Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
A. Kasus Posisi
Kasus Bank Century berawal dari kegagalan bank tersebut dalam memenuhi prefund kliring (transaksi
antar bank) di Bank Indonesia pada 13 November 2008 (Kontan, 14/11/2008), seperti yang diakui oleh
manajemen bank tersebut. Dalam pengakuannya, Manajemen Bank Century menyampaikan bahwa
bank tersebut hanya terlambat 15 menit saat harus memenuhi dana prefund kliring sebesar Rp. 5 miliar
yang seharusnya ditransfer pada pukul 08.00 WIB. Sehingga manajemen Bank Century mengumumkan
bahwa pihaknya mengalami kalah kliring karena tingginya intensitas transaksi dana masuk dan dana
keluar nasabah sehubungan dengan ketatnya likuiditas saat ini (Kompas, 13/11/2008).
Pada tanggal 21 November 2008, akhirnya Gubernur Bank Indonesia Boediono mengumumkan bahwa
BI melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) memutuskan pengambilalihan Bank Century oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terhitung sejak tanggal tersebut. Boediono menyatakan bahwa
pengambilalihan ini untuk lebih meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan bagi para nasabah
(Kompas, 21 November 2008). Keputusan pemerintah untuk mengambil alih Bank Century ternyata
juga menuai kontroversi yang salah satunya adalah dari ICW (Indonesian Corruption Watch). LSM ini
mengajukan beberapa pertanyaan kepada Gubernur BI terkait pengambilalihan itu, diantaranya adalah
apakah Bank Indonesia telah melakukan penyelidikan secara seksama terhadap kondisi keuangan Bank
Century. Padahal, menurut ICW, berdasarkan laporan keuangan Bank Century yang sudah dipublikasi
pada 30 September 2008, 29,7% aktiva bank tersebut diinvestasikan dalam bentuk surat berharga,
valuta asing dan rupiah. ICW menilai bahwa sebagian asset Bank Century tidak bisa dijual (non-
tradable) dan kemungkinan bodong (Detik News, 26 November 2008). Kedua, ICW berpendapat
seharusnya BI juga mempertimbangkan larinya salah seorang pemilih saham pengendali Bank Century
Robert Tantular ke luar negeri. ICW merujuk kepada pengalaman kasus BLBI, pemilik yang telah
melarikan diri dari Indonesia membuat penyelesaian kasusnya berlarut-larut dan sebagai
konsekuensinya negara harus menanggung beban kerugian. Ketiga, dari segi asset dan operasionalnya,
ICW menilai bahwa kolapsnya Bank Century tidak akan mempengaruhi perekonomian Indonesia dengan
significan. Oleh sebab itu, ICW menganggap pengambilalihan Bank Century sebagai perlindungan dan
Meskipun Bank Indonesia menyadari bahwa kondisi kesehatan Bank Century dalam keadaan buruk, LPS
meminta nasabah tak perlu panic karena lembaga tersebut akan menjamin seluruh kebutuhan likuiditas
Bank Century dengan alokasi dana sebesar Rp. 1 trilliun. Kondisi kesehatan Bank Century yang buruk
terlihat dari rasio kecukupan modal alias capital adequacy ratio (CAR) yang sudah minus 2.3%, saat
diambil alih oleh LPS. Angka tersebut jauh dari persyaratan BI yaitu 8%, dan jauh dari angka CAR Bank
Century pada September 2008 yaitu 14.76%. Siti Fadjriah, Deputi Gubernur BI, mengakui bahwa koleksi
surat berharga valuta asing Bank Century adalah penyebab anjloknya angka CAR bank itu. Menurutnya,
surat berharga itu tidak masuk dalam kategori layak investasi (Kontan, 23 November 2008). Nilai surat
utang berkualitas rendah tersebut berjumlah US$. 140 juta, dan per November 2008 sejumlah US$. 56
Berdasarkan data LPS, suntikan dana yang telah dikucurkan oleh lembaga tersebut kepada Bank
Century sebanyak empat kali yaitu: (i) Rp. 2,77 trillion (21 November 2008), (ii) Rp. 2,20 trillion (5
Desember 2008), (iii) Rp. 1,15 trillion (3 Februari 2009), (iv) Rp. 630 milliar. Sehingga total dana yang
Sementara itu, Jusuf Kalla yang pada saat itu masih menjabat sebagai Wakil Presiden secara tegas
meminta setiap bank untuk serius menjamin dana nasabah. Sehingga beban resiko terhadap dana
nasabah, apalagi dalam krisis financial seperti sekarang, tidak saja dipikul oleh pemerintah melainkan
juga kalangan perbankan swasta. Pernyataannya secara tidak langsung berkaitan dengan kasus Bank
Century yang berstatus bank swasta, namun Pemerintah harus menanggung permasalahan yang
dihadapi oleh bank itu. Lebih dari itu, awalnya bantuan keuangan diberikan atas dasar niat baik untuk
membantu perbankan, akan tetapi dalam pelaksanaanya banyak terjadi penyimpangan. Oleh sebab itu,
apabila semua jaminan dana nasabah itu dibebankan pada pemerintah, maka risikonya nanti dibayar
lewat uang pajak, seperti yang terjadi pada kasus BLBI. Dilain pihak, Pemerintah telah membantu untuk
garansi deposito dari Rp. 100 juta menjadi Rp. 2 milliar pada 2 Februari 2008 (Kontan, November 29,
2009).
Kasus Bank Century ternyata tidak hanya sekedar masalah internal, ternyata dugaan atas lemahnya
pengawasan dan koordinasi antara Bank Indonesia (BI) dan Bapepam-LK terbukti dengan mencuatnya
masalah penggelapan dana investasi PT. Antaboga Sekuritas di Bank Century. Perusahaan yang berdiri
sejak tahun 1989 ini diadukan para nasabah ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK). Beberapa manajemen perusahaan itu diduga menggelapkan uang milik investor.
Kerugian sementara yang diderita para investor adalah Rp. 233 miliar, terdiri atas nasabah dari Bali,
dua orang (rugi) Rp23 miliar. Tiga orang nasabah dari Medan Rp. 60 miliar dan 60 nasabah yang di
Kisruh di Antaboga berawal dari kasus yang terjadi di PT. Bank Century Tbk. Ketika operasional Bank
Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), ratusan nasabah Antaboga mendatangi
kantor perusahaan tersebut. Mereka ingin menarik dananya yang diinvestasikan di reksa dana.
Pasalnya, produk investasi yang diterbitkan Antaboga, dipasarkan oleh Bank Century. Nasabah
Antaboga kebanyakan adalah nasabah Bank Century. Mereka diminta menandatangani sertifikat
reksadana di kantor Bank Century. Rata-rata nasabah ditawari tiga bulan dengan suku bunga
(keuntungan) 10,5 13 persen. Sebelum diambil alih (per September 2008) Antaboga merupakan
pemilik 7,44 persen saham Bank Century, dimana Antaboga kabarnya juga masih terafiliasi dengan
Bank Century.
B. Permasalahan Hukum
Permasalahan yang penulis kaji dalam penulisan makalah ini yaitu mengenai pandangan hukum
terhadap kasus Bank Century serta ketentuan yang dapat diterapkan terhadap mantan Direktur Utama
Bank Century.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Perbankan
Industri perbankan di Indonesia yang semakin berkembang, masih banyak menghadapi masalah-
masalah yang apabila diamati penyebabnya adalah lemah dan tidak diterapkannya tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance). Tentu saja hal ini menyebabkan industri perbankan
tidak dapat secara berhati-hati (prudent) dalam mengelola likuiditas keuangan dan resiko kreditnya.
Sementara itu tidak transparannya parktik dan pengelolaan suatu bank mengakibatkan otoritas moneter
sulit mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan oleh pengurus dan pejabat bank.
Masalah lain adalah ketatnya persaingan, tidak hanya secara lokal, namun juga semakin banyaknya
pesaing-pesaing dari luar negeri. Di samping itu, pesaing lain yang juga dihadapi pihak perbankan
adalah lembaga-lembaga keuangan non bank yang banyak menyediakan dana bagi perusahaan-
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan menentukan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
Menurut Zulkarnain Sitompul, untuk menciptakan perbankan yang sehat harus dilakukan pendekatan
dengan tiga pilar utama, yaitu pengawasan, internal governance, dan disiplin pasar. Pendekatan ini
harus dilakuan karena badan pengawasan tidak akan mampu berpacu dengan kecepatan liberalisasi,
globalisasi dan kemajuan teknologi pada instrumen keuangan. Dengan demikian pengawasan yang
dilakukan oleh otoritas harus dilengkapi pula dengan disiplin internal bank, serta disiplin pasar[2]).
Dilibatkannya internal governance dalam melakukan pengawasan karena bank merupakan tempat
terbaik untuk mengatur dan memlihara praktik manajemen bank yang sehat. Pengikutsertaan disiplin
pasar mencerminkan fakta bahwa tanpa pasar yang kompetitif dan punitive atas kegagalan bersain di
pasar, maka tidak cukup insentif bagi pemilik bank, pengurus dan nasabah untuk melakukan keputusan
Stuart Verryn mengatakan bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan
kebutuhan kredit, baik ,dengan aat-alat pembayarannya sendiri atau uang yang diperolehnya dari orang
lain maupun dengan jalan meperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral[3]).
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan menentukan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
B. Fungsi Bank
Sebagai lembaga keuangan, fungsi dari bank dapat dikelompokan mejadi 3 (tiga) kelompok diantaranya
yaitu[4]) :
1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana-dana masyarakat atau penerima kredit.
Dalam pengertian ini bank menerima dana-dana yang berupa simpanan dalam bentuk
tabungan, deposito berjangka dan rekening giro. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank
melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun dana dari pihak ketiga;
2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana dari masyarakat dalam ben tuk kredit atau
sebagai lembaga pemberi kredit. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan
operasi perkreditan secara aktif;
3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran uang.
Pengaturan dan Pengawasan Bank merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam rangka
melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan
sanksi terhadap bank (Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Selain
itu, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung
(Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Bank Indonesia berwenang
mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk,
perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan (Pasal 28 Undang-
Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan dan
perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan. Bank dan pihak lain
Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh
kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia transaksi tersebut diduga
merupakan tindak pidana di bidang perbankan (Pasal 31 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia). Dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan
kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi
kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan
tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Perbankan yang berlaku sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
BAB III
PENDAPAT HUKUM
Dapat dikatakan bahwa Bank Century merupakan tragedi kebangkrutan terbesar dalam ranah
perbankan di Indonesia pada tahun 2009. Pemerintah terpaksa melakukan bail out 6.7 triliun rupiah
untuk menyelamatkan likuiditas Bank Century. Dimana keputusan penyelamatan berasal dari
permintaan Bank Indonesia karena dapat berdampak sistemik dengan menyeret 23 bank lainnya.
Kasus bermula dari dugaan penyelewengan dana nasabah oleh Antaboga Sekuritas sebagai pemegang
7.52% saham Bank Century dalam permainan instrumen derivatif. Kasus penyelewengan dana tersebut
berkembang ke arahmissmanagement yang dilakukan oleh pengelola DPK (dana pihak ketiga) Bank
Century. Mencuatnya kasus Bank Century sering dikaitkan dengan dampak krisis global yang menerpa
lembaga keuangan dunia dan berdampak sistemik pada perbankan Indonesia. Namun olah data badan
penyidik keuangan (BPK) menemukan bahwa kasus Bank Century sudah terendus sebelum krisis global
terjadi. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya pengalihan isu, sehingga para nasabah dan investor
menjadi maklum dengan kasus likuiditas akibat efek krisis global yang berdampak pada Bank Century.
Terjadi force majeur krisis dalam bentuk pembodohan opini publik. Hal ini dikuatkan oleh hasil
penyidikan BPK yang menyebutkan bahwa Bank Century sudah cacat dari lahir. Berdasar hal tersebut,
nampaknya Bank Century sejak dulu sampai diambil LPS selalu melanggar aturan, dimana pelanggaran
yang terjadi berupa tingkat minimum CAR (Rasio kecukupan modal), batas maksimal pemberian kredit,
Dilihat dari kronologis kasus Bank Century, hal yang perlu di garis bawahi adalah praktik FPJP yang
cenderung menetapkan bunga pinjaman di atas bunga yang berlaku di pasar. Dengan suku bunga kredit
yang tinggi, jumlah default (gagal bayar) yang terjadi pun meningkat. Hal ini menjadikan NPL(non-
performing loan) bank Century berada di atas level normal NPL perbankan pada umumnya. Jika kita
menganalisis FPJP secara mendetail, hal ini sama dengan skema subprime mortgage. Bank menetapkan
bunga yang tinggi untuk mendapatkan return yang tinggi tanpa memperdulikan kreditor yang belum
Selain faktor suku bunga dan pinjaman jangka pendek yang irrasional dan beresiko tinggi, manajemen
Bank Century juga terbukti bersalah karena menggunakan dana nasabah untuk berinvestasi dalam
instrumen derivatif, bukan disalurkan ke pembiayaan sektor riil. Instrumen derivatif merupakan
instrumen yang penuh dengan permainan spekulasi. Setiap bank tentu mengharapkan return yang
tinggi, namun cara yang dilakukan Bank Century merugikan nasabah. Hal tersebut sama saja menzalimi
pihak nasabah karena tidak terdapat transparansi dalam usaha yang dijalankan. Nasabah dijanjikan
imbal hasil (return) yang tinggi dan janji-janji yang terlalu menggiurkan dari pihak perbankan tanpa
memberi informasi yang jelas tentang aliran pemanfaatan dananya. Kasus Bank Century juga
digolongkan penipuan. Penipuan bermula dari sisi manajerial bank dengan ditemukan adanya
praktik moral hazard. Hal ini timbul karena kurangnya pengawasan dari BI dan rendahnya etika serta
Bukti ketidakberesan manajemen Bank Century dalam menjalankan operasionalnya semakin terlihat
ketika ditetapkannya status tersangka kepada mantan Direktur Utama Bank Century, terhadapnya
diduga telah melanggar Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
(1). Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :
1. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
2. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan
dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
1. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan
adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam
dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu
bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
(2). Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :
1. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan,
komisi,uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya
atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha
mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas
kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-
surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun
dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana
yang melebihi batas kreditnya pada bank;
2. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
BAB IV
A. Kesimpulan
Dari penafsiran hukum pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa selain faktor suku
bunga dan pinjaman jangka pendek yang irrasional dan beresiko tinggi, manajemen Bank Century juga
terbukti bersalah karena menggunakan dana nasabah untuk berinvestasi dalam instrumen derivatif,
bukan disalurkan ke pembiayaan sektor riil. Instrumen derivatif merupakan instrumen yang penuh
B. Rekomendasi
Sebagai rekomendasi maka penulis menyebutkan beberapa hal yang diharapkan semoga saja dapat
1. Penanganan yang serius terhadap permasalahan Bank Century yang sudah merugikan uang
negara sebesar Rp. 6,77 trillion.
2. Penjatuhan sanksi pidana yang tegas terhadap mantan Direktur Utama Bank Century
sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
C. Sumber lain
[1]). Kasus Bank Century, Hukum Online, diakses pada tanggal 11 Desember 2009
[2]). Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, BooksTerrace dan Library, Bandung, 2006, hlm. 63.
[3]). Stuart Verryn daSuyatno Thomas, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1993, hlm. 1.
[4]). Sinungan, Managemen Dana Bank, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 3.