Você está na página 1de 19

BAB I

PENDAHULUAN
Herpes Zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi VZV
(Varicella Zoster Virus). Setelah infeksi primer atau vaksinasi, VZV tetap laten di dalam
sel ganglion akar dorsal sensorik. Virus akan mulai mereplikasi dalam beberapa waktu
kedepannya, bergereak menyusuri saraf sensorik di dalam kulit. Selain imunosupresi dan
kekurangan kekebalan yang didapat, faktor-faktor yang terlibat dalam reaktivasi tidak
terlalu diketahui. Insiden zoster meningkat dengan usia. Di bawah usia 45, kejadian
tahunan kurang dari 1 dari 1000 orang. (1)

Manifestasi zoster yang pertama biasanya rasa sakit, yang bisa berat, dan bisa
disertai dengan demam, sakit kepala, malaise dan nyeri terlokalisasi ke daerah-daerah dari
satu atau lebih yang dipersarafi nervus spinalis. Rasa sakit dapat terlokalisasi tajam pada
daerah yang sama tapi mungkin lebih menyebar. Waktu antara awal rasa sakit dan
timbulnya erupsi sekitar 1,4 hari di zoster pada bagian trigeminal dan 3,2 hari pada
bagian thorakalis. dengan papula merah yang berkelompok, menjadi vesikular dan
pustula. Selaput lendir dalam dermatom yang terkena dampak juga terlibat. Vesikel baru
terus muncul selama beberapa hari. Sering terjadi pada anak-anak, dan kadang-kadang
pada orang dewasa, ruptur adalah indikasi pertama dari serangan. Kelenjar getah bening
yang mendrainase daerah yang terinfeksi menjadi membesar dan lembut. Rasa sakit dan
gejala konstitusional mereda secara bertahap seiring ruptur yang semakin menghilang.
Dalam kasus rumit pemulihan selesai dalam 2-3 minggu pada anak-anak dan dewasa
muda, dan 3-4 minggu pada pasien yang lebih tua. Kadang-kadang rasa sakit tidak diikuti
oleh ruptur ('zoster eruptione sinus'). (2)

Di antara pasien yang lebih dari 75 tahun, angka ini lebih dari empat kali lebih
besar. Untuk orang tua ras putih dari 80 tahun, risiko seumur hidup terjadinya zoster
adalah 10-30%. Secara keseluruhan, sekitar 1 dari 3 orang yang tidak divaksinasi akan
mengembangkan herpes zoster. Untuk alasan yang tidak diketahui, menjadi kulit putih
mengurangi risiko herpes zoster, dengan ras Amerika-Afrika menjadi empat kali lebih
mungkin untuk mengembangkan zoster. Keadaan depresi sistem imun, terutama
keganasan pada bidang hematologi dan infeksi HIV, secara dramatis meningkatkan risiko
zoster. Pada orang dengan terjangkit virus kejadian tahunan adalah 30 di 1000 orang, atau
risiko tahunan sebesar 3%. Dengan menggunakan universal varicella vaksinasi dan
penurunan kasus varicella anak dan remaja, orang tua tidak akan lagi perlu meningkatkan
secara periodik aktivitas kekebalan anti VZV. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan

1
kejadian zoster. Herpes zoster klasik terjadi pada satu bagian tubuh dalam distribusi saraf
sensorik kranial atau tulang belakang, seringkali dengan beberapa bagian tubuh dermatom
atas dan di bawah. (2)

Terapi antivirus merupakan landasan terapi dalam pengelolaan herpes zoster.


Manfaat utama terapi adalah pengurangan durasi dan keparahan nyeri akibat zoster. Oleh
karena itu, pengobatan pada pasien imunokompeten diindikasikan bagi mereka yang
berisiko tinggi untuk terus menerus sakit bagi mereka lebih dari 50 tahun. Hal ini juga
dianjurkan untuk mengobati semua pasien dengan nyeri atau berat zoster, zoster
ophthalmic, sindrom Ramsay Hunt, imunosupresi, kulit atau penyebaran visceral, dan
keterlibatan saraf motorik. Dalam kasus yang paling parah, terutama di zoster ophthalmic,
terapi intravena awal dapat dipertimbangkan. Terapi harus dimulai segera setelah
diagnosis dicurigai dengan menunggu konfirmasi laboratorium. terapi lebih baik
diberikan pada hari pertama 3 ke 4 hari. Pada pasien imunokompeten, penggunaan di luar
waktu terapi ini tidak diketahui manfaatnya . (1)

2
BAB 1I
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. Fauziah
Alamat : Peunaga baro
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : cleaning service RSUD Cut Nyak Dhien
Status Pernikahan : Menikah
Hp :
No.RM : 08-64-39
Tanggal pemeriksaan : 14 September 2017

Anamnesis
Keluhan Utama : Timbul bintik merah pada bagian perut sebelahan
kanan hngga ke belakang.
Keluhan tambahan : Nyeri dan trasa panas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Cut Nyak Dhien
dengan keluhan timbulnya bintik merah kecil di
bagian perut kanan hingga ke belakang. Bintik
kecil ini sudah timbul sejak 5 hari yang lalu
sebelum pasien datang kerumah sakit. Awalnya
intik merah berisi cairan, disertai dengan rasa
panas dan nyeri. Tidak ada hal yang dapat
memperberat dan meringankan keluhan pasien.
Riwayat Pemakaian obat : Disangkal
Riwayat penyakit dahulu : Disangkal
Riwayat penyakit keluarga : Disangkal

Pemeriksaan fisik kulit


Status dermatologis
Regio : Abominal lateralis dektra.

3
Deskripsi Lesi : Tampak vesikel bergerombol dengan dasar erithema jumlah
multiple dengan batas tegas tepi ireguler, ukuran plakat susunan
zoosteriform distribusi unilateral.
Pemeriksaan 14 September 2015

Gambar 1. Gambaran lesi pada abdominal lateralis dekstra

Diagnosis banding
1. Herpes Zooster region abdominal laterais dektra
2. Dermatitis Kontak Iritan
3. Luka Bakar
4. Impetigo Bullosa

Planning Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengakkan diagnosis
adalah:
1. Tzank smear
Tidak dilakukan, namun diharapkan ditemukan sel raksasa berinti dan
sel epitel yang mengandung badan inklusi acidophilic intranuklear.

Resume
Seorang perempuan 40 tahun datang ke IGD RSUD Cut Nyak Dhien
dengan keluhan timbul bintik kecil merah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit

4
disertai dengan rasa panas dan nyeri.. Dari hasil pemeriksaan fisik tampak vesikel
bergerombol dengan dasar erithema jumlah multiple dengan batas tegas tepi
ireguler, ukuran plakat susunan zoosteriform distribusi unilateral.

Diagnosis klinis
Herpes Zooster abdomiminal lateralis dektra
Tatalaksana
a. Farmakoterapi
Sistemik:
1.Acyclovir 400 mg tab 5 x 2 tab selama 7 hari
2.Paracetamol 500 mg tab Topikal:
1. Acyclovir Zalf 2x1(UE)

Edukasi
1. Penjelasan mengenai penyebab penyakit pasien.
2. Larangan menggaruk karena garukan dapat menyebabkan lesi lebih sulit
untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta berisiko terjadi
infeksi sekunder.
3. Pasien juga perlu diedukasi bahwa penyakit ini menular, yang dapat
menimbulkan varicela pada orang lain. Dengan demikian dalam sebaiknya
pasien tidak membiarkan anak-anak ataupun orang yang belum pernah
mengalami varicela sebelumnya untuk bermain atau berdekatan dengan
pasien.
4. Penggunaan obat sesuai dengan instruksi dokter

Prognosis
1.Quo ad Vitam : dubia ad bonam
2.Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
3.Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

5
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Herpes Zooster adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi VZV
(Varicella Zoster Virus). Setelah infeksi primer atau vaksinasi, VZV tetap laten di
dalam sel ganglion akar dorsal sensorik. Virus akan mulai mereplikasi dalam beberapa
waktu kedepannya, bergereak menyusuri saraf sensorik di dalam kulit. Selain
imunosupresi dan kekurangan kekebalan yang didapat, faktor-faktor yang terlibat dalam
reaktivasi tidak terlalu diketahui. Insiden zoster meningkat dengan usia. Di bawah usia
45, kejadian tahunan kurang dari 1 dari 1000 orang. (1)

2. EPIDEMIOLOGI

Salah satu faktor risiko adalah usia yang lebih tua . Insiden herpes zoster adalah
1,5-3,0 per 1.000 orang per tahun disegala usia dan 7-11 per 1000 orang pertahun pada
usia lebih dari 60 tahun di Eropa dan Amerika Utara. Diperkirakan ada lebih dari satu
juta kasus baru Herpes Zooster di Amerika Serikat setiap tahun, dan lebih dari setengah
nya terjadi pada usia 60 tahun, dan jumlah ini akan meningkat sesuai umur. Faktor
risiko utama lainnya adalah disfungsi imun seluler.Pada pasien yang menderita
immunosupresi 20 100 lebih besar risiko terkena Herpes Zooster dari pada pasien
yang mengalami immunokompeten pada usia yang sama. Kondisi immunosupresif
yang mempunyai resiko tinggi terkena Herpes Zooster termasuk infeksi HIV,
tranplantasi sumsum tulang, leukemia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada
kanker dan penggunaan kortikosteroid. (3)

3. ETIOLOGI

VZV adalah anggota dari family VZV adalah anggota dari keluarga virus herpes.
Angota Lain yang pathogen termasuk Virus Herpes Simplex tipe I (HSV-1) dan tipe 2
(HSV-2); Cytomegalovirus (CMV), Virus Epstein Barr (EBV), Human Herpes Virus-
6 (HHV-6) dan Human Herpes Virus -7 (HHV 7) yang menyebabkan Roseola, dan
(3)
Sarkoma Kaposi terkait herpes yang juga disebut Human Herpes Virus type 8.

6
4. PATOGENESIS

Gambar 2. Patogenesis Herpes Zooster (4)

Selama terjadi Varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukasa ke ujung saraf sensorif dan di transportasikan secara sentripetal melalui serabut
saraf sensoris ke ganglion sensoris. Sel T yang terinfeksi juga dapat membawa virus ke
ganglion sensoris secara hematogen. Diganglia tersebut , virus mengadakan infeksi laten
untuk bertahan hidup. Herpes Zooster sering terjadi pada dermatom yang ruam kulit
nya paling banyak ditemukan pada saat terjadi varisela. Yang diinervasi oleh saraf
pertama ( oftalmika ) dan saraf trigeminal, dan oleh ganglia sensorik tulang belakang
(3)
dari T1 ke L2.

Walaupun virus menjadi laten di ganglia, ini sangat potensial untuk terjadi
infeksi. Reaktivasi jarang terjadi, dan infeksi virus tidak terjadi selama periode laten.
Mekanisme yang terlibat pada reaktivasi tidak dapat dijelaskan, namun reaktivasi
biasanya berhubungan dengan keadaan immunsupresi , stress emosional, tumor yang
berada ditulang belakang, bedah tulang belakang, dan sinusitis frontalis ( penyebab

7
zoster oftalmikus). Yang terpenting, penurunan sel imun terjadi dengan bertambahnya
usia. (3)

Ketika imunitas selular seseorang turun virus akan teraktivasi, virus akan
bermultiplikasi dan menyebar ke ganglion sehingga menyebabkan nekrosis dari neuron
serta terjadi inflamasi, sebuah proses yang disertai dengan neuralgia berat dan terlepas
dari ujung saraf sensoris sampai kekulit menyebabkan terbentuknya vesikel
berkelompok yang khas pada zoster. (3)

5. MANIFESTASI KLINIS

Nyeri dan paresthesia pada dermatom yang terlibat sering mendahului sebelum
terjadi erupsi beberapa hari dan bervariasi dari gatal, kesemutan, atau rasa terbakar
sampai parah, dalam, atau nyeri yang sangat sakit. Rasa sakit mungkin konstan atau
intermiten dan sering disertai dengan nyeri dan hyperesthesia kulit di dermatom yang
terlibat. Rasa sakit pre erupsi herpes zoster mungkin mensimulasikan radang selaput
dada, infark miokard, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik ginjal, usus buntu, diskus
intervertebralis yang prolaps, atau glaukoma awal, dan ini dapat menyebabkan
kesalahan diagnosis dan salah intervensi. (3)

Hal yang khas dari Herpes Zooster adalah lokalisasi dan distribusi dari ruam,
yang hampir selalu unilateral dan umumnya terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi
oleh ganglion sensorik tunggal. Daerah yang terkena adalah saraf trigeminal,
oftalmikus, dan badan dari T3 L2 adalah dermatom yang paling sering terinfeksi. (3)

Lesi herpes zoster mulai dari makula eritematosa dan papula yang sering
pertama kali muncul. Vesikel terbentuk dalam 12-24 jam dan berkembang menjadi
pustule pada hari ketiga. kering dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya bertahan
selama 2 3 minggu pada orang normal, lesi baru terus muncul 1- 4 hari (kadang-
(3)
kadang selama 7 hari ).

Pada herpes zooster ruam adalah sesuatu hal yang penting, namun rasa sakit
adalah masalah utama yang ditimbulkan oleh herpes zoster, terutama pada orang tua,
kebanyakan pasien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan selama fase akut (30
hari pertama setelah onset ruam) berkisar dari ringan sampai berat. Pasien

8
menggambarkan nyeri atau ketidaknyamanan tersebut sebagai rasa terbakar, sakit yang
mendalam, kesemutan, gatal, atau menusuk. Untuk beberapa pasien, intensitas nyeri
yang dirasakan begitu besar seperti rasa yang sangat menyiksa dimana ini digunakan
untuk menggambarkan pengalaman nyeri tersebut. (3)

6. HERPES ZOOSTER PADA PASIEN IMMUNOCOMPROMISED

Pasien yang mengalami penyakit keganasan ( terutama penyakit Hodgkin dan


leukemia) adalah lima kali lebih besar dapat terjadi herpes zoster daripada pasien lain
yang usianya sama dengan mereka. Pasien yang memiliki insiden lebih tinggi terkena
herpes zoster adalah orang-orang yang memiliki kekebalan tubuh yang kurang, seperti
individu yang menjalani transplantasi organ, atau sesuatu yang d igunakan untuk
pengobatan ( terutama kortikosteroid, kemoterapi). (1)

Gambaran klinis herpes zooster pada pasien immunosupresi biasanya identik


dengan zooster yang khas, tetapi lesi mungkin lebih ulseratif dan nekrotik, dan mungkin
bekas luka lebih parah. (1)

Selain Post Herpetic Neuralgia (PHN) banyak komplikasi serius dari Herpes
Zooster pada seseorang yang menderita immunocompromised, beberapa komplikasinya
adalah nekrosis pada kulit dan jaringan parut dan menyebar sampai kejaringan kutaneus
dengan insidensi terbesar 25-50% , pasien dengan penyebaran kekutaneus juga
memiliki gejalan yang luas sering fatal ssmai menyebar keviseral, khususnya ke paru-
paru, hati dan otak. (3)

7. DIAGNOSIS BANDING

Tabel 1 . Diagnosis banding Herpes Zooster dapat dilihat pada tabel berikut: (1,2,3,5,6)

No Diagnosis Definisi Manifestasi Klinis Foto

9
1. Herpes Suatu penyakit yang Lesi dimulai dari
Zooster disebabkan oleh reaktivasi makula eritematosa
Varisella Zooster Virus dan papula yang
sering pertama kali
muncul. Kemudian
Vesikel dan
berkembang menjadi
pustule , dan kering
menjadi dan krusta .
lesi bersifat unilateral,
zoosteriform, dan
sesuai dermatom.
2. Dermatitis Merupakan inflamasi akut Tampak lesi macula
Kontak atau kronis akibat dari eritematous, dan
Iritan kontak dengan zat kimia, terdapat vesikel. Lesi
physical, atau agen terbatas hanya pada
biologic. tempat terkena zat iritan.

3. Luka Bakar Luka bakar merupaka Pada luka bakar tingkat


cedera yang cukup sering, 2, pada tipe lapisan
penyebabnya sselain permukaan terdapat
terbakar api langsung atau transudate serum dari
tidak langsung. kapiler yang
menyebabkan
pembengkakan pada
jaringan permukaan.
Vesikel dan bula
terbentuk oleh karena
terkumpulnya serum
dibawah lapisan luar
epidermis

4. Impetigo Impetigo bullosa adalah Tampak vesikel

10
Bullosa infeksi superficial kutaneus kemudian berubah
yang disebabkan oleh menjadi bula .bula
Staphylococcus Aureus awalnya mengandung
cairan kuning jernih
kemudia jadi kuning
gelap dan keruh. Bula
akan pecah akan
memjadi krusta
berwarna kuning emas.

8. DIAGNOSIS
ANAMNESIS

Manifestasi herpes zoster yang pertama biasanya rasa sakit, yang bisa berat, dan bisa
disertai dengan demam, sakit kepala, malaise dan nyeri terlokalisasi ke daerah-daerah dari satu
atau lebih yang dipersarafi nervus spinalis. Rasa sakit dapat terlokalisasi tajam pada daerah
yang sama tapi mungkin lebih menyebar. (2)

PEMERIKSAAN FISIK :

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Waktu antara awal rasa sakit dan timbulnya erupsi
sekitar 1,4 hari di zoster pada bagian trigeminal dan 3,2 hari pada bagian thorakalis dengan
papula merah yang berkelompok, menjadi vesikular dan pustula. Selaput lendir dalam
dermatom yang terkena dampak juga terlibat. Vesikel baru terus muncul selama beberapa hari.
Sering terjadi pada anak-anak, dan kadang-kadang pada orang dewasa, ruptur adalah indikasi
pertama dari serangan. Kelenjar getah bening pada daerah yang terinfeksi menjadi membesar.
Rasa sakit dan gejala konstitusional mereda secara bertahap seiring rupture yang semakin
menghilang. Dalam kasus rumit pemulihan selesai dalam 2-3 minggu pada anak-anak dan
dewasa muda, dan 3-4 minggu pada pasien yang lebih tua. Kadang-kadang rasa sakit tidak
diikuti oleh ruptur ('zoster eruptione sinus'). (2)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dasar sebuah Lesi varicella zoster dan herpes bisa dibedakan oleh histopatologi .
Ditemukannya sel raksasa berinti dan sel epitel yang mengandung badan inklusi

11
acidophilic intranuklear membedakan lesi kulit yang dihasilkan oleh VZV dari semua
bentuk vesikel lainnya (misalnya yang disebabkan oleh variola dan lainnya pox virus,
dan oleh coxsackie virus dan echo virus) kecuali yang diproduksi oleh HSV. Sel ini
didapatkan dalam Tzanck Smear, yaitu dengan preparat di ambil dari dasar vesikel yang
masih baru lalu disebarkan pada kaca slide, difiksasi dengan aseton atau methanol
kemudian diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, hematoxylin-eosin, Papanicolaou. (3)

Enzim Immunoassay Metode sensitif untuk deteksi antigen. Deteksi DNA VZV
dalam spesimen klinis beramplifikasi dengan PCR memberikan sensitivitas terbesar,
spesifisitas sangat tinggi dan dapat membedakan antara jenis dan Oka strain vaksin
VZV dan HSV.(3)

Beberapa teknik yang lebih sensitif telah dikembangkan untuk mengukur respon
humoral untuk VZV. Ini termasuk uji imunofluoresensi untuk antibodi terhadap antigen
membran VZV [[fluorescent antibody to membrane antigen (FAMA)] yang dapat
dipercaya untuk memeriksa imunitas dari orang dewasa yang rentan dan uji aglutinasi
lateks yang sebanding sensitivitas dan spesifisitas dari tes FAMA, tapi tes ini jauh lebih
sederhana untuk dilakukan.(3)

9. KOMPLIKASI
Mata terlibat dalam 20% -70% dari pasien dengan zoster ophthalmic, dengan
berbagai kemungkinan komplikasi. VZV juga merupakan penyebab utama akut nekrosis
retina (ARN), sebuah penyakit yang mengancam penglihatan enyakit dialami terutama
pada orang sehat. Herpes zoster dapat menimbulkan komplikasi neurologis yang disebut
Post Herpetic Neuralgia (PHN). PHN didefinisikan sebagai nyeri setelah penyembuhan
dari ruam atau nyeri yaitu 1 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan setelah timbul ruam. Umur
(3)
adalah resiko yang paling signifikan untuk terjadinya PHN.

10. PENATALAKSANAAN
Terapi topical

12
Selama fase akut Herpes Zoster, penerapan kompres dingin, calamine lotion,
tepung maizena, atau baking soda dapat memantu untuk meringankan gejala local dan
mempercepat pengeringan lesi vesikel. Salep oklusifharus dihindari dan krim atau lotion
yang mengandung glukortikoid tidak boleh digunakan. (3)

Terapi Antivirus
Pada Pasien usia menengah dan lansia harus membatasi kegiatan fisik mereka
atau bahkan tinggal di rumah atau di tempat tidur selama beberapa hari. Istirahat
mungkin sangat penting dalam pencegahan neuralgia. Pasien yang lebih muda biasanya
dapat melanjutkan kegiatan sehari-hari mereka. Terapi antivirus merupakan landasan
terapi dalam pengelolaan herpes zoster. Manfaat utama terapi adalah pengurangan
durasi dan keparahan nyeri akibat zoster. Oleh karena itu, pengobatan pada pasien
imunokompeten diindikasikan bagi mereka yang berisiko tinggi untuk terus menerus
sakit bagi mereka lebih dari 50 tahun. Hal ini juga dianjurkan untuk mengobati semua
pasien dengan nyeri atau berat zoster, zoster ophthalmic, sindrom Ramsay Hunt,
imunosupresi, kulit atau penyebaran visceral, dan keterlibatan saraf motorik. Dalam
kasus yang paling parah, terutama di zoster ophthalmic, terapi intravena awal dapat
dipertimbangkan. Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis dicurigai dengan
menunggu konfirmasi laboratorium.(1)
Pada pasien normal rekomendasi untuk pengobatan herpes zooster menunjukkan bahwa
oral asyclovir (800 mg lima kali sehari selama 7 hari), famciclovir (500 mg 8 jam
selama 7 hari), dan valacyclovir (1 g tiga kali sehari selama 7 hari) mempersingkat
waktu penyembuhan ruam, durasi dan keparahan nyeri akut pada orang dewasa yang
menderita herpes zooster yang diobati dalam waktu 72 jam dari timbul ruam.(3)

Pada pasien Immunocompromised, dari hasil penelitian menggunakan placebo


pada pasien immunocompromised yang menderita herpes zooster menunjukkan bahwa
asiklovir IV (500 mg/m2 selama 7 hari ) menghentikan perkembangan penyakit, baik
pada pasien dengan lokal herpes zooster, ataupun pada pasien yang lesinya sudah
menyebar sebelum diterapi.(3)

13
Pada pasien dengan immunocompromise ringan dan herpes zooster local,
acyclovir oral, valacyclovir, atau famcyclovir biasanya akan cukup memadai. (3)

Terapi antiinflamasi digunakan untuk mencegah PHN dan mengurangi nyeri


akut dimana PHN mungkin dapat disebabkan oleh peradangan ganglion sensorik dan
struktur saraf inilah alasan untuk penggunaan glukortikoid selama fase akut dari herpes
zooster.(3)

Beberapa ahli menganjurkan glukortikoid oral dibolehkan hanya pada orang


dewasa yang sehat dimana komplikasi ruam menyebabkan nyeri sedang hingga berat. (3)

Tabel 2. Pengobatan antiviral pada Herpes Zooster (3)

ANALGESIK

Tingkat keparahan nyeri akut pada Herpes Zooster harus ditentukan dengan
pemeriksaan nyeri standar sederhana. Dokter harus meresepkan analgesik non opiate
atau opiate dengan tujuan membatasi tingkat keparahan nyeri .(3)

14
11. PENCEGAHAN

Sebuah vaksin menggunakan virus yang dilemahkan sama seperti vaksinasi pada
varicella namun pada titer yang lebih tinggi, telah dilisensi untuk pencegahan terjadinya
herpes zooster (zoostavaks) sebesar 50%. (1)

Vaksin zoster tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang memiliki penyakit
akut yang parah, termasuk TB aktif yang tidak diobati, sampai penyakit nya sembuh.
Orang dengan leukemia, limfoma, atau neoplasma ganas lainnya yang mempengaruhi
sumsum tulang atau limfatik sistem, atau dengan AIDS atau manifestasi klinis lainnya
infeksi HIV, termasuk mereka yang CD4 + T-limfosit jumlah 200 per mm3 dan / atau
15% dari total limfosit seharusnya tidak menerima vaksin.Orang yang mendapat terapi
imunosupresif, termasuk dosis tinggi terapi kortikosteroid, tidak harus menerima
vaksin.(3)

15
BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke dokter dengan keluhan bentolan kecil
yang berisi air di dada, leher, dan lengan atas yang timbul sejak 2 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya keluhan diawali dengan rasa panas ditempat
timbulnya bentolan, kemudian muncul bercak kemerahan dan diikuti dengan timbulnya
bentolan kecil berisi air. Keluhan ini juga disertai dengan rasa panas dan nyeri. Hal ini
sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa gejala yang dirasakan pasien Herpes
Zooster adalah pertama biasanya rasa sakit, yang bisa berat, dan nyeri terlokalisasi ke
daerah-daerah dari satu atau lebih yang dipersarafi nervus spinalis. Rasa sakit dapat
terlokalisasi tajam pada daerah yang sama tapi mungkin lebih menyebar. Kemudian
diiukuti dengan timbunya ruam. (2,3)

Dari pemeriksaan fisik pasien tampak lesi pada region cervicalis, bracii dan
thorakalis dekstra berupa vesikel bergerombol dengan dasar erithema jumlah multiple
dengan batas tegas tepi ireguler, ukuran plakat susunan zoosteriform distribusi
unilateral. Dari Pemeriksaan fisik yang dilakukan tersebut didapatkan bahwa Lesi yang
terlihat cukup karakteristik untuk herpes zoster, yang mana timbul gejala kulit yang
unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan. Lesi yang timbul juga khas
berupa vesikel yang berkelompok, dengan dasar berupa kulit yang eritematosa
(kemerahan). Keseluruhan penampakan kulit maupun gejala subjektif berupa nyeri
sangat menyokong ke arah herpes zoster. (7)

Pada pasien juga terdapat riwayat varicella sebelumnya yang dapat menyokong
kearah diagnosis dimana pada teori herpes zooster adalah reaktivasi dari Virus Varicella
Zooster. (3)
Pasien juga menderita Diabetes mellitus sejak 8 tahun yang lalu dan rutin
kontrol gula darahnya ke poli endokrin RUDZA. Pasien juga menderita sakit TB paru
dan sedang mengkonsumsi obat 6 bulan, dimana sekarang sudah minum obat 5 bulan.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa Insiden Herpes Zoster secara substansial lebih besar
pada orang-orang dengan gangguan penyakit tertentu, termasuk keganasan hematologi,
tumor padat, human immunodeficiency virus (HIV),transplantasi sel induk

16
hematopoietik, dan systemic lupuserythematosis. Selanjutnya, hubungan antara Herpes
Zoster dan diabetes mellitus telah diteliti, meskipun dengan berbagai hasil. Namun,
sebuah studi yang berpopulasi besar baru-baru ini jelas menunjukkan bahwa diabetes
mellitus merupakan faktor resiko pada penderita Herpes Zoster. Pada teori menyatakan
bahwa respon imun bawaan yaitu kemotaksis, fagositosis, dan pembunuhan sel oleh
polimorfonuklearsel dan monosit / makrofag lebih rendah pada pasien diabetes mellitus
daripada orang sehat .Selain itu, beberapa mikroorganisme dapat menempel lebih baik
untuk menjadi tuan rumah di jaringan dalam lingkungan yang tinggi-glukosa yang ada
pada pasien dengan diabetes mellitus dibandingkan pada orang sehat. (9)
Pasien berjenis kelamin laki-laki dan berumur 75 tahun dimana pada insiden
terjadinya herpes zooster menurut teori dimana Tidak ada perbedaan dalam morbiditas
antara pria dan wanita. Berdasarkan studi di Eropa dan Amerika Utara, diperkirakan ada
sekitar 1,5-3 per 1000 orang per tahun pada segala usia dan kejadian meningkat tajam
pada usia lebih dari 60 tahun yaitu sekitar 7-11 per 1000 orang per tahun. Insiden herpes
zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada
usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun.(8)
Pada pasien ini diberikan terapi Sistemik antiviral Valacyclovir 500 mg tab 3 x
2 selama 7 hari dan diberi analgesic Paracetamol 500 mg tab + Amitriptilin 25 mg tab 2
x 1 selama 7 hari. Pasien ini juga diberikan obat Topikal yaitu Bedak salysil talk.
Menurut teori dimana pengobatan antiviral pada herpes zooster yaitu acyclovir 800 mg
oral 5 kali sehari dalam 7-10 hari, famcyclovir 500 mg oral 3 kali sehari dan
valacyclovir 1000 mg oral 3 kali sehari selama 7 hari. Valacyclovir dan famcyclovir
umumnya lebih disukai karena bioavaibilitasnya tinggi. Pada pasien
Immunocompromised dapat diberikan acyclovir intravena dengan dosis 10 mg/kg setiap
8 jam karena dapat beresiko Herpes Zooster berulang, tapi ketika infeksi sudah dapat
dikendalikan (ketika tidak ada vesikel baru), terapi dapat beralih ke terapi oral. Pada
pasien yang immunocompromised tidak begitu parah, terapi dapat dimulai dengan oral (
terutama valacyclovir atau famcyclovir) ditambah dengan pengawasan yang ketat.
Sesuai dengan teori, untuk pemberian analgesic untuk nyeri neropatic lini pertama
adalah Tricylics yaitu Amitriptylin, Nortryptiline,desipiramine, imipiramine osis awal
10-25 mg, dan ditingkatkan 10 mg setiap 3 7 hari dengan dosis maksimum 150 mg.(10)

17
Pengobatan topikal diberikan bedak jika masih stadium vesikel, dengan
tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.
(11)

Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak
terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat
menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta
berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi
dapat meredakan gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio kalamin.
Untuk menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan dressing yang steril,
non-oklusif, dan non-adherent. Pasien juga perlu diedukasi bahwa pada orang yang
belum pernah mengalami cacar air, dapat terjadi penyebaran virus VZV ke pejamu lain,
yang dapat menimbulkan varicela pada orang lain. Dengan demikian dalam fase ini
sebaiknya pasien tidak membiarkan anak-anak ataupun orang yang belum pernah
mengalami varicela sebelumnya untuk bermain atau berdekatan dengan pasien. (8)

18
DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Berger T, Elston D. Andrews' Diseases of the Skin: Clinical
Dermatology: Elsevier Health Sciences; 2011. P:360-367

2. Tony Burns, Stephen Breathnach, Neil Cox, Griffiths C. Rook's Textbook of


Dermatology 8th Ed, Volume 2:Sterling, JC; 2010.1511-1517

3. Rosen T. fitzpatrick's. Dermatology in General Medcine. In: Schmader KE and


Oxman MN, editor. 8 ed2010. p. 2383-2340

4. Weaver, BA. Herpes Zooster Overview: Natural History and


Incidence.2009.JAOA.Suplemen 2.vol.109(6).p.S2-S6.

5. Buxton,PK. ABC of Dermatology.4 ed.2003.Lodon: BMJ Publishing.

6. Sjamsuhidajat R and Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2ed.2004.Jakarta:EGC.p:73

7. Chernev I and Eric G. Herpes Zooter and Diabetes Mellitus. The Korean Journal Of
Pain.2014. January;Vol.27(1).p.1

8. Saragih IV. Herpes Zooster pada Geriatri.Medula.2014.January;Vol 2(1).p.14-21

9. Okomoto,S. Hata A, Kay S. Koichi Y And Yasuko M. Comparison of Varicella-


Zooster Virus Specific Immunity of Patiens with Diabetes Mellitus and Healthy
Individuals. The Journal Of Infection Disease. 2009.November. p: 1606-1610.

10. Guy B , Jovey R MD, Elliot CT And Patrick DM. Management and Pretvention of
Herpes ooster: A Canadian Perspective. Can J Dis Med Microbiol.2010.Vol
21(1).p.45-52.

11. Sinaga D. Pengobatan Herpes Zooster (HZ) Ophtalmica Dekstra dalam Jangka
Pendek Serta Pencegahan PostHerpetic Neuralgia (PHN).Jurnal Ilmiah
Widia.2014.Octobe.Vol 2(3).p.24-29

19

Você também pode gostar

  • Bab III Kasus TB
    Bab III Kasus TB
    Documento5 páginas
    Bab III Kasus TB
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Ipi 250302
    Ipi 250302
    Documento7 páginas
    Ipi 250302
    Rizky Amelia
    Ainda não há avaliações
  • BAB I TB Herdi
    BAB I TB Herdi
    Documento2 páginas
    BAB I TB Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Documento6 páginas
    Jadwal Jaga Igd Juli 2017
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento1 página
    Daftar Isi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Cover Herpes Zoster
    Cover Herpes Zoster
    Documento3 páginas
    Cover Herpes Zoster
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • BAB II Tinjauan Pustaka
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Documento8 páginas
    BAB II Tinjauan Pustaka
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • COVER TB Herdi
    COVER TB Herdi
    Documento3 páginas
    COVER TB Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento2 páginas
    Bab I
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Bab 3
    Bab 3
    Documento3 páginas
    Bab 3
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Lapkas Neuro Kak Firda
    Lapkas Neuro Kak Firda
    Documento48 páginas
    Lapkas Neuro Kak Firda
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Slide Intan
    Slide Intan
    Documento36 páginas
    Slide Intan
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Cover, Kata Pengantar
    Cover, Kata Pengantar
    Documento2 páginas
    Cover, Kata Pengantar
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Documento2 páginas
    Daftar Pustaka
    wiliya
    Ainda não há avaliações
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Documento3 páginas
    Pendahuluan
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Vignate Yulia
    Vignate Yulia
    Documento5 páginas
    Vignate Yulia
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Empiema Semangat Print
    Empiema Semangat Print
    Documento35 páginas
    Empiema Semangat Print
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • BronkopneumoniaBayi
    BronkopneumoniaBayi
    Documento30 páginas
    BronkopneumoniaBayi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Vaksin Zoster dan Usia
    Vaksin Zoster dan Usia
    Documento10 páginas
    Vaksin Zoster dan Usia
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Slide Intan (Autosaved)
    Slide Intan (Autosaved)
    Documento36 páginas
    Slide Intan (Autosaved)
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Mikhwanul Jumar
    Mikhwanul Jumar
    Documento6 páginas
    Mikhwanul Jumar
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações
  • Soal CBT Anestesi
    Soal CBT Anestesi
    Documento3 páginas
    Soal CBT Anestesi
    Ahmad Setyadi
    Ainda não há avaliações
  • HHNK
    HHNK
    Documento29 páginas
    HHNK
    Lilis Irene Sinambela
    100% (2)
  • CBT Herdi
    CBT Herdi
    Documento5 páginas
    CBT Herdi
    Intan DwianaPutri Y. Persigul
    Ainda não há avaliações