Você está na página 1de 5

Mata Kuliah : Manajemen dan Kebijakan Kesehatan

Dosen : Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS

ANALISIS KEBIJAKAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 83 TAHUN 2017
TENTANG
KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI

Disusun Oleh :
HILYATUL AULIYA
K012 17 1 128

PROGRAM PASCASARJANA
DEPARTEMENGIZI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 83 TAHUN 2017
TENTANG
KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI

A. AKTOR
Dalam pembuatan suatu kebijakan, tidak hanya ada satu pihak saja yang
dapat menjalankan fungsi pelaksanaan kebijakan. Kondisi pangan di
Indonesia dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dan status
gizinya. Dibutuhkan banyak pihak untuk sama-sama memperbaiki status
kesehatan masyarakat. Adapun pihak-pihak tersebut, antara lain:
1. Presiden sebagai pembuat kebijakan ini.
2. Pemerintah yang berperan sebagai inisiator, fasilitator, dan
motivator. Dalam hal ini adalah pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan pemangku kepentingan
3. Pemangku-pemangku kepentingan di antaranya adalah setiap
individu, masyarakat, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha,
media massa, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra
pembangunan pangan dan gizi.

B. KONTEN
Tujuan umum dari KSPG adalah mewujudkan sumber daya manusia
yang berkualitas dan berdaya saing. Kemudian dilanjnutkan dengan nama
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi yang bbertujuan untuk mlaksanakan
program serta kegiatan di bidang pangan dan gizi guna mewujudkan sumber
daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Adapun tujuan khusus dari
kebijakan ini antara lain:
1. Peningkatan ketersediaan energi, protein, vitamin dan mineral
2. Peningkatan konsumsi energi, protein, vitamin, dan mineral
3. Penningkatan skor pola pangan harapan
4. Perbaikan status gizi pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita.,
remaja, dan kelompok rawan gizi lainnya
5. Pencegahan peningkatan prevalensi obesitas terutama pada
penduduk usia lebih 18 tahun.
Strategi utama yang disusun mengacu pada bidang ketersediaan pangan,
keterajangkauan pangan, pemanfaaatan pangan, perrbaikan gizi masyarakat,
dan penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Rangkaian program kerja dan
kegiatan telah diatur di antaranya:
1. Promosi dan pendidikan gizi masyarakat
2. Pemberian suplementasi gizi
3. Pelayanan kesehatan dan masalah gizi
4. Pemberdayaan masyarakat di bidang pangan dan gizi
5. Jaminan sosial yang mendukung perbaikan pangan dan gizi
6. Pendidikan anak usia dini
Pelaksanaan Rencana Nasional Aksi Pangan dan Gizi dilakukan oleh
kementrian/lembaga dan dikoordinsikan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan
nasional. RAN-PG ini dilaksanakan pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.

C. KONTEKS
Dalam analisis konteks terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan,
antara lain:
1. Faktor situasional
Data nasional 2013 memberikan data prevalensi gizi buruk mencapai
5,7%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari tahun 2007 yakni sekitar
1,2%.
2. Faktor struktural
Masalah pangan dan gizi sudah lama terjadi di Indonesia, dan jika tidak
segera diatasi, status kesehatan di Indonesia tidak akan membaik. Oleh
karena itu, melihat ada pengaruh akses dan ketersediaan pangan dengan
masalah gizi, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dapat
membantu peningkatan tersebut.
3. Faktor budaya
Indonesia dijuluki negara dengan multikultur yang sangat banyak. Setiap
daerah di Indonesia memiliki budaya sendiri dalam mengonsumsi
makanan. Selain pangan, faktor lain juga dapat memengaruhi status gizi
seseorang, misalnya budaya. Poleh karena itu, kebijakan ini tetap dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota sesuai budaya yang dimiliki tersebut.
4. Faktor Nasional dan Internasional
Peran pemerintah daerah dalam memperbaiki status gizi masyarakat akan
kembali dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
Secara langsung, ini akan menjadi data nasional. Semua aktivitas yang
dimulai dari perubahan, ketersediaan, dan akses pangan daerah tentunya
akan berdampak pendataan dalam cakupan data nasional. Selanjutnya
negara pula yang akan menjadi objek atau sasaran bukti yang dilihat oleh
badan-badan internasional.

D. PROSES
Proses pembuatan kebijakan ini, dilandaskan atas beberapa dasar,
yakni:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomo 227, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu 2014
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5680).
Proses pembuatan suatu kebijakan memiliki beberapa tahapan, yakni:
1. Identifikasi masalah
Masalah gizi bukan lagi masalah baru yang terjadi di Indonesia.
Berbagai program kegiatan dan kebijakan telah dilakukan oleh
pemerintah, seperti pelaksanaan Scalling Up Nutrition pada 1000
Hari Pertama Kehidupan, terus mengkampanyekan program ASI
eksklusif, inisiasi menyusui dini, dan program lainnya. Namun,
kebijakan itu belum mampu mengatasi masalah gizi yang ada di
Indonesia, hingga muncul istilah double burden (beban ganda) pada
masalah gizi, yaitu meningkattnya angka obesitas dan status gizi
buruk.
2. Perumusan kebijakan
Perumusan kebijakan dilakukan dengan melibatkan aktor-aktor
yang berperan dalam pembuatan kebijakan.
3. Pelaksanaan kebijakan
Pelaksanaan kebijakan dilakukan mulai dari tingkat nasional hingga
tingkat kabupaten/kota.
4. Evaluasi kebijakan
Evaluasi kebijakan diselenggarakan oleh pemerintah bagian
pertanian dan pelaksana KSPG lainnya sesuai dengan kewenangan
masing-masing. Pemantauan RAN-PG dilakukan oleh
kementrian/lembaga. Pada tingkat provinsi dan kabupaten dilakukan
oleh pemerintah masing-masing.

Você também pode gostar