Você está na página 1de 37

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
kepeda kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Respirasi. Dalam makalah ini kami membahas tentang
Asuhan Keperawatan Klien dengan Asma . Dalam menyusun makalah ini penulis banyak
mendapat bimbingan serta motivasi dari beberapa pihak, oleh karenanya kami mengucapkan
Alhamdulillah dan terima kasih kepada Semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis membuka diri untuk
menerima berbagai masukan dan kritikan dari semua pihak, Penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Mataram, Desember 2014

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pernafasan merupakan suatu sistem yang penting bagi kehidupan manusia, maka
sistem pernafasan harus di jaga dari patogen patogen yang dapat mempengaruhi pernafasan
manusia seperti penyakit asma bronkial. Asma merupakan penyakit radang kronis umum dari
saluran udara yang ditandai dengan gejala variabel dan berulang, obstruksi aliran udara
berlangsung secara reversibel, dan bronkospasme. Dari tahun ke tahun prevalensi penderita
asma semakin meningkat.Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan
menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children)
tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi
dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai 20-
30%. National Heart, Lung and Blood Institute melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta
penduduk amerika.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu laporan di
Journal of Allergy and Clinical Immunologytahun 2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus
yang diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3%
penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang
mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas
sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan
rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami
oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma di
USA sekitar 10 milyar dollar per tahun dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi
dan perawatan di rumah sakit. Oleh karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat
sangat dibutuhkan.
Dalam bab selanjutnya akan dibahas mengenai tentang Asma dan pemberian Asuhan
Keperawatan Klien dengan Asma.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana anatomi fisiologi dari system pernafasan?
1.2.2. Apa Definisi dari Asma Bronkial?
1.2.3. Apa klasifikasi dari Asma Bronkial ?
1.2.4. Apa etiologi dari Asma Bronkial?
1.2.5. Apa manifestasi klinis dari Asma Bronkial?
1.2.6. Bagaimana patofisiologis dari Asma Bronkial?
1.2.7. Bagaiamana pathway dari Asma Bronkial?
1.2.8. Bagaimana penatalaksanaan dari Asma Bronkial?
1.2.9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Asma bronkial?
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari system pernafasan
1.3.2. Untuk mengetahui definisi dari Asma bronkial
1.3.3. Untuk mengetahui etiologi dari asma bronkial
1.3.4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Asma bronkial
1.3.5. Untuk mengetahui patofisiologis dari Asma bronkial
1.3.6. Untuk mengetahui pathway dari Asma bronkial
1.3.7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Asma bronkial
1.3.8. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan dari Asma bronkial
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Definisi Asma
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-
saluran kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma
adalah penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya
menjadi merah dan meradang. Asma sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat
memperparah asma. Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai
alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi menyandang asma (Bull &
Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit
bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu
dinding saluran napas membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak
menutupi sebagian saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi
tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan
ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan
dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas
mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas
menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
2. Klasifikasi Asma
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang
dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
a. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan
karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi
ini adalah kelemahan keturunan. Setiap orang dari lahir memiliki sistem
imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini
bekerja dengan memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem
ini akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang
penyerang. Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang
mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit
hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan
sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen.
Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti
cuaca, kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan
menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki
riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan
radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga
mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas
30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit
yang kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara
tegas, golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan
intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang
kronis, pada saat menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa
hadirnya faktor-faktor kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang
sifatnya naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar bisa bernapas.
Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran setan dan
memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan
(pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan memperparah
kondisi penderita. Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma
ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.
Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-
kanak sering tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang
alergik, sebagai akibat kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto
& Alam, 2006).
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan
gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam
seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti
itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam
lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu
aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2
kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru
menurun.
4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi.
Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat
menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto &
Alam, 2006):
1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada
atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring,
batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat
terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat
bernapas, APE kurang dari 50%.
3. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma (Hadibroto & Alam, 2006):
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu
udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari
beterbangan). Selain itu polusi udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok
yang terhirup oleh penderita asma dapat juga memicu terjadinya serangan asma.
Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan
misalnya sinusitis dapat mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita
asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres
dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat
serangan asma yang sudah ada. Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan.
Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu dapat menyebabkan udara
terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas. Kadang-kadang
olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price, 2007).
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran
pernapasan. Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil
dalam bentuk ingestan dimana alergen masuk ke tubuh melalui mulut
(dimakan/diminum) terutama makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga
dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung atau
mulut. Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga,
tanaman, pohon, tungau, serpihan dan kotoran binatang, serta jamur. Bentuk
lainnya yaitu kontak langsung dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan
jam tangan.
Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk
menyandang asma dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya
memiliki riwayat asma atau alergi lainnya dalam keluarga (keturunan) karena
asma dapat diwariskan-diturunkan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga
berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat mempengaruhi
perkembangan asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma, peluang
berkembangnya asma pada anak-anaknya sekitar dua kali dibandingkan anak-anak
yang orangtuanya tidak menyandang asma. Merokok ketika hamil dimana asap
rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum
dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur
seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik
perokok aktif maupun pasif semasa kanak-kanan. Selain itu pilek atau infeksi
virus dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan peradangan
(inflammation) pada saluran pernapasan yang berakibat pada terjadinya serangan
asma (Ayres, 2003).
Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009),
antara lain aspek genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang
mudah terserang.
4. Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan
alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (
IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran
nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut
dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan
dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang
itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu
terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat
oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan
menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan
kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel
ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi :
histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik
faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya
tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar
ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan
permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah
semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi,
distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi
gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis
pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S.
1995)
a. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir
putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik,
tetapi sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen
yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi
ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel
mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita
kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada
permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan
memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada
permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2
dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan
histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil.
Adanya eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi
eosinofil di dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa
dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin
dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan
asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi
(Herdinsibuae dkk, 2005).
b. Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin
mula-mula akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut
nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan
menimbulkan batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus,
demikian hipersensitifnya sehingga langsung menimbulkan refleks konstriksi
bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering dapat menolong kasus-
kasus seperti ini. Selain itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan sehingga
pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir
total, sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan
akhirnya kematian. Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi
saluran pernapasan oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri
seperti hemophilus influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap,
serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok juga sangat merugikan
(Herdinsibuae dkk, 2005).
PATHWAY
Faktor pencetus Makrofag Sel TH Sel B
IL-2
Sel plasma
Imonuglobulin E
Ige di ikat oleh mastosit dan basofil
Terjadi degranulasi sel
Sel mengeluarkan mediator
Respon Dinding Bronkus

Konstruksi Edema mukosa Hipersekresi


otot polos bronkus mukosa

Spasme Bronkus
otot polos menyempit Penumpukan
secret kental
Obstruksi proksimal
dari bronkus kecil Ventilasi
pada tahap insiprasi terganggu Sekret tidak
ekspirasi keluar

Broncopasme
Suplai Hiperkapnea Suplai Batuk tidak
Oksigen oksigen ke efektif
whezzing menurun otak menurun
Hipoksemia
Gangguan pola Bersihan jalan
Gangguan Koma
nafas tidak efektif
perfusi
jaringan Gelisah

Cemas
5. Sel Inflamasi
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel
mast, limfosit, dan eosinofil.
a. Sel mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia
dapat melepaskan berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau
baru disintesis, yang bertanggung-jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi.
Berbagai mediator tersebut antara lain adalah histamine (yang disintesis dan
disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel mast teraktivasi),
prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada
aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan
dalam reaksi fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu
alergen dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di
permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking antara alergen dengan IgE
tersebut memicu serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian menyebabkan
terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast
yang menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi.
Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat
berespon terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel
mast pada cairan bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat
dalam patofisiologi asma. Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan
kadar histamine dan triptase pada cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat
berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Beberapa obat telah dikembangkan
untuk menstabilkan sel mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel mast pada
reaksi alergi fase lambat masih belum diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga
mengandung faktor kemotatik yang dapat menarik eosinofil dan neutrofil ke
saluran nafas.
b. Limfosit
Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara
lain dengan terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy
bronchial pasien asma. Selain itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan
bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat. Limfosit sendiri terdiri dari
dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi lagi menjadi dua
subtipe yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi
berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin
prainflamasi, seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini
nampaknya berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4
dan IL-13 misalnya, dia bekerja mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi
IgE, yang nantinya akan menempel pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi
pelepasan berbagai mediator inflamasi.
c. Eosinofil
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap
patofisiologi penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat
antara keparahan asma dengan keberadaan eosinofil di saluran nafas yang
terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma atau alergi sering disebut juga
inflamasi eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein granul seperti:
major inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil
cationic probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium
saluran nafas, menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel
mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran
nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu, beberapa produk eosinofil seperti LCT4,
PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah keparahn asma.
6. Manifestasi Klinis
a. Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan
ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma
memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada
individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau
sama sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang
paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan Preak
Flow Meter.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah
perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati
(moodiness), hidung mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai,
lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap
kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan
Preak Flow Meter
.
b. Gejala
1. Gejala Asma Umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan
dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan
mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala
berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi
(wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa
orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya
selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk
pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull &
Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter
menunjukkan rating yang termasuk hati-hati atau bahaya (biasanya antara
50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto &
Alam, 2006).
2. Gejala Asma Berat
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu
serangan batuk yang hebat, napas berat ngik-ngik, tersengal-sengal, sesak
dada, susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas
tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding
biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap
tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak
ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit,
bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan
Preak Flow Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari
performa terbaik individu).
7. Komplikasi Asma
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada
terjadinya komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa
penyakit sebagai berikut yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum,
emfisema subkutis, aspergilosis, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan
bronkopulmonar alergik.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari
edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari
perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa
antibiotik (Muttaqin, 2008).
2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosi.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
3) Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat
(Muttaqin, 2008).
b) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun.
2) emeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3) canning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
4) pirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis
juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
5) Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh
karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma
diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer
lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding
FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama
saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik,
APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat
melakukan pemeriksaan FEV1.
6) X-ray Dada/Thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
7) Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari
faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab
asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara
radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat
dilakukan (pada dermographism).
8) Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan
spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-
kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,
pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang
dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan
hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP)
dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit
dilakukan di luar riset.
9) Web of Caution (WOC) secara Teorits
10) Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a) Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan
dengan pengguaan obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma
dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama ini,
yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental
keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali
dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran
pernapasan dan paru-paru.
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat
datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian
medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama
menggantungkan diri pada obat-obatan pelega
(reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk
dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase
keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan
mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga
lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab
asma yang mereka derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan
bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter masa kini
menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang
obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat
disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran
pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology)
penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
1. Obat-obat anti peradangan (preventer)
a. Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
b. Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan
saluran napas, dan produksi lender
c. Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan
terhadap pemicu asma yang berupa alergen.
d. Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
e. Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu
baru terlihat efektivitasnya ayang terukur.
Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide], budesonide
[Pulmicort], fluticasone [Flixotide], mometasone [Asmanex], dan
montelukast [Singulair] secara bertahap mengurangi peradangan saluran napas
dan (jika digunakan secara teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah
biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau
oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam tablet.
2. Obat-obat pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di
pasaran adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin
(theophylline).
a. Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini
bekerja dengan mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan.
Obat ini paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid
hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega seketika dalam hal terjadi
serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya
bertahan hingga 12 jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis
terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat digunakan untuk
anak-anak di bawah 12 tahun.
b. Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat
dalam secangkir kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya.
Efek samping obat ini sama seperti kafein sehingga tidak dianturkan untuk
pasien hiperaktif.
c. Albuterol Sulfat atau Salbutamol.
Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup
dosis terukur, obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup,
tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih
karena langsung menuju saluran pernapasan yang bermasalah, ketimbang
harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan
stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan
sebagai obat hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk
kering. Ventolin terdaftar di Indonesia dalam bentuk sediaan tablet, sirup,
nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.
3. Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin], terbutaline [Bricanyl], formoterol
[Foradil, Oxis], dan salmeterol [Serevent] secara cepat mengembalikan
saluran napas yang menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi
semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna biru
atau abu-abu.
4. Obat-obatan kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan
dan peradangan yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam
hingga delapan jam untuk bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat
pula daya kerja yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi,
karena fungsi paru-paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam.
Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis kortikosteroid oral yang diberikan di
siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur pada
malam harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata,
seperti perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan,
perubahan berat badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping
dari penggunaan kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya
hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.
1. Prednison (Prednisone)
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum
digunakan. Obat ini disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.
2. Prednisolon (Prednisolone)
Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone,
dengan kelebihan rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek
Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai
sirup 5 mg per 5 ml.
3. Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya
digunakan di rumah sakit dengan cara intravenuous.
4. Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga
tiga kali lebih lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok
untuk pasien anak-anak yang sulit minum obat.
5. Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga
inhaler atau puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar
obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini
menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar
suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan
oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur
memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya
chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika melewati
moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan tersebut memecah
obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan
mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru
pemakainya.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita
asma adalah sebagai berikut, yaitu memberikan penyuluhan
(pendidikan kesehatan), pemberian cairan, fisiotherapy, dan beri O2
bila perlu.
11) Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkuspasme).
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat
imunitas.

Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Tidak Setelah dilakukan Kaji Data penunjang
tindakan frekuensi untuk intervensi
efektifnya
keperawatan dan pola selanjutnya.
bersihan selama 3x24 jam nafas.
jalan nafas
diharapkan jalan Kaji warna, Karakteristik
nafas menjadi kekentalan sputum
berhubungan efektif dengan dan jumlah menunjukkan
kriteria hasil : sputum. berat ringannya
dengan
menentukan Intruksikan obstruksi.
gangguan posisi yang klien pada Batuk yang
nyaman metode yang tidak terkontrol
suplai oksigen
mendemonstra tepat dalam melelahkan dan
(bronkospas sikan batuk mengontrol inefektif serta
me), yang efektif. batuk menimbulkan
suara nafas dengan frustasi.
penumpukan tambahan batuk efektif Berkurangnya
sekret, sekret berkurang Auskultasi nafas tambahan
paru menunjukkan
kental sebelum dan keberhasilan
sesudah tindakan.
tindakan. Fisioterapi dada
Ajarkan merupakan
keluarga dan strategi untuk
lakukan mengeluarkan
fisioterapi sekret.
dada. Hiegene mulut
Dorong yang baik
untuk meningkatkan
melakukan rasa sehat dan
perawatan mencegah bau
mulut. mulut.
Kolaborasi Bronkhodilator
dalam
dapat
pemberian
obat menyelebarkan
bronkhodilat
bronkhus
or dan
antitusif. sehingga jalan
nafas menjadi
lebih lebar.
Antitusif
mengencerkan
dahak sehingga
mudah untuk
dikeluarkan.
2 Pola nafas Perbaikan pola Ajarkan Membantu pasien
tidak efektif nafas dengan pasien memperpanjang
berhubungan kriteria hasil pernapasan waktu ekspirasi
dengan sebagai berikut: dalam. sehingga pasien
gangguan Mempertahan Tinggikan akan bernapas
suplai oksigen kan ventilasi kepala dan lebih efektif dan
(bronkospas adekuat bantu efisien.
me) dengan mengubah Duduk tinggi
menunjukan posisi. memungkinkan
RR:16-20 Berikan ekspansi paru dan
x/menit dan posisi semi memudahkan
irama napas fowler. pernapasan.
teratur. Berikan Memaksimalkan
Tidak oksigen bernapas dan
mengalami tambahan. menurunkan kerja
sianosis atau napas.
tanda hipoksia
lain.
Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
3 Gangguan Perbaikan Kaji/awasi Sianosis mungkin
pertukaran pertukaran gas secara rutin perifer atau
gas dengan kriteria kulit dan sentral keabu-
berhubungan hasil sebagai membrane abuan dan
dengan berikut: mukosa. sianosis sentral
gangguan Perbaikan Palpasi mengindikasikan
suplai oksigen ventilasi. fremitus. beratnya
(bronkuspas Perbaikan Awasi hipoksemia.
me) oksigen tanda-tanda Penurunan
jaringan vital dan getaran vibrasi
adekuat. irama diduga adanya
jantung. pengumplan
Berikan cairan/udara.
oksigen Tachicardi,
tambahan disritmia, dan
sesuai perubahan
dengan tekanan darah
indikasi dapat
hasil AGDA menunjukan efek
dan toleransi hipoksemia
pasien. sistemik pada
fungsi jantung.
Dapat
memperbaiki atau
mencegah
memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Awasi suhu. Demam dapat
terhadap infeksi dengan Diskusikan terjadi karena
infeksi kriteria hasil adekuat infeksi dan atau
berhubungan sebagai berikut: kebutuhan dehidrasi.
dengan tidak Mengidentifik nutrisi. Malnutrisi dapat
adekuat asikan Dapatkan mempengaruhi
imunitas intervensi specimen kesehatan umum
untuk sputum dan menurunkan
mencegah atau dengan tahanan terhadap
menurunkan batuk atau infeksi.
resiko infeksi. pengisapan Untuk
Perubahan untuk mengidentifikasi
pola hidup pewarnaan organisme
untuk gram, penyabab dan
meningkatkan kultur/sensit kerentanan
lingkungan ifitas. terhadap berbagai
yang nyaman. anti microbial.
BAB III
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. G
DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL
DI RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN AHMAD

Uraian Kasus
Ny. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu
bangun pagi dan semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari
hasil pengkajian klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih,
dan klien merasa sesaknya berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien
juga mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD dan klien mengatakan
bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada
(+), taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing,
resonan pada perkusi dinding dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil
observasi didapatkan hasil: tingkat kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD =
130/70 mmHg, RR = 30x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit
260.000/mm3, Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L. Pada pemeriksaan
penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Nama : Ny. G
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sasak/Indonesia
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Batu Layar


Diagnosa Medis : Asma
b. Identitas Penanggung Jawab :
Nama : Tn Z
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Ayah
2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan Masuk (Keluhan Utama)
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi
dan semakin meningkat ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.
b. Riwayat penyakit Sekarang
Klien datang kerumah sakit Umum Arifin Ahmad dengan keluhan sesak,
batuk berdahak dengan dahak berwarna putih. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus
simetris antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing, resonan pada
perkusi dinding dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil observasi
didapatkan hasil: tingkat kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD = 130/70
mmHg, RR = 30x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit
260.000/mm3, Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki
riwayat asma, yaitu ibunya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran: Compos mentis
b. TTV:
1. TD : 130/70 mmHg
2. RR: 30 x/menit
3. N: 76 x/menit
4. Suhu : 37oC
c. Hasil pengkajian:
1. Inspeksi
Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna
putih kental.
2. Palpasi
Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.
3. Perkusi
Resonan dikedua lapang paru.
4. Auskultasi
Suara napas klien terdengar wheezing.
d. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
1. Pada pemeriksaan penunjang
X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb = 15,5 gr%
b. Leukosit = 17.000/mm3
c. Trombosit 260.000/mm3
d. Ht = 47vol%.
4. Terapi Pengobatan Saat Ini
IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.
B. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Klien Pencetus serangan Tidak
mengatakan (alergen) efektifnya
batuk berdahak bersihan jalan
dengan dahak Reaksi antigen & antibodi nafas
berwarna putih.
2. Klien merasa Dikeluarkannya substansi
sesak. vasoaktif (histamin,
DO: Tanda-tanda bradikinin, & anafilaksin)
vital:
BP=130/70 permeabilitas kapiler
mmHg
RR=36 x/menit Kontraksi otot polos
HR=76x/menit Edema mukosa
T=37oC Hipersekresi
2. Klien tampak
sesak nafas Obstruksi jalan nafas
disertai batuk
berdahak, Tidak efektifnya bersihan
berwarna putih jalan nafas
agak kental.
3. Suara napas
klien terdengar
wheezing.
4. Terapi yang
diberikan:
oksigen 2L,
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.
2 DS: Pencetus serangan Pola nafas tidak
1. Klien merasa (alergen) efektif
sesak
DO: Reaksi antigen & antibodi
1. Tanda-tanda
vital: Dikeluarkannya substansi
BP=130/70 vasoaktif (histamin,
mmHg bradikinin, & anafilaksin)
RR=36 x/menit
HR=76x/menit Kontraksi otot polos
T=37oC
2. Klien tampak Bronkospasme
sesak nafas
disertai batuk Suplai O2 menurun
berdahak,
berwarna putih Merangsang kemoreseptor
agak kental. sentral (spons dan medulla
3. Suara napas oblongata)
klien terdengar
wheezing. Hiperventilasi
4. Terapi yang
diberikan: Sesak
oksigen 2L,
IVFD RL 20 tts/i, Pola nafas tidak efektif
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.
C. Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional Paraf
Keperawatan Hasil

1. Tidak Setelah dilakukan Kaji frekuensi Data penunjang


tindakan dan pola nafas. untuk intervensi
efektifnya
keperawatan Kaji warna, selanjutnya.
bersihan jalan selama 3x24 jam kekentalan dan
nafas
diharapkan jalan jumlah Karakteristik
nafas menjadi sputum. sputum
berhubungan efektif dengan Intruksikan menunjukkan
kriteria hasil : klien pada berat ringannya
dengan
menentukan metode yang obstruksi.
gangguan posisi yang tepat dalam Batuk yang tidak
nyaman mengontrol terkontrol
suplai oksigen
mendemonstr batuk dengan melelahkan dan
(bronkospasm asikan batuk batuk efektif inefektif serta
e), yang efektif. Auskultasi menimbulkan
suara nafas paru sebelum frustasi.
penumpukan tambahan dan sesudah Berkurangnya
sekret, sekret tindakan. nafas tambahan
berkurang
Ajarkan menunjukkan
kental. keluarga dan keberhasilan
lakukan tindakan.
fisioterapi Fisioterapi dada
dada. merupakan
Dorong untuk strategi untuk
melakukan mengeluarkan
perawatan sekret.
mulut. Hiegene mulut
Kolaborasi yang baik
dalam meningkatkan
pemberian rasa sehat dan
obat mencegah bau
bronkhodilator mulut.
dan antitusif. Bronkhodilator
dapat
menyelebarkan
bronkhus
sehingga jalan
nafas menjadi
lebih lebar.
Antitusif
mengencerkan
dahak sehingga
mudah untuk
dikeluarkan.
2 Pola nafas Setelah dilakukan Tinggikan Duduk tinggi
tidak efektif tindakan kepala dan memungkinkan
berhubungan keperawatan bantu ekspansi paru dan
dengan suplai selama 3x24 jam mengubah memudahkan
oksigen diharapkan pola posisi. Berikan pernapasan.
berkurang nafas dengan posisi semi Membantu pasien
(bronkospasm kriteria hasil fowler. memperpanjang
e) sebagai berikut: Ajarkan waktu ekspirasi
Mempertahan pasien sehingga pasien
kan ventilasi pernapasan akan bernapas
adekuat dalam. lebih efektif dan
dengan Berikan efisien.
menunjukan oksigen Memaksimalkan
RR=16-20 tambahan. bernapas dan
x/menit dan menurunkan
irama napas kerja napas
teratur.
Tidak
mengalami
sianosis atau
tanda hipoksia
lain.
Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
D. Implementasi keperawatan
No Hari/tgl/jam DX Tindakan keperawatan Respon hasil Paraf
1. Rabu, 19 1 Mengkaji frekuensi dan Frekuensi nafas
pola nafas 30x/menit dengan
November 2014
Mengkaji warna, pola nafas yang
08.00 WIB kekentalan dan jumlah tidak teratur.
sputum. Warna sputum
Mengintruksikan klien kuning kehijauan,
pada metode yang tepat kental dengan
dalam mengontrol batuk jumlah 5 cc
dengan batuk efektif. Klien
Posisikan klien pada mengatakan
posisi semi fowler mengerti tentang
Melakukan Auskultasi apa yang
paru sebelum dan diinstruksikan.
sesudah tindakan. Klien tampak
Mengalihkan perhatian melakukan
klien dari pemikiran batuk efektif.
tentang keadaan ansietas Klien
dan ajarkan cara mengatakan
bernafas efektif. merasa lebih
Mengajarkan keluarga nyaman dan nafas
dan lakukan fisioterapi terasa lebih
dada. ringan.
mengkaji status Sebelum dan
oksigenasi setelah tindakan
Kolaborasi dalam terdengar suara
nafas wheezing
pemberian obat pada kedua paru.
bronkhodilator dan Perhatian klien
tidak dapat
antitusif dialihkan. Klien
tampak
melakukan nafas
efektif.
Klien
mengatakan
masih terasa
dahak di
tenggorokannya
RR: 30
kali/menit,
tampak nafas
cuping hidung,
tampak
menggunakan
alat bantu
pernafasan,
terpasang 02 2
liter/menit,
distensi dinding
dada, pola nafas
klien tidak
teratur, tidak
terdapat sianosis,
klien tampak
kelelahan saat
bernafas.
Klien
mengatakan
sudah merasa
lebih baik. Suara
nafas tambahan
berkurang.
2 12.00WIB II Mentinggikan kepala dan Klien masih
bantu mengubah posisi. merasa kurang
Berikan posisi semi nyaman.
fowler. Klien
Mengajarkan pasien mengatakan
pernapasan dalam belum membaik.
memberikan oksigen Klien merasa
tambahan. belum bisa
melakukannya.

2 Kamis, 20 1 Mengkaji frekuensi dan frekuensi napas


pola nafas 24x/mnt, napas
November 2014
Mengkaji warna, tidak teratur.
08.00WIB kekentalan dan jumlah Sputum kental
sputum. kuning kehijauan.
Mengintruksikan klien Klien melakukan
pada metode yang tepat batuk efektif
dalam mengontrol batuk yang diajarkan
dengan batuk efektif. perawat.
Posisikan klien pada Klien
posisi semi fowler mengatakan
Melakukan Auskultasi merasa lebih
paru sebelum dan nyaman dan nafas
sesudah tindakan. terasa lebih
Mengalihkan perhatian ringan
klien dari pemikiran Suara napas
tentang keadaan ansietas wheezing
dan ajarkan cara terdengar
bernafas efektif. berkurang setelah
Mengajarkan keluarga dilakukan
dan lakukan fisioterapi tindakan batuk
dada. efektif.
mengkaji status Perhatian klien
oksigenasi tidak dapat
Kolaborasi dalam dialihkan. Klien
tampak
pemberian obat melakukan nafas
bronkhodilator dan efektif.
Klien
antitusif mengatakan
merasa lebih baik
setelah dilakukan
fisioterapi dada.
RR: 26
kali/menit,
tampak nafas
cuping hidung,
tampak
menggunakan
otot bantu
pernafasan,
terpasang 02 2
liter/menit,
distensi dinding
dada, pola nafas
klien tidak
teratur, tidak
terdapat sianosis,
klien tampak
kelelahan saat
bernafas.
Klien
mengatakan
merasa lebih
nyaman setelah
diberikan obat.
17.00 WIB II Mentinggikan kepala dan Klien sudah
bantu mengubah posisi. merasa sedikit
Berikan posisi semi nyaman.
fowler. Klien
Mengajarkan pasien mengatakan
pernapasan dalam sedikit membaik.
memberikan oksigen Klien merasa
tambahan. sudah bisa
melakukannya.
3. Jumat, 21 1 Mengkaji frekuensi dan frekuensi napas
pola nafas 22 kali/menit,
November 2014
Mengkaji warna, napas tidak
08.00 WIB kekentalan dan jumlah teratur.
sputum. Sputum kental
Mengintruksikan klien kuning kehijauan.
pada metode yang tepat Klien melakukan
dalam mengontrol batuk batuk efektif
dengan batuk efektif. yang diajarkan
Posisikan klien pada perawat.
posisi semi fowler Klien
Melakukan Auskultasi mengatakan
paru sebelum dan merasa lebih
sesudah tindakan. nyaman dan nafas
Mengalihkan perhatian terasa lebih
klien dari pemikiran ringan
tentang keadaan ansietas Suara napas
dan ajarkan cara wheezing
bernafas efektif. terdengar
Mengajarkan keluarga berkurang setelah
dan lakukan fisioterapi dilakukan
dada. tindakan batuk
mengkaji status efektif.
oksigenasi Perhatian klien
Kolaborasi dalam tidak dapat
dialihkan. Klien
pemberian obat tampak
bronkhodilator dan melakukan nafas
efektif.
antitusif Klien
mengatakan
merasa lebih baik
setelah dilakukan
fisioterapi dada.
RR: 22
kali/menit, tidak
ada nafas cuping
hidung, tidak
menggunakan
alat bantu
pernafasan,
terpasang 02 1
liter/menit, tidak
terjadi lagi
distensi dinding
dada, pola nafas
klien teratur,
tidak terdapat
sianosis, klien
tidak kelelahan
lagi saat
bernafas.
Klien
mengatakan
merasa lebih
nyaman setelah
diberikan obat.
20.00 WIB II Mentinggikan kepala dan Klien sudah
bantu mengubah posisi. merasa nyaman.
Berikan posisi semi Klien
fowler. mengatakan
Mengajarkan pasien sudah begitu
pernapasan dalam membaik.
memberikan oksigen Klien
tambahan. mengatakan
sudah bisa
melakukannya

E. EVALUASI
NO Hari/Tgl/Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
1 Sabtu , 22 November I S:
a) Klien mengatakan napasnya
2014
sudah tidak sesak lagi.
Jam 08.30 WIB b) Klien mengatakan sudah tidak
ada dahak lagi bila batuk

O:
a) Keadaan umum baik
b) Klien tampak rileks dan
nyaman
c) Napas klien tampak ringan
d) T D : 120/80 mmHg, Nadi
88x/mnt, RR 20x/menit
e) Tidak ada sputum
f) Tidak terdengar suara napas
tambahan, suara wheezing
tidak terdengar lagi.
A:
Masalah teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.
12.30 WIB 2 S : klien mengatakan sudah
merasa membaik.
O : klien terlihat nyaman dengan
diberikan posisi semi fowler.
A : masalah sudah teratasi.
P : Intervesi keperawatan
dihentika.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat. Jakarta:
Pustaka Anggrek
Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara Medis
maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.
Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka
Bunda.

Você também pode gostar

  • Dislokasi Lansia
    Dislokasi Lansia
    Documento19 páginas
    Dislokasi Lansia
    Levhy Cwoq Nyebeliin
    Ainda não há avaliações
  • Pathway Apendisitis
    Pathway Apendisitis
    Documento1 página
    Pathway Apendisitis
    Levhy Cwoq Nyebeliin
    Ainda não há avaliações
  • Leaflet
    Leaflet
    Documento2 páginas
    Leaflet
    Levhy Cwoq Nyebeliin
    Ainda não há avaliações
  • Metabolisme & SISTEM ENZIM
    Metabolisme & SISTEM ENZIM
    Documento30 páginas
    Metabolisme & SISTEM ENZIM
    Levhy Cwoq Nyebeliin
    Ainda não há avaliações
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Documento16 páginas
    Satuan Acara Penyuluhan
    Levhy Cwoq Nyebeliin
    Ainda não há avaliações
  • Pathway Dyspepsia
    Pathway Dyspepsia
    Documento1 página
    Pathway Dyspepsia
    Levhy Cwoq Nyebeliin
    Ainda não há avaliações
  • Pathway Afi
    Pathway Afi
    Documento2 páginas
    Pathway Afi
    Levhy Cwoq Nyebeliin
    Ainda não há avaliações