Você está na página 1de 20

CONTOH TARI SAKRAL DAN TARI PROFAN

SMA NEGERI 1 SUKAWATI

NAMA : SANG AYU PUTU RIA PRAMITA

NOMBER : 25

KELAS : XII IPA 4

MATA PELAJARAN : AGAMA HINDU

CONTOH TARI SAKRAL DAN TARI PROFAN


SMA NEGERI 1 SUKAWATI

NAMA : I MADE SWASNAWA

NOMBER : 30

KELAS : XII IPA 4

MATA PELAJARAN : AGAMA HINDU

TARI SAKRAL
Adapun contoh tari sakral yang ada di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. TARI REJANG

Tari Rejang adalah tarian tradisional masyrakat Bali dalam menyambut


kedatangan serta menghibur para dewa yang datang dari Khayangan dan turun
ke Bumi. Tarian rejang ini secara khusus ditampilkan pada waktu
berlangsungnya suatu upacara adat atau keagamaan masyarakat Hindu di Bali.
Asal Tari Rejang
Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Rejang diperkirakan
sudah ada sejak jaman pra-Hindu. Tarian ini dilakukan sebagai persembahan
suci untuk menyambut kedatangan para dewa yang turun ke Bumi. Di kalangan
masyarakat Hindu Bali, Tari Rejang ini selalu ditampilkan pada berbagai
upacara adat dan keagamaan yang diselenggarakan di pura seperti upacara
Odalan. Selain itu di beberapa tempat di Bali, tarian ini juga tampilkan setiap
tahunnya, sebagai bagian dari upacara peringatan tertentu di lingkungan desa
mereka.
Fungsi Tari Rejang
Seperti yang diungkapkan di atas, Tari Rejang ini merupakan tarian
persembahan suci dalam menyambut kedatangan para dewa yang datang dari
khayangan dan turun ke Bumi. Tarian ini berfungsi sebagai ungkapan rasa
syukur dan penghormatan mereka kepada dewa atas berkenannya turun ke
Bumi.

2. TARI PENDET
Tari Pendet adalah salah satu tarian selamat datang atau tarian penyambutan
yang khas dari Bali. Tarian ini merupakan salah satu tarian tradisional dari Bali
yang sangat terkenal dan sering ditampilkan berbagai acara seperti
penyambutan tamu besar dan acara budaya lainnya. Tari Pendet ini biasanya
dimainkan oleh para penari wanita dengan membawa mangkuk yang berisi
berbagai macam bunga yang menjadi ciri khasnya.
Asal Mula Tari Pendet
Tari Pendet awalnya merupakan suatu tarian tradisional yang menjadi
bagian dari upacara piodalan di Pura atau tempat suci keluarga. Sebagai
ungkapan rasa syukur dan penghormatan dari masyarakat Bali dalam
menyambut kehadiran para dewata yang turun dari khayangan. Tarian ini sudah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan spiritual masyarakat di
sana.
Berawal dari situ, salah satu seniman Bali bernama I Wayan Rindi
terinspirasi dan mengubah tarian tersebut menjadi tarian selamat datang.
Dengan dibantu Ni Ketut Reneng, keduanya menciptakan Tari Pendet sebagai
tarian penyambutan dengan empat orang penari. Kemudian tarian ini
dikembangkan dan disempurnakan lagi oleh I Wayang Baratha dengan
menambahkan jumlah penari menjadi lima orang, seperti yang sering
ditampilkan sekarang. Walaupun sudah menjadi tarian penyambutan atau tarian
selamat datang, Tari Pendet ini masih terdapat unsur-unsur religius yang
menjadi ciri khas masyarakat Bali.
Fungsi Tari Pendet
Tari Pendet ini dibagi menjadi dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu
Tari Pendet Sakral dan Tari Pendet Penyembutan. Untuk Tari Pendet sakral
ditampilkan sebagai bagian dari ritual keagamaan masyarakat Bali. Dalam
pertunjukan tarian ini segala sesuatunya lebih sederhana, namun unsur religius
sangat kental pada tarian ini. Sedangkan Tari Pendet penyambutan ditampilkan
sebagai hiburan atau tarian penyambutan. Dalam pertunjukan tari penyambutan
ini lebih memfokuskan keindahan baik dari segi gerak, busana, dan kecantikan
para penari. Namun walaupun begitu, unsur budaya masyarakat Bali masih
melekat pada tari penyambutan ini.
3. TARI BARIS

Tari Baris, merupakan tarian perang tradisional. Tarian yang menunjukkan


keberanian para ksatria Bali. Tarian ini merepresentasikan para pejuang yang
bertempur bagi raja Bali.
Tarian ini sebenarnya merupakan ritual keagamaan. Persembahan dari para
pejuang dan senjata mereka selama peryaan di Pura. Dari tari Baris Gede yang
ritualistik muncul lah Baris yang lebih dramatis, cerita yang didahului oleh
tarian tunggal yang menunjukan kegagahan dalam pertempuran. Itu merupakan
cikal bakal munculnya tari Baris tunggal. Penari Baris yang
baik harus melewati latihan yang berat untuk mendapat kemampuan dan
kelenturan yang menggambarkan keanggunan dari tarian ini.
Tarian yang berarti barisan pasukan ini, adalah tarian perang yang menampilkan
para ksatria saat berperang melawan musuh-musuhnya. Ritme yang kuat dari
Gong Kebyar dan Gong Gede yang menyertainya, menambah ketegasan
gerakanya. Para penari membawa tombak atau pedan dan perisai, tergantung
dari jenis Tari Baris yang dipertunjukan. Langkah kaki merka yang mantap akan
membuat suara hentakan yang keras. Mereka benar-benar terlihat bagai kesatria
yang menuju medan perang, dimana tari ini juga diperuntukan guna menyambut
pada Dewa dan Leluhur ke dunia.

Tarian ini biasanya dilakukan oleh 8 sampai 40 pria yang mengenakan


pakaian tradisional para pejuang lengkap dengan ornamen pada kepala, dada
dan punggung. Kostum yang dipergunakan berbeda di setiap kabupaten karena
semua kabupaten di Bali memiliki Tari Baris Khas masing-masing. Sebagai
contoh, di Kabupaten Badung, Tari Baris yang dilaksanakan sebelum upacara
kremasi menggunakan pakaian bermotif kotak-kotak yang berwarna hitam dan
putih. Sedangkan di Kabupaten Jembrana warna yang dominan adalah merah.
Seorang penari baris harus mencerminkan keganasan, harga diri, dan
kewaspadaan dari seorang pejuang perang. Tari Baris diiringi oleh Gamelan,
dan hubungan antara penari dan penabuh gamelah haruslah menyatu. Gamelan
haruslah selaras dengan gerakan dan kehendak dari sang penari.
Mula-mula gerakan penari Baris sangat hati-hati, seperti seseorang yang
mencari musuhnya di daerah yang belum ia kenal. Saat ia sampai di tengah
panggung, ia mulai berjinjit, dan dengan cepat berputar diatas satu kaki dan
wajahnya menunjukkan wajah seorang pejuang yang tengah berada di medan
perang.
Tari baris adalah tarian keramat yang dipertunjukan tidak hanya untuk
upacara kremasi tapi juga saat upacara peringatan Pura dan upacara suci lainya
karena dipercaya saat upacara tersebut para dewa dewi dan leluhur turun ke
dunia untuk memberi berkat. Jadi tarian ini dipersembahkan untuk mereka
sebagai pertunjukan dan juga rasa syukur.

4. TARI TOR TOR

Tortor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang.


Secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-
gerakannya menunjukkan tortor adalah sebuah media komunikasi, di mana
melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.
Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum
acara dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah (Hasuhutan) melakukan
acara khusus yang dinamakan Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang
sabangunan.
Adapun jenis permintaan jenis lagu yang akan dibunyikan adalah seperti :
Permohonan kepada Dewa dan pada ro-roh leluhur agar keluarga suhut yang
mengadakan acara diberi keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki
yang berlimpah ruah, dan upacara adat yang akan dilaksanakan menjadi sumber
berkat bagi suhut dan seluruh keluarga, serta para undangan.
Setiap penari tortor harus memakai ulos dan mempergunakan alat
musik/gondang (Uninguningan).
Ada banyak pantangan yang tidak diperbolehkan saat manortor, seperti
tangan si penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu ke atas, bila itu
dilakukan berarti si penari sudah siap menantang siapa pun dalam bidang ilmu
perdukunan, atau adu pencak silat (moncak), atau adu tenaga batin dan lain-lain.
Tari tortor digunakan sebagai sarana penyampaian batin baik kepada roh-roh
leluhur dan maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan
dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.

5. TARI GANTAR
Tari Gantar merupakan jenis tarian pergaulan antara muda mudi yang
berasal dari Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung di Kabupaten Kutai Barat,
Kalimantan Timur. Tarian ini melambangkan kegembiraan dan juga keramah-
tamahan suku Dayak dalam menyambut tamu yang datang berkunjung, baik
sebagai wisatawan, investor, atau para tamu yang dihormati. Tamu-tamu bahkan
diajak ikut menari bersama para penari.[1]
Tari Gantar ini dahulunya hanya ditarikan pada saat upacara adat saja,
menurut versi cerita yang lain bahwa tari gantar merupakan tarian yang
dilaksanakan pada saat upacara pesta tanam padi. Properti tari sebuah tongkat
panjang tersebut adalah kayu yang digunakan untuk melubangi tanah pertanian
dan bambu pendek adalah tabung benih padi yang siap ditaburkan pada lubang
tersebut. Gerakan kaki dalam tari ini menggambarkan cara menutup lubang
tanah tersebut. Muda-mudi dengan suka cita menarikan tari tersebut dengan
harapan panen kelak akan berlimpah ruah hasilnya.

Sejarah dan Filosofi


Ada suatu mitos yang mengawali lahirnya Tari Gantar. Mitos ini dulunya
sangat dipercaya pada masyarakat Dayak Tunjung dan masyarakat Dayak
Benuaq. Konon menurut mitos yang berkembang dalam masyarakat Suku
Bangsa Dayak Tunjung dan Suku Bangsa Dayak Benuaq bahwa lahirnya Tari
Gantar berawal dari cerita di Negeri Dewa Nayu yang diyakini sebagai tempat
Dewa Nirwana yang bernama Negeri Oteng Doi. Pada suatu hari terjadi
peristiwa didalam keluarga Dewa di Negeri Oteng Doi atau Negeri Dewa
Langit. Keluarga tersebut terdiri dari suatu kepala keluarga yang bernama Oling
Besi Oling Bayatn. Oling Bayatn mempunyai seorang istri dan dua orang anak
putri yang bernama Dewi Ruda dan Dewi Bela. Keluarga tersebut hidup
tenteram dan damai di Negeri Oteng Doi. Pada suatu ketika datanglah seorang
Dewa yang bernama Dolonong Utak Dolonong Payang, tanpa disangka oleh
keluarga Oling Besi. Kedatangan Dolonong Utak tenyata beritikad buruk. Oling
Besi dibunuhnya dengan tujuan dapat menikahi istri Oling Besi. Peristiwa
tersebut terjadi didepan mata istri dan kedua anak Oling Besi. Karena takutnya
istri Oling Besi menerima ajakan Dolonong Utak untuk menikah, namun kedua
anaknya menyimpan dendam pada ayah tirinya tersebut.
Hari berganti hari, setelah kedua Putri Oling Besi menginjak remaja mereka
berdua berencana untuk membunuh ayah tirinya. Pada suatu hari kedua Dewi
tersebut akan melaksanakan niatnya untuk membalas kematian Ayah
kandungnya pada Ayah tirinya, saat Ayah tirinya (Dolonong Utak) sedang
istirahat di balai-balai rumahnya. Ketika kesempatan itu tiba dibunuhlah
dolonong Utak dengan menggunakan Sumpit. Setelah diketahui bahwa Ayah
tirinya meninggal kedua putri tersebut senang, keduanya bersuka cita dan
mengungkapkannya dengan menari-nari berdua. Dan sebagai musiknya mereka
mencari sepotong bambu pendek dan mengisinya dengan biji-bijian. Ungkapan
kepuasan membunuh Dolonong Utak itu di lakukan hingga beberapa hari.

Kemudia dari dunia kejadian di alam Dewa tersebut diketahui oleh


seorang manusia yang mampu berhubungan dengan alam Dewa yang bernama
Kilip. Karena Kilip mengetahui kejadian itu maka Dewi Ruda dan Dewi Bela
mendatangi Kilip agar ia tidak menceritakan kejadian ini kepada Dewa-dewa
lain di Negeri Oteng Doi. Kilip menyetujui dengan mengajukan satu syarat
yaitu Dewi Ruda dan Dewi Bela harus mengajarkan tari yang mereka lakukan
saat bersuka cita. Tanpa pikir panjang Dewi Ruda dan Dewi Bela pun
mengajarinya. Dari hasil pertemuan tersebut Kilip mendapatkan satu bentuk
tarian sakral karena properti tari tersebut berupa tongkat panjang dan sepotong
bambu, maka Kilip memberi nama tarian tersebut sebagai Tarian Gantar yang
artinya tongkat (yang sebenarnya sebuah sumpit) dan sepotong bambu yang
biasa disebut Kusak.

6. TARI GOPALA

Tari Gopala adalah tarian kerakyatan yang bersifat menghibur, tarian ini
biasanya di tarikan berpasangan oleh kelompok remaja putera. Kata Gopala
sekilas seperti berasal dari India, atau dalam bahasa kawi yang berarti
penggembala dalam hal ini penggembala sapi, tarian ini menggambarkan
tingkah polah penggembala sapi di sebuah ladang penggembalaan sapi, tarian
ini ditarikan dengan nuansa jenaka, sehingga memaksimalkan citra yang
menghibur.Tari Gopala ini digarap pada tahun 1983 oleh I Nyoman Suarsa
sebagai penata tari, dan diiringi oleh penata tabuh I Ketut Gede Asnawa.
Banyak gerakan-gerakan yang bisa kita saksikan seperti saat memotong rumput,
menghalau burung, membajak sawa, gerakan-gerakan binatang yang dipadu
dengan gerak yang humoris. Untuk sanggar tari anak-anak laki biasanya akan
mendapat pelatihan ini.

7. TARI KEMBANG GIRANG


Tarian Bali yang terkesan lebih moderen ini mengenakan busana
kekinian, bahu penari sudah mulai tertutup oleh baju. Pengenaan mahkota
dengan hiasan jalinan bunga panjang dari rambut sampai dada. Pakaian lebih
terasa kental dengan Bali lain dengan bunga di rambul yang terasa
mengadopsi daerah luar. Penariadalah gadis dengan membawa kipas dan
juga selendang yang ada di piinggir kiri dimainkan layaknya sayap-sayap,
Gerak Tari Kembang girang ini begitu enerjik bergerak dengan cepat ke
sana-sini. Seperti seorang gadis yang sangat lincah dalam hidupnya, selain
selalu memainkan kipas dan selendangnya, beberapa kali tampak dengan
agem (gaya) menyamping dan memamerkan pantatnya. Beberapa kali para
penari tampak bersatu dalam gerak, dan mulai mencar dengan posisi
berbaris.
Ditampilkan dalam pentas seni tradisi maupun nasional. Dalam
pertunjukan seni di beberapa tempat sering juga terlihat tarian ini
ditampilkan. Karena termasuk pertunjukan balih-balihan atau bisa
dipertunjukan ke pada umum setiap saat tanpa menunggu upacara
keagamaan.
Tarian ini dikatakan sebagai tarainya Taman Budaya (Art Center) Bali.
Sebagai pusat pertunjukan seni di Bali tentunya sangat menarik sekali
memiliki tarian kebesaran seperti ini

8. TARI MANUK RAWA


Tarian manuk rawa pertama kali diciptakan pada tahun 1981 oleh I Wayan
Dibia (koreografer) dan I Wayan Beratha (komposer). Sebelum menjadi sebuah
tari lepas, Tari Manukrawa merupakan bagian dari Sendratari Mahabharata Bale
Gala-Gala karya tim sendratari Ramayana/Mahabharata Propinsi Bali yang
ditampilkan dalam Pesta Kesenian Bali tahun 1980.
Tari Manuk Rawa ini menggambarkan prilaku sekelompok burung air
sebagaimana yang dikisahkan dalam cerita Wana Parwa dari Epos Mahabrata.
Tarian yang dibawakan oleh sekelompok (antara 5 sampai 7 orang ) penari
wanita ini merupakan tarian kreasi baru yang menggambarkan perilaku
sekelompok burung (manuk) air (rawa). Gerakan gerakan tarian diadopsi dari
tari klasik perpaduan gerak tari Sunda dan Jawa, disempurnakan serta
dimodifikasi sehingga menghasilkan keindahan, seperti sekarang ini. Gambaran
keceriaan terlihat dalam ekspresi tarian, dimana mengisahkan sekelompok
burung rawa, bercanda ria sambil mencari makan. Ditarikan oleh anak anak
perempuan atau remaja putri.
Secara umum tari manuk rawa hanya berfungsi sebagai hiburan atau
pertunjukan untuk dinikmati bagi semua orang

9. TARI MARGAPATI
Tari Margapati adalah tarian daerah yang berasal dari Bali. Nama tari ini
berasal dari kata "marga" atau "mrega" yang berarti binatang. Ada juga yang
mengartikan "margi" yang berarti jalan, sehingga Tari ini menggambarkan salah
jalan seorang wanita , sehingga penarinya juga wanita menyerupai gerak pria.
Tari ini diciptakan pada tahun 1942 oleh Nyoman Kaler.
Dalam pertunjukanya tari Margapati menggambarkan gerak seekor binatang
raja hutan atau singa berkelana memburu mangsa. Dalam pertunjukanya tari ini
termasuk tarian putra keras.
Fungsi tari Margapati adalah sebagai hiburan dan juga ditampilkan guna
keperluan upacara keagamaan di Bali.

10. TARI PANJI SEMIRANG

Tari Panji Semirang. Keistimewaan tarian ini yaitu, karena tarian ini
menggambarkan tentang pengembaraan seorang laki-laki namun di tarikan oleh
penari wanita. Tentu saja, ada sejarahnya mengapa tarian ini harus di tarikan
oleh seorang wanita meskipun menceritakan kisah pengembaraan seorang laki-
laki. Tari Panji Semirang merupakan sebuah tarian yang diciptakan oleh I
Nyoman Kaler pada tahun 1942. Tarian ini menceritakan tentang seorang putri
raja bernama Galuh Candrakirana yang pergi mengembara dengan menyamar
menjadi laki-laki bernama Raden Panji. Pengembaraan ini dilakukan setelah
putri tersebut kehilangan suaminya. Namun, dalam Babad Bali tarian ini
menggambarkan putri bernama Galuh Candrakirana yang melakukan
pengembaraan untuk mencari kekasihnya yang bernama Raden Panji Inu
Kertapati, dengan menyamar sebagai laki-laki. Tarian ini ditarikan oleh
perempuan dengan penampilan seperti laki-laki, dan tentu saja tidak memiliki
gerakan perempuan sama sekali dalam tarian ini.

Kisah sejarah tarian ini yaitu diceritakan bahwa Galuh Candrakirana,


seorang putri dari Kerajaan Kediri yang dijodohkan dengan Pangeran Inu
Kertapati dari Kerajaan Jenggala. Namun, saat Pangeran datang untuk
meminang putri, Galuh Liku yang juga jatuh hati mengatakan bawa Galuh
Candrakirana telah menghilang. Namun, pangeran berhasil lolos dari rencana
Galuh Liku yang ingin menikahinya, sementara itu Galuh Candrakirana pergi
mengembara untuk mencari Raden Panji Inu Kertapati.

SENI TARI PROFAN


Adapun contoh tari profan yang ada di Indonesia adalah
sebagai berikut:
I. Tari GAMBUH

Tari Gambuh adalah tarian drama tari Bali yang dianggap paling tinggi
mutunya dan merupakan drama tari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-
gerak tari sehingga sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali. Diperkirakan
Gambuh ini muncul sekitar abad ke-15 yang lakonnya bersumber pada cerita
Panji. Gambuh berbentuk total theater karena dikarena di dalamnya terdapat
jalinan unsur seni suara, seni drama dan tari, seni rupa, seni sastra, dan
lainnya. Pementasanya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan,
upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara
Pitra Yadnya (ngaben) dan lainya sebagainya. Diiringi dengan gamelan
Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu
II. TARI LEGONG

Tari legong tarian yang berasal dari pulau bali. Legong adalah tarian klasik
Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat
dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh.
Arti kata Legong berasal dari kata "leg" artinya gerakan tari yang luwes (lentur)
dan kata "gong" memiliki arti alat musik gamelan. Sehingga kata "Legong"
memiliki arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh alat musik
gamelan yang mengiringinya. Alat musik gamelan yang digunakan untuk
mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.
Pada perkembangannya kemudian disebut Legong Kraton. Tarian ini
biasanya dibawakan oleh dua orang gadis atau lebih dengan menampilkan
Condong (penari tambahan) sebagai pembukaan tarian. Namun biasa juga tari
Legong ini dibawakan satu atau dua pasang penari tanpa menampilkan tokoh
Condong lebih dahulu. Ciri khas tari Legong ini adalah pemakaian kipas para
penarinya kecuali yang berperan sebagai Condong.

Sejarah Tari Legong


Tari Legong dahulu dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-
19 paruh kedua. Idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang
sedang sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai
diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya,
mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap.
Sesuai dengan sejarahnya, para penari legong yang baku adalah dua
orang gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan
purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong dan selalu
dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat
seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas.
Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet,
dan pakaad.

III. Tari Legong Kraton

Legong Keraton adalah sebuah tarian klasik Bali yang memiliki


pembendaharaan gerak yang sangat komplek dan diikat oleh struktur tabuh
pengiring yang konon mendapat pengaruh dari Tari Gambuh. Kata Legong
Keraton terdiri dari dua kata yaitu legong dan kraton. Kata legong diduga
berasal dari kata leg yang berarti gerak tari yang luwes, Lemah gemulai.
Sementara gong berarti gambelan. leg dan gong digabung menjadi legong
yang mengandung arti gerakan yang diikat, terutamaaksentuasinya oleh
gambelan yang mengiringinya.Jadi Legong Keraton berarti sebuah tarian istana
yang diiringi oleh gambelan.
FUNGSI TARI LEGONG KERATON
Sebagai sarana untuk pertunjukan dan hiburan
Sebagai ungkapan keindahan ataupun aktivitas keindahan itu sendiri
Sebagai aktivitas kreaktif
Untuk mengikaat rasa persatuan
PERKEMBANGAN TARI LEGONG KERATON
Tari ini dikembangkan di Peliatan. Tarian Legong berkembang di
keraton-keraton Bali pada abad ke-19. Tari Legong adalah berasal dari desa
Sukawati, yaitu di Puri Paang Sukawati. Dari Sukawati legong berkembang
kebergagai pelosok desa di Bali seperti; di Puri Agung desa Saba ( sekarang di
Puri Taman Saba), di Peliatan, di Bedulu, di Benoh Denpasar, dan lain
sebagainya. Di desa Saba yaitu di Puri Saba tari legong keraton, menurut I Gusti
Gede Raka sudah ada sekitar tahun 1911, dibawah pimpinan serta asuhan I
Gusti Gede Oka yang bergelar Anak Agung di desa Saba, yaitu kakek beliau
sendiri.IGusti Gede Oka dengan membawa calon penari datang ke Sukawati,
belajar tari legong di desa Sukawati yaitu di Puri Paang, dengan guru tarinya
pada waktu itu adalah Anak Agung Rai Perit.
Di atas tahun 1920-an kepemimpinan sekha legong di Saba yang juga
merangkap sebagai pelatih dan pembina seka legong di Saba adalah putra beliau
bernama I Gusti Bagus Jelantik sampai tahun 1940-an, yang mana beliau juga
belajar di Puri paang Sukawati. Di atas tahun 1945-an kepemimpinan sekha
legong yang juga merangkap sebagai pelatih dan pembina adalah I Gusti gede
Raka yaitu keponakan dari I Gusti Bagus Jelantik, yang lebih dikenal dengan
sebutan Anak Agung Raka Saba, karena beliau adalah orang Puri.

IV. TARI Condong

TARI Condong adalah tarian Bali yang


sering dipentaskan sebagai pendahuluan
untuk legong dan diiringi oleh semar
pangulingan . Istilah ini juga merujuk ke
karakter fiksi, representasi klasik
pelayan wanita, yang ada di dalam tari
condong, seperti tari legong, gambuh,
dan arja.

Sejarah
Tari condong berasal dari istana di Bali pada pertengahan abad ke-
19. Penciptanya tidak diketahui, tetapi sejarah rakyat mengacu bahwa ada
pangeran dari Sukawati sakit parah mendapat penglihatan dua gadis cantik
menari dengan anggun ditemani musik gamelan; setelah sehat kembali,
pangeran ini mereka ulang tarian yang dia pernah lihat.Tarian ini awalnya
menceritakan kisah dua bidadari bernama Supraba dan Wilotama. Semenjak
dekade 1930-an, cerita diubah menjadi seorang raja atau ratu. Pada pertunjukan
modern, penari condong memainkan peran subjek. Koreografer Ni Ketut Arini
menggambarkan penari condong sebagai potret seorang pelayan istana yang
melayani raja, serta kagum akan kuasanya dan kecantikan putri sang raja.
Banyak gerakan yang merupakan versi sderhana dari tari legong yang beraneka
ragam dan memang condong dimasukkan ke dalam tari Bali dasar, juga
dipelajari oleh anak-anak. Ada beberapa usaha untuk mempertahankan tari
condong di Bali. Salah satu usahanya adalah penyelanggaraan kompetisi untuk
anak-anak yang melakukan tarian untuk nilai.Gerakan-gerakan tari condong
telah diadaptasi menjadi kreasi seni yang lebih kekinian, termasuk
panyembrama (I Wayan Berata; 1971), yang juga termasuk gerakan-gerakan
legong.

V. TARI BELIBIS

Pengabdian seni secara total akan menghasilkan sebuah cipta karya yang
mempuni juga, seperti tari kreasi baru yang dinamakan tari Belisibis ini,
memang mengapdopsi tingkah polah burung menjadi cri khas dan tema yang
menarik, karena mereka adalah biantang yang cantik dengan kelincahan gerak.
Gerakan-gerakan yang ditampilkan menyerupai gerakan burung belisbis yang
memiliki sayap mengikuti irama gamelan pengiringnya sehingga terlihat begitu
harmonis dan indah.

Tarian ini mengisahkan perjalanan Prabu Angling Darma yang bertemu


dengan putri raksasa yang sakti, karena takut rahasianya diketahui banyak
orang, maka dikutuklah sang Prabu menjadi seekor belisbis. Dan dalam
pengembaraanya beliau bertemu sekelompok burung belisbis yang sedang
bercanda riang, mereka terkejut dengan kemunculan burung jelmaan manusia
yang bisa berbicara layaknya seperti manusia.

Tari ini ditarikan oleh 7 orang penari dan semuanya wanita, diciptakan oleh
N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem di tahun 1984 dan dengan komposer I Nyoman
Windha. Keindahan tarian ini kala dipentaskan cukup membuat kita berdecak
kagum, menarik juga dijadikan tontonan menari saat liburan, namun
pementasannya hanya sewaktu-waktu, pada saat-saat acara tertentu, tergantung
permintaan, dan anda bisa menghubungi sanggar tari yang tersebar di kawanan
Bali.

VI. KECAK
Tari Kecak adalah kesenian tradisional sejenis seni drama tari yang khas dari
Bali. Tarian tersebut menggambarkan tentang cerita Pewayangan, khususnya
cerita Ramayana yang dipertunjukan dengan seni gerak dan tarian. Tari Kecak
ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang sangat terkenal di Bali.
Selain sebagai warisan budaya, Tari Kecak ini juga menjadi salah satu daya
tarik para wisatawan yang datang ke sana.

Asal Mula Tari Kecak


Menurut sumber sejarah yang ada, Tari Kecak ini di ciptakan pada tahun
1930 oleh seniman Bali bernama Wayan Limbak dan Walter Spies seorang
pelukis dari Jerman. Tarian ini terinpirasi dari ritual sanghyang dan bagian-
bagian cerita Ramayana. Ritual sanghyang sendiri merupakan tradisi tarian
dimana penarinya berada dalam kondisi tidak sadar dan melakukan komunikasi
dengan Tuhan atau roh para leluhur kemudian menyampaikan harapan-
harapannya kepada masyarakat. Nama Tari Kecak sendiri diambil kata
cak..cak..cak yang sering diteriakan para anggota yang mengelilingi para
penari, Sehingga tarian ini dikenal dengan nama Tari Kecak.

VII. TARI JANGER

Tari Janger merupakan salah satu tari Bali yang diciptakan pada tahun 1930-
an dan merupakan salah satu dari yang terpopuler. Janger adalah tari pergaulan
anak remaja Bali. Ditarikan oleh 10 hingga 16 orang penari secara berpasangan,
yaitu kelompok putri yang dinamakan janger dan kelompok putra yang
dinamakan kecak. Mereka menari sambil menyanyikan Lagu Janger secara
bersahut-sahutan.
Gerakan Janger sederhana namun ceria dan bersemangat. Musik yang menjadi
latar belakang tari adalah Gamelan Batel atau Tetamburan dan gender wayang.

Sejarah dan perkembangan


Awal mula munculnya tari janger ini berawal dari nyanyian bersaut-sautan
dari orang-orang yang memetik kopi,dimana untuk menghapuskan kelelahannya
meraka menyanyi bersaut-sautan antara kelompok perempuan dari bentuk yang
sangat sederhana ini kemudian berkembang dan menjadilah Tari janger. Lirik
lagunya diadaptasikan dari nyanyian Sanghyang, sebuah tarian ritual. Jika
dikategorikan dalam Tari Bali, Janger termasuk Tari Balih-balihan, tarian yang
memeriahkan upacara maupun untuk hiburan.
Seiring perkembangannya, kini Janger juga dapat dibawakan oleh orang
dewasa. Terdapat kelompok-kelompok tari yang anggotanya wanita dewasa
yang berperan sebagai janger maupun kecak. Janger juga dibawakan dalam
bentuk drama tari yang disebut Janger Berkisah. Kisah-kisah yang dimainkan
antara lain Arjuna Wiwaha, Sunda Upasunda dan sebagainya.
Hingga saat ini tari janger menjadi ajang kenalan pemuda antar desa satu
dengan desa lain. Karena berkembang di masing-masing komunitas, muncul
jenis-jenis tari janger yang dibumbui dengan gaya tersendiri.

VIII. TARI OLEG TAMULILINGAN

TARI Oleg (juga Oleg Tamulilingan atau Oleg Tambulilingan), sering


dikenal sebagai "tarian lebah", adalah suatu bentuk tari di Bali, Indonesia.
Tari ini merupakan tari cinta.
Tari Oleg diperagakan oleh seorang penari laki-laki dan perempuan. Hal
ini dimaksudkan agar bisa menggugah suasana sebuah taman, di mana lebah
berdengung, mengumpulkan nektar dari bunga-bunga yang menunggunya.
Para penari mewakili lebah jantan dan betina, di mana sang jantan yang
obsesif genit mengejar betina dari bunga yang satu ke bunga yang lain.
Meskipun lebah betina pada awalnya tampil menggoda, dia akhirnya
menerima rayuan sang jantan. Gerakan penari perempuan dianggap lebih
kompleks daripada penari laki-laki.

IX. TARI TENUN


Tari Tenun adalah salah satu tarian khas Bali yang menggambarkan kegiatan
sehari-hari yang dilakukan wanita-wanita Bali pada zaman dahulu. Gerakannya
benar-benar memperlihatkan proses-proses dalam menenun, yaitu proses
pembuatan kain dari persilangan dua set benang dengan cara memasuk-
masukkan benang secara melintang pada benang-benang lain.
Tari kreasi
Tari Tenun merupakan tari kreasi baru yang diciptakan oleh dua seniman
Bali yaitu, Nyoman Ridet dan Wayan Likes pada tahun 1957. Cerita yang
diangkat dalam tari Tenun ini menggambarkan tentang penenun-penenun wanita
dari desa yang sedang membuat kain tenun dengan alat-alat yang sangat
sederhana. Tari ini identik dengan gerakan khas seorang penenun, yang masih
bisa kita jumpai di beberapa tempat di Bali sampai saat ini, seperti di daerah
Sidemen, Karangasem, dan Klungkung.

X. TOPENG LEGONG

TARI SANG HYANG LEGONG TOPENG: SENI PERTUNJUKAN


RITUAL DAN SAKRAL DI DESA KETEWEL SERTA SISTEM
TRANSMISINYA Oleh: I Gusti Komang Aryaprastya Agus Tari Sang Hyang
Legong Topeng merupakan tarian sakral yang terdapat di Desa Ketewel yang
wajib dihadirkan dan dipertunjukkan sebagai sarana pengukuhan dalam upacara
piodalan. Pengkajian tari ini dilatarbelakangi oleh dampak perubahan zaman
yang menguji dan menantangnya untuk bisa tampil di luar konteks upacara
piodalan. Selain itu eksistensinya sebagai seni pertunjukan ritual dan sakral
masih tetap terjaga. Hal ini dikarenakan adanya proses pelestarian budaya yang
dilakukan dalam bentuk sistem transmisi atau sistem peralihan budaya dari
generasi tua ke generasi muda. Permasalahan yang dikaji dalam tesis ini, yaitu:
bagaimana asal usul, fungsi, makna, dan eksistensinya sebagai seni pertunjukan
ritual dan sakral di Desa Ketewel serta sistem transmisinya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan Etnokoreologi yang dalam proses analisis datanya
didukung juga dengan meminjam disiplin lain, yaitu: Sejarah, Antropologi,
Sosiologi, Agama, Seni Pertunjukan, Ikonografi, dan Phisiognomi. Dalam
analisis ragam gerak tarinya juga digunakan Notasi Laban. Dengan demikian
penelitian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan multidisiplin. Untuk teknik
pengumpulan data dipergunakan studi pustaka, observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan analisis data
diskriptif analisis. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa asal usul tari Sang
Hyang Legong Topeng di Desa Ketewel berdasarkan Babad Dalem, Babad
Dalem Sukawati, dan Lontar Raja Purana Tattwa menyebutkan I Dewa Made
Agung melegitimasi kehadiran tari ritual dan sakral di Desa Ketewel, yang
tercipta berdasarkan dari hasil mimpinya. Kehadiran tari ini juga memberikan
inspirasi kepada seniman tari di Bali untuk mencipta tari Legong yang ada
sekarang. Tari Sang Hyang Legong Topeng memiliki fungsi sebagai sarana
upacara piodalan dan sebagai sarana untuk penolak wabah penyakit. Makna dari
tari ini di antaranya memiliki makna agama, makna budaya, makna sosial, dan
makna pendidikan. Eksistensinya terjaga sebagai seni pertunjukan ritual dan
sakral dikarenakan telah dibuat topeng tiruannya agar bisa tampil di luar
konteks upacara piodalan. Ada tiga hal penting dalam sistem transmisi tari Sang
Hyang Legong Topeng di Desa Ketewel, yaitu (1) Materi transmisi (2) Proses
transmisi; dan (3) Transmisi nilainilai dalam tari Sang Hyang Legong Topeng.

Você também pode gostar