Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1
Hampir 50% pasien dengan empiema menunjukkan infeksi
bakteri Streptococcuspneumoniae, Staphylococcus aureus, bakteri gram negatif
seperti Klebsiella pneumoniae dan bakteri anaerob. Infeksi virus dan mikoplasma
hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan empiema.2
Diagnosis empiema ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemerikasaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologis dan pemeriksaan sitopatologi. Pemeriksaan radiologis diantaranya foto
polos thorak, USG dan CT Scan thorak.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Empiema ialah adanya pus didalam rongga pleura. Empiema
biasanya akibat pneumonia, tetapi dapat juga timbul dari sepsis hematogen,
thorakosentesis, selang thorakostomi, trauma dan infeksi subdiafragmatik.
Empiema biasanya akibat efusi pleura terinfeksi yang berhubungan dengan
sepsis pulmonari atau pneumonia yang berlangsung terus menerus atau
tidak terkontrol.1
Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan
merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas
dan bawah). Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula
yang merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami
perkembangan yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini
bertambah menjadi 300 juta setelah dewasa. Pertumbuhan paling sering terjadi
3
saat usia 8 tahun. Pertumbuhan tercepat pada usia 3 4 tahun. Pleura adalah
membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan parietalis. Secara
histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, dan dalam
keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa
serosa yang melapisi dinding toraks, diafragma, dan mediastinum disebut pleura
parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga
pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara
kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam hal ini,
viseralis memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial
yang tipis < 30mm, diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit, di bawah
sel-sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di
mengabsorbsi cairan pleura. Pleura parietalis jaringannya lebih tebal terdiri dari
sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis), dalam jaringan ikat
interna, pembuluh limfa dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada, mudah menempel
4
dan lepas dari dinding dada di atasnya, berfungsi untuk memproduksi cairan
pleura4.
2.3 Epidemiologi
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Saat ini terdapat 6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema
dan efusi parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan
menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di India terdapat 5 10%
Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang
berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi
atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead space, media
biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri. Empiema adalah akumulasi pus
diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi
5
bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk
melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang
berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura
maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan
Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya
komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang
Empiema dapat juga terjadi akibat infeksi setelah pembedahan dada, trauma
tembus dada, atau karena prosedur medis seperti torakosentesis atau karena
pemasangan chest tube. Pus yang berasal dari rongga abdomen yang berada tepat
di bawah paru (abses subfrenikus) juga dapat meluas ke rongga pleura dan
menyebabkan empiema.5
2.4 Etiologi
6
diperlukan antibiotik kombinasi. Pemberian antibiotik spesifik untuk
biaya. Untuk penderita dengan sosial ekonomi yang rendah dan tidak mampu
menonjol.6
Selain itu juga dapat disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A , jarang
oleh F. tularensis, H. influenzae tipe b, dan bakteri usus gram negatif seperti
jarang menyebabkan efusi pleura, khas pada penderita yang sistem imunnya
7
tertekan. Penyebab tidak lazim lainnya adalah Yersinia, klamidia trakomatis,
suatu agen yang menjadi risiko penyebab infeksi pada penderita dengan
penderita dengan status imunologi yang normal yang banyak terpajan dengan
2.5 Patofisiologi
8
1.
Eksudatif yaitu juga dikenal sebagai efusi parapneumonia simpel yang
merupakan akibat akumulasi cairan jernih dengan jumlah selular rendah
pada respon terhadap proses inflammatori yang berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya yaitu pneumonia. Pada dewasa, stadium ini
dikarakterisasi oleh pH cairan pleura yang normal dan laktat
dehydrogenase (LDH) < 1,000 IU.
2.
Fibrinopurulen (complicated parapneumonic effusion) yaitu adanya pus
dengan cairan lebih kental dan endapan fibrin pada rongga pleura
mengakibatkan septasi dan lokulasi. Pada mikroskopik cairan biasanya
menunjukkan peningkatan leukosit terutama neutrofil dan sel
berdegenerasi. Pada dewasa pH pleura < 7,2 dan LDH > 1,000 IU,
3.
Organisasi yaitu fibroblast menginfiltrasi cavum pleura dan terjadi
transformasi membran fibrin intrapleural yang tipis menjadi tebal dan
tidak elastik yang dapat menghalangi kemampuan paru untuk
mengembang kembali dan mengganggu pertukaran gas.3
9
Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik yang
tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik
dan bukti adanya empyema. Kebanyakan penderita menderita demam yang bersifat
remiten, takikardi, dispneu, sianosis, batuk-batuk.9
2.7 Diagnosis
Diagnosis empiema ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan sitopatologi.
Pada awal, hitung darah lengkap dapat menunjukkan adanya
leukositosis, trombositosis dan anemia. Komponen reaktan fase akut
biasanya terjadi elevasi, tetapi hal tersebut tidak dapat dipakai untuk
membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri. Hitung jumlah
leukosit dan C-reactive protein berguna dalam memantau perkembangan
penyakit. Kultur darah harus dilakukan pada semua pasien dengan efusi
parapneumonia. Jika tersedia, serum dapat dikirim pada pemeriksaan
molekular untuk mendeteksi organisme.9
Sampel pus atau cairan pleura keruh membantu diagnosis dari
empiema. Cairan harus dikirim untuk pewarnaan gram, kultur dan hitung
jenis sel pada waktu chest drain dipasang atau dilakukan pembedahan.
Predominan limfosit pada cairan dapat menambah kemungkinan pada
keganasan atau tuberkulosis, dimana sebaiknya dilakukan pemeriksaan
sitologi dan pewarnaan basil tahan asam. Pada orang dewasa,
thorakosentesis diagnostik dilakukan secara rutin dan marker pleura seperti
pH digunakan untuk menjadi pedoman dalam terapi termasuk pemasangan
chest drain. Peningkatan pelepasan sitokin proinflamatori, seperti tumor
necrosis factor- (TNF-), interleukin-1 (IL-1) dan IL-6 yang disebabkan
oleh bakteri sebagai petunjuk berkembangnya penyakit, menghasilkan
ketidakseimbangan fibrinolytic system enzymes, aktifator jaringan
plasminogen (tPA) dan inhibitor aktifator plasminogen tipe 1 (PAI-1) yang
kemudian mengakibatkan endapan fibrin. Dalam penelitian ditemukan
bahwa penurunan nilai pH pleura dan glukosa serta peningkatan
10
konsentrasi laktat dehydrogenase pleura berhubungan dengan
perkembangan efusi parapneumonia.8
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan ialah foto thorak , USG
thorak maupun CT scan thorak. Foto polos thorak sebaiknya dilakukan pada
semua pasien dengan tanda-tanda efusi pleura untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah suatu efusi
terinfeksi atau tidak. Foto polos thorak ini tidak dapat digunakan untuk
mengetahui tahap empiema. Beberapa kasus dapat tampak white out
komplit pada paru yang terkena. Sebagian besar empiema bermanifestasi
sebagai efusi pleura klasik. Bagaimanapun, empiema pada awalnya
cenderung melokulasi, dapat tidak berubah dengan posisi pasien atau dapat
tidak memiliki tanda meniscus sign yang klasik. Kumpulan cairan lokulasi
memiliki bentuk lentikular yang membentuk obtuse angle dengan dinding
thorak. Jika terdapat fistula bronkhopleural, air-fluid level dapat ditemui
pada ruang empiema sebelum thorakosintesis. Pada radiografi standar,
panjang air fluid level bervariasi pada foto yang diambil pada sudut 90
derajat, air fluid level dapat berbentuk pendek pada foto frontal dan bentuk
panjang pada foto lateral. Foto polos thorak tidak dapat mendiagnosa
empiema, hanya dengan adanya cairan parapneumonia. Meskipun cairan
pleura dapat diketahui pada foto thorak, pemeriksaan ini tidak dapat
mengidentifikasi tipe atau jenis cairan yang ada.8
USG merupakan tindakan non invasif, tidak menggunakan radiasi
ionisasi dan membantu penilaian thorak secara dinamis dan dapat di ulang.
USG merupakan pemeriksaan yang murah, mudah dikerjakan, dan dapat
membedakan cairan pleura dari konsolidasi. Ukuran efusi dapat diestimasi
dan dapat memandu tempat terbaik untuk pemasangan chest drain. USG
dapat menggambarkan adanya septasi fibrin dalam cairan pleura dan tahap
kompleksitas pada empiema.2
CT scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengevaluasi
kemungkinan adanya empiema. Gambaran CT scan sangat sugestif tetapi
tidak spesifik pada empiema . Temuan CT scan termasuk adanya
penyangatan atau enhancement dan penebalan pleura parietal dan pleura
11
visceral, penebalan extrapleural subcostal tissues dan peningkatan densitas
extrapleural subcostal fat. CT scan akurat untuk mendeteksi efusi pleura
dan lokulasi dalam cairan. CT scan dapat diperlukan jika kumpulan cairan
pleura sulit ditentukan pada ultrasonografi karena adanya udara pleura.
Terkadang dapat membantu menggambarkan posisi chest tube yang tidak
tepat atau kegagalan paru mengembang kembali.1
2.9 Komplikasi
2.10 Penatalaksanaan
12
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan
melakukan penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O
jika penghisapan telah berjalan 3-4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan
kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain, seperti pada
empiema thoraks kronis.11
Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka
diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan
pada empiema menahun karena pengobatan yang diberikan terlambat,
pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain, yaitu drainase
kurang bersih.11
13
c. Penutupan rongga empiema
Pada empiema menahun, seringkali rongga empiema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan
pembedahan, yaitu :
Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura
pleura yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah :
Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi
nanah.
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis
(peel sangat
tebal)
Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empiema tidak dapat sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.
Pada kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga
subperiosteal dengan tujuan supaya dining thoraks dapat jatuh ke dalam
rongga pleura akibat tekanan udara luar.12
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empiema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses
subfrenik, maka harus dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu
masih perlu diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis,
aktinomikosis dan sebagainya.11
e. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk
membebaskan jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk
mengalami cacat tubuh (deformitas).
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema :
14
fase I (fase eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan
diagnostic terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan
tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.
fase II (fase fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan
drainase terbuka (reseksi iga open window). Dengan cara ini nanah yanga
ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase
terbuka juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan
proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat
dilakukan. Pada fase II ini VATS surgery sangat bermamfaat, dengan cara
ini dapat dilakukan empiemektomi dan atau dekortikasi.
Fase III (fase organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas
mengembang atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara
dinding dada dikolapskan (torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai
dengan besarnya rongga empiema, dapat juga rongga empiema ditutup
dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air
plombage), dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle plombage atau
omental plombage).11
algoritma managemen empiema
15
Pada empiema tuberkulosa, toraktomi dilakukan bila keadaan sudah tidak
didapat kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri tahan asam
(BTA) pada sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk mencapai sputum dan
cairan pleura negative diberikan obat anti TB yang masih sensitive secara teratur
dan untuk mencapai cairan pleura BTA negative dapat dilakukan reseksi iga
(window and qauzing) bila keadaan paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB)
dilakukan reseksi paru (pneumonektomi atau lobektomi).11
16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri dada
Keluhan tambahan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan kiriman dari dokter spesialis paru, datang dengan
keluhan nyeri dada yang sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, pasien
mengelu nyeri dada tidak menjalar ke tempat yang lain. Batuk tidak ada,
demam tidak ada, sesak nafas tidak ada. Pasien mengaku tidak pernah
menderita batuk berdarah. Pasien juga tidak pernah mengeluhkan nafsu
makan berkurang dan penurunan berat badan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien sebelumnya pernah dirawat di RSUD Zainoel Abidin pada bulan
Agustus yang lalu, awalnya pasien datang kerumah sakit sigli dengan
keluhan sesak nafas yang diperberat ketika pasien berbaring disertai nyeri
dada sebelah kanan, batuk (+) berdahak, demam (+). Lalu pasien didiagosa
TB paru dan diberikan OAT, kemudian setelah 2 hari mengkonsumsi OAT
pasien berhenti untuk minum OAT dikarenakan efek samping OAT yang
17
membuat pasien lemas, kemudian dirujuk ke RSUDZA dan dilakukan foto
thoraks, pasien didiagnosa Efusi pleura + Pneumonia, setelah kondisi pasien
mengalami perbaikan pasien pulang, kemudian pada bulan 10 pasien
kontrol ke dokter karena nyeri pada dadanya, dan pasien kembali masuk ke
RSUDZA.
Riwayat Penggunaan Obat:
Obat anti tuberculosis selama 2 hari. Selama pasien di rawat di RSUDZA
pada bulan agustus lalu, pasien di berikan obat fosmicin secara IV 1g/12
jam. Saat pulang pasien diberikan obat levofloxacin, dan curcuma.
Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada.
Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien adalah seorang sopir.Pasien mengaku sebagai perokok aktif selama 30
tahun dan rata-rata mengkonsumsi rokok sebanyak 3 bungkus perharinya.
Namun saat ini sudah berhenti.
18
Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa kering (-),sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
hiperemis (-/-), T1 T1.
Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-),
benjolan dileher (-)
Thoraks anterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, dinding pernafasan abdominotorakal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/ vocal: normal Fremitus taktil/ vocal: normal
Tengah Fremitustaktil/ vocal: normal Fremitustaktil/ vocal : normal
Bawah Fremitustaktil/vocal: melemah Fremitustaktil/ vocal : normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Redup Sonor
Auskultasi
Atas Vesikuler, rhonki (-), wheezing Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
(-) Vesikuler, rhonki (+), wheezing (-)
Tengan Vesikuler, rhonki (-), wheezing Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
(-)
Bawah Vesikuler menurun, rhonki (-),
wheezing (-)
19
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis : simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil/ vocal: Normal Fremitustaktil/vocal: Normal
Tengan Fremitustaktil/ vocal : Normal Fremitus taktil/vocal: Normal
Bawah Fremitustaktil/ vocal : melemah Fremitus taktil/vocal: Normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengan Sonor Sonor
Bawah Redup Sonor
Auskultasi
Atas Vesikuler , rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Tengan Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Bawah Vesikuler menurun, rhonki (-), Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
wheezing (-)
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : Sela iga III lineamidclaviculasinistra
Kiri : Sela iga V linea Axilaris anterior
Kanan : Sela iga V satu jari linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)
- Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (n)
20
- Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)
21
10 September 2015
Ureum 41 13-43
b) Dahak Sewaktu
20/8/2015 SPS
Hasil Pemeriksaan BTA sputum
Sewaktu Negatif
Pagi Negatif
Sewaktu Negatif
22
d) Foto Thorax (AP)
Tanggal 06/07/2015
Kesimpulan : Pneumonia
Tanggal 13/08/2015
Kesan
Cor : dalam batas normal
Pleuropneumonia
Tanggal 08/09/2015
Kesimpulan :
Pocketed pleura effusion kanan
Pneumonia
23
Tanggal 18/10/2015
Kesan :
kardiomegali dengan LVH/RVD
Depan Depan
Penebalan pleura : tidak ada Penebalan pleura : tidak ada
Cairan : ada Cairan : tidak ada
Lateral Lateral
Penebalan pleura : tidak ada
Penebalan pleura : tidak ada Cairan : tidak ada
Cairan : ada
Belakang Belakang
Penebalan pleura : tidak ada Penebalan pleura : tidak ada
Cairan : ada Cairan : tidak ada
24
Kesimpulan non kontras :
Pocket efusi pleura kanan dengan penebalan pleura
Kesimpulan Kontras :
Pocket efusi pleura kanan dengan penebalan pleura
Kesimpulan :
Foto polos abdomen dalam batas
normal
25
3. Abses Paru
3.7 Diagnosa
Empiema Dextra
3.8 Tatalaksana
Bed rest
IVFD Rl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftazidin 1 g/12 jam
Curcuma 3x1
Sucralfat syrup 3x C 1
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
26
3.10 Follow Up harian
Tanggal/Hari
Catatan Instruksi
Rawatan
p/
PF/
Cek laboratorium
Kepala : Normocephali
Foto toraks
Mata : Konjungtiva palpebra inferior Pereriksaan sputum
pucat (-/-)
BTA 3x dan kultur
Sklera : ikterik (-/-) resistensi
T/H/M : dalam batas normal Pemeriksaan sputum
27
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan
Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia
28
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan
Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia
29
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan
Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia
30
Tanggal/Hari Catatan Instruksi
Rawatan
Abdomen:
I : simetris
P: soepel, H/L/R tidakteraba,
P: Timpani (+)
A: peristaltik usus (+)
Ektremitas : pucat (--/--),edema (--/--)
Ass/ Empiema dektra +
Pleuropneumonia
31
BAB IV
ANALISA KASUS
32
pneumonia dan efusi pleura. Empiema yang terjadi pada pasien merupakan
komplikasi dari pneumonia dan efusi pleura yang terus menerus atau tidak
terkontrol.2
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG Thoraks didapatkan hasil
terdapatnya cairan pada hemithoraks dekstra dimana dalam teori disebutkan bahwa
USG merupakan pemeriksaan yang murah, mudah dikerjakan, dan dapat
membedakan cairan pleura dari konsolidasi. Ukuran efusi dapat diestimasi dan
dapat memandu tempat terbaik untuk pemasangan chest drain. USG dapat
menggambarkan adanya septasi fibrin dalam cairan pleura dan tahap kompleksitas
pada empiema.2
Pada pemeriksaan CT Scan non kontras didapatkan Pocket efusi pleura
kanan dengan penebalan pleura dan pada CT- Scan Kontras didapatkan hasil yang
sama. Teori menyebutkan bahwa penderita CT scan merupakan pemeriksaan
pilihan untuk mengevaluasi kemungkinan adanya empiema. Temuan CT scan
termasuk adanya penyangatan atau enhancement dan penebalan pleura parietal dan
pleura visceral, penebalan extrapleural subcostal tissues dan peningkatan densitas
extrapleural subcostal fat. CT scan akurat untuk mendeteksi efusi pleura dan
lokulasi dalam cairan.1
Pasien mendapatkan terapi Inj. Ceftazidin 1 g/12 jam dimana pada
pengobatan empiema pemberian antibiotik tunggal spectrum luas dianjurkan.
secara umum antibiotik spektrum luas digunakan untuk mengatasi organisme yang
paling umum menyebabkan community acquired pneumonia.7
33
BAB V
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35