Você está na página 1de 20

PENDUDUK dan KETAHANAN PANGAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Politik
dibimbing oleh:
Rustandi Zainal Abidin, Drs. BE., M. Si

Disusun oleh :

Dino Mukti 6212161013

Windy Cristiffany 6212161001

Stefani Anned N. 6212161006

Sehela Nurpaula 6212161023

Hendri Jhon Maulingga 6212161038

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan
rahmat berupa kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Tentang Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini.
Salawat beriring salam kami ucapkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita semua dari alam kebodohan hingga ke alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan.
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca serta
dapat bermanfaat bagi kita semua. Kiranya Makalah ini dapat dijadikan pegangan
terkait dengan materi bersangkutan. Dengan paparan materi, penyajian, dan
dengan bahasa yang sederhana diharapkan dapat membantu menguasai materi
dengan mudah.
Penulis sadar bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, kami mengharapkan kritik, saran dan masukan dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah kami yang akan datang. Akhir kata, kami ucapkan
terima kasih.

Cimahi, 29 November 2017

Penulis

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Kajian Teori ............................................................................................... 2

1.3 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

1.4 Tujuan ................................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 7

2.1 Hubungan Bilateral Indonesia dengan Papua Nugini ............................... 7

2.1 Permasalahan yang terjadi di Perbatasan ................................................. 10

2.3 Penyebab Permasalahan yang terjadi di Perbatasan ............................... 11

2.4 Dampak permasalahan terhadap hubungan bilateral RI-PNG ................ 12

2.5 Upaya mengatasi permasalahan daerah perbatasan RI-PNG ................... 12

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 15

3.2 Saran ........................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI ii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap negara menduduki tempat tertentu di muka bumi dan mempunyai
perbatasan tertentu. Kekuasaan negara mencakup seluruh wilayah, tidak hanya
tanah, tetapi juga laut di sekelilingnya dan angkasa diatasnya. Negara yang
memiliki wilayah yang luas menghadapi berbagai macam ancaman masalah, salah
satunya yang mencakup berbagai suku bangsa, ras, agama, faktor geografis, dan
perbatasan. Saat ini masih banyak masalah perbatasan, baik dari darat maupun
laut.

Masalah perbatasan juga merupakan suatu unsur penting dalam penetapan


suatu kedaulatan negara. Negara mempunyai kekuasaan untuk memaksa semua
penduduknya menaati undang-undang serta peraturan untuk mempertahankan
kedaulatannya. Negara Republik Indonesia merupakan negara yang wilayahnya
terdiri dari daratan, lautan dan ruang udara. Indonesia memiliki garis pantai
sekitar 81.900 Km, dan memiliki kawasan perbatasan wilayah darat (kontinen)
dan laut (maritim). Pulau kecil yang tersebar di seluruh perairan nusantara,
diperkirakan sekitar 17.508 pulau. Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan
tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara
perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura,
Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan
Palau. Hal ini secara tidak langsung berkaitan dengan masalah penegakan
kedaulatan dan hukum baik itu mengenai perbatasan dalam konteks daratan
maupun di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi
suatu negara.

Salah satu negara yang punya arti lebih, dalam hubungannya dengan
pengelolaan wilayah perbatasan, yaitu yang berbatasan langsung dengan
Indonesia, ialah Papua Nugini. Wilayah Perbatasan yang terletak di Provinsi
Papua atau di provinsi paling timur di Indonesia ini sangat jarang atau kurang
terekspos untuk dijadikan pembahasan.

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 1


1.2 Kajian Teori
Lingkungan Internasional yang sudah tidak ada lagi batas, menghasilkan
pengaruh yang sangat jelas bagi setiap negara. Hal ini meliputi beberapa segi
hubungan dalam Konteks hubungan internasional. Holsti memberi gambaran
tentang pengertian Hubungan Internasional seperti berikut:

Hubungan Internasional adalah segala bentuk interaksi diantara masyarakat


negara-negara. Dan meliputi segala segi hubungan diantara berbagai negara di
dunia meliputi lembaga perdagangan internasional, perdagangan internasional,
dan perkembangan nilai dan etika internasional.

Hubungan Internasional didasarkan kedalam beberapa faktor yang


menunjang terjadinya proses hubungan antara negara-negara. Hubungan
Internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsur politik saja, tetapi
juga mencakup unsur-unsur ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya, seperti
perpindahan penduduk, pariwisata, olahraga, atau pertukaran budaya.13 Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa Ilmu Hubungan Internasional merupakan bagian dari
sosiologi yang khusus mempelajari masyarakat internasional

1.2.1 Perbatasan

Istilah perbatasan dalam pengertian politis menunjukan garis yangditentukan


oleh alam, sampai garis mana suatu negara di anggap diperluas atau
dibatasi dari atau sebagai perlindungan terhadap negara lain.
Perbatasanperbatasan
buatan terdiri dari tanda-tanda yang ditujukan untuk mengindikasi garis
perbatasan imajiner, atau paralel dengan garis bujur atau garis lintang.
Perbatasan dapat dikategorikan kedalam empat tipe perbatasan, yaitu:
1. Alenated borderland; suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi
aktifitas lintas batas sebagai akibat berkecamuknya perang, konflik,
dominasi nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan, agama,
perbedaan kebudayaan dan persaingan etnik.
2. Coxistent borderland; suatu wilayah perbatasan dimana konflik lintas
batas bisa ditekan sampai ketingkat yang bisa dikendalikan meskipun

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 2


masih muncul persoalan yang tak terselesaikan misalnya yang berkaitan
dengan masalah kepemilikan sumberdaya strategis di perbatasan.
3. Interdependen borderland; suatu wilayah perbatasan yang kedua
sisinya secara simbolik dihubungkan oleh hubungan internasional yang
relatif stabil. Penduduk di kedua bagian daerah perbatasan, juga di
kedua negara terlibat dalam berbagai kegiatan perekonomian yang
saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang setara,
misalnya salah satu pihak mempunyai fasilitas produksi sementara yang
lain memiliki tenaga kerja yang murah.
4. Integrated borderland; suatu wilayah perbatasan kegiatan yang
ekonominya merupakan sebuah kesatuan, nasionalisme jauh menyurut
pada kedua negara dan keduanya tergabung dalam sebuah persekutuan
yang erat.
Selain itu, dalam rangka kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan
Indonesia-Papua Nugini berdasarkan teori yang dikembangkan dari Theory of
Boundary Making, oleh Stephen B. Jones dalam A Handbook for
Statesment,Treaty Editors and Boundary Commissioners; dibagi ke dalam
empat ruang manajemen yaitu:
1. Alokasi; inventarisasi dasar dari kepemilikan wilayah negara yang
didasarkan pada prinsip hukum internasional, prinsip Uti Posideti Juris.
2. Delimitasi; penetapan garis batas antara dua negara yang sebagian
wilayahnya overlaping.
3. Demarkasi; penegasan batas antar negara di lapangan setelah dilakukan
Delimitasi.
4. Administrasi; pengelolaan administrasi di wilayah yang berbatasan dengan
negara tetangga seperti pengelolaan penduduk dan sumber daya, pembagian
kewenangan pusat dan daerah, pengelolaan CIQ dan lain sebagainya.

1.2.2 Kondisi wilayah perbatasan di Kedua Negara

Wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini terbagi menjadi dua tipe yakni


perbatasan laut dan darat. Perbatasan laut tersambung oleh samudera pasifik
yang melingkungi wilayah Papua Nugini. Ditarik secara umum, Indonesia

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 3


berbatasan dengan tiga negara sekaligus yakni Papua Nugini disebelah timur
dan selatan, Australia di sebelah selatan dan dengan Republik Palau di
sebelah utara. Perbatasan darat kedua negara dalam satu rangkaian pulau New
Guinea. Sebagai bagian dari perjanjian bilateral tahun 1973 mengenai
Memorandum saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Australia/Papua New Guinea mengenai Pengaturan Administratif
Perbatasan, telah didirikan 14 pilar MM di sepanjang perbatasan Indonesia
dan Papua Nugini. Titik-titik tersebut ada di 141 Bujur Timur, mulai dari
pilar MM1 sampai dengan MM10. Selanjutnya mulai dari pilar MM11
sampai dengan pilar MM14 berada pada meridian 141 01 10". Batas darat
dengan Papua Nugini berjajar dari Utara ke Selatan sejauh kurang lebih 780
Km terletak dari garis batas/meridien monument (MM1) di daerah Skouw dan
Wutung, Kota Jayapura sampai dengan MM10 di daerah Anggamarut/Wairin
Kabupaten Boven Digoel dari MM11 di daerah Domonggi Kabupaten
Merauke sampai dengan MM14 di daerah muara sungai Bensbach atau
sungai Torasi.

Selain ke 14 pilar MM, antara tahun 1983- 1991, sesuai amanat Pasal 9
Perjanjian 1973 antara Indonesia dengan Papua Nugini, telah didirikan 38
Pilar MM. Sehingga sampai saat ini telah berdiri 52 pilar MM di sepanjang
garis perbatasan. Penambahan 38 pilar MM baru tersebut saat ini masih
tertuang dalam Deklarasi Bersama (Joint declaration) yang ditandatangani
oleh otoritas survey and mapping kedua pemerintahan.2 Jumlah pilar batas di
kawasan perbatasan Papua dirasa masih sangat terbatas. Jumlah pilar batas ini
tentu sangat tidak memadai untuk suatu kawasan perbatasan yang sering
dijadikan tempat persembunyian dan penyebrangan secara gelap oleh
kelompok separatis kedua negara. Sebelum mengalami pemekaran
Kabupaten, Kawasan perbatasan di Papua terletak di empat Kabupaten yaitu
kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten
Merauke. Setelah adanya pemekaran wilayah Kabupaten, maka kawasan
perbatasan di Papua terletak di lima wilayah Kabupaten/Kota yaitu kota
Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pengunungan Bintang, Kabupaten
Boven Digoel dan Kabupaten Merauke, serta 23 (dua puluh tiga) wilayah

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 4


Kecamatan (Distrik). Dari kelima Kabupaten tersebut, Kabupaten Keerom,
Pegunungan Bintang dan Boven Digoel merupakan Kabupaten Baru hasil
pemekaran. Sedangkan pintu atau pos perbatasan di kawasan perbatasan
terdapat di distrik Skouw, Kota Jayapura dan di distrik Sota, Kabupaten
Merauke.

1.2.3 Dasar Yuridis Pengelolaan Wilayah Perbatasan Kedua Negara

Dasar yuridis penetapan perbatasan Indonesia- Papua Nugini diawali oleh


adanya deklarasi Raja Prusia pada 22 Mei 1885 tentang perbatasan antara
Jerman dan Belanda serta Jerman dan Inggris di wilayah Papua. Deklarasi ini
menegaskan mengenai penentuan tapal batas ketiga wilayah kekuasaanantara
Jerman dan Belanda serta Jerman dan Inggris di wilayah tersebut. Dengan
deklarasi ini,Papua Barat disahkan sebagai milik Belanda dan tidak perlu
menunggu pengakuan dari siapapun.Kemudian setelah itu, ada beberapa
landasan hukum yang terbentuk dengan kronologinya sebagai berikut:
Konvensi antara Inggris dan Belanda tanggal 16 Mei 1895 tentang
penentuan garis batas antara Irian dan Papua Nugini.
Persetujuan ketelitian hasil observasi dantraverse kegiatan lapangan antara
Indonesia-Australia tanggal 4 Agustus 1964 guna melaksanakan kegiatan
tahun 1966/1967. Persetujuan antara Pemerintah Indonesia-Pemerintah
Commenwealth Australia tentang penetapan batas-batas dasar laut tertentu,
yang ditandatangani di Camberra tanggal18 Mei 1971 dan disahkan dengan
Keppres No. 42 tahun 1971.
Perjanjian antara Indonesia - Australia mengenai garis-garis batas tertentu
antara Indonesia dan Papua Nugini yang ditanda tangani di Jakarta tanggal 12
Februari 1973. Perjanjian ini masing- masing ditandatangani oleh Menteri
Luar Negeri Indonesia,Bapak Adam Malik dan dari Papua Nugini adalah Mr.
Michael T. Samore atas nama Australia karena pada saat itu Papua Nugini
belum memiliki pemerintahan sendiri.
Persetujuan antara Pemerintah RI-Pemerintah Australia (bertindak atas
nama sendiri dan atas nama pemerintah Papua Nugini) tentang pengaturan-
pengaturan administratif mengenai perbatasan antara Indonesia-Papua

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 5


Nuginiyang ditandatangani diPort Moresby pada tanggal 13 November 1973
dan disahkan dengan Keppres No. 27 tahun1974 kemudian diganti dengan
persetujuan dasar antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini
tentang pengaturan-pengaturan perbatasan yang ditandatangani di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 1979 yang disahkan dengan Keppres No.6 tahun
1980, lalu diperbaharui di Port Moresby pada tanggal 29 Oktober 1984, dan
disahkan dengan Keppres No.66 tahun 1984, yang kemudian diperbaharui
kembalidi Port Moresby pada tanggal 11 April 1990 dan disahkan dengan
Keppres No.39 tahun 1990

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan bilateral RI-PNG?


2. Apa yang menjadi permasalahan dalam perbatasan RI-PNG?
3. Apa dampak permasalahan terhadap hubungan bilateral RI-PNG?
4. Bagaimana upaya mengatasi permasalahan dalam perbatasan RI-
PNG?

1.4 Tujuan

1. Mengetahui kondisi hubungan bilateral antara Indonesia dengan


Papua Nugini
2. Mengetahui permasalahan yang terjadi di perbatasan Indonesia
dengan Papua Nugini
3. Mengetahui penyebab permasalahan di perbatasan Indonesia
dengan Papua Nugini
4. Mengetahui dampak permasalahan perbatasan terhadap hubungan
bilateral Indonesia dengan Papua Nugini
5. Mengupayakan penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi di
perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 6


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Bilateral Indonesia dengan Papua Nugini


Di bidang kerjasama teknik, PNG selama ini telah memanfaatkan dan
mengikuti secara aktif program-program "Kerjasama Teknik antara Negara
Berkembang (KTNB)" Indonesia. Program-program KTNB yangdiikuti adalah di
bidang pertanian, perindustrian, perdagangan, pembangunan desa, pekerjaan
umum dankoperasi. Pemerintah PNG menghargai bantuan yang telah diberikan
Pemerintah Indonesia di bidang ini. Untukmengembangkan sumberdaya manusia
di masa yang akan datang, Pemerintah PNG juga mengharapkan agar latihan yang
diberikan selama ini terus dapat dilanjutkan terutama di bidang pertanian.Pada
dasarnya kerjasama bilateral di bidang pertanian antara Indonesia - Papua New
Guinea belumdilakukan secara optimal

Dasar hubungan bilateral RI-PNG mengacu pada Basic Arrangement yang


ditandatangani oleh kedua negara pada tahun 1990. Pertemuan bilateral I RI-PNG
dilaksanakan pada tanggal 12-13Februari 2001, di Jayapura, Irian Jaya, sebagai
Review Basic Arrangement yang mengatur tentang masalah-masalah di
perbatasan kedua negara tahun 1990, yang telah diperpanjang selama 1 (satu)
tahun. Pada pertemuantersebut telah dihasilkan kesepakatan-kesepakatan untuk
perubahan/usul-usul kedua negara antara lain tentangpengaturan masalah-masalah
pabean dan karantina.Pada tanggal 16 Nopember s/d 2 Desember 1996 telah
berkunjung ke Indonesia rombongan Mahasiswa dari Higlands Agricultural
College, Mt. Hagen, Papua New Guinea yang berjumlah 50 orang. Kunjungan
tersebutdilaksanakan dalam rangka mempelajari dari dekat tentang perkembangan
pertanian di Indonesia, khususnya bidang peternakan, perikanan, manajemen
pelayanan penyuluhan, strategi pemasaran dan fasilitas-fasilitaspinjaman
keuangan dalam menunjang pengembangan pertanian.Pada tanggal 8 s/d 18 Juli
1996 telah berkunjung rombongan dari PNG yang terdiri dari petani dan
asosiasikelapa sawit. Maksud kunjungan adalah dalam rangka :

(a) Menambah pengetahuan/pengalaman para petani/pejabat terkait tentang


kemajuan-kemajuan di bidang "Processing dan Marketing" kelapa sawit di

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 7


Indonesia,
(b) Mengadakan pertemuan dengan para petani, tenaga ahli maupun para peneliti
di pusat-pusat penelitian kelapasawit,
(c) Mengadakan kunjungan ke lapangan (petani kelapa sawit) yang telah sukses
mengembangkan perkebunan kelapa sawit,
(d) Mengadakan tukar menukar informasi/pengalaman dengan sesama petani
kelapa sawit di Indonesia.
(e) Mengunjungi instansi terkait lainnya yang mempunyai kontribusi penting di
dalam mengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Dalam rangka melakukan studi banding teknik pengembangan tanaman


padi, Tim Studi Banding PNG meninjau dan belajar tentang sistim tanaman/
pertanian padi di Jayapura dan sekitarnya, pada tanggal 11-12 Maret 2000 telah
berkunjung rombongan dari Gulf Province salah satu propinsi di PNG.
Rombongan terdiri daripara pejabat Pemerintahan, Ketua Kelompok Pertanian
serta wakil dari para petani setempat. Pelaksanaan kunjungan dimaksud diatur dan
dikoordinir oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Irian
Jaya.Hasil pertemuan Sidang I Komisi Bersama RI PNG di Port Moresby 4 6
Juni 2003 disepakati untuk membentuk Working Group Agriculture, Quarantine,
Marine and Fisheries.

Departemen Pertanian diharapkan menjadi Focal Point untuk Working


Group tersebut. Sebagai anggota Working Group Dep. Kelautan dan Perikanan
telah Menindaklanjuti kesepaktan pada Sidang I Komisi Bersama melalui
pertemuan berskala internasional guna membahas masalah pulau-pulau kecil di
perbatasan. Pada saat ini sedang dipelajari kemungkinan pembuatan Kepres yang
berkaitan dengan pulau-pulau kecil terluar. Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
serta Ditjen Perikanan Tangkap diusulkan untuk ikut berperan dalam hal ini.Pada
tanggal 28 30 Oktober 2003 telah dilaksanakan Sidang Perundingan Joint
Border Committee (JBC) RI PNG ke-22 di Madang, Papua New Guinea. Hasil
dari sidang tersebut yang berkaitan dengan bidang pertanian adalah :

a. Kedua belah pihak sepakat akan mebuka Pos Lintas Batas, apabila
dimungkinkan akan dibuka padabulan Juni 2004. Hal ini didukung pihak

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 8


PNG karena waktu pembukaan pos perbatasan pada bulan Juni2004
bersamaan dengan waktu pelaksanaan Launching Cross-Border Vehicle
Movements Arrangements
b. Telah ditandatangani MoU on Collaborative Plant and Animal Health and
Quarantine Activities betweenPNG and Indonesia.Pengiriman tenaga ahli
pertanian Indonesia, melalui kerjasama Tripartite Indonesia PNG
Jepang,pada tanggal 27 Oktober 2003 24 Januari 2004 telah dikirimkan
expert dari Indonesia dibidang RiceCultivation untuk kegiatan Promotion of
Smallholder Rice Production Development, dan telah dilaksanakandengan
baik, dan untuk saat ini telah dilakukan perpanjangan selama 1
tahun.Dibidang pertukaran informasi, memenuhi permintaan pihak East
Britain Provincial Administartion (ENBPA),PNG Indonesia telah
menyampaikan informasi tentang processing kelapa sawit di Indonesia,
sebagai berikut :Historical Statistics (development, production, export,
Indonesian consumption): a.Structure of the Industry b.Location of the
Industry c.Intended Expansion d.Soils (most suitable) e.Planting Material
f.Climate (rainfall, sunlight/solar radiation) most suitable g.Transport
Infrastructure h.Social Infrastructure (schools, hospitals, community centers)
i.Production Models (eg. Nucleus Estate/Settlers) j.Incentive to Develop. k.
What is meant by "plasma/tree crop transmigration program"
c. Pada tanggal 1 9 Maret 2004 telah diadakan kunjungan 4 (empat) orang
pejabat Deptan PNG dengandikoordinir oleh JICA yang akan mempelajari
bidang Rice Farmers, Group and Activities dalam rangkakerjasama teknik
dengan Pemerintah Jepang (JICA).Pada tanggal 24 26 Juni 2004 telah
dilaksanakan Informal Bilateral Meeting RI PNG di Jayapura.DELRI
dipimpin oleh Kepala Badan Karantina. Agenda yang dibahas adalah (1)
Agribusiness and Trade Consultation dan (2) Sanitary and Phytosanitary
Consultation.
d. Pada tanggal 6 13 Desember 2004 telah berkunjung 2 (dua) orang pejabat
Deptan PNG dan 2 (dua) orang petani PNG dan JICA bertindak sebagai
fasilitator bermaksud untuk mempelajari Rice Farmers, Groupand Activities
terutama untuk dataran tinggi.

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 9


2.1 Permasalahan yang terjadi di Perbatasan

Dalam perbatasan Indonesia-Papua Nugini, terdapat berbagai


permasalahan yang terjadi di wilayah tersebut . Permasalahan utama yang terjadi
di wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini adalah:

Pertama, Masalah kegiatan lintas batas di sekitar wilayah perbatasan


Indonesia-Papua Nugini berkaitan dengan kegiatan lintas batas ilegal masyarakat
perbatasan sebagai bentuk kegiatan tradisional karena adanya persamaan adat dan
budaya antara masyarakat perbatasan, juga kegiatan lintas batas dimana
banyaknya warga Papua yang menetap dan menjadi pengungsi di wilayah Papua
Nugini sehingga menyalahi aturan kesepakatan kedua negara. Seperti yang
diucapkan oleh Pangkostrad Letjen Edy Rahmadi bahwa di daerah perbatasan
Merauke dan Boven Digoel mayoritas penduduknya adalah mantan anggota OPM.
Mereka banyak keluar masuk ke Indonesia dan Papua Nugini sembarangan untuk
sekedar singgah bahkan menetap secara ilegal.

Kedua, masalah keamanan yang berkaitan yurisdiksi negara. Hal ini


pernah terjadi pada 29 November 2011, dimana penerbangan pesawat yang
membawa Deputi Perdana Menteri Papua Nugini Belden Namah tidak
mendapatkan izin untuk melintasi wilayah udara Indonesia. Hal ini dilakukan
karena terdapat perbedaan data antara flight clearance yang dimiliki kohanudnas
dan hasil tangkapan radar bandara dan kohanudnas. Namun, pesawat Papua
Nugini tetap memaksa untuk melakukan penerbangan, hasilnya Indonesia melalui
TNI AU tetap memberikan izin untuk melanjutkan penerbangan. Akibat dari
kejadian ini justru Perdana Menteri Papua Nugini, Peter ONeil mengancam untuk
melakukan pengusiran Dubes Indonesia di Papua Nugini.

Ketiga adalah banyaknya kegiatan kriminalitas di wilayah perbatasan


seperti penyelundupan miras oleh warga negara Indonesia ke Papua Nugini
maupun sebaliknya. Hal ini dilakukan tanpa ada surat resmi atau izin dari
pemerintah. Selain itu, daerah perbatasan RI-PNG sering digunakan sebagai
tempat pelarian buronan, hal ini dikarenakan pengaruh politik utamanaya yang
terlibat dalam gerakan separatis. Hal ini terjadi ketika Kejaksaan Agung meminta

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 10


Djoko Tjandra yang merupakan buron kasus cessie Bank Bali pulang dari Papua
Nugini. Namun Djoko dan Papua Nugini tidak menghiraukan permintaan
Kejagung.

Keempat adanya kegiatan separatisme yang dilakukan OPM menggunakan


jalur dan wilayah perbatasan sebagai basis mobilitas pergerakan mereka.

Kelima, masalah kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan Indonesia-


Papua Nugini yang mengkhawatiran, baik itu sumber daya manusianya, maupun
infrastruktur pembangunan di wilayah tersebut.

Keenam adalah kasus pemaksaan penurunan bendera Merah Putih di


sekitar daerah perbatasan. Kasus ini terjadi pada Agustus 2015 ketika 14 tentara
Papua Nugini berseragam loreng dan bersenjata meminta warga Indonesia di
Yakyu, Kampung Rawa Biru, Distrik Sota, Merauke, Papua, menurunkan bendera
Merah Putih yang sedang dikibarkan. Alasannya, karean pemukiman tersebut
dianggap masuk wilayah Papua Nugini. Sejatinya, pemukiman Yakyu merupakan
wilayah Indonesia yang sudah berdiam sejak tahun 1980-an.

Masalah-masalah tersebut ternyata saling terkait dan membentuk pola


sebab-akibat yang menghasilkan fenomena masalah lintas batas dan dapat
berpengaruh terhadap hubungan bilateral Indonesia-Papua Nugini. Oleh karena
itu, dibutuhkan kerjasama-kerjasama antara Indonesia-Papua Nugini dalam
kerangka hubungan bilateral untuk dapat menyelesaikan masalah dan mengelola
wilayah perbatasan tersebut serta sebagai langkah antisipasi agar masalah-masalah
tersebut tidak membesar di kemudian hari.

2.3 Penyebab Permasalahan yang terjadi di Perbatasan


Apabila dilihat dari permasalahan yang timbul di daerah perbatasan Indonesia
dengan Papua, hal ini dikarenakan kelemahan dibeberapa hal, antara lain:
a. Lemahnya penjagaan daerah perbatasan
Penjagaan bukan hanya patroli yang dilakukan oleh TNI di daerah
perbatasan. Lebih dari itu, tidak adanya mekanisme atau alat yang mampu
mengatur sterilitas daerah perbatasan dari warga negara ilegal.

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 11


b. Kurang tegasnya peraturan tentang penerbangan di wilayah perbatasan
Sebenarnya bisa saja TNI AU memaksa pesawat Papua Nugini untuk
membatalkan penerbangannya. Namun sekali lagi karena peraturan dan
pelaksana peraturan tersebut tidak tegas maka hal demikian dapat terjadi.
c. Ketidakjelasan batas wilayah
Batas wilayah seharusnya diberi tanda yang jelas agar tidak terjadi
kesalahpahaman seperti kasus penurunan bendera Merah Putih. Akan lebih
baik seandainya dipagar besi daripada hanya berupa patok yang dapat
dipindah oleh manusia. pemindahan patok batas wilayah juga sering terjadi
di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
d. SDM yang kurang
Sumber Daya Manusia yang kurang dapat diartikan dari segi kuantitas dan
kualitas. Dari segi kualitas dapat terlihat dari pasukan penjaga perbatasan
yang tidak bisa dikerahkan untuk menjaga seluruh daerah perbatasan di
Papua. Sedangkan dari segi kualitas, dilihat dari militer Papua Nugini yang
berbicara masalah perbatasan tanpa data.

2.4 Dampak permasalahan terhadap hubungan bilateral RI-PNG


Ketika permasalahan terus menerus muncul dan dibiarkan tanpa
diselesaikan maka akan menimbulkan suasana yang kacau. Hubungan antar
negara menjadi tidak berjalan dengan baik. Hal ini pernah terjadi ketika Perdana
Menteri Papua Nugini yang mengancam untuk mengembalikan Duta Besar
Indonesia ke tanah air. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Indonesia dengan
Papua Nugini mempunyai hubungan bilateral yang cukup baik seperti penjelasan
awal. Dengan kondisi perbatasan yang buruk, akan sangat mungkin salah satu dari
dua pihak Indonesia dan Papua Nugini memutuskan hubungan karena didasari
pada emosi dan rasa curiga.

2.5 Upaya mengatasi permasalahan daerah perbatasan RI-PNG

Keutuhan wilayah NKRI harus dijaga sampai ke daerah pelosok dan


perbatasan sekalipun. Namun seperti kita ketahui bahwa menjaga daerah
perbatasan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Dalam menyelesaikan sengketa
perbatasan setidaknya dapat dilakukan dengan cara:

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 12


A. Metode Diplomatik
Negosiasi
Negosiasi adalah teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional dan
paling sederhana. Pada dasarnya negosiasi hanya berpusat pada diskusi
yang dilakukan oleh pihak-pihak bersengketa untuk mencari jalan keluar
bersama dengan win win solution.
Mediasi
Mediasi adalah bentuk lain dari negosiasi, namun melibatkan pihak ketiga
yang bertindak sebagai mediator atau penengah. Mediator adalah pihak
ketiga yang memiliki peran aktif untuk mencari solusi yang tepat untuk
melancarkan terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa.
Mediator haruslah pihak yang ditunjuk dan disetujui oleh kedua pihak
bersengketa.
Inquiry
Metode ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa
dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan yang bersifat
internasional untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti dan
permasalahan yang timbul. Badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah
fakta yang disertai dengan penyelesaiannya.
Konsiliasi
Konsiliasi merupakan penyelesaian sengketa yang bersifat internasional
dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak baik yang sifatnya
permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian sengketa.

B. Metode Legal
Arbitrase
Metode ini digunakan dalam hukum nasional dan hukum internasional.
Secara tradisional arbitrasi digunakan bagi persoalan hukum, biasanya
persengketaan mengenai perbatasan dan wilaya. Arbitrase memberikan
keleluasaan bagi para pihak bersengketa untuk menentukan proses perkara.
Hal ini dibuktikan dengan kebebasan para pihak untuk memilih para
arbitrator.

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 13


ICJ (International Court of Justice)
Mahkamah Pengadilan Internasional merupakan pengadilan yang memiliki
yurisdiksi atas berbagai macam persoalan internasional. ICJ mendapatkan
kewenangan untuk memutuskan atas sebuah kasus melalui persetujuan dari
semua pihak yang bersengketa. Fungsi dari ICJ dinyatakan dalam Piagam
PBB pasal 38 ayat (1) yang berbunyi memutus perkara sesuai dengan
hukum internasional atau berlandaskan pada sumber-sumber hukum
internasional. Dalam memutus perkara, pengadilan harus memperhatikan
bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa. Bahkan tidak
menutup kemungkinan bagi pengadilan untuk mengunjungi objek
sengketa.

C. Metode Organisasi Internasional


Organisasi Internasional Regional
Dalam deklarasi manila (1982) tentang penyelesaian sengketa secara
damai dinyatakan terdapatnya penyelesaian melalui organiasi regional
seperti: NATO, ASEAN, UE, dll. Salah satu fungsi utama organisasi
regional adalah menyediakan wadah yang terstruktur bagi pemerintah
untuk melakukan hubungan diplomatik. Dengan demikian, maka
penyelesaian sengketa akan menjadi lebih mudah.
PBB
Sebagaimana amanat yang dinyatakan dalam pasal 1 Piagam PBB, salah
satu tujuannya adalah mempertahankan perdamaian dan keamanan
internasional. Tujuan tersebut sangat terkait erat dengan upaya
penyelesaian sengketa secara damai. Institusi PBB yang sangat penting
dalam menyelesaikan pertikaian seecara damai adalah Dewan Keamanan
PBB, Majelis Umum, dan Sekretaris Jenderal PBB.

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 14


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Masalah perbatasan adalah masalah yang sensitif dan menjadi perhatian


penting bagi setiap negara karena menyangkut kedaulatan negara dan wilayah
teritorialnya. Indonesia dengan Papua Nugini memiliki batas wilayah langsung
baik di darat dan di laut. Batas wilayah darat Indonesia dengan Papua Nugini
adalah Distrik Skouw di Papua dan Distrik Sota di Merauke. Daerah perbatasan
adalah daerah yang rawan akan konflik dan permasalahan. Demikian pula yang
terjadi di daerah perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini.

Permasalahan yang timbul diantaranya adalah Pertama, Masalah kegiatan


lintas batas di sekitar wilayah perbatasan Indonesia-Papua Nugini berkaitan
dengan kegiatan lintas batas ilegal masyarakat perbatasan sebagai bentuk kegiatan
tradisional karena adanya persamaan adat dan budaya antara masyarakat
perbatasan, juga kegiatan lintas batas dimana banyaknya warga Papua yang
menetap dan menjadi pengungsi di wilayah Papua Nugini sehingga menyalahi
aturan kesepakatan kedua negara. Kedua, masalah keamanan yang berkaitan
yurisdiksi negara. Ketiga adalah banyaknya kegiatan kriminalitas di wilayah
perbatasan seperti penyelundupan miras oleh warga negara Indonesia ke Papua
Nugini maupun sebaliknya.Keempat adanya kegiatan separatisme yang dilakukan
OPM menggunakan jalur dan wilayah perbatasan sebagai basis mobilitas
pergerakan mereka. Kelima, masalah kesejahteraan masyarakat wilayah
perbatasan Indonesia-Papua Nugini yang mengkhawatiran, baik itu sumber daya
manusianya, maupun infrastruktur pembangunan di wilayah tersebut.

Keenam adalah kasus pemaksaan penurunan bendera Merah Putih di


sekitar daerah perbatasan. Hal ini dikarenakan kelemahan dibeberapa hal, antara
lain lemahnya penjagaan daerah perbatasan, tidak adanya mekanisme atau alat
yang mampu mengatur sterilitas daerah perbatasan dari warga negara ilegal,

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 15


kurang tegasnya peraturan tentang penerbangan di wilayah perbatasan,
ketidakjelasan batas wilayah, SDM yang kurang dari segi kualitas dan kuantitas.
3.2 Saran
Kami menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan kondisi
perbatasn negara. Dalam menyelesaikan sengketa perbatasan setidaknya dapat
dilakukan dengan cara yang pertama Diplomatik melalui jalur Negosiasi, Mediasi,
Inquiry, dan Konsiliasi. Kemudian cara yang kedua metode Legal melalui jalur
Arbitrase dan International Court of Justice. Dan cara yang ketiga melalui
Organisasi Internasional Regional, Dewan Keamanan, Majelis Umum, dan
Sekretaris Jenderal PBB.

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 16


DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Dea Triana, 2016, UPT Perpustakaan, Fenomena Masalah Lintas


Batas Indonesia-Papua Nugini tersedia di
http://rrepository.unpas.ac.id/571.html diakses tanggal 28 November 2017

Red Haedo , 2014, Extreme Experience, Upaya Penyelesaian Konflik


Wilayah Perbatasan Negara tersedia di
http://redhaedo.blogspot.co.id/2014/05.html diakses tanggal 28 November
2017

Ziyadi, A, 2016, Militermeter.com, Sota dan Skouw Terpencil tetap Tercinta


tersedia di http://militermeter.com.html diakses tanggal 28 November 2017

Makalah Sengketa Perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini - UNJANI 17

Você também pode gostar