Você está na página 1de 2

Analisis Kerangka Konsep Akhir

Tuan NS, 45 tahun, datang dengan keluhan mual dan nyeri sejak enam bulan yang lalu.
Pasien didiagnosis tumor otak dan disarankan menjalani prosedur bedah oleh dokter
Puskesmas. Saat dilakukan anamnesis, pasien mengaku tidak tahan merasakan sakit yang
diderita dan tidak mampu lagi bekerja, namun tidak ingin membebani keluarga. Pasien tidak
memiliki riwayat trauma serta tidak memiliki kebiasaan merokok, minum minuman
beralkohol, dan mengonsumsi jamu.

Setelah dilakukan anamnesis, pasien melakukan beberapa pemeriksaan. Keadaan umum


pasien normal dan dalam kondisi sadar, namun terdapat peningkatan tekanan darah dan
tampak kurus. Hasil pemeriksaan fisik toraks dan abdomen normal, serta tidak ada kelainan
dalam pemeriksaan fisik neurologis. Saat datang ke dokter, pasien tampak depresi dan merasa
menjadi beban keluarga. Kemudian dilakukan pemeriksaan tambahan, yaitu MRI. Hasil MRI
menunjukkan adanya massa di otak berupa meningioma parafalcine di regio frontal.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta tambahan, pasien didiagnosis
menderita meningioma. Meningioma memiliki prognosis yang baik dan dapat dilakukan
terapi dengan proses pembedahan. Pada proses pembedahan, angka kekambuhan relatif
rendah dan memiliki angka 5-years survival rate yang cukup tinggi. Biaya untuk terapi
meningioma juga ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Selain menderita meningioma, pasien
juga mengalami depresi sehingga meminta dokter melakukan euthanasia meskipun tanpa
persetujuan keluarga. Sikap yang perlu dilakukan dokter adalah memberikan edukasi pasien
mengenai penyakit yang diderita, merujuk ke Departemen Psikiatri dan Bedah Saraf untuk
menangani lebih lanjut meningioma dan depresi yang diderita pasien, memberikan terapi
secara holistik dengan memperhatikan aspek biopsikososiokulturospiritual, dan menolak
permintaan pasien untuk melakukan voluntary active euthanasia.

Dokter memutuskan untuk menolak permintaan pasien dengan landasan adanya larangan
dari hukum agama, pidana, maupun etika kedokteran. Berdasarkan hukum agama, larangan
melakukan voluntary active euthanasia tersirat dalam Al-Quran Surah Adh-Dhariyat ayat
56, Al Anam ayat 151, An-Nisaa ayat 29 dan 92, Hadist Riwayat Ahmad no. 7684, serta
pendapat beberapa ulama (Syeikh Yusuf Qardhawi, Syeikh Ali Ghoma, dan MUI).
Berdasarkan hukum pidana, larangan melakukan voluntary active euthanasia tersirat dalam
KUHP Bab XIX Pasal 344 serta didukung oleh Pasal 338, 340, dan 345. Selain itu,
berdasarkan etika kedokteran, larangan melakukan voluntary active euthanasia tersirat dalam
KODEKI Pasal 11.

Você também pode gostar