Você está na página 1de 30

ANALISA TINDAKAN

STASE KEPERAWATAN DASAR

DISUSUN OLEH:
SOFIATUN KHASANAH
170104131

PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN DASAR MANUSIA


STIKES HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2017
ANALISA TINDAKAN KE 1
TINDAKAN : PEMASANGAN INFUS

1. Indikasi tindakan : Tindakan ini merupakan tindakan life saving


seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok
2. Rasio tindakan : Tindakan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan elektrolit, intravena dan nutrisi parenteral ke dalam
tubuh melalui intravena
3. Anatomi : Injeksi dimasukan melalui intravena ke dalam
tubuh
4. Fisiologi : Memasukkan cairan elektrolit, intravena dan
nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena
5. Alat dan bahan
a. Sarung tangan
b. Kapas alkohol
c. Spuit 3cc
d. Bengkok
e. Aquabides
f. Plester
6. Prinsip tindakan
a. Prinsip tindakan bersih.
7. Prosedur tindakan
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur tindakan
c. Bebaskan daerah yang akan disuntik jika memakai baju lengan
panjang buka dan keataskan
d. Pasang perlak atau pengalas tepat dibawah yang akan disuntik
e. Mengatur posisi klien
f. Memakai sarung tangan
g. Membasahi plester dengan alkohol dan buka balutan dengan
menggunakan pinset
h. Membersihkan bekas plester
i. Membersihkan daerah tusukan dengan iodine povidon
j. Memasang plester penutup
k. Mengatur tetesan infus
8. Analisis keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Injeksi berhasil jika pasien kooperatif dan dengan alat memadai yang
sesuai dengan SOP
9. Refleks fase kerja
Pada fase kerja sudah sesuai dengan SOP hanya masih kurang
komunikasi.
10. Refleks fase terminasi
Pada fase terminasi komunikasi sudah lancar hasil sudah dibacakan tapi
masih kurang
11. Fase interaksi
Fase interaksi tidak menentukan kontrak waktu selanjutnya dengan
pasien.
ANALISIS TINDAKAN KE- 2
TINDAKAN: PEMASANGAN KATETER

1. Indikasi pemasangan kateter


a. Retensi urin
b. Monitoring produksi urine
c. Drainage pada neurogenic bladder
d. Pengambilan sample urine
2. Rasional
Penggunaan kateter urin penting untuk mengatasi gangguan berkemih.
3. Anatomi
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua
sisi columna vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di bagian superior ginjal
terdapat adrenal gland (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat
retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritonium yang melapisi
rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3.
Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi
tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke
sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena
tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga
keduabelas, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Pada orang
dewasa, panjang ginjal sekitar 12-13 cm, lebarnya 6 cm, tebal 2,5 cm dan
beratnya 140 gram ( pria=150 170 gram, wanita = 115-155 gram)
Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10-12 inci (25
ningga 30 cm), terbentang dari ginjal sampai vesica urinaria. Fungsi ureter
menyalurkan urine ke vesica urinaria.
Vesica urinaria merupakan kantong berotot yang dapat mengempis,
terletak dibelakang simfisis pubis. Fungsi vesica urinaria: (1) Sebagai tempat
penyimpanan urine, dan (2) mendorong urine keluar dari tubuh.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda
yaitu Korteks dan medula.
1. Korteks : bagian luar dari ginjal
2. Medula : Bagian dalam dari ginjal
3. Piramid : Medula yang terbagi-bagi menjadi baji segitiga
4. Kolumna Bertini ; Bagian korteks yang mengelilingi piramid.
5. Papilaris berlini : Papila dari tiap piramid yang terbentuk dari
persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
6. Pelvis: Reservoar utama sistem pengumpulan ginjal.
7. Kaliks minor: bagian ujung pelvis berbentuk seperti cawan yang
mengalami penyempitan karena adanya duktus papilaris yang masuk
ke bagian pelvis ginjal.
8. Kaliks mayor: Kumpulan dari beberapa kaliks minor.
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal
mengandung 1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur
dan fungsi yang sama.

NEFRON
Di ulangi lagi. Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia
setiap ginjal mengandung 1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya
mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dapat dibedakan dua jenis
nefron:
a. Nefron kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian
luar dari korteks dengan lingkungan henle yang pendek dan tetap
berada pada korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai ke zona
luar dari medula.
b. Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada
bagian dalam dari korteks dekat dengan cortex-medulla dengan
lengkung henle yang panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari
medula, sebelum berbalik dan kembali ke cortex.
Bagian-bagian nefron:
a. Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol
afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi
sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah
yang melewatinya.
b. Kapsula Bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
c. Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Tubulus proksimal
2. Lengkung Henle
3. Tubulus distal
4. Duktus pengumpul (duktus kolektifus)
4. Alat Yang Di Gunakan
1. Alat Nonsteril.
a. Plester.
b. Nampan beserta alas.
c. Spuit 10 cc.
d. Bengkok atau nierbeken.
e. Alat tulis.
f. Pot.
g. Gunting.
h. Aquadest.
i. Jelly.
j. Betadine.
k. Kain penutup klien.
l. Bola kapas savlon.
m. Urine bag.
2. Alat Steril.
a. Handscoen steril.
b. Set kateter urine steril :
1) Pinset anatomis 2 buah.
2) Copies 1 buah.
3) Lidi kapas 2 buah.
4) Duk bolong 1 buah.
5. Prosedur Kerja :
1. Memberikan salam terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan tindakan.
3. Menutup sampiran.
4. Mencuci tangan.
5. Mengatur posisi klien, menganjurkan klien pada posisi supin dengan lutut
ditekuk, paha fleksi, kaki diletakkan ditempat tidur & tutupi klien dengan
selimut atau kain.
6. Meletakkan pot di bawah bokong klien. Letakkan nierbeken diantara ke-2
kaki klien.
7. Membuka set steril, atur alat steril dengan memanfaatkan pinset, Buka
Penutup kateter letakkan kateter pada alat steril.
8. Menggunakan handscoen steril sebelah kanan terlebih dahulu, tangan
sebelah kanan digunakan mengambil pinset steril tangan kiri untuk
membuka tempat bola kapas yg telah diberi savlon. Letakkan bola kapas
savlon pada copies. Pakai kembali sarung tangan sebelah kiri.
9. Menutup perineal dengan menggunakan duk bolong.
10. Memegang glans penis dengan memakai tangan non dominan. Bersihkan
glans penis sekitar meatus urinaria dengan betadine jaga agar tangan
dominan tetap steril, 1kali usapan.
11. Mengolesi ujung kateter dengan jelly (minta tolong assistant).
12. Memasukkan kateter yg sudah diberi jelly kateter kurang lebih 6 10 centi
meter kedalam meatus uretra.
13. Memastikan urine tetap ke luar, selanjutnya kateter urine disambungkan
pada urine bag.
14. Melakukan fiksasi dengan cara memberikan injeksi air aquadesh ke dalam
folley kateter untuk mengembangkan balon kateter, supaya keteter tak
mudah terlepas (pemberian aquadesh sesuai aturan).
15. Menarik dengan cara perlahan-perlahan folley keteter untuk memastikan
apakah kateter telah terfiksasi dengan aman.
16. Menulis tanggal pemasangan kateter pada plester yg dapat direkatkan ke
selang bag urine dengan paha klien.
17. Memfiksasi selang kateter dengan plester & letakkan selang kateter pada
paha klien
18. Merapihkan klien & alat-alat.
19. Melepaskan handscoen dan buang pada nierbeken
20. Mencuci tangan.

6. Prinsip Pemasangan Kateter


Pemasangan kateter dilakukan dengan prisip bersih dan steril.
7. Respon Subyektif Pasien
Keluarga pasien mengatakan setuju atas tindakan pemasanagan kateter.
8. Respon Objektif Pasien
Pasien terpasang kateter
9. Analisa tindakan keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Tindakan sudah sesuai prosedur yang ada dan urin mengalir ke urin bag.
10. Refleksi diri kekurangan selama fase interaksi
Pada fase interaksi komunikasi terapeutik kurang diterapkan.
11. Refleksi diri kekurangan selama fase kerja
Tidak ada kekurangan pada fase kerja semua sesuai prosedur.
12. Refleksi diri kekurangan selama fase terminasi
Tidak ada kekurangan pada tahap terminasi.
13. Refleksi diri kekurangan selama fase setelah interaksi
Kurangnya pengetahuan dalam bahasa keseharian yang digunakan pasien ( jawa
kromo alus.
ANALISA TINDAKAN KE 3
TINDAKAN : PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN

1. Indikasi tindakan : Terpenuhinya oksigen yang adekuat didalam tubuh


untuk memenuhi kebutuhan jaringan diselutuh tubuh.
2. Rasio tindakan : Dalam tubuh oksigen berperan penting diproses
metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan berdampak yang negatif bagi
tubuh, salah satunya adalah kematian.
3. Anatomi :
a. Hidung
b. Laring
c. Faring
d. Trakhea
e. Broncus
f. Brocheolus
g. Alfeoli
4. Fisiologi : Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen
kedalan sistem (kimia dan fisika) oksigen merupakan gas yang tak
berwarna dan tidak berbau yang selalu dibutuhkan metabolisme sel.
5. Alat dan bahan
g. Kateter nasal
h. Kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kanton
rebreathing, sungkup muka dengan kantong non rebreathing,
i. Selang oksigen
j. Humidifier
k. Cairan steril
l. Tabung oksigen dengan flowmeter
m. Plester
n. Gunting plester
o. Sarung tangan bersih
6. Prinsip tindakan
b. Prinsip tindakan bersih
7. Prosedur tindakan
l. Menyiapkan alat
m. Jelaskan prosedur tindakan
n. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya
o. Menyediakan privasi untuk pasien
p. Cuci tangan
q. Memakai APD
r. Memposisikan pasien semifower 450
s. Membebaskan jalan nafas dengan cara menghisap sekresi
t. Mengatur posisi pasien dengan kepala ekstensi
u. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
kebutuhan
v. Mengecek apakah aliran oksigen sudah keluar
w. Memasang kanul atau sungkup pada area hidung klien
x. Mengikat tali atau sungkup dibagian kepala melewati bagian atas
telinga
y. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan
8. Respon obyektif
a. Pasien tampak menghirup oksigen
9. Respon subyektif
a. Pasien mengatakan sesak napas dan mengucapkan terima kasih telah
diberikan oksigen untuk mengurangi rasa sesak yang dialaminya.
10. Analisis keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Bemberian oksigenasi berhasil jika pasien kooperatif dan dengan alat
memadai yang sesuai dengan SOP
11. Refleks pra intraksi
Pada saat pra interaksi masih mengunakan prinsif bersih bahkan ada yang
tidak mengunakan sarung tangan
12. Refleks fase kerja
Pada fase kerja sudah sesuai dengan SOP hanya masih kurang komunikasi
13. Refleks fase terminasi
Pada fase terminasi komunikasi sudah lancar hasil sudah dibacakan tapi
masih kurang
14. Fase interaksi
Fase interaksi tidak menentukan kontrak waktu selanjutnya dengan pasien.
ANALISA TINDAKAN KE-4
PERAWATAN LUKA POST SC

Tindakan perawatan luka


1) Indikasi
a. Menghilangkan sekresi yg menumpuk & jaringan mati pada luka insisi.

b. Mempermudah proses penyembuhan luka.

c. Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme terhadap luka/insisi.

2) Rasional
Mengurangi kelembapan pada tempat luka, yang akhirnya dapat menjadi
tempat tumbuh mikroorganisme.
3) Alat yang di gunakanan
a. Alat-alat steril
1) Pinset anatomis 1 buah
2) Pinset sirugis 1 buah
3) Gunting bedah/jaringan 1 buah
4) Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
5) Kassa desinfektan dalam kom tertutup
6) Handsoon 1 pasang
7) Korentang/forcep
b. Alat-alat tidak steril
1) Gunting verban 1 buah
2) Plester
3) Pengalas
4) Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)\
5) Kapas alcohol
6) Nacl 9 %
7) Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
8) Handsoon 1 pasang
9) Masker
10) Bengkok
11) Air hangat (bila dibutuhkan)
12) Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah
4. Persiapan lingkungan
a. Menutup sampiran
b. membuat pasien merasa nyaman
c. Menjaga privasi pasien
5. Persiapan pasien
a. Memberi salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan maksud dan tujuan serta meminta ijin pada pasien
6. Prosedur kerja :
a. Tahap pre interaksi

1) Persiapan pasien
a) Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan
yang akan dilakukan
b) Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam keadaan
tenang selama perekaman
2) Persiapan alat
b. Tahap orientasi
1. Berikan salam, panggil nama pasien dengan namanya
2. Perkenalkan diri, jelaskan prosedur dan tujuan tindakan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
c. Tahap kerja
1) Perawat cuci tangan
2) Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
3) Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
4) Letakkan pengalas dibawah area luka
5) buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan
menggunakan pinset anatomi, buang balutan bekas kedalam bengkok.
Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara melepaskan
ujungnya dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara
perlahan sejajar dengan kulit dan kearah balutan. (bila masih terdapat
sisa perekat dikulit, dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin )
6) bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi
angkat balutan dengan berlahan
7) Letakkan balutan kotor ke bengkok lalu buang kekantong plastic,
hindari kontaminasi dengan permukaan luar wadah
8) kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
9) membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan
obat luka dengan memperhatikan tehnik aseptic
7. Respon obyektif
Pasien kooperatif
8. Respon subyektif
Pasien mengatakan bersedia diberikan perawatan luka
9. Analisis keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Perawatan luka berhasil jika pasien kooperatif dan dengan alat memadai yang
sesuai dengan SOP
10. Refleks pra intraksi
Pada saat pra interaksi masih mengunakan prinsip bersih bahkan ada yang
tidak mengunakan sarung tangan
11. Refleks fase kerja
Pada fase kerja sudah sesuai dengan SOP hanya masih kurang komunikasi
12. Refleks fase terminasi
Pada fase terminasi komunikasi sudah lancar hasil sudah dibacakan tapi
masih kurang
13. Fase interaksi
Fase interaksi tidak menentukan kontrak waktu selanjutnya dengan pasien.
ANALISA TINDAKAN KE-5
PENGAMBILAN DARAH VENA

1. Indikasi
Pemeriksaan penunjang laboratorium
2. Rasional
Pengambilan darah vena merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui hasil laboratorium agar dapat menunjang dalam penegakkan
diagnosa medis.
3. Anatomi
Pembuluh darah vena merupakan pembuluh darah yang bertuga
untuk mengalirkan darah yang membawa sisa-sisa metabolisme sel
seluruh tubuh manusia menuju ke jantung kembali untuk dioksigenasi.
system vena dimulai dari ujung-ujung vena pada jarring-jaring pembuluh
darah kapiler dengan venule yang menyatu untuk membentuk vena yang
berukuran lebih besar dari venule.
Seluruh vena sistemik bertujuan mengembalikan darah dari seluruh
tubuh ke atrum kanan jantung melalui tiga jalur berikut. dari dinding
jantung menuju ke sinus coroner, dari tubuh bagian atas menuju vena kava
superior dan dari bagian bawah menuju vena kava inferior.
Vena dalam adalah vena yang mengalirkan darah dari jaringan dan
organ tubuh bagian dalam. pada umumnya pembuluh darha vena selalu
menyertai arteri sehingga namanya sama dengan pembuluh darah arteri.
terkecuali diberikan pada vena tertentu yang ada didalam kepala dan
kolumna spinalis. vena superfisialis pada umumnya terletak didalam
hypodermis kulit yang mengalirkan darah ke vena bagian dalam. biasanya
nama vena ini tidak berkaitan atau tidak sama dengan arteri.
Venous sinus merupakan ruang pengumpul atau pertemuan darah
yang dipertemukan pada organ-organ tertentu seperti jantung. sinus-sinus
ini dilapisi endothelium yang merupakan kelanjutan dari endothelium
kapiler dan vena. Vena dalam yang menyertai arteri lengan tangan
memiliki nama yang sama dengan nama arteri yaitu vena aksilaris, vena
brakialis, radialis dan vena ulnaris. vena ini mengalir menuju vena
subklavia.
Vena-vena superfisial pada lengan dimulai dari anastomosis vena
di tangan dan pergelangan tangan yang kemudian mengalir menuju vena
dalam. Vena sefalika kemudian mengalir ke atas di sisi lateral lengan dan
bermuara pada vena aksilaris di bagian bahu.
Vena basilica kemudian memanjang ke atas pada sisi medial
posterior lengan kemudian melintang ke sisi depan lengan tepat berada
dibawah siku dan bergabung dengan vena brakialis. Vena mediana kubiti
merupakan vena yang menghubungkan vena basilica dan vena sefalika di
sisi depan siku. lokasi ini adalah lokasi terbaik untuk dilakukan
pengambilan sampel darah melalui venapunktur.
4. Alat yang di gunakan
a. Alat dan bahan
1) spuit dan jarum steril
2) kapas alcohol
3) vacuete (tabung untuk mengambil darah)
4) perlak
5) torniquet
6) begkok
7) plester dan gunting
8) handscoon
b. persiapan lingkungan
1) menutup sampiran
2) membuat pasien merasa nyaman
3) menjaga privasi pasien
10) persiapan pasien
A. memberi salam
B. memperkenalkan diri
C. menjelaskan maksud dan tujuan serta meminta ijin pada pasien
5. Prosedur kerja :
a. Tahap pre interaksi
1) persiapan pasien
2) memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang
akan dilakukan
3) persiapan alat
b. Tahap orientasi
1) Berikan salam, panggil nama pasien dengan namanya
2) Perkenalkan diri, jelaskan prosedur dan tujuan tindakan \\
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
c. Tahap kerja
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasien tentan tujuan dan prosedur tindakan
3) Atur posisi pasien dan siapkan lingkungan
4) Tentukan lokasi
5) Ambil spuit sesuai kebutuhan sampel yang akan diambil (5-10 cc)
6) Tentukan vena yang akan diambil darahnya
7) Lakukan desinfektan dengan kapas alcohol
8) Lakukan pengikatan dengan tourniquet pada bagian atas vena yang
akan dilakukan pengambilan darah (bila pengambilan dilakukan oleh
satu orang)
9) Lakukan penusukan pada vena dengan jarum suntik menghadap ke atas
dengan sudut 30 40 derajat terhadap kulit. lanjutkan pengambilan
darah dan saat pengambilan tourniquet dilepaskan terlebih dahulu.
10) Setelah didapatkan sampel yang dibutuhkan lakukan penekanan pada
area penusukan selama 2 5 menit dan massukkan darah kedalam
tabung yang telah diberi koagulan (sesuai dengan jenis pemeriksaan)
11) Isi formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dengan tepat dan
kirimkan ke laboratorium.
12) Cuci tangan
13) Catat tanggal prosedur, jumlah, dan jenis sampel serta respon pasien.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
2) Pasien nyaman
e. Dokumentasi
1) tanggal, jam dan nama terang
2) respon klien terhadap prosedur
6. Prinsip pengambilan darah vena
a. Bersih
b. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar
7. Respon subyektif pasien
Pasien mengatakan mau berkerjasama dengan baik saat dilakukan tindakan
pengambilan darah vena.

8. Respon objektif pasien


Darah pasien berhasil terambil 3 cc untuk pemeriksaan laboratorium.
9. Analisa tindakan keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Saat melakukan tidakan sudah sesuai prosedur dan prinsip yang ada, tindakan
pengambilan darah vena berhasil dilakukan.
10. Refleksi diri kekurangan selama fase interaksi
Tidak ada kekurangan pada fase kerja semua sesuai prosedur
11. Refleksi diri kekurangan selama fase kerja
Tidak ada kekurangan pada fase kerja semua sesuai prosedur
12. Refleksi diri kekurangan selama fase terminasi
Tidak ada kekurangan pada taham terminasi
13. Refleksi diri kekurangan selama fase setelah interaksi
Kurangnya pengetahuan dalam berkomunikasi dalam penggunaan bahasa
keseharian pasien.
ANALISA TINDAKAN KE-6
PENKES MOBILISASI

1. Indikasi
Mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing
pasien untuk mempertahankan fungsi fisiologis
2. Rasional
a. Mempertahankan fungsi tubuh
b. Memperlancar peredaran darah
c. Membantu pernafasan menjadi lebih baik
d. Mempertahankan tonus otot
e. Memperlancar eliminasi urin
f. Mengembalikan aktivitas harian
3. Tahap-tahap mobilisasi post operasi
a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien pasca operasi SC harus tirah
baring terlebih dahulu. Mobilisasi yang dapat dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan dan ujung jari serta memutar pergelangan
kaki. Menekuk dan menggeser kaki.
b. Setelah 6-10 jam, giharuskan untuk dapat miring ke kiri dan kanan untuk
mencegah trombosis dan tromboemboli.
c. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat belajar duduk.
d. Setelah pasien bisa duduk kemudian dianjurkan untuk berjalan.
4. Respon subyektif pasien
Pasien mengatakan mau berkerjasama dengan baik saat dilakukan tindakan.
5. Respon objektif pasien
Pasien melakukan mobilisasi sesuai dengan yang dianjurkan.
6. Analisa tindakan keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Saat melakukan tidakan sudah sesuai prosedur dan prinsip yang ada.
7. Refleksi diri kekurangan selama fase interaksi
Tidak ada kekurangan pada fase kerja semua sesuai prosedur
8. Refleksi diri kekurangan selama fase kerja
Tidak ada kekurangan pada fase kerja semua sesuai prosedur
9. Refleksi diri kekurangan selama fase terminasi
Tidak ada kekurangan pada taham terminasi
10. Refleksi diri kekurangan selama fase setelah interaksi
Kurangnya pengetahuan dalam berkomunikasi dalam penggunaan bahasa
keseharian pasien.
ANALISA TINDAKAN KE-7
SKINT TEST/ INJEKSI INTRACUTAN

1. Indikasi injeksi IC
a. Tes alergi
b. Vaksinasi
c. Megakan diagnosa penyakit
d. Sebelum memasukan obat
2. Rasional
a. Melaksanakan uji coba obat tertentu,yang di lakukan dengan cara
memasukan obat ke dalam jaringan kulit yang di lakukan untuk tes
alergi dan skin test terhadap obat yang akan di berikan.
b. Memberikan obat tertentu yang pemberiannya hanya dapat di lakukan
dengan cara di suntik intrakutan,pada umumnya di berikan pada pasien
yang akan di berikan obat antibiotic.
c. Membantu menentukan diagnose penyakit tertentu
3. Anatomi
a. Lapisan Epidermis (kutikel)
1. Stratum Korneum (lapisan tanduk) : lapisan kulit paling luar yang
terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti, protoplasmanya
berubah menjadi keratin (zat tanduk)
2. Stratum Lusidum: terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel
gepeng tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang
disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan
dan kaki.
3. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin): merupakan 2 atau 3
lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti
di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya
tidak mempunyai lapisan ini
4. Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer
(lapisan akanta ): terdiri dari sel yang berbentuk poligonal,
protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen,
selnya akan semakin gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di
antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular
bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin.
Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil
yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga
terdapat pula sel Langerhan
5. Stratum Basalis: terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar
(palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
6. Sel kolumnar => protoplasma basofilik inti lonjong besar, di
hubungkan oleh jembatan antar sel.
7. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell => sel berwarna
muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen
(melanosomes)
b. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) => terdiri dari lapisan
elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut.
1. Pars Papilare => bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
2. Pars Retikulare => bagian bawah yang menonjol ke subkutan.
Terdiri dari serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan
retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam
hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula
fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya
membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring bertambahnya
usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip
kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk
amorf, dan mudah mengembang serta lebih elastis.
c. Lapisan Subkutis (hipodermis) => lapisan paling dalam, terdiri dari
jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti
mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini
berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel
lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah
bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di
perut lebih tebal (sampai 3 cm). Vaskularisasi di kuli diatur pleksus
superfisialis (terletak di bagian atas dermis) dan pleksus profunda
(terletak di subkutis).
4. Prinsip injeksi IC
a. Sebelum memberikan obat perawat harus mengetahui diagnosa medis
pasien, indikasi pemberian obat, dan efek samping obat, dengan
prinsip 10 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar
waktu pemberian, benar cara pemberian, benar pemberian keterangan
tentang obat pasien, benar tentang riwayat pemakaian obat oleh pasien,
benar tentang riwayat alergi obat pada pasien, benar tentang reaksi
pemberian beberapa obat yang berlainan bila diberikan bersama-sama,
dan benar dokumentasi pemakaian obat.
b. Untuk mantoux tes (pemberian PPD) diberikan 0,1 cc dibaca setelah 2-
3 kali 24 jam dari saat penyuntikan obat.
c. Setelah dilakukan penyuntikan tidak dilakukan desinfektan.
d. Perawat harus memastikan bahwa pasien mendapatkan obatnya, bila
ada penolakan pada suatu jenis obat, maka perawat dapat mengkaji
penyebab penolakan, dan dapat mengkolaborasikannya dengan dokter
yang menangani pasien, bila pasien atau keluarga tetap menolak
pengobatan setelah pemberian inform consent, maka pasien maupun
keluarga yang bertanggungjawab menandatangani surat penolakan
untuk pembuktian penolakan therapi.
e. Injeksi intrakutan yang dilakukan untuk melakukan tes pada jenis
antibiotik, dilakukan dengan cara melarutkan antibiotik sesuai
ketentuannya, lalu mengambil 0,1 cc dalam spuit dan menambahkan
aquabidest 0,9cc dalam spuit, yang disuntikkan pada pasien hanya
0,1cc.
f. Injeksi yang dilakukan untuk melakukan test mantoux, PPD diambil
0,1 cc dalam spuit, untuk langsung disuntikan pada pasien.
g. Jarum nampak dari kulit, Terjadi gelembung, Tidak perlu diaspirasi,
Tidak perlu dimasase.
5. Alat yang digunakan
a. Obat-obatan yang sesuai program pengobatan dokter
b. Daftar obat pasien
c. Spuit 1 cc atau 0,5 cc disposible.
d. Jarum sesuai kebutuhan, kikir ampul bila perlu.
e. Perlak dan alas dan nierbeken
f. Kapas alkohol atau kapas yang sudah dibasahi NaCl 0,9% dalam
tempatnya
g. Handschoe
6. Prosedur Kerja
a. Fase Orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak
b. Fase Kerja
1. Cuci tangan
2. Siapkan obat
3. Mengidentifikasi pasien dengan prinsip 12 B (Benar obat, dosis,
pasien, cara pemberian dan waktu)
4. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan
5. Mengatur posisi senyaman mungkin.
6. Letakkan perlak dan pengalas dibawah daerah yang akan di injeksi
7. Pilih area penyuntikan (Lengan bawah bagian dalam, Dada bagian
ata, Punggung pada area scapula)
8. Pakai sarung tangan
9. Bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol dengan gerakan
sirkuler
10. Pegang kapas alcohol pada jari tangan non dominan
11. Buka tutup jarum
12. Tempatkan ibu jari tangan non dominan 2,5 cm di bawah area
penusukan
13. Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan dengan tangan
dominan masukkan jarum tepat dibawah kulit dengan sudut 15
14. Masukkan obat perlahan-lahan, perhatikan sampai adanya bula
15. Cabut jarum sesuai sudut masuknya
16. Usap pelan daerah penusukan dengan kapas alkohol. Jangan di
tekan
17. Buat lingkaran pada bula degan menggunakan pulpen/ spidol.
Dengan diameter + 5 cm
18. Observasi kulit terhadap kemerahan dan bengkak atau reksi
sistemik (10-15 menit).
19. Kembalikan posisi klein
20. Bereskan alat.
21. Lepaskan sarung tangan
22. Cuci tangan
c. Fase Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang
7. Respon Subyektif Pasien
Keluarga pasien mengatakan mengizinkan pemasangan kateter
8. Respon Objektif Pasien
Pasien bersedia di injeksi melalui IC
9. Analisa tindakan keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Saat melakukan tidakan sudah sesuai prosedur dan prinsip yang ada,
pasien berhasil di injeksi melalui IC
10. Refleksi diri kekurangan selama fase interaksi
Pada fase interaksi sedikit kesulitan dalam penggunaan bahasa
11. Refleksi diri kekurangan selama fase kerja
tidak ada kekurangan pada fase kerja semua sesuai prosedur
12. Refleksi diri kekurangan selama fase terminasi
Tidak ada kekurangan pada taham terminasi
13. Refleksi diri kekurangan selama fase setelah interaksi
Kurangnya pengetahuan dalam bahasa keseharian yang digunakan pasien (
jawa kromo alus).
ANALISA TINDAKAN KE-8
PEMBERIAN OBAT SUPPOSUTORIA (MELALUI REKTAL)

1. Indikasi
Pemberian obat untuk melunakkan feses atau obat yang punya efek bius
lokal sistemik.
2. Rasional
a. Memperoleh efek obat lokal ataupun sistemik
b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah dikeluarkan.
3. Anatomi
Anus manusia terletak di bagian tengah bokong, bagian posterior
dan peritoneum. Terdapat dua otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan
luar). Otot ini membantu menahan feses saat defekasi. Salah satu dari otot
sphinkter merupakan otot polos yang bekerja tanpa perintah, sedangkan
otot lainnya merupakan otot rangka.
Rektum mempunyai dua peran mekanik yatu sebagai tempat
penampungan feses dan mendorongnya saat pengeuaran. Adanya mukosa
memungkinkan terjadinya penyerapan yang tidak dapat diabaikan, hal ini
menguntungkan pada pengobatan supositoria dan lavement nutritif.
Struktur anatomi:
a. Lapisan serosa peritonial
b. Lapisan otot
c. Lapisan bawah mukosa
d. Lapisan mukosa
4. Prinsip pemberian suppositoria
a. Sebelum memberikan obat perawat harus mengetahui diagnosa medis
pasien, indikasi pemberian obat, dan efek samping obat, dengan
prinsip 10 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar
waktu pemberian, benar cara pemberian, benar pemberian keterangan
tentang obat pasien, benar tentang riwayat pemakaian obat oleh
pasien, benar tentang riwayat alergi obat pada pasien, benar tentang
reaksi pemberian beberapa obat yang berlainan bila diberikan
bersama-sama, dan benar dokumentasi pemakaian obat.
5. Alat yang digunakan
a. Obat-obatan yang sesuai program pengobatan dokter
b. Pelumas/Gel
c. Perlak dan alas dan nierbeken
d. Sarung tangan
e. Tissue
f. Bengkok
6. Prosedur Kerja
a. Fase Orientasi
1) Salam terapeutik
2) Evaluasi/ validasi
3) Kontrak
b. Fase Kerja
1) Cuci tangan
2) Siapkan obat
3) Mengidentifikasi pasien dengan prinsip 12 B (Benar obat,
dosis, pasien, cara pemberian dan waktu)
4) Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan
5) Mengatur posisi senyaman mungkin.
6) Letakkan perlak dan pengalas di bawah rektal
7) Posisikan pasien miring
8) Pakai sarung tangan
9) Buka suppositoria dan kemasannya.
10) Regangkan bokong pasien dengan tangan yang non dominan,
sehingga anus terlihat.
11) Masukkan obat suppositoria perlahan-lahan ke dalam anus.
12) Minta pasien agar tidak mengejan
13) Anjurkan pasien berbaring telentang/ miring selama 5 menit.
14) Lepaskan sarung tangan dan bereskan alat
15) Cuci tangan
c. Fase Terminasi
1) Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2) Rencana tindak lanjut
3) Kontrak yang akan datang
7. Respon Subyektif Pasien
Keluarga pasien mengatakan mengizinkan pemberian obat suppositoria
8. Respon Objektif Pasien
Pasien bersedia diberikan obat suppoositoria
9. Analisa tindakan keberhasilan tindakan yang telah dilakukan
Saat melakukan tidakan sudah sesuai prosedur dan prinsip yang ada.
10. Refleksi diri kekurangan selama fase interaksi
Pada fase interaksi sedikit kesulitan dalam penggunaan bahasa
11. Refleksi diri kekurangan selama fase kerja
tidak ada kekurangan pada fase kerja semua sesuai prosedur
12. Refleksi diri kekurangan selama fase terminasi
Tidak ada kekurangan pada taham terminasi
13. Refleksi diri kekurangan selama fase setelah interaksi
Kurangnya pengetahuan dalam bahasa keseharian yang digunakan pasien
(jawa kromo alus).

Você também pode gostar