Você está na página 1de 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Empiema adalah keadaan terdapatnya pus (nanah) dalam rongga pleura


yang biasanya merupakan kelanjutan proses efusi parapneumonia. Efusi
parapneumonia adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia oleh bakteri, abses
paru maupun bronkhiektasis. Empiema dapat juga terjadi akibat komplikasi
thorakotomi, trauma thorak, perforasi esophagus, thorakosentesis (aspirasi cairan
pleura), proses keganasan dan infeksi kuman tuberkulosis.1
Empiema saat ini masih menjadi masalah penting dalam bidang penyakit
paru. Angka kematian penyakit ini berkisar antara 5 hingga 30 persen dengan
insidens bervariasi berdasar kondisi komorbid.2
Walaupun terapi antibiotika berkembang pesat, drainase pleura memadai dan
pembedahan dekortikasi tersedia, terapi ini belum dapat menurunkan angka
kematian empiema. Pada 20-30% pasien empiema, pemberian antibiotika dan
drainase dengan perkutaneous chest tube gagal mengendalikan infeksi.2
Penelitian lain melaporkan bahwa 5-10% pasien pneumonia yang dirawat di
rumah sakit berkembang menjadi empiema dan angka kematian meningkatsecara
bermakna dibandingkan pasien pneumonia tanpa empiema. Angka kematian juga
akan meningkat hingga 40% pada immunocompromised.2
Sebanyak 60-70% pasien dengan empiema memiliki penyakit dasar yang
serius. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan tumor paru mempunyai
kontribusi sekitar sepertiga dari pasien dengan empiema. Gejala empiema biasanya
nonspesifik dapat bersifat akut atau kronik. Sebagian besar pasien mempunyai
keluhan sesak napas, demam, batuk dan atau nyeri dada. Namun, beberapa pasien
empiema hanya mengalami penurunan berat badan, kelelahan, dan malaise.
Tuberkulosis pleura kadang-kadang menjadi manifes pada pasien dengan reaktivasi
dan bronkopleural fistula. Pasien biasanya menghasilkan banyak sputum, demam
dan kadang-kadang nyeri dada.2
Infeksi bakteri dan virus mempunyai peran dalam timbulnya empiema.

1
Hampir 50% pasien dengan empiema menunjukkan infeksi
bakteri Streptococcuspneumoniae, Staphylococcus aureus, bakteri gram negatif
seperti Klebsiella pneumoniae dan bakteri anaerob. Infeksi virus dan mikoplasma
hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan empiema.2
Diagnosis empiema ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemerikasaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologis dan pemeriksaan sitopatologi. Pemeriksaan radiologis diantaranya foto
polos thorak, USG dan CT Scan thorak.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Empiema ialah adanya pus didalam rongga pleura. Empiema
biasanya akibat pneumonia, tetapi dapat juga timbul dari sepsis hematogen,
thorakosentesis, selang thorakostomi, trauma dan infeksi subdiafragmatik.
Empiema biasanya akibat efusi pleura terinfeksi yang berhubungan dengan
sepsis pulmonari atau pneumonia yang berlangsung terus menerus atau
tidak terkontrol.1

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan

merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas

dan bawah). Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula

yang merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami

perkembangan yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini

bertambah menjadi 300 juta setelah dewasa. Pertumbuhan paling sering terjadi

3
saat usia 8 tahun. Pertumbuhan tercepat pada usia 3 4 tahun. Pleura adalah

membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan parietalis. Secara

histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, dan dalam

keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa

yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran

serosa yang melapisi dinding toraks, diafragma, dan mediastinum disebut pleura

parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga

pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara

kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam hal ini,

terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya pleura

viseralis memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial

yang tipis < 30mm, diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit, di bawah

sel-sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di

bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat

elastik, lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak

mengandung pembuluh darah kapiler dari a. pulmonalis dan a. brakhialis serta

pembuluh limfa, menempel kuat pada jaringan paru, fungsinya untuk

mengabsorbsi cairan pleura. Pleura parietalis jaringannya lebih tebal terdiri dari

sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis), dalam jaringan ikat

tersebut banyak mengandung kapiler dari a. intercostalis dan a. mamaria

interna, pembuluh limfa dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap

rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. intercostalis

dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada, mudah menempel

4
dan lepas dari dinding dada di atasnya, berfungsi untuk memproduksi cairan

pleura4.

Volume cairan pleura selalu konstan, dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik

sebesar 9 mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis, serta tekanan koloid

osmotik sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura

viseralis. Penyebab akumulasi cairan pleura adalah sebagai berikut :

1. Menurunnya tekanan koloid osmotik (hipolbuminemia).

2. Meningkatnya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma)

3. .Meningkatnya tekanan hidrostatik (gagal jantung).

4. Meningkatnya tekanan negatif intrapleura (atelektasis)4

2.3 Epidemiologi

Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan

berat. Saat ini terdapat 6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema

dan efusi parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan

menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di India terdapat 5 10%

kasus anak dengan empiema toraks.5

Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang

berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi

atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead space, media

biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri. Empiema adalah akumulasi pus

diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi

5
bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk

melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang

berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura

maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan

terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin

tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi).

Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya

mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan

komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang

terlokalisasi (abses) dalam paru.5

Empiema dapat juga terjadi akibat infeksi setelah pembedahan dada, trauma

tembus dada, atau karena prosedur medis seperti torakosentesis atau karena

pemasangan chest tube. Pus yang berasal dari rongga abdomen yang berada tepat

di bawah paru (abses subfrenikus) juga dapat meluas ke rongga pleura dan

menyebabkan empiema.5

2.4 Etiologi

Stafilokokus aureus merupakan bakteri penyebab empiema yang paling

sering ditemukan dlaam isolasi mikrobiologi, selebihnya adalah bakteri gram

negatif. Sering ditemukannya bakteri gram negatif pada biakan terjadi

diantaranya karena tingginya insidensi resisten karena pemberian antibiotik

pada fase awal pneumonia. Streptokokus jarang menyebabkan empiema.

Penyebab empiema polimikrobial juga pernah dilaporkan, untuk menanganinya

6
diperlukan antibiotik kombinasi. Pemberian antibiotik spesifik untuk

stafilokosus aureus yang dikombinasikan dengan antibiotik lainnya dapat

melawan bakteri gram negatif. Namun telah diketahui bahwa aminoglikosida

memiliki kekuatan penetrasi ke dalam ruang pleura yang jelek. Namun

pemberian aminoglikosida dapat diberikan dengan indikasi untuk mengatasi

pneumonia. Selain itu pemberian aminoglikosida dimaksudkan karena alasan

biaya. Untuk penderita dengan sosial ekonomi yang rendah dan tidak mampu

untuk membeli sefalosporin. Tuberkulosis juga menyebabkan empiema

terutama pada masyarakat India. Mycobacterium tuberculosis sulit diisolasi

pada pasien empiema. Namun pada negara barat justru ditemukan

mikrobakterium tuberkulosis yang tinggi. Fenomena yang jelas ini

membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Cairan pleura yang purulen

(empiema) hampir selalu disebabkan oleh bakterial pneumonia. Efusi pleura

yang berhubungan dengan peumonia bakterial, abses paru, atau bronkoektasis

disebut efusi parapneumonia. Sebelum antibiotika tersedia, pneumokokus atau

beta-hemolitik streptokokus merupakan penyebab tersering terjadinya

empiema. Beberapa masa sesudahnya, Stafilokokus aureus menjadi penyebab

terbanyak, namun pada tahun tahun terakhir ini S. pneumoniae kembali

menonjol.6

Selain itu juga dapat disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A , jarang

oleh F. tularensis, H. influenzae tipe b, dan bakteri usus gram negatif seperti

Pseudomonas atau Salmonela. Streptokokus dan difteroid (flora normal mulut)

merupakan penyebab pneumonia aspirasi, khususnya pada dewasa. Nokardia

jarang menyebabkan efusi pleura, khas pada penderita yang sistem imunnya

7
tertekan. Penyebab tidak lazim lainnya adalah Yersinia, klamidia trakomatis,

dan Liseria. Spesies bakteroides atau klostridium, aktinomises anaerob, dan

streptokokus anaerob kadang juga menyebabkan empiema (terutama pada usia

dewasa), sehingga cairan dibutuhkan kultur secara anaerob. Blastomikosis,

histoplasmosis, dan koksidioidomikosis berhubungan dengan efusi pleua

purulenta ringan sampai sedang. fungi tersebut dan kriptokokus merupakan

suatu agen yang menjadi risiko penyebab infeksi pada penderita dengan

imunodefisiensi. Namun, penyakit paru yang masif kadang juga menyerang

penderita dengan status imunologi yang normal yang banyak terpajan dengan

fungi. Empiema juga dapat disebabkan oleh parasit seperti paragonimiasis

(pada imigran timur jauh) dan amebiasis.6

2.5 Patofisiologi

Terjadinya empiema yang berawal dari infeksi parapneumonik atau


proses iatrogenik dapat diterangkan sebagai berikut. Infeksi parenkim paru
merangsang aktivasi proses imun lokal di pleura, antara lain migrasi
netrofil, pelepasan sitokin pro-inflamasi seperti IL-6, IL-8 dan TNF-a.
Mediator-mediator ini menyebabkan perubahan permeabilitas sel-sel
mesotel yang berperan dalam peningkatan akumulasi cairan di rongga
pleura. Dengan inflamasi yang terus menerus, disertai peningkatan
permeabilitas kapiler dan mesotel, terjadilah ekstravasasi plasma ke dalam
rongga pleura. Aktivasi dari cascade koagulasi dalam rongga pleura inilah
yang menyebabkan terjadinya efusi parapneumonik dengan komplikasi atau
fibropurulen yang ditandai oleh penumpukan fibrin pada kedua
permukaan pleura dan multilokulasi akibat adanya septa-septa fibrin.7
The American thoracic society telah mengklasifikasikan proses
empiema menjadi tiga tahap yang berbeda yaitu:

8
1.
Eksudatif yaitu juga dikenal sebagai efusi parapneumonia simpel yang
merupakan akibat akumulasi cairan jernih dengan jumlah selular rendah
pada respon terhadap proses inflammatori yang berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya yaitu pneumonia. Pada dewasa, stadium ini
dikarakterisasi oleh pH cairan pleura yang normal dan laktat
dehydrogenase (LDH) < 1,000 IU.
2.
Fibrinopurulen (complicated parapneumonic effusion) yaitu adanya pus
dengan cairan lebih kental dan endapan fibrin pada rongga pleura
mengakibatkan septasi dan lokulasi. Pada mikroskopik cairan biasanya
menunjukkan peningkatan leukosit terutama neutrofil dan sel
berdegenerasi. Pada dewasa pH pleura < 7,2 dan LDH > 1,000 IU,
3.
Organisasi yaitu fibroblast menginfiltrasi cavum pleura dan terjadi
transformasi membran fibrin intrapleural yang tipis menjadi tebal dan
tidak elastik yang dapat menghalangi kemampuan paru untuk
mengembang kembali dan mengganggu pertukaran gas.3

Berdasarkan perjalanan penyakitnya empiema thoraks dapat dibagi dua :


1. Empiema akut
Terjadi sekunder akibat infeksi di tempat lain. Terjadinya peradangan akut
yang diikuti pembentukan eksudat.
2. Empiema kronis
Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Empiema
disebut kronis, bila prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan.8

2.6 Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik


Perjalanan klinis dibagi menjadi dua stadium, yaitu akut dan kronis.
Empyema akut memiliki gejala yang mirip dengan pneumonia bakteria, yaitu panas
tinggi, nyeri pleuritik, anemia. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul
fistel bronkopleura dan empyema necessitasis. Batas tegas antara empyema akut
dan kronis sukar ditentukan, disebut kronik apabila berjalan sudah lebih dari tiga
bulan. Penderita mengeluh badan lemah dan kesehatan penderita tampak mundur.9

9
Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang
tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik
dan bukti adanya empyema. Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat
remiten, takikardi, dispneu, sianosis, batuk-batuk.9

2.7 Diagnosis
Diagnosis empiema ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan sitopatologi.
Pada awal, hitung darah lengkap dapat menunjukkan adanya
leukositosis, trombositosis dan anemia. Komponen reaktan fase akut
biasanya terjadi elevasi, tetapi hal tersebut tidak dapat dipakai untuk
membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri. Hitung jumlah
leukosit dan C-reactive protein berguna dalam memantau perkembangan
penyakit. Kultur darah harus dilakukan pada semua pasien dengan efusi
parapneumonia. Jika tersedia, serum dapat dikirim pada pemeriksaan
molekular untuk mendeteksi organisme.9
Sampel pus atau cairan pleura keruh membantu diagnosis dari
empiema. Cairan harus dikirim untuk pewarnaan gram, kultur dan hitung
jenis sel pada waktu chest drain dipasang atau dilakukan pembedahan.
Predominan limfosit pada cairan dapat menambah kemungkinan pada
keganasan atau tuberkulosis, dimana sebaiknya dilakukan pemeriksaan
sitologi dan pewarnaan basil tahan asam. Pada orang dewasa,
thorakosentesis diagnostik dilakukan secara rutin dan marker pleura seperti
pH digunakan untuk menjadi pedoman dalam terapi termasuk pemasangan
chest drain. Peningkatan pelepasan sitokin proinflamatori, seperti tumor
necrosis factor- (TNF-), interleukin-1 (IL-1) dan IL-6 yang disebabkan
oleh bakteri sebagai petunjuk berkembangnya penyakit, menghasilkan
ketidakseimbangan fibrinolytic system enzymes, aktifator jaringan
plasminogen (tPA) dan inhibitor aktifator plasminogen tipe 1 (PAI-1) yang
kemudian mengakibatkan endapan fibrin. Dalam penelitian ditemukan
bahwa penurunan nilai pH pleura dan glukosa serta peningkatan

10
konsentrasi laktat dehydrogenase pleura berhubungan dengan
perkembangan efusi parapneumonia.8
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan ialah foto thorak , USG
thorak maupun CT scan thorak. Foto polos thorak sebaiknya dilakukan pada
semua pasien dengan tanda-tanda efusi pleura untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah suatu efusi
terinfeksi atau tidak. Foto polos thorak ini tidak dapat digunakan untuk
mengetahui tahap empiema. Beberapa kasus dapat tampak white out
komplit pada paru yang terkena. Sebagian besar empiema bermanifestasi
sebagai efusi pleura klasik. Bagaimanapun, empiema pada awalnya
cenderung melokulasi, dapat tidak berubah dengan posisi pasien atau dapat
tidak memiliki tanda meniscus sign yang klasik. Kumpulan cairan lokulasi
memiliki bentuk lentikular yang membentuk obtuse angle dengan dinding
thorak. Jika terdapat fistula bronkhopleural, air-fluid level dapat ditemui
pada ruang empiema sebelum thorakosintesis. Pada radiografi standar,
panjang air fluid level bervariasi pada foto yang diambil pada sudut 90
derajat, air fluid level dapat berbentuk pendek pada foto frontal dan bentuk
panjang pada foto lateral. Foto polos thorak tidak dapat mendiagnosa
empiema, hanya dengan adanya cairan parapneumonia. Meskipun cairan
pleura dapat diketahui pada foto thorak, pemeriksaan ini tidak dapat
mengidentifikasi tipe atau jenis cairan yang ada.8
USG merupakan tindakan non invasif, tidak menggunakan radiasi
ionisasi dan membantu penilaian thorak secara dinamis dan dapat di ulang.
USG merupakan pemeriksaan yang murah, mudah dikerjakan, dan dapat
membedakan cairan pleura dari konsolidasi. Ukuran efusi dapat diestimasi
dan dapat memandu tempat terbaik untuk pemasangan chest drain. USG
dapat menggambarkan adanya septasi fibrin dalam cairan pleura dan tahap
kompleksitas pada empiema.2
CT scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengevaluasi
kemungkinan adanya empiema. Gambaran CT scan sangat sugestif tetapi
tidak spesifik pada empiema . Temuan CT scan termasuk adanya
penyangatan atau enhancement dan penebalan pleura parietal dan pleura

11
visceral, penebalan extrapleural subcostal tissues dan peningkatan densitas
extrapleural subcostal fat. CT scan akurat untuk mendeteksi efusi pleura
dan lokulasi dalam cairan. CT scan dapat diperlukan jika kumpulan cairan
pleura sulit ditentukan pada ultrasonografi karena adanya udara pleura.
Terkadang dapat membantu menggambarkan posisi chest tube yang tidak
tepat atau kegagalan paru mengembang kembali.1

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang memberikan gambaran mirip dengan
empiema yaitu efusi pleura transudat.9

2.9 Komplikasi

Komplikasi dari empiema diantaranya ialah persistant lobar collaps,


pneumatocel, fistula bronchopleural, pericarditis supuratif, septikemia,
meningitis dan abses cerebral, bronchiectasis, osteomyelitis costae dan
tulang belakang.10

2.10 Penatalaksanaan

Prinsip penanggulangan empiema thoraks adalah :


a. Pengosongan rongga pleura
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek
toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-
jaringan yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara .

Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD)


dengan indikasi:
Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
Terjadinya piopneumothoraks

12
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan
melakukan penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O
jika penghisapan telah berjalan 3-4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan
kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain, seperti pada
empiema thoraks kronis.11

Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka
diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan
pada empiema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat,
pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain, yaitu drainase
kurang bersih.11

b. Pemberian antibiotik yang sesuai


Mengingat kematian utama empiema karena terjadinya sepsis, maka
antibiotik memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan
begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus adekuat. Pemilihan antibiotik
didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari hapusan nanah. Pengobatan
selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.11
Empiema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara
paranteral atau bila dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin.
Infeksi Pneumoccocus berespon terhadap penisilin, seftriakson atau
sefotaksim, tetapi mungkin perlu vankomisin jika terjadi resistensi terhadap
penisilin. H. influenza berespon terhadap sefotaksim, seftriakson, ampisilin
atau klorampenicol.11
Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase ,
urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan, tetapi penggunaan
fibrinolitik ini masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja menghancurkan
fibrin yang melekat di permukaan pleura sehingga akan mempermudah
drainase dari cairan pleura.11

13
c. Penutupan rongga empiema
Pada empiema menahun, seringkali rongga empiema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan
pembedahan, yaitu :
Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura
pleura yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah :
Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi
nanah.
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis
(peel sangat
tebal)
Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empiema tidak dapat sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.
Pada kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga
subperiosteal dengan tujuan supaya dining thoraks dapat jatuh ke dalam
rongga pleura akibat tekanan udara luar.12

d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empiema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses
subfrenik, maka harus dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu
masih perlu diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis,
aktinomikosis dan sebagainya.11

e. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk
membebaskan jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk
mengalami cacat tubuh (deformitas).
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema :

14
fase I (fase eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan
diagnostic terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan
tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.
fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan
drainase terbuka (reseksi iga open window). Dengan cara ini nanah yanga
ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase
terbuka juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan
proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat
dilakukan. Pada fase II ini VATS surgery sangat bermamfaat, dengan cara
ini dapat dilakukan empiemektomi dan atau dekortikasi.
Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas
mengembang atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara
dinding dada dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai
dengan besarnya rongga empiema, dapat juga rongga empiema ditutup
dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air
plombage), dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle plombage atau
omental plombage).11
algoritma managemen empiema

15
Pada empiema tuberkulosa, toraktomi dilakukan bila keadaan sudah tidak
didapat kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri tahan asam
(BTA) pada sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk mencapai sputum dan
cairan pleura negative diberikan obat anti TB yang masih sensitive secara teratur
dan untuk mencapai cairan pleura BTA negative dapat dilakukan reseksi iga
(window and qauzing) bila keadaan paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB)
dilakukan reseksi paru (pneumonektomi atau lobektomi).11

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ahmadi
Umur : 46 tahun
No. CM : 1-06-11-64
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ulee Gampong, Mutiara Timur, Pidie
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Tukang becak
Tanggal Masuk : 18 Oktober 2015
Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2015

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri dada
Keluhan tambahan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan kiriman dari dokter spesialis paru, datang dengan
keluhan nyeri dada yang sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, pasien
mengelu nyeri dada tidak menjalar ke tempat yang lain. Batuk tidak ada,
demam tidak ada, sesak nafas tidak ada. Pasien mengaku tidak pernah
menderita batuk berdarah. Pasien juga tidak pernah mengeluhkan nafsu
makan berkurang dan penurunan berat badan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien sebelumnya pernah dirawat di RSUD Zainoel Abidin pada bulan
Agustus yang lalu, awalnya pasien datang kerumah sakit sigli dengan
keluhan sesak nafas yang diperberat ketika pasien berbaring disertai nyeri
dada sebelah kanan, batuk (+) berdahak, demam (+). Lalu pasien didiagosa
TB paru dan diberikan OAT, kemudian setelah 2 hari mengkonsumsi OAT
pasien berhenti untuk minum OAT dikarenakan efek samping OAT yang

17
membuat pasien lemas, kemudian dirujuk ke RSUDZA dan dilakukan foto
thoraks, pasien didiagnosa Efusi pleura + Pneumonia, setelah kondisi pasien
mengalami perbaikan pasien pulang, kemudian pada bulan 10 pasien
kontrol ke dokter karena nyeri pada dadanya, dan pasien kembali masuk ke
RSUDZA.
Riwayat Penggunaan Obat:
Obat anti tuberculosis selama 2 hari. Selama pasien di rawat di RSUDZA
pada bulan agustus lalu, pasien di berikan obat fosmicin secara IV 1g/12
jam. Saat pulang pasien diberikan obat levofloxacin, dan curcuma.
Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada.
Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien adalah seorang sopir.Pasien mengaku sebagai perokok aktif selama 30
tahun dan rata-rata mengkonsumsi rokok sebanyak 3 bungkus perharinya.
Namun saat ini sudah berhenti.

3.3 Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : tampak sakit dan lemas


Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 89 kali/ menit, regular, lemah, isi cukup
Frekuensi nafas : 18 kali/ menit, regular.
BB : 72 kg

3.4 Pemeriksaan Fisik

Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)


Kepala : rambut hitam, sukar dicabut
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor
3 mm/3 mm
Telinga : kesan normotia

18
Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa kering (-),sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
hiperemis (-/-), T1 T1.
Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),
benjolan dileher (-)

Thoraks anterior

Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, dinding pernafasan abdominotorakal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/ vocal: normal Fremitus taktil/ vocal: normal
Tengah Fremitustaktil/ vocal: normal Fremitustaktil/ vocal : normal
Bawah Fremitustaktil/vocal: melemah Fremitustaktil/ vocal : normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Redup Sonor
Auskultasi
Atas Vesikuler, rhonki (-), wheezing Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
(-) Vesikuler, rhonki (+), wheezing (-)
Tengan Vesikuler, rhonki (-), wheezing Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
(-)
Bawah Vesikuler menurun, rhonki (-),
wheezing (-)

19
Thoraks posterior

Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/ vocal: Normal Fremitustaktil/vocal: Normal
Tengan Fremitustaktil/ vocal : Normal Fremitus taktil/vocal: Normal
Bawah Fremitustaktil/ vocal : melemah Fremitus taktil/vocal: Normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengan Sonor Sonor
Bawah Redup Sonor
Auskultasi
Atas Vesikuler , rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Tengan Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Bawah Vesikuler menurun, rhonki (-), Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
wheezing (-)

- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : Sela iga III lineamidclaviculasinistra
Kiri : Sela iga V linea Axilaris anterior
Kanan : Sela iga V satu jari linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

- Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (n)

20
- Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)

3.5 Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium Darah
18 Agustus 2015
Jenis Pemeriksaan 18/10/15 Nilai Rujukan

Hemoglobin 11,6* 14,0-17,0 gr/dl

Hematokrit 36* 45-55 %

Eritrosit 4,4* 4,7-6,1x106

Leukosit 13,5* 4,5-10,5x103

Trombosit 335 150-450x103

Diftel 2/0/0*/81*/10*/7 0-6%,0-2%,2-6%,50-


70%,20-40%,2-8%

Waktu pendarahan 2 1-7 menit

Waktu pembekuan 7 5-15 menit

GDS 124 <200 mg/dl

Na/K/Cl 136/3,7/97 135-145, 3,5-4,5, 90-110


mmol/L
LED 88* <15 mm/jam

MCV/MCH/MCHC 82/26*/32 80-100 fL, 27-31 pg, 32-36%

SGOT/SGPT 26/32 <35, <45 U/L

Protein total 6,1* 6,4-8,3

Albumin 3,41* 3,5-5,2 g/dl

Globulin 2,69 g/dl

21
10 September 2015

Jenis Pemeriksaan 10/9/15 Nilai Rujukan

Hemoglobin 12,7* 14,0-17,0 gr/dl

Hematokrit 39* 45-55 %

Eritrosit 4,9* 4,7-6,1x106

Leukosit 6,7 4,5-10,5x103

Trombosit 104* 150-450x103

Diftel 5/0/0/53/33/9* 0-6%,0-2%,2-6%,50-


70%,20-40%,2-8%

Waktu pendarahan 2 1-7

Waktu pembekuan 7 5-15

GDS 135 <200 mg/dl

Ureum 41 13-43

Kreatinin 1,39* 0,67-1,17

b) Dahak Sewaktu
20/8/2015 SPS
Hasil Pemeriksaan BTA sputum
Sewaktu Negatif
Pagi Negatif
Sewaktu Negatif

c) Kultur resistensi (24/8/2015)


Hasil:
- Terisolasi bakteri pathogen stsaphilococus aurius (MRSA)
- Anjuran antibiotic Vancomycin

22
d) Foto Thorax (AP)
Tanggal 06/07/2015
Kesimpulan : Pneumonia

Tanggal 13/08/2015
Kesan
Cor : dalam batas normal
Pleuropneumonia

Tanggal 08/09/2015
Kesimpulan :
Pocketed pleura effusion kanan
Pneumonia

23
Tanggal 18/10/2015
Kesan :
kardiomegali dengan LVH/RVD

e) Patologi Anatomi (15/08/2015)


Hasil : suatu proses radang akut

f) USG Toraks (14/08/2015)


Hemitoraks dextra Hemitoraks sinistra

Depan Depan
Penebalan pleura : tidak ada Penebalan pleura : tidak ada
Cairan : ada Cairan : tidak ada

Lateral Lateral
Penebalan pleura : tidak ada
Penebalan pleura : tidak ada Cairan : tidak ada
Cairan : ada
Belakang Belakang
Penebalan pleura : tidak ada Penebalan pleura : tidak ada
Cairan : ada Cairan : tidak ada

Kesan : Efusi pleura dextra

g) CT- Scan toraks Kontras dan non kontras (20/08/2015)

24
Kesimpulan non kontras :
Pocket efusi pleura kanan dengan penebalan pleura
Kesimpulan Kontras :
Pocket efusi pleura kanan dengan penebalan pleura

h) Poto polos abdomen ( 20/10/2015)

Kesimpulan :
Foto polos abdomen dalam batas
normal

i) Mantoux test 22/10/2015


Hasil : negatif

3.6 Diagnosa Banding


1. Empiema Dextra
2. Efusi Pleura

25
3. Abses Paru

3.7 Diagnosa
Empiema Dextra

3.8 Tatalaksana
Bed rest
IVFD Rl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftazidin 1 g/12 jam
Curcuma 3x1
Sucralfat syrup 3x C 1

3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

26
3.10 Follow Up harian

Tanggal/Hari
Catatan Instruksi
Rawatan

19/ 10/2015 S/ Pasien mengeluh nyeri dada kanan Th/


bawah, nyeri tidak menyebar ke
punggung. Bed rest
IVFD Rl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftazidin 1
O/ TD: 120/80 mmHg g/12jam
HR: 82x/i Curcuma 3x1
RR: 18 x/i Sukrafat syrup 3x C 1
T : 36,8C

p/
PF/
Cek laboratorium
Kepala : Normocephali
Foto toraks
Mata : Konjungtiva palpebra inferior Pereriksaan sputum
pucat (-/-)
BTA 3x dan kultur
Sklera : ikterik (-/-) resistensi
T/H/M : dalam batas normal Pemeriksaan sputum

Leher : pemb. KGB (-) Mo gram kultur dan


resistensi
Thoraks:
I: Simetris, retraksi intercostal (-)
P: SF kanan <SF kiri
P : redup pada paru kanan bawah /Sonor
A: Ves (menurun/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)


Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)

Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)

Ass/ empiema dextra +


pleuropneumonia

27
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan

20/ 10/2015 S/ Nyeri dada kanan bawah Th/


O/ TD: 120/80 mmHg Bed rest
IVFD Rl 0,9% 20 gtt/i
HR: 82x/i
Inj. Ceftazidin 1 g/12
RR: 20 x/i jam
T : 36,8C Curcuma 3x1
PF/ Sucralfat syrup 3x C 1
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva palpebra inferior p/
pucat (-/-) Sputum BTA 3x
Sklera : ikterik (-/-) Sputum Mo
Foto Thorak (susul
T/H/M : dalam batas normal
hasil)
Leher : pemb. KGB (-)
Foto BNO
Thoraks:
I: Simetris, retraksi intercostal (-)
P: SF kanan < SF kiri
P : redup pada paru kanan bawah /Sonor
A: Ves (menurun/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia

28
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan

21/ 10/2015 S/ Nyeri dada kanan bawah berkurang Th/


O/ TD: 120/80 mmHg Bed rest
IVFD Rl 0,9% 20 gtt/i
HR: 80x/i
Inj. Ceftazidin 1 g/12
RR: 20 x/i jam
T : 36,8C Curcuma 3x1
PF/ Sucralfat syrup 3x C 1
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva palpebra inferior p/
pucat (-/-) Sputum tidak ada dahak
Sklera : ikterik (-/-) Foto BNO susul hasil
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks:
I: Simetris, retraksi intercostal (-)
P: SF kanan = SF kiri
P : Sonor memendek /Sonor
A: Ves (menurun/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia

29
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan

22/ 10/2015 S/ Nyeri dada kanan bawah berkurang Th/


O/ TD: 130/70 mmHg Bed rest
IVFD Rl 0,9% 20 gtt/i
HR: 85x/i
Inj. Ceftazidin 1 g/12
RR: 20 x/i jam
T : 36,7C Curcuma 3x1
PF/ Sucralfat syrup 3x C 1
Kepala : Normocephali Cetirizine 1x1

Mata : Konjungtiva palpebra inferior


pucat (-/-) p/
Sklera : ikterik (-/-) Pemeriksaan sputum
tidak ada dahak.
T/H/M : dalam batas normal
Mantoux test
Leher : pemb. KGB (-)
Thoraks:
I: Simetris, retraksi intercostal (-)
P: SF kanan < SF kiri
P : redup pada paru kanan bawah /Sonor
A: Ves (menurun/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia

30
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan

23/ 10/2015 S/ Nyeri dada kanan bawah sudah Th/


membaik Bed rest
O/ TD: 120/70 mmHg IVFD Rl 0,9% 20 gtt/I
(aff)
HR: 80x/i
Inj. Ceftazidin 1 g/12
RR: 21 x/i
jam (ganti oral)
T : 36,6C Curcuma 3x1
PF/ Sucralfat syrup 3x C1
Kepala : Normocephali Cetirizine 1x1
Mata : Konjungtiva palpebra inferior
pucat (-/-) p/
Sklera : ikterik (-/-) Mantoux test (negative)
T/H/M : dalam batas normal Pulang berobat jalan

Leher : pemb. KGB (-)


Thoraks:
I: Simetris, retraksi intercostal (-)
P: SF kanan = SF kiri
P : Sonor memendek /Sonor
A: Ves (menurun/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia

31
BAB IV
ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien empiema dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
laki-laki berusia 46 tahun datang dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kanan,
awalnya 2 bulan yang lalu pasien sudah pernah masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri dada, sesak nafas yang memberat ketika pasien berbaring, batuk berdahak
dan demam. Sesuai dengan teori didapatkan bahwa gejala klinis dari seorang
penderita penyakit empiema yaitu adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest
pain), batuk, sesak, dan dapat juga sianosis. Inflamasi pada ruang pleura dapat
menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala dapat terlihat tidak jelas dan
panas mungkin tidak dialami penderita dengan sistem imun yang tertekan.1
Dari pemeriksaan fisik pada palpasi didapatkan vokal fremitus yang
melemah pada lapangan paru kanan bawah, saat pemeriksaan perkusi juga
didapatkan suara redup pada lapangan paru bagian kanan bawah. Saat pemeriksaan
auskultasi terdengar suara nafas vesikuler yang menurun di lapangan paru sebelah
kanan bawah. Berdasarkan teori pada pemeriksaan fisik penderita empiema dapat
ditemukan perkusi redup pada sisi yang terkena, dispneu, menurunnya suara
pernapasan, demam pleural rub (pada fase awal), ortopneu, menurunnya vokal
fremitus.1
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan dari hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu anemia, trombositopenia dan leukositosis sesuai dengan teori
yang didapat bahwa pada pasien yang menderita empiema akan ditemukan pada
pemeriksaan hitung darah lengkap dapat menunjukkan adanya leukositosis,
trombositosis dan anemia.8
Pada foto thoraks pasien tanggal 06/07/2015 didapatkan gambaran
pneumonia, tanggal 13/08/2015 didapatkan gambaran pleuropneumonia, dan pada
tanggal 08/09/2015 ditemukan pocket pleura kanan dan pneumonia. Hal ini dapat
menjelaskan bahwa pasien sebelumnya dirawat di RSUDZA dengan diagnosis

32
pneumonia dan efusi pleura. Empiema yang terjadi pada pasien merupakan
komplikasi dari pneumonia dan efusi pleura yang terus menerus atau tidak
terkontrol.2
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG Thoraks didapatkan hasil
terdapatnya cairan pada hemithoraks dekstra dimana dalam teori disebutkan bahwa
USG merupakan pemeriksaan yang murah, mudah dikerjakan, dan dapat
membedakan cairan pleura dari konsolidasi. Ukuran efusi dapat diestimasi dan
dapat memandu tempat terbaik untuk pemasangan chest drain. USG dapat
menggambarkan adanya septasi fibrin dalam cairan pleura dan tahap kompleksitas
pada empiema.2
Pada pemeriksaan CT Scan non kontras didapatkan Pocket efusi pleura
kanan dengan penebalan pleura dan pada CT- Scan Kontras didapatkan hasil yang
sama. Teori menyebutkan bahwa penderita CT scan merupakan pemeriksaan
pilihan untuk mengevaluasi kemungkinan adanya empiema. Temuan CT scan
termasuk adanya penyangatan atau enhancement dan penebalan pleura parietal dan
pleura visceral, penebalan extrapleural subcostal tissues dan peningkatan densitas
extrapleural subcostal fat. CT scan akurat untuk mendeteksi efusi pleura dan
lokulasi dalam cairan.1
Pasien mendapatkan terapi Inj. Ceftazidin 1 g/12 jam dimana pada
pengobatan empiema pemberian antibiotik tunggal spectrum luas dianjurkan.
secara umum antibiotik spektrum luas digunakan untuk mengatasi organisme yang
paling umum menyebabkan community acquired pneumonia.7

33
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap tuan A, umur 46 tahun dengan


diagnosa empiema + pluero pneumonia dan telah diberikan antibiotic ceftazini 1gr/
12 jam saat rawatan. Pasien mengalami perbaikan dan sudah dipulangkan pada
tanggal 23 Oktober 2015 dengan prognosis dubia at bonam.
Empiema ialah adanya pus didalam rongga pleura. Empiema biasanya
akibat pneumonia, tetapi dapat juga timbul dari sepsis hematogen, thorakosentesis,
selang thorakostomi, trauma dan infeksi subdiafragmatik. Empiema biasanya akibat
efusi pleura terinfeksi yang berhubungan dengan sepsis pulmonari atau pneumonia
yang berlangsung terus menerus atau tidak terkontrol.1
Gejala dan tanda empiema hampir sama dengan penderita pneumonia
bakteria, gejalanya antara lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest pain),
batuk, sesak, dan dapat juga sianosis. Inflamasi pada ruang pleura dapat
menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala dapat terlihat tidak jelas dan
panas mungkin tidak dialami penderita dengan sistem imun yang tertekan. Juga
terdapat pekak pada perkusi dada, dispneu, menurunnya suara pernapasan, demam
pleural rub (pada fase awal), ortopneu, menurunnya vokal fremitus maupun nyeri
dada.1
Tujuan dari terapi empiema ialah eradikasi infeksi, mengembalikan
sirkulasi cairan pleura normal, paru-paru dapat mengembang, dan mengembalikan
fungsi respirasi normal. Terapi awal terdiri dari pemberian oksigen jika dibutuhkan,
terapi cairan pada kasus dehidrasi, antipiretik, analgesik dan antibiotik. Terapi
spesifik untuk empyema terdiri dari terapi konservatif sampai pendekatan
pembedahan.8

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Strachan RE, Gulliver T, Martin A, McDonald T, Nixon G, Roseby R, et.al.


Empyema Thoracis : Recommendation for Management. The Thoracic
Society of Australia and New Zealand. 2011: 1-39
2. Sujanto E, Sutanto YS, HArsini, Puspitasari Y. Karakteristik Pasien
Empiema di Rumah Sakit Dr. Moewardi. Departemen pumonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta. 2013.117-121
3. Richard WL, Parapneumonic Effusion and Empyema. Proceedings of the
American Thoracic Society 2006; vol 3, pp 75-80
4. Peter HM et all. Empyema :Epidemiology and Pathophysiology. Associate
Professor of Pediatrics, Division of Pulmonary and Sleep Medicine, Duke
University School of Medicine. Mar 18 2009.

5. Peter HM. Empyema Clinical Presentation. Division of Pulmonary and


Sleep Medicine, Duke University School of Medicine. Mar 18 2009
6. Peter HM. Empyema Clinical Presentation. Associate Professor of
Pediatrics, Division of Pulmonary and Sleep Medicine, Duke University
School of Medicine. Mar 18 2009
7. Brims, F., et al., Empyema thoracis: new insights into an old disease. Eur
Respir Rev, 2010. 19(117): p. 220-8.
8. Palgunadimargono, Benjamin dkk : Pedoman Diagnosa dan Terapi BAG/
SMF Ilmu Penyakit Paru, Edisi 3, Surabaya, 2005.
9. Janahi IA, Fakhoury K. Management and prognosis of parapneumonic
effusion and empyema in children. Up to date version 16.3 :2008
10. Coley BD. Pediatric chest Ultrasound. Radiol Clin N Am. 2005; 43:405-18
11. Molnar, T., Current surgical treatment of thoracic empyema in adults. Eur
J Cardiothoracic Surg 2007. 32: p. 422-30.
12. Krassas, A., et al., Current indications and results for thoracoplasty and
intrathoracic muscle transposition. Eur J Cardiothoracic Surg, 2010. 37: p.
1215-20.

35

Você também pode gostar

  • Bab III Kasus TB
    Bab III Kasus TB
    Documento5 páginas
    Bab III Kasus TB
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Ipi 250302
    Ipi 250302
    Documento7 páginas
    Ipi 250302
    Rizky Amelia
    Ainda não há avaliações
  • BAB I TB Herdi
    BAB I TB Herdi
    Documento2 páginas
    BAB I TB Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Bab 3
    Bab 3
    Documento3 páginas
    Bab 3
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Herpes Zoster Herdi
    Laporan Herpes Zoster Herdi
    Documento19 páginas
    Laporan Herpes Zoster Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Documento8 páginas
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • COVER TB Herdi
    COVER TB Herdi
    Documento3 páginas
    COVER TB Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Cover Herpes Zoster
    Cover Herpes Zoster
    Documento3 páginas
    Cover Herpes Zoster
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Documento2 páginas
    Daftar Pustaka
    wiliya
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento2 páginas
    Bab I
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento1 página
    Daftar Isi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Cover, Kata Pengantar
    Cover, Kata Pengantar
    Documento2 páginas
    Cover, Kata Pengantar
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Slide Intan
    Slide Intan
    Documento36 páginas
    Slide Intan
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Documento6 páginas
    Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Documento3 páginas
    Pendahuluan
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Soal CBT Anestesi
    Soal CBT Anestesi
    Documento3 páginas
    Soal CBT Anestesi
    Ahmad Setyadi
    Ainda não há avaliações
  • HHNK
    HHNK
    Documento29 páginas
    HHNK
    Lilis Irene Sinambela
    100% (2)
  • Lapkas Neuro Kak Firda
    Lapkas Neuro Kak Firda
    Documento48 páginas
    Lapkas Neuro Kak Firda
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Vaksin Zoster dan Usia
    Vaksin Zoster dan Usia
    Documento10 páginas
    Vaksin Zoster dan Usia
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • CBT Herdi
    CBT Herdi
    Documento5 páginas
    CBT Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Vignate Yulia
    Vignate Yulia
    Documento5 páginas
    Vignate Yulia
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • BronkopneumoniaBayi
    BronkopneumoniaBayi
    Documento30 páginas
    BronkopneumoniaBayi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Slide Intan (Autosaved)
    Slide Intan (Autosaved)
    Documento36 páginas
    Slide Intan (Autosaved)
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Mikhwanul Jumar
    Mikhwanul Jumar
    Documento6 páginas
    Mikhwanul Jumar
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações