Você está na página 1de 13

1. Tn.

M umur 40 tahun, seorang laki laki bekerja sebagai buruh bangunan, sejak lima bulan
yang lalu, teraba ada benjolan di leher kanan sebesar telur puyuh, benjolan tidak nyeri,
badan terasa demam tapi tidak terlalu tinggi dan mudah berkeringat, nafsu makan menurun,
berat badan masih normal.

a. Bagaimana anatomi KGB cervical?

Bagian atas leher dibatasi oleh pinggiran inferior tulang mandibular, ujung mastoid process dan
occipital protuberance. Di bagian lateral dibatasi oleh sternocleidomastoid muscle yang dapat
diraba dan pinggiran trapezius muscle (Probst et al., 2006). Terdapat 10 kelompok besar nodus
limfe pada daerah leher, antaranya adalah occipital, mastoid, parotid, submandibular, facial,
submental, sublingual, retropharyngeal, anterior cervical, dan nodus limfe bagian lateral di servik
(Moyer & Bradford, 2008). KGB di leher bersifat menyatu dan berfungsi sebagai alat penyaring
(Probst et al., 2006). Jumlah KGB pada badan manusia sebanyak 1.000 nodus dan terdapat 300
nodus KGB pada daerah leher (Probst et al., 2006). KGB pada persilangan antara vena fasialis dan
vena jugular interna menerima aliran limfe dari seluruh bagian kepala dan leher dan merupakan
daerah yang rentan terhadap metastasis (Probst et al., 2006).

Daerah daerah KGB leher dibagi enam yaitu I, II, III, IV, V dan VI: (Moyer & Bradford, 2008)

Tingkat I terdiri dari KGB pada daerah submental dan submandibular (Moyer & Bradford, 2008).
Pembagian tingkat I, yaitu IA (submental) dan IB (submandibular). Daerah IA itu didefinisikan
sebagai segitiga yang dibatasi oleh bagian anterior ventral digastric muscle dan tulang hyoid.
Sebaliknya tingkat IB meliputi KGB pada batasan anterior ventral digastric muscle, stylohyoid
muscle, dan bagian inferior dibatasi oleh badan mandible (Medina, 2006).

Tingkat II terdiri dari KGB 1/3 upper internal jugular vein atau jugulodigastric yaitu pada daerah
basis krani hingga ke bifurkasi karotid (Moyer & Bradford, 2008). Sublevel IIA adalah untuk
kelenjar yang berada pada anterior vertical plane yang dilewati oleh spinal accessory nerve, dan
sublevel IIB untuk kelenjar yang terletak di posterior (lateral) vertical plane yang dilewati oleh
spinal accessory nerve (Medina, 2006).

Tingkat III terdiri dari KGB di pertengahan internal jugular vein pada daerah bifurkasi karotid
hingga omohyoid muscle (Moyer & Bradford, 2008). Batas medialnya adalah pada bagian lateral
sternohyoid muscle dan batasan lateral adalah pada bagian posterior sternocleidomastoid muscle
(Medina, 2006).

Tingkat IV terdiri dari KGB di bagian 1/3 inferior jugular yaitu dari omohyoid muscle hingga ke
clavicle (Moyer & Bradford, 2008).

Tingkat V terdiri dari semua KGB yang terletak pada bagian 1/2 spinal accessory nerve bawah
dan transverse cervical artery (Medina, 2006). Batasan superior dibentuk oleh pertemuan antara
sternocleidomastoid muscle dan trapezius muscle, bagian inferior oleh clavicle, bagian medial oleh
sternocleidomastoid muscle dan bagian lateral oleh trapezius muscle.
Suatu horizontal plane yang membagi batasan inferior dari anterior cricoid arch ke dalam sublevel
V-A dan sublevel V-B. Pada sublevel V-A yang berada di atas pembagian tersebut, terdapat spinal
accessory nodes. Sebaliknya pada sublevel V-B yang berada di bawah plane tersebut, terdapat
KGB yang mengikuti transverse cervical vessels dan supraclavicular nodes (Medina, 2006).

Pada Tingkat VI terdapat pre- dan paratracheal nodes, precricoid (Delphian) node, dan
perithyroidal nodes. Batas atas adalah tulang hyoid bawah oleh suprasternal notch, dan bagian
lateral oleh common carotid arteries (Medina, 2006).

Gambar 2.1 Pembagian leher kepada enam tingkat

2. Sejak 4 bulan yang lalu timbul benjolan di leher sebelah kiri sebesar telur puyuh sedangkan
benjolan sebelah kanan leher semakin membesar yaitu sebesar telur ayam.
a. Apa makna klinis dari pernyataan diatas?

Penyakit ini merupakan suatu keganasan yang dimulai ketika


limfosit berdiferensiasi menjadi sel yang abnormal. Sel yang abnormal akan
terus bereplikasi menggandakan dirinya terus menerus dan bertambah
banyak. Abnormal sel tidak dapat melakukan apoptosis. Mereka juga tidak
bisa memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit imun lainnya. Sel yang
abnormal akan membentuk ekstra sel yang akan menjadi suatu massa di
jaringan yang disebut tumor ( U.S. Department of Health and Human
Service , 2007 ).
Menurut Reksodiputro (2008) NHL adalah kelompok keganasan
primer limfosit yang dapat bersal dari limfosit B, limfosit T dan kadang
(amat jarang) berasal dari sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem
limfe. Keganasan ini bersifat sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala,
perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Sel
limfosit akan berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan
terbentuknya tumor. Seluruh sel NHL berasal dari satusel limfosit, sehingga
semua sel dalam tumor pasien NHL sel B memiliki imunoglobulin yang
sama pada permukaan selnya.
Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk
multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk akan bertransformasi
menjadi sel progenitor limfosit yang kemuadian akan berdiferensiasi
melalui dua jalur. Sebagian akan mengalami pematangan di dalam kelenjar
timus menjadi limfosit T. Sebagian lagi akan menuju kelenjar limfe ataupun
tetap berada di sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi limfosit B.
Apabila ada rangsangan antigen yang sesuai maka limfosit T akan
aktif berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler. Sedangkan limfosit
B akan aktif menjadi imunoblas yang kemuadian menjadi sel plasma dan
akan membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada sitoplasma sel
plasma menjadi lebih banyak dari pada sitoplasma sel B. Sedangkan
limfosit T yang aktif akan berukuran lebih besar dari pada sel T yang belum
aktif.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal)
merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok
sel limfosit yang belum aktif yang tengah berada dalam proses transformasi
menjadi imunoblas akibat respon dari adanya antigen. Beberapa perubahan
pada sel limfosit inaktif ialah ukurannya semakin lebih besar, kromatin inti
menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat dan protein permukaan sel
mengalami perubahan. (Reksodiputro,2009).
Kondisi seperti ini yang menimbulkan benjolan di leher sebelah kiri
sebesar telur puyuh sedangkan benjolan sebelah kanan leher semakin
membesar yaitu sebesar telur ayam.

3. Sejak 1 bulan yang lalu, Tn. M mengeluh sakit menelan dan sulit menelan, akhirnya Tn.
M berobat ke bagian penyakit dalam dan dirawat.

a. Apa makna klinis dari sakit dan sulit menelan?

Pembesaran kelenjar getah bening pada bagian servikal (leher) yang telah
berlangsung selama beberapa bulan dan terus membesar dapat
menyebabkan perubahan struktur anatomis saluran pencernaan bagian atas,
kemungkinan yang terjadi adalah pembesaran KGB yang menyebabkan
penekanan dan mendesak area esofagus pada leher sehingga sulit menelan
dan terasa nyeri saat menelan.

4. Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana prosedur pemeriksaan fisik spesifik di leher?

Persiapan A. Hal-hal yang penting diperhatikan sewaktu pemeriksaan

1. Pencahayaan ruangan yang baik.

2. Penjelasan terhadap pasien berupa indikasi dan tujuan pemeriksaan KGB. Pasien rileks dan
bersedia membuka pakaian pada daerah-daerah predileksi pembesaran KGB.

3. Cuci tangan sesuai prosedur hand hygiene.

Pelaksanaan Area kepala dan leher

1. Pasien untuk duduk berhadapan dengan pemeriksa, posisi duduk.

2. Inspeksi daerah leher


a. Perhatikan kesimetrisan, massa atau scars

b. Lihat apakah terdapat benjolan pada daerah predisposisi KGB

3. Raba nodus limfatikusberikut inisecara berurutan:

1. Preaurikulardidepan telinga

2. Aurikular posteriorsuperfisial prosesus mastoideus

3. Oksipitalpada basis kranii disebelah posterior

4. Tonsilarpada angulus mandibula

5. Submandibularpada titik tengah garis yang menghubungkan angulus (sudut) mandibula


dengan ujung mandibula.

6. Submentalpada garis tengah beberapa sentimeter dibelakang ujung mandi bula.

7. Servikal superfisialsuperfisial muskulus stemomastoideus

8. Servikal posteriordi sepanjang tepi anterior muskulus trapezius

9. Rangkaian servikal profunda terletak dalam pada daerah sternomastoideus dan sering
kali tidak teraba pada pemeriksaan. Kaitkanlah ibu jari tangan dan jari-jari lainnya pada kedua sisi
muskulus stemomastoideus untuk menemukan nodus limfatikus tersebut.

10. Supraklavikularterletak dalam pada sudut yang dibentuk oleh tulang klavikula dan
muskulus sternomastoideus
Gambar 2.2 Cara pemeriksaan kelenjar getah bening pada regio leher. (BATES, 2009)

Perhatikan ukuran nodus limfatikus, bentuk, batas (diskrit atau menyatu), mobilitas,
konsistensi, dan setiap nyeri tekan yang ditemukan. Nodus limfa- tikus yang kecil, mobile
(bisa digerakkan), diskrit, dan tidak nyeri tekan terkadang dinamakan "shotty", sering kali
ditemukanpada orang normal.

Analisis Hasil Pemeriksaan

1. Pembesaran kelenjar limfe supraklavikula, terutama sebelah kiri harus dicurigai sebagai
keganasan yang metastasis dari torakal atau abdominal.

2. Kelenjar limfe yang teraba lunak kemungkinan merupakan inflamasi, kelenjar limfe yang teraba
keras atau yang tidak bergerak kemungkinan merupakan keganasan

3. Limfadenopati yang difus curigai sebagai HIV atau AIDS

4. Adanya edema kelenjar limfe di lengan dan tangan mungkin akibat dari diseksi kelenjar limfe
aksila dan terapi radiasi.

5. Limfe epitrochlear yang membesar kemungkinan merupakan infeksi lokal atau distal atau
berhubungan dengan limfadenopati generalisata

6. Limfadenopati berarti pembesaran kelenjar limfe dengan atau tanpa nyeri. Bedakan antara
limfadenopati lokal dan generalisata dengan menemukan (1) lesi penyebab di drainage
area atau (2) pembesaran limfe setidaknya di area yang tidak berdekatan.
a. Etiologi
b. Patofisiologi

Penyakit ini merupakan suatu keganasan yang dimulai ketika


limfosit berdiferensiasi menjadi sel yang abnormal. Sel yang abnormal akan
terus bereplikasi menggandakan dirinya terus menerus dan bertambah
banyak. Abnormal sel tidak dapat melakukan apoptosis. Mereka juga tidak
bisa memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit imun lainnya. Sel yang
abnormal akan membentuk ekstra sel yang akan menjadi suatu massa di
jaringan yang disebut tumor ( U.S. Department of Health and Human
Service , 2007 ).
Menurut Reksodiputro (2008) NHL adalah kelompok keganasan
primer limfosit yang dapat bersal dari limfosit B, limfosit T dan kadang
(amat jarang) berasal dari sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem
limfe. Keganasan ini bersifat sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala,
perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Sel
limfosit akan berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan
terbentuknya tumor. Seluruh sel NHL berasal dari satusel limfosit, sehingga
semua sel dalam tumor pasien NHL sel B memiliki imunoglobulin yang
sama pada permukaan selnya.
Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk
multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk akan bertransformasi
menjadi sel progenitor limfosit yang kemuadian akan berdiferensiasi
melalui dua jalur. Sebagian akan mengalami pematangan di dalam kelenjar
timus menjadi limfosit T. Sebagian lagi akan menuju kelenjar limfe ataupun
tetap berada di sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi limfosit B.
Apabila ada rangsangan antigen yang sesuai maka limfosit T akan
aktif berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler. Sedangkan limfosit
B akan aktif menjadi imunoblas yang kemuadian menjadi sel plasma dan
akan membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada sitoplasma sel
plasma menjadi lebih banyak dari pada sitoplasma sel B. Sedangkan
limfosit T yang aktif akan berukuran lebih besar dari pada sel T yang belum
aktif.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal)
merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok
sel limfosit yang belum aktif yang tengah berada dalam proses transformasi
menjadi imunoblas akibat respon dari adanya antigen. Beberapa perubahan
pada sel limfosit inaktif ialah ukurannya semakin lebih besar, kromatin inti
menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat dan protein permukaan sel
mengalami perubahan. (Reksodiputro,2009).

Patogenesis

Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik


pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat
menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen,
gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam
perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen
supresor tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen).
Normalnya, kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya
keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen
menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel
akan terus melakukan proliferasi tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang
mengatur apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi
kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami
kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya
lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-
sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap
bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi
berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA dalam
memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel
normal menjadi sel kanker.

Gambar 2.3 Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan


c. Penatalaksanaan

Biasanya sembuh sendiri

Allopurinol - Asam Urat meningkat

Antibiotik - apabila curiga infeksi bakteri

Biopsi & Kemoterapi - apabila curiga keganasan

Pembedahan - apabila ada supurasi


Daftar pustaka

Bickley, LS. Szilagyi PG: Bates Guide to Physical Examination and History Taking, 10th edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2009.

Você também pode gostar