bahwa pengendalian yang relevan akan mencegah atau
mendeteksi salah saji sama dengan separuh dari salah saji yang dapat diterima, maka ia akan
menentukan risiko ini pada 50%. (Risiko pengendalian tidak sama dengan risiko yang timbul
dari penetapan risiko pengendalian yang terlalu rendah).

Model tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi formula matematis yang meliputi semua faktor
yang mungkin berpengaruh terhadap penentuan unsur risiko secara individual; namun, beberapa
auditor memandang bahwa model tersebut berguna dalam merencanakan tingkat risiko memadai
untuk prosedur audit guna mencapai tingkat risiko audit yang diinginkan oleh auditor.

TABEL 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UKURAN SAMPEL UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS


RINCIAN DALAM PERENCANAAN SAMPEL

Kondisi Yang Mengarah

Faktor yang Berkaitan untuk


Ukuran Sampel yang Ukuran Sampel yang Lebih
Faktor Perencanaan Sampel
Lebih Kecil Besar
Substantif

Penentuan Tingkat resiko bawaan Tingkat resiko bawaan Risiko penerimaan keliru
a
risiko bawaan rendah tinggi yang dapat diterima

Penentuan
Tingkat risiko Tingkat risiko Risiko penerimaan keliru
b risiko
pengendalian rendah pengendalian tinggi yang dapat diterima.
pengendalian

TABEL 1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UKURAN SAMPEL UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS
RINCIAN DALAM PERENCANAAN SAMPEL

Kondisi Yang Mengarah

Penentuan
risiko untuk
pengujian
substantif lain
terhadap
Risiko rendah yang Risiko tinggi yang
asersi yang
bersangkutan dengan bersangkutan dengan Risiko penerimaan keliru
c sama
pengujian substantif pengujian substantif yang yang dapat diterima
(termasuk
yang relevan relevan
prosedur
analitik dan
pengujian
substantif
yang relevan
Ukuran salah
saji yang Ukuran yang lebih Ukuran yang lebih kecil
Salah saji yang dapat
d dapat diterima besar untuk salah saji untuk salah saji yang dapat
diterima
untuk akun yang dapat diterima diterima
tertentu

Ukuran dan
Ukuran salah saji yang Ukuran salah saji yang
frekuensi Penentuan karakteristik
e lebih kecil atau lebih besar atau frekuensi
salah saji yang populasi
frekuensi rendah rendah
diharapkan

Hampir tidak memiliki


Jumlah unsur pengaruh terhadap
f dalam ukuran sample, kecuali
populasi juika populasi sangat
kecil.
7.SA325.Komunikasi Masalah yang Berhubungan dengan Pengendalian Intern yang ditemukan dalam
Suatu Audit

7 . 1 . Kondi s i Yang Dap at Di l apor ka n

Selama melaksanakan audit, auditor mungkin mengetahui persoalan yang menyangkut


pengendalian intern yang mungkin perlu diketahui oleh komite audit. Dalam Seksi ini, persoalan yang
diharuskan untuk dilaporkan kepada komite audit untuk selanjutnya disebut dengan kondisi
yangdapatdilaporkan. Secara khusus, ini adalah persoalan yang menarik perhatian auditor, yang
menurut pertimbangannya, harus dikomunikasikan kepada komite audit, karena merupakan
kekurangan material dalam desain atau operasi pengendalian in-tern, yang berakibat buruk terhadap
kemampuan organisasi tersebut dalam mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan data
keuangan yang konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Kekurangan demikian
dapat mencakup aspek lima komponen pengendalian interns

(a) lingkungan pengendalian,

(b) penaksiran risiko,

(c)aktivitas pengendalian,

(d) informasi dan komunikasi, dan

(e) pemantauan

Auditor mungkin juga mengidentifikasi persoalan yang menurut pertimbangannya, bukan merupakan
kondisi yang dapat dilaporkan ; namun, auditor mungkin memutuskan untuk mengkomunikasikan
persoalan demikian bagi kepentingan manajemen (dan bagi penerima semestinya laporan audit
lainnya).

7 . 2 . I d e nti fi ka s i K on di s i Y an g D a p at Di l a por k an

Tujuan auditor dalam mengaudit laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan entitas secara keseluruhan. Auditor tidak berkewajiban mencari kondisi yang dapat
dilaporkan. Namun, auditor mungkin menemukan kondisi yang dapat dilaporkan melalui
pertimbangannya atas komponen pengendalian intern, penerapan prosedur audit terhadap saldo akun dan
transaksi, atau mungkin dengan cara lain selama pelaksanaan audit. Ditemukan atau tidaknya kondisi
yang dapat dilaporkan akan berbeda antara satu perikatan dengan perikatan yang lain, karena
dipengaruhi oleh sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta faktor-faktor lainnya, seperti ukuran
entitas, kerumitan dan sifat serta keanekaragaman kegiatan usahanya.

Dalam menentukan permasalahan apa saja yang merupakan kondisi yang dapat dilaporkan, auditor
harus mempertimbangkan berbagai faktor yang berhubungan dengan entitas tersebut, seperti ukuran,
kerumitan dan keanekaragaman aktivitas, struktur organisasi, dan karakteristik kepemilikan.
Adanya kondisi yang dapat dilaporkan yang menyangkut desain atau operasi pengendalian intern
mungkin telah diketahui, dan dalam kenyataannya, mungkin merupakan keputusan yang diambil dengan
sadar oleh manajemen-suatu keputusan yang diketahui oleh komite audit-untuk menerima tingkat
risiko tersebut karena pertimbangan biaya atau pertimbangan lainnya. Hal ini merupakan tanggung
jawab manajemen untuk mengambil keputusan mengenai biaya yang akan ditanggung serta manfaat
yang bersangkutan. Auditor dapat memutuskan bahwa permasalahan tersebut tidak perlu dilaporkan
asalkan komite au-dit telah mengetahui kekurangan tersebut dan memahami risiko yang bersangkutan.
Secara berkala, auditor harus mempertimbangkan, apakah karena perubahan dalam manajemen,
penerima laporan, atau hanya karena berjalannya waktu, perlu untuk melaporkan permasalahan demikian
secara tepat waktu.

7.3. Kriteria Yang Disepakati

Pada waktu menentukan lingkup auditnya, auditor dan kliennya mungkin membicarakan
pengendalian intern dan berfungsi atau tidaknya pengendalian tersebut. Klienmungkin meminta auditor
untuk waspada terhadap permasalahan tertentu dan untuk melaporkan kondisi di luar yang dibahas
dalam Seksi ini. Auditor sebaiknya juga melaporkan masalah lain, yang menurut penilaiannya,
berguna untuk manajemen, walaupun tanpa permintaan khusus untuk itu.

Lingkup yang disepakati bersama antara auditor dan klien untuk melaporkan kondisi yang ditemukan
dapat meliputi, misalnya, pelaporan persoalan yang tidak sepenting dibandingkan dengan yang
disebutkan dalam Seksi ini , adanya kondisi yang dikemukakan oleh klien, atau hasil penyelidikan
lebih lanjut dari permasalahan yang ditemukan untuk mengidentifikasikan penyebabnya. Dalam
lingkup demikian, mungkin auditor diminta untuk mengunjungi lokasi tertentu, menilai prosedur
pengendalian tertentu, atau melaksanakan prosedur tertentu yang tidak direncanakan sebelumnya.

7.4. Pelaporan-Bentuk Dan Isi

Kondisi yang ditemukan oleh auditor, yang menurut Seksi ini dapat dilaporkan atau yang
merupakan hasil kesepakatan dengan klien harus dilaporkan, sebaiknya dilakukan secara tertulis.
Apabila informasi tersebut dikomunikasikan secara lisan, auditor harus mendokumentasikan
komunikasi tersebut dalam kertas kerjanya.

Laporan tersebut harus menyatakan bahwa komunikasi dilakukan semata-mata sebagai


informasi dan digunakan oleh penerima laporan audit, manajemen, dan pihak lain dalam organisasi itu.
Apabila ada ketentuan bahwa laporan itu harus disampaikan juga kepada badan pemerintah, pengacuan
secara spesifik mengenai badan pemerintah tersebut dan dasar penyampaiannya harus dinyatakan
secara jelas.

Setiap laporan yang diterbitkan mengenai kondisi yang dapat dilaporkan harus:

a. Menunjukkan bahwa tujuan audit adalah untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan
dan tidak untuk memberi keyakinan atas pengendalian intern.
b. Memuat definisi kondisi yang dapat dilaporkan.

c. Memuat pembatasan distribusi laporan

Berikut ini disajikan suatu contoh bagian laporan yang disusun sesuai dengan ketentuan di atas.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan audit kami atas laporan keuangan PT KXT untuk tahun yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 20X0, kami mempertimbangkan pengendalian intern
perusahaan untuk menentukan prosedur audit dengan tujuan untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan dan tidak untuk memberikan keyakinan atas pengendalian intern. Namun,
kami temukan permasalahan tertentu yang menyangkut pengendalian intern dan operasinya
yang kami pandang merupakankondisi yang dapat dilaporkan menurut standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Kondisi yang dapat dilaporkan mencakup permasalahan yang
kami temukan, yang menyangkut kekurangan material dalam desain atau operasi
pengendalian intern, yang menurut pendapat kami, dapat secara negatif mempengaruhi kemampuan
organisasi untuk mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan data keuangan yang
konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan.

Laporan ini dimaksudkan hanya untuk memberikan informasi dan untuk digunakan oleh komite
audit (dewan komisaris, dewan pengawas, atau pemilik dalam perusahaan yang dipimpin oleh
pemiliknya), manajemen, dan pihak lain dalam organisasi (atau badan pemerintah tertentu atau
pihak ketiga tertentu).

Laporan ini dimaksudkan hanya untuk memberikan informasi dan untuk digunakan oleh komite
audit (dewan komisaris, dewan pengawas, atau pemilik dalam perusahaan yang dipimpin oleh
pemiliknya), manajemen, dan pihak lain dalam organisasi (atau badan pemerintah tertentu atau
pihak ketiga tertentu).

Suatu kelemahan material adalah suatu kondisi yang dapat dilaporkan, yang desain atau operasi
satu atau lebih unsur pengendalian intern tidak mengurangi risiko sampai ke tingkat yang relatif
rendah. Risiko yang dimaksud mencakup kekeliruan atau kecurangan dalam jumlah yang dapat
menjadi material dalam hubungan dengan laporan keuangan, yang dapat terjadi dan tidak
ditemukan secara tepat waktu oleh karyawan dalam pelaksanaan normal tugas yang diberikan.

Pertimbangan kami atas pengendalian intern tidak menjamin terungkapnya semua permasalahan
dalam pengendalian intern yang mungkin merupakan kondisi yang dapat dilaporkan dan oleh
karenanya, tidak menjamin pengungkapan seluruh kondisi yang dapat dilaporkan, sebagaimana
yang didefinisikan di atas. Namun, kami yakin, tidak ada satu pun kondisi yang diungkapkan di
atas merupakan suatu kelemahan material.

Untuk menghindari salah pengertian mengenai terbatasnya tingkat keyakinan berkenaan


dengan penerbitan laporan tertulis oleh auditor, ia tidak boleh mengeluarkan pernyataan bahwa
tidak ditemukan kondisi yang dapat dilaporkan selama audit.
Karena komunikasi secara tepat waktu adalah penting, auditor dapat memutuskan untuk
mengkomunikasikan permasalahan penting yang ditemukan selama berlangsungnya audit tanpa
menunggu sampai audit berakhir. Keputusan apakah suatu komunikasi interim akan dilakukan atau
tidak, dipengaruhi oleh tingkat pentingnya permasalahan yang ditemukan dan mendesaknya tindak lanjut
perbaikan.

Seksi ini tidak menghalangi seorang auditor untuk mengkomunikasikan kepada klien berbagai
pengamatan dan saran yang menyangkut aktivitas klien tersebut, di luar permasalahan yang
menyangkut pengendalian intern. Permasalahan tersebut dapat menyangkut efisiensi operasi atau
administrasi, strategi usaha, dan hal-hal lain yang dipandang bermanfaat untuk klien.

7 . 5 C o n t o h Y a n g M u n g k i n M e r u p a k a n K o n d i s i Y a n g Dapat Dilaporkan

1. Kondisi yang dapat dilaporkan mencakup permasalahan yang ditemukan oleh auditor, yang
menyangkut kelemahan material dalam desain atau operasi pengendalian intern, yang menurut
pertimbangan auditor dapat secara negatif mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan data keuangan konsisten dengan
pertanggungjawaban manajemen dalam laporan keuangan.

2. Berikut ini adalah contoh permasalahan yang mungkin merupakan kondisi yang dapat dilaporkan.
Contoh ini dikelompokkan menurut kategori kondisi dan dalam kategon menurut contoh yang
spesifik untuk kondisi yang bersangkutan. Sebagian dari permasalahan ini mungkin juga
memerlukan komunikasi menurut ketentuan lain yang telah diatur dalam standar auditing

7.6. Kelemahan dalam Desain Pengendalian Intern

a. Tidak memadainya desain pengendalian intern secara keseluruhan

b. Tidak adanya pemisahan tugas yang semestinya dan konsisten dengan tujuan pengendalian yang
semestinya.

c. Tidak adanya review dan persetujuan transaksi, entri akuntansi, atau keluaran sistem

d. Tidak memadainya prosedur untuk menetapkan dan menerapkan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia secara tepat.

e. Tidak memadainya ketentuan untuk perlindungan keamanan aktiva perusahaan

f. Tidak adanya teknik pengendalian tertentu yang dipandang tepat untuk jenis dan tingkat kegiatan
transaksi.
Terbukti bahwa sistem gagal menyediakan keluaran yang akurat dan lengkap yang konsistendengan
tujuan dan kebutuhan sekarang karena adanya cacat desain

7.7. Kegagalan dalam Operasi Pengendalian Intern

a. Bukti kegagalan pengendalian yang diidentifikasi dalam mencegah atau mendeteksi salah saji dalam
informasi akuntansi.

b. Bukti bahwa sistem gagal dalam menyediakan keluaran yang akurat dan lengkap, konsisten dengan
tujuan pengendalian entitas karena penerapan yang salah pengendalian entitas.

c. Bukti kegagalan untuk melindungi aktiva dari kerugian, kerusakan atau perlakuan yang tidak
semestinya.

d. Bukti adanya usaha melanggar pengendalian intern oleh personel yang memiliki wewenang untuk
merusak tujuan keseluruhan sistem.
Bukti kegagalan untuk melaksanakan tugas yang menjadi bagian pengendalian intern, seperti
rekonsiliasi yang tidak dibuat atau dibuat tidak tepat waktu

e. Adanya kesalahan yang terbukti dilakukan dengan sengaja oleh karyawan atau manajemen.

f. Terbukti adanya manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan catatan akuntansi atau bukti
pendukung.

g. Terbukti adanya kesengajaan salah penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia

h. Terbukti adanya pemberian penyajian yang salah oleh karyawan klien kepada auditor.

i. Terbukti adanya karyawan atau manajemen yang tidak memenuhi persyaratan kecakapan dan
pelatihan untuk melaksanakan fungsi yang ditugaskan kepada mereka.

7.8. Lain-lain

a. Tidak adanya tingkat kesadaran memadai dalam organisasi mengenai pengendalian.

b. Tindak lanjut terbukti tidak dilakukan untuk membetulkan kesalahan pengendalian in tern yang
telah diidentifikasi sebelumnya.

c. Terbukti adanya transaksi dalam hubungan istimewa material atau ekstensif yang tidak
diungkapkan.

d. Terbukti adanya sikap memihak yang tidak sepatutnya atau kekurangobjektivan oleh or-ang yang
bertanggung jawab dalam penentuan keputusan akuntansi.
8. SA 318. Pemahaman Atas Bisnis Klien

Sebelum menerima suatu perikatan, auditor akan memperoleh pengetahuan pendahuluan


tentang industri dan hak kepemilikan, manajemen dan operasi entitas yang akan diaudit, dan akan
mempertimbangkan apakah tingkat pengetahuan tentang bisnis memadai untuk melaksanakan audit
yang akan diperoleh.

Setelah penerimaan perikatan, informasi lebih lanjut dan lebih rinci akan diperoleh. Sejauh praktis
dilaksanakan, auditor akan memperoleh pengetahuan yang diperlukan pada awal dimulainya
perikatan. Sepanjang perjalanan pekerjaan audit, informasi tersebut akan ditentukan dan
dimutakhirkan serta informasi lebih banyak akan diperoleh.

Pemerolehan pengetahuan tentang bisnis yang diperlukan merupakan proses berkelanjutan dan
bersifat kumulatif dalam pengumpulan dan penentuan informasi dan pengaitan pengetahuan yang
diperoleh dengan bukti audit serta informasi di setiap tahap audit. Sebagai contoh, meskipun informasi
dikumpulkan pada tahap perencanaan, biasanya informasi tersebut diperhalus dan ditambah pada tahap
audit berikutnya karena auditor dan asistennya belajar lebih banyak tentang bisnis.

Untuk perikatan lanjutan, auditor akan memutakhirkan dan melakukan evaluasi kembali informasi
yang dikumpulkan sebelumnya, termasuk informasi dalam kertas kerja tahun sebelumnya. Auditor juga
melaksanakan prosedur yang didesain untuk mengidentifikasi perubahan signifikan yang telah terjadi
sejak audit yang terakhir.

Auditor dapat memperoleh pengetahuan tentang industri dan entitas dari berbagai sumber. Sebagai
contoh:

a. Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industrinya.

b. Diskusi dengan orang dalam entitas (seperti direktur, personel operasi senior)

c. Diskusi dengan personel dari fungsi audit intern dan review terhadap laporan auditor intern.

d. Diskusi dengan auditor lain dan dengan penasihat hukum atau penasihat lain yang telah
memberikan jasa kepada entitas atau dalam industri.

e. Diskusi dengan orang yang berpengetahuan di luar entitas (seperti ahli ekonomi industri badan
pengatur industri, customers, pemasok, dan pesaing).

f. Publikasi yang berkaitan dengan industri (seperti statistik yang diterbitkan oleh pemerintah survai,
teks, jurnal perdagangan, laporan oleh bank, pialang efek, koran keuangan).

g. Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap entitas

h. Kunjungan ke tempat atau fasilitas pabrik entitas.


i. Dokumen yang dihasilkan oleh entitas (seperti, notulen rapat, bahan yang dikirim kepada pemegang
saham dan diserahkan kepada badan pengatur, buku-buku promosi, Iaporan keuangan dan laporan
tahunan tahun sebelumnya, anggaran, laporan manajemen intern, laporan keuangan interim,
panduan kebijakan manajemen, panduan akuntansi dan sistem pengendalian intern, daftar akun,
deskripsi jabatan, rencana pemasaran dan penjualan).

8.1. P e n g g u n a a n P e n g e t a h u a n

Pengetahuan tentang bisnis merupakan suatu kerangka acuan (frame of reference) yang
digunakan oleh auditor untuk melaksanakan pertimbangan profesional. Pemahaman tentang bisnis
dan penggunaan informasi tersebut secara semestinya membantu auditor dalam :

a. Penaksiran risiko dan identifikasi masalah.

b. Perencanaan dan pelaksanaan audit secara efektif dan efisien.

c. Evaluasi bukti audit

d. Penyediaan jasa yang lebih baik bagi klien.

Auditor melakukan pertimbangan tentang banyak hal selama pelaksanaan auditnya. Pengetahuan
tentang bisnis sangat penting bagi auditor dalam melakukan pertimbangan tersebut. Sebagai contoh:

a. Penaksiran risiko bawaan dan risiko pengendalian.

b. Pertimbangan risiko bisnis dan tanggapan manajemen mengenai hal ini.

c. Pengembangan perencanaan audit secara menyeluruh dan program audit.

d. Penentuan tingkat materialitas dan penaksiran apakah tingkat materialitas yang dipilih masih
memadai.

e. Penentuan bukti audit untuk menetapkan memadainya dan validitasnya dengan asersi laporan
keuangan yang bersangkutan.

f. Evaluasi estimasi akuntansi dan representasi manajemen.

g. Identifikasi bidang yang mungkin memerlukan pertimbangan audit khusus dan


keterampilan khusus.

h. Untuk menyadari adanya informasi yang bertentangan (seperti, representasi yang


berlawanan).

i. Untuk menyadari keadaan yang luar biasa (seperti, penggelapan dan ketidakpatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan, hubungan yang tidak diharapkan antara data statistik operasi
dengan hasil keuangan yang dilaporkan).
j. Pembuatan permintaan keterangan berbasis informasi dan penentuan apakah jawabannya masuk
akal

k. Pertimbangan tentang memadainya kebijakan akuntansi dan pengungkapan dalam laporan


keuangan.

Auditor harus menjamin bahwa asisten yang ditugasi dalam suatu perikatan audit memperoleh
pengetahuan memadai tentang bisnis untuk memungkinkan m ereka melaksanakan pekerjaan
audit yang didelegasikan kepada mereka. Auditor juga perlu menjamin bahwa para asisten selalu
menyadari tambahan informasi dan perlunya berbagi informasi dengan auditor dan asisten lainnya.

Untuk memanfaatkan secara efektif pengetahuan tentang bisnis, auditor harus


mempertimbangkan bagaimana dampak informasi tersebut terhadap laporan keuangan secara
keseluruhan dan apakah asersi dalam laporan keuangan konsisten dengan pengetahuan auditor tentang
bisnis.

8.2. Pengetahuan tentang Bisnis-Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan

Daftar berikut ini mencakup hal-hal yang sangat luas yang dapat berlaku untuk banyak perikatan; namun,
tidak semua hal akan relevan dengan setiap perikatan dan daftar ini bukan merupakan daftar yang
lengkap.

A. Faktor ekonomi umum

(1) Tingkat aktivitas ekonomi umum (seperti resesi, pertumbuhan)

(2) Tarif bunga dan ketersediaan pembiayaan

(3) Inflasi, devaluasi mata uang

(4) Kebijakan pemerintah: moneter, fiskal, perpajakan, insentif keuan gan, tarif pembatasan
perdagangan

(5) Tarif tukar dan pengendalian mata uang asing

B. Industri-kondisi penting yang berdampak terhadap bisnis klien

(1) Pasar dan persaingan

(2) Kegiatan cyclical atau musiman

(3) Perubahan dalam teknologi produk


(4) Risiko bisnis (seperti, teknologi tinggi, model tinggi, mudahnya masuk pesaing)

(5) Penurunan dan peningkatan operasi

(6) Kondisi yang memburuk (seperti, penurunan permintaan, kapasitas berlebihan persaingan
harga yang tajam)

(7) Ratio kunci dan statistik operasi

(8) Praktik akuntansi dan masalah tertentu

(9) Persyaratan lingkungan dan masalah lingkungan

(10) Kerangka (framework) peraturan

(11) Penyediaan dan biaya energi

(12) Praktik khusus atau unik (seperti, yang berkaitan dengan kontrak tenaga kerja, metode
pembiayaan, metode akuntansi)

C. Entitas

(1) Pengelolaan dan kepemilikan-karakteristik penting

(a) Struktur korporasi-swasta, publik, pemerintah (termasuk adanya perubahan terkini atau
yang direncanakan)

(b) Pemilik dan pihak berkaitan yang menikmati manfaat entitas (lokal, asing, reputasi dan
pengalaman bisnis)

(c) Struktur permodalan (termasuk adanya perubahan terkini atau yang


direncanakan)

(d) Struktur organisasi

(e) Tujuan, falsafah, rencana strategik manajemen

(f) Akuisisi, merger, penjualan aktivitas bisnis (yang direncanakan atau yang terkini
dilaksanakan)

(g) Sumber dan metode pembiayaan (kini dan masa lalu)


(h) Dewan komisaris
- komposisi
- reputasi dan pengalaman bisnis setiap anggota
- independensi dan pengendalian terhadap manajemen operasi
- frekuensi rapat
- adanya komite audit dan lingkup aktivitasnya
- adanya kebijakan atas perilaku korporat
- perubahan dalam penasihat profesional (seperti penasihat hukum)

(i) Manajemen operasi


- pengalaman dan reputasi
- tingkat perputaran
- personel keuangan kunci dan statusnya dalam organisasi
- penentuan staf departemen akuntansi
- sistem pemberian bonus atau insentif sebagai bagian dari remunerasi (seperti didasarkan
pada laba)
- penggunaan prakiraan dan anggaran
- tekanan terhadap manajemen (seperti, dominasi oleh individu, dukungan untuk
harga per saham, batas waktu yang tidak masuk akal untuk mengumumkan
hasil)
- sistem informasi manajemen

(j) Fungsi audit intern (keberadaan, kualitas)

(k) Sikap terhadap lingkungan pengendalian

(2) Bisnis entitas-produk, pasar, pemasok, biaya, operasi

(a) Sifat bisnis (seperti, manufaktur, wholesaler, jasa keuangan, impor/ekspor)

(b) Lokasi fasilitas produksi, gudang, kantor

(c) Ketenagakerjaan (seperti, menurut lokasi, pasokan, tingkat upah, kontrak dengan organisasi
buruh, komitmen pensiun, peraturan pemerintah)

(d) Produk atau jasa dan pasar (seperti, kontrak dan customer utama, syarat
pembayaran, laba bersih, pangsa pasar, pesaing, ekspor, kebijakan penentuan harga,
reputasi produk, jaminan, buku order, trends, strategi dan sasaran pemasaran, proses
manufaktur)
(e) Pemasok penting barang dan jasa (seperti, kontrak jangka panjang, stabilitas pasokan,
syarat pembayaran, impor, metode penyerahan barang seperti just-in-time")

(f) Sediaan (seperti lokasi, kualitas)

(g) Waralaba, lisensi, paten

(h) Golongan penting biaya

(i) Riset dan pengembangan

(j) Aktiva, utang dan transaksi mata uang asing-menurut jenis mata uang, hedg-ing

(k) Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap entitas

(l) Sistem informasi-kini, rencana perubahan

(m) Struktur utang, termasuk covenant dan batasan

(3) Kinerja keuangan-faktor yang berkaitan dengan kondisi keuangan dan profitabilitas entitas

(a) Ratio kunci dan statistik operasi


(b) Trends

(4) Perundang-undangan

(a) Lingkungan dan persyaratan peraturan

(b) Perpajakan

(c) Isu pengukuran dan pengungkapan yang khusus dalam bisnis

(d) Persyaratan pelaporan audit

(e) Pemakai laporan keuangan

Você também pode gostar