Você está na página 1de 13

A Famosa Fortress (built 1511 onwards)

A Famosa, or "The Famous" in Portuguese, is one of the oldest surviving remnants of European architecture in Asia.
Once part of a mighty fortress, this tiny gate (called the Porta de Santiago) is all that history has spared.
In 1511 a Portuguese fleet arrived under the command of Alfonso de Albequerque. His forces attacked and
successfully defeated the armies of the native Sultanate. Moving quickly to consolidate his gains, Albequerque had
the fortress built around a natural hill near the sea. Albequerque believed that Melaka would become an important
port linking Portugal to the spice trade from China. At his time other Portuguese were establishing outposts in such
places as Macau, China and Goa, India in order to create a string of friendly ports for ships heading to China and
returning home to Portugal.
The fortress once consisted of long ramparts and four major towers. One was a four-story keep, while the others
held an ammunition's storage room, the residence of the captain, and an officers' quarters.
As the plan below shows, most of the village clustered in town houses inside the fortress walls. As Melaka's
population expanded it outgrew the original fort and extensions were added around 1586. Throughout this time, the
walls of the fort repeatedly withstood large attacks by native elements.
The fort changed hands in 1641 when the Dutch successfully drove the Portuguese out of Melaka. The Dutch
renovated the gate in 1670, which explains the logo "ANNO 1670" inscribed on the gate's arch. Above the arch is a
bas-relief logo of the Dutch East India Company.
The fortress changed hands again in the early 19th century when the Dutch handed it over to the British to prevent
Melaka from falling into the hands of Napoleon's expansionist France. The English, knowing that they would have to
return the fort to the Dutch at the end of the Napoleonic wars, were determined to make the city as useless to the
Dutch as possible. They planned to relocate the population and demolish the fort. This nearly happened, but Sir
Stanford Raffles (the founder of Singapore) persuaded the English to let the residents remain and also prevented the
total obliteration of the fort by convincing the English to let one gate remain for history's sake. It is quite possible
that in doing this, Raffles spared the remaining historical monuments of Melaka as well.

Arsitektur[sunting | sunting sumber]


Situs dan denah[sunting | sunting sumber]
Denah utama Angkor Wat dengan struktur pusat di pertengahan

Denah detail struktur pusat

Angkor Wat, yang terletak di 132445LU 103520BT, adalah kombinasi unik bukit candi, desain
standar untuk candi negara kekaisaran dan kemudian denah galeri konsentris. Candi tersebut
adalah representasi dari Meru, tempat para dewa: menara kwinkunkstengah melambangkan lima
puncak bukit, dan dinding dan parit melambangkan barisan bukit dan samudra.[15] Akses ke
kawasan paling atas candi tersebut semakin lebih eksklusif, namun kaum awam hanya boleh ke
lantai terbawah.[16]

Tidak seperti kebanyakan candi-candi Khmer, Angkor Wat menghadap ke barat ketimbang timur.
Hal ini telah membuat banyak orang (termasuk Glaize dan George Cds) menyimpulkan bahwa
Suryawarman membuatnya untuk digunakan sebagai candi tempat penguburannya.[17] Bukti lebih
lanjut untuk pandangan ini adalah dengan disediakannya relief dasar, yang dibuat dalam arah
berlawanan jarum jamprasawya dalam terminologi Hindukarena ini adalah kebalikan dari
penataan pada umumnya. Ritual berlangsung dalam penataan berlawanan saat pemakaman
bercorak Brahminik.[9] Arkeolog Charles Higham juga menjelaskan suatu wadah yang mungkin telah
menjadi tempat penguburan yang dilakukan di menara pusat.[18] Candi ini telah diyakini oleh
beberapa orang sebagai pengeluaran terbesar untuk pemakaman mayat.[19] Namun, Freeman dan
Jacques menyatakan bahwa beberapa candi Angkor lainnya menghadap ke timur, dan menunjukan
bahwa keselarasan Angkor Wat adalah karena untuk didedikasikan kepada Wisnu, yang dikaitkan
dengan barat.[15]

Sebuah interpretasi lebih lanjut dari Angkor Wat telah diusulkan oleh Eleanor Mannikka.
Penggambaran pada keselarasan candi dan dimensi, dan pada isi dan susunan relief dasar, ia
berargumen bahwa struktur tersebut menunjukan sebuah klaim era baru yang damai di bawah
Raja Suryawarman II: "sebagai pengukuran siklus waktu matahari dan bulan yang dibangun di ruang
suci Angkor Wat, mandat ilahi ini sampai peraturan yang dibawa ke ruang bakti dan koridor
dimaksudkan untuk melanggengkan kekuasaan raja dan untuk menghormati dan menentramkan
para dewa yang dimanifestasikan berada di atas langit."[20][21] Penyataan Mannikka ini telah diterima
dengan percampuran kepentingan dan skeptisisme di kalangan akademisi.[18] Ia menjauhkan diri
dari spekulasi lain, seperti Graham Hancock, yang menyatakan bahwa Angkor Wat adalah bagian
dari representasi rasi bintang Draco.[22]

Gaya[sunting | sunting sumber]

Galeri bagian atas di Angkor Wat

Angkor Wat adalah contoh utama gaya klasik arsitektur Khmergaya Angkor Watyang berasal
dari nama candi tersebut. Arsitek Khmer abad ke-12 telah memiliki keahlian dan kepercayaan diri
dalam menggunakan batu pasir (bukan batu bata atau laterit) sebagai material pembangunan
utama. Sebagian besar kawasan yang terlihat menggunakan blok batu pasir, sementara laterit
digunakan untuk dinding luar dan untuk bagian struktural tersembunyi. Bahan perekat yang
digunakan untuk menggabungkan blok batu tersebut belum teridentifikasi, meskipun diperkirakan
mengandung resin atau kalsium hidroksida alami.[23]

Angkor Wat telah menuai pujian berkat semua harmoni desain tersebut, yang dianggap setara
dengan arsitektur Yunani dan Romawi Kuno. Menurut Maurice Glaize, seorang konservator Angkor
pertengahan abad ke-20, candi tersebut "mencapai kesempurnaan klasik oleh monumentalitas
pengendalian elemen, keseimbangan, dan pengaturan yang tepat dari proporsinya. Ini adalah
sebuah karya kekuasaan, persatuan, dan gaya."[24]

Arsitekturnya memiliki elemen unsur-unsur ciri-ciri yang meliputi: ogival, menara dengan bentuk
bergelombang seperti kuncup teratai; setengah galeri yang memperluas lorong-lorong; galeri aksial
yang menghubungkan pagar; dan teras berbentuk palang yang terdapat di sepanjang bagian utama
candi tersebut. Gaya elemen dekorasi tersebut adalah dewata (atau bidadari), relief dasar,
dan pedimen karangan bunga yang luas dan gambaran naratif. Patung-patung di Angkor Wat
dianggap konservatif, menjadi lebih statis dan kurang anggun dari karya sebelumnya.[25] Elemen
lainnya dari desain tersebut telah hancur oleh penjarahan dan faktor usia, termasuk stuko berlapis
emas pada menara, penyepuhan pada beberapa figur di relief dasar, dan panel langit-langit dan
pintu kayu.[26]

Fitur[sunting | sunting sumber]

Angkor Wat dilihat dari udara

Penampakan luar[sunting | sunting sumber]

Dinding luar, yang berukuran 1024 x 802 m dan ketinggian 4,5 m, dikelilingi oleh halaman terbuka
sepanjang 30 m dan parit seluas 190 m. Akses ke candi tersebut adalah melalui tepian ke timur dan
jalan lintas batu pasir ke barat; yang terakhir, pintu masuk utama, adalah kemungkinan tambahan,
mungkin menggantikan jembatan kayu.[27] Terdapat gapura pada masing-masing mata angin; di
arah barat terdapat gapura yang paling besar dan memiliki tiga reruntuhan menara. Glaize
menyatakan bahwa gapura tersebut memiliki dinding dan bentuk candi yang tepat.[28] Di bawah
menara selatan terdapat patung Wisnu, yang dikenal sebagai Ta Reach, yang mungkin pada
awalnya berasal dari candi pusat.[27] Sepanjang galeri antara menara dan dua pintu keluar-masuk di
kedua sisi gapura sering disebut sebagai "gerbang gajah", karena objek-objek tersebut cukup besar
untuk disetarakan dalam ukuran hewan. Galeri-galeri tersebut memiliki pilar persegi pada bagian
luar (barat) dan dinding tertutup pada bagian dalam (timur). Langit-langit antara pilar-pilar tersebut
dihiasi dengan gambar bunga teratai; wajah dinding barat dengan figur penari; dan wajah dinding
timur dengan jendela baluster, figur penari laki-laki dengan hewan yang berjingkrak, dan dewata,
termasuk (selatan dari pintu masuk) hanya satu pada candi tersebut untuk menampilkan bagian
giginya.

Dinding luar mengelilingi ruang berukuran 820.000 meter persegi (203 hektare), yang selain candi
tersebut yang pada awalnya berada di kota dan, di sebelah utara candi tersebut, istana kerajaan.
Seperti seluruh bangunan sekuler Angkor, bangunan ini dibuat dari material yang mudah rusak
ketimbang batu, sehingga tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali garis-garis besar di beberapa
jalan.[29] Saat ini, sebagian besar wilayah tersebut telah ditutupi hutan. Sebuah jalan lintas
sepanjang 350 m menghubungkan gapura barat ke candi tersebut, dengan langkan naga dan enam
set tangga yang menuju ke sebuah kota pada kedua sisinya. Masing-masing bagian juga
memiliki perpustakaandengan pintu masuk di setiap mata angin, di depan set tangga ketiga dari
pintu masuk, dan sebuah kolam antara perpustakaan dan candi itu sendiri. Kolam tersebut
merupakan tambahan dari desain tersebut, seperti halnya teras berbentuk palang yang dijaga oleh
singa yang menghubungkan jalan lintas ke stuktur tengah.[29]

Struktur pusat[sunting | sunting sumber]

Model miniatur struktur pusat Angkor Wat. Di bagian depan terdapat teras berbentuk palang yang berada di depan
struktur pusat.

Candi tersebut berdiri di atas teras yang membuatnya menjadi lebih tinggi ketimbang kota. Candi ini
dibuat dari tiga galeri persegi panjang ke arah menara pusat, setiap naik ke lantai yang lebih tinggi
sampai yang terakhir. Mannikka menafsirkan galeri ini sebagai dedikasi kepada raja, Brahma, bulan,
dan Wisnu.[4] Setiap galeri memiliki gapura di masing-masing titik, dan dua galeri pusat masing-
masing memiliki sejumlah menara di setiap sudut mereka, membentuk kwinkunks dengan menara
pusat. Karena kompleks candi ini manghadap ke barat, fitur seluruh set bangunan agak condong
didorong ke timur, meninggalkan ruang yang lebih luas untuk diisi di setiap bagian dan galeri di sisi
barat. Untuk alasan yang sama ruang-ruang di sisi lain; di timur, utara, dan selatan lebih sempit
daripada sisi barat.
Galeri tersebut berukuran 187 x 215 m, dengan paviliun pada menara di setiap sudut. Galeri ini
berada di bagian candi tersebut, dengan bentuk kolom setengah galeri untuk memperluas dan
memperkuat struktur. Sebuah biara berbentuk palang yang disebut Preah Poan("Gedung Ribuan
Dewa") menghubungkan galeri luar ke bagian luar di sisi barat. Terdapat gambaran Buddha yang
disisakan di biara oleh peziarah selama berabad-abad, meskipun sebagian besar kini telah dihapus.
Area ini memiliki banyak inskripsi yang berkaitan dengan perbuatan baik para peziarah, yang ditulis
dalam bahasa Khmer namun yang lainnya dalam bahasa Burma dan Jepang. Empat halaman kecil
yang ditandai oleh biarawan mungkin awalnya diisi dengan air.[30] Di sebelah utara dan selatan
terdapat bangunan perpustakaan.

Di tempat lain, galeri pusat dan kedua terhubung satu sama lain dan dua perpustakaan terapit oleh
teras berbentuk palang lainnya, yang ditambahkan kemudian. Dari lantai dua ke atas,
ukiran dewata banyak ditemukan di dinding atas, baik sendiri atau berkelompok sampai berjumlah
empat. Bagian lantai dua berukuran 100 x 115 m, dan mungkin pada awalnya telah digunakan untuk
mewakili samudra di sekeliling Meru.[31] Tiga set tangga di setiap sisi mengarah ke menara dan
gapura sudut di galeri pusat. Tangga yang sangat curam menggambarkan betapa sulitnya naik ke
kerajaan para dewa.[32] Galeri pusat tersebut, yang disebut Bakan, berukuran 60 m persegi dengan
galeri poros menghubungkan setiap gapura dengan kuil pusat, dan sejumlah anak kuil yang terletak
dibawah menara sudut. Atap galeri dihiasi dengan motif tubuh seekor naga berujung kepala singa
atau garuda. Ukiran lintel dan pedimen menghiasi pintu masuk galeri dan kuil.

Menara di atas kuil pusat menjulang pada ketinggian 43 m sampai 65 m dari permukaan tanah; tidak
seperti menara yang berada di bukit candi sebelumnya, menara pusat dibuat lebih tinggi dari empat
menara disekitarnya.[33] Pada candi pusat aslinya berdiri arca Wisnu dalam ruangan utama dengan
pintu yang terbuka di setiap sisinya, namun kemudian dibuatkan dinding ketika candi Hindu tersebut
dialihkan fungsinya menjadi candi Buddha Theravada. Dinding baru tersebut menampilkan Buddha
yang tengah berdiri. Pada tahun 1934, konservator George Trouv menggali lubang tepat di bawah
candi pusat yang telah ditimbun dengan pasir dan air, dan menemukan bahwa harta relik suci yang
seharusnya terdapat di dalam peti batu peripih telah hilang dirampok. Namun ia menemukan
kandungan kertas emas di lantai bawah pada jangkauan dua meter dibawah permukaan tanah.[34]
Dekorasi[sunting | sunting sumber]

Dewata adalah ciri-ciri dari gaya Angkor Wat.

Relief dasar Pengadukan Samudra Susu menampilkan Wisnu di tengah, penyu Kurma awatara di
bawah, asuradan dewa di sebelah kiri dan kanan, serta bidadari dan Indra di atas.

Dekorasi Angkor Wat yang sebagian besar berupa relief rendah, termahsyur keindahannya secara
luas karena begitu padu dengan arsitektur bangunan. Dinding bagian dalam pada galeri luar
menampilkan berbagai adegan berskala besar terutama gambaran bagian-bagian dari epik
HinduRamayana dan Mahabarata. Higham menyebutnya "susunan linear terbesar yang dikenal
sebagai ukiran batu".[35] Dari barat laut berlawanan arah jarum jam, galeri barat menampilkan
Pertempuran Lanka (dari Ramayana, menampilkan tentang Rama melawan Rahwana)
dan Pertempuran Kurukshetra (dari Mahabharata, memperlihatkan perselisihan antara
kelompok Kurawa danPandawa). Pada galeri selatan mengikuti satu-satunya gambaran sejarah,
sebuah prosesiSuryawarman II, terdapat gambaran 32 neraka dan 37 surga dalam mitologi Hindu.

Pada galeri timur terdapat salah satu gambaran adegan paling terkenal yang disebut Pengadukan
Samudra Susu, memperlihatkan 92[36] asura dan 88 dewa memakai ular Wasuki untuk mengaduk
samudra susu di bawah pengarahan Wisnu (Mannikka hanya menghitung 91 asura, dan
menjelaskan nomor asimetris sebagai perwakilan jumlah hari dari titik balik matahari musim
dingin sampai ekuinoks musim semi, dan dari ekuinoks sampai titik balik matahari musim
panas).[37] Diikuti dengan gambaran Wisnu bertempur melawan asura (tambahan dari abad ke-16).
Galeri utara menampilkan kemenangan Kresna melawan Bana (dimana menurut Glaize,
"Pengerjaannya adalah yang paling buruk"[38]) dan pertempuran antara dewa Hindu dan asura.
Bagian barat laut dan barat daya paviliun kedua menampilkan adegan berskala lebih kecil, beberapa
tak teridentifikasi tapi kebanyakan dari Ramayana atau kehidupan Kresna.

Angkor Wat didekorasi dengan gambar apsara dan dewata; terdapat lebih dari 1.796 gambaran
dewata dalam inventaris penelitian saat ini.[39] Arsitek Angkor Wat membuat gambar apsara kecil
(3040 cm) sebagai motif dekorasi pilar dan dinding. Mereka memasukan gambar dewata besar
(seluruh lukisan bertubuh utuh berukuran sekitar 95110 cm) lebih menonjol di setiap tingkatan
candi dari tempat masuk paviliun sampai bagian atas menara tinggi. Pada tahun 1927, Sappho
Marchal menerbitkan sebuah katalog studi tentang keanekaragaman yang luar biasa dari tata
rambut, hiasan kepala, pakaian, sikap tubuh dan tangan, perhiasan, dan dekorasi bunga para
apsara. Kemudian disimpulkan oleh Marchal, bahwa hal ini didasarkan pada praktik tata rias dan
berbusana sebenarnya dari periode Angkor. [40]

Teknik konstruksi[sunting | sunting sumber]

Pahatan relief Apsara di dinding Angkor Wat

Sejumlah batu dipoles sehalus marmer, dan diletakkan tanpa perekat mortar dengan sangat rapat
dan rapi, sehingga terkadang sulit ditemukan sambungannya. Dalam beberapa kasus, blok-blok
disatukan secara bersamaan oleh sendi purus dan lubang, sementara yang lainnya menggunakan
teknik pengunci ekor burung dan tekanan gravitasi. Blok ini mungkin diangkut dan dipasang dengan
menggunakan bantuan gajah, tali sabut, katrol, dan perancah bambu. Henri Mouhot menyatakan,
bahwa sebagian besar blok memiliki lubang berukuran 2,5 cm dan berkedalaman 3 cm, dengan
lebih banyak lubang pada blok yang lebih besar. Beberapa sarjana menyatakan bahwa lubang
tersebut digunakan untuk penggabungan batu dengan menggunakan batang besi, namun pendapat
lainnya menyatakan bahwa penggabungan tersebut menggunakan pasak untuk membantu
pengerjaannya.

Monumen ini terbuat dari batu pasir yang banyak sekali, sebanyak batu yang digunakan piramida
Khafre di Mesir (lebih dari 5 juta ton). Batu pasir ini diangkut dari dari Bukit Kulen, sekitar 25 mil
(40 km) dari timur laut. Batu ini mungkin diangkut menggunakan rakit sepanjang sungai Siem Reap.
Hal ini dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terbaliknya rakit akibat berat batu yang
diangkut. Salah satu insinyur modern memperkirakan akan menghabiskan waktu sepanjang 300
tahun untuk menyelesaikan Angkor Wat saat ini.[41] Namun monumen tersebut dibangun setelah
Suryawarman naik tahta dan diselesaikan tak lama setelah kematiannya, tak lebih dari 40 tahun.

Angkor Wat dilihat dari sekitaran parit

Hampir semua permukaannya, kolom, lintel bahkan atap dibuat dengan cara diukir. Beberapa relief
menggambarkan adegan dari sastra India termasuk unicorn, griffin, naga bersayap yang menarik
kereta serta prajurit diikuti dengan pemimpin perang yang menaiki gajah dan sejumlah gadis penari
diatas langit dengan gaya rambut yang rumit. Dinding galeri sendiri dihias dengan relief rendah
berukuran 1.000 meter persegi. Lubang pada beberapa dinding Angkor menunjukan bahwa dinding
tersebut mungkin dihias dengan kertas perunggu. Hal tersebut merupakan benda berharga pada
zaman kuno dan merupakan target utama para penjarah. Sementara penggalian yang dilakukan di
Khajuraho oleh Alex Evans, seorang tukang batu dan pematung, menemukan sebuah patung batu
dibawah 4 kaki (1.2 m), yang memakan waktu sekitar 60 hari untuk pengukiran.[42] Roger Hopkins
dan Mark Lehner pernah melakukan percobaan menggunakan batu kapur yang ditambang dari 12
penggalian selama 22 hari dengan berat sekitar 400 ton.[43] Tenaga kerja pada penambangan,
transportasi, ukiran dan pemasangan menggunakan ribuan batu pasir yang harus diangkut,
termasuk memerlukan kemampuan seni tinggi lainnya. Keterampilan yang diperlukan untuk
mengukir patung-patung tersebut telah dikembangkan selama ratusan tahun sebelumnya, seperti
yang ditunjukan oleh beberapa artefak yang berasal dari abad ketujuh, sebelum Kerajaan Khmer
berkuasa.[19][41]

Ke masa ketika Spanyol menguasai nega ra kepulauan di utara Indonesia tersebut pada 1565 sampai 1898.
Intramuros adalah kota di dalam benteng. Tempat tersebut dikelilingi tembok batu sepanjang 4,5 kilometer.
Luasnya tak kurang dari 64 hektare. Di dalam benteng tersebut berdiri berbagai bangunan dengan arsitektur
Spanyol yang terasa mewah hingga kini. Juga ada be berapa taman yang begitu indah. Bangunan- bangunan di
Intramuros antara lain gedung pemerintahan, tempat tinggal, se kolah, dan gereja.

Bangunannya minimal dua lantai dengan dinding dari batu. Jendela-jendelanya begitu besar, dilengkapi kayu-
kayu jati berkualitas tinggi. Rata-rata di depan setiap jendela terdapat balkon. Di beberapa bangunan, langit-
langitnya tak dibiarkan kosong. Tapi diberi aneka ornamen berupa ukiran-ukiran khas Eropa.

Klasik namun menawan. Ruas jalannya juga dibuat dari bebatuan yang ditata rapi. Pokoknya, kondisi kota itu
diupayakan masih seperti aslinya. Intramuros dibangun Spanyol untuk mengantisipasi serangan dari negara
lain, terang Jonathan Lasutan, 38, pemandu wisata. Seperti halnya negara-negara kawasan Asia Tenggara
lainnya, Filipina juga menjadi tujuan menarik untuk diinvasi. Sebab, Filipina memiliki tanah yang sangat subur
dan menghasilkan berbagai hasil pertanian.

Spanyol yang lebih dulu menguasainya pun tidak ingin kehilangan Filipina Mereka menyadari bahwa
negaranegara lain seperti Jerman, Portugal, Tiongkok, dan Jepang juga kepincut dengan Filipina. Karena itu,
pemerintahan kolonial Spanyol lalu mem bangun benteng di mulut Sungai Pasig yang menjadi pintu masuk ke
Filipina melalui jalur laut. Benteng dan bangunan-bangunan di dalamnya tak sekadar berdiri. Kualitas dan
keindahannya tetap menjadi perhatian.

Sebab, jika pertempuran benar-benar terjadi, Intramuros bisa menjadi benteng terakhir Filipina. Salah satu
bangunan yang masih utuh seperti aslinya adalah Gereja San Agustin. Gereja San Agustin adalah gereja
tertua di Manila dan tetap difungsikan sampai saat ini, kata Jonathan. Gereja San Agustin dibangun pada
1571. Itu berarti gereja tersebut saat ini telah berusia 443 tahun. Meski sudah tua, bangunannya masih sangat
kukuh.

Temboknya pun tak terlihat kusam sekalipun tidak tersentuh cat. Kondisi di dalamnya tak jauh berbeda.
Bahkan terkesan luks. Langitlangitnya dipenuhi berbagai ukiran klasik. Lampu-lampu hias khas Eropa juga
menggantung di langit-langit gereja. Ketika Jawa Pos mengunjunginya Minggu lalu (9/2), di gereja itu sedang
berlangsung misa pemberkatan pernikahan. Semua gambaran tersebut seakan menegaskan bahwa pemerintah
Filipina betul-betul menjaga cagar budayanya dengan serius.
Padahal, ceritanya tak seperti itu. Di balik kekukuhan Gereja San Agustin, tempat ibadat bagi umat kristiani
tersebut pernah dihantam masalah. Gereja itu pernah menjadi sasaran pasukan Tiongkok tiga tahun setelah
dibangun. Setahun kemudian gereja di seberang Casa Manila tersebut diperbaiki. Setelah direnovasi, beberapa
tahun kemudian gereja itu terbakar dua kali. Perbaikan kembali dilakukan oleh Juan Macias pada 1587. Dan
pada 1762 Gereja San Agustin kembali menjadi sasaran serangan invasi Inggris.

Hebatnya, meski beberapa kali terbakar dan menjadi sasaran tembak pasukan musuh, hingga kini gereja itu
masih terjaga dengan baik. Bahkan masih difungsikan sebagai tempat peribadatan. Bukan hanya Gereja San
Agustin yang masih berfungsi di Intramuros. Sebagian besar bangunan di kota kecil tersebut juga masih
hidup. Memang tak lagi digunakan seperti era masa lalu karena pemerintah Spanyol sudah lama pergi dari
Filipina.

Di antara bangunan-bangunan itu, ada yang dimanfaatkan sebagai museum seperti Casa Manila dan Museum
Tiongkok. Begitu pula Fort Santiago yang berada persis di mulut Sungai Pasig, yang dulu menjadi benteng
pertahanan pertama dan tempat tinggal, juga dioptimalkan sebagai objek wisata. Beberapa bangunan lain
difungsikan sebagai tempat pemerintahan Filipina, restoran, toko suvenir, kafe, dan hotel.

Bangunan yang dulu menjadi tempat penjara Jepang, misalnya, kini difungsikan sebagai kedai kopi Starbucks.
Ada juga yang digunakan sebagai gedung sekolah. Di Intra muros juga berdiri megah Cathedral of Manila
yang masih difungsikan sebagai tempat ibadat bagi umat Katolik. Intramuros siap menerima wisatawan
domestik maupun mancanegara. Mengelilinginya tak bisa dilakukan hanya dengan berjalan kaki. Becak dan
kereta kuda siap mengantarkan pengunjung. Pengelola Intramuros menyiapkan puluhan angkutan khas negeri
tetangga tersebut.

Keindahan arsitektur Spanyol di Intramuros semakin nyaman dinikmati pengunjung karena kawasan wisata
sejarah itu bebas asap rokok. Orang-orang Filipina mematuhi aturan tersebut. Hanya, gangguan lain tetap ada.
Sebab, bau pesing kerap tercium di sudut-sudut Intramuros. Mohon maaf kalau kenyamanan Anda terganggu
bau yang kurang sedap, ujar Jonathan meminta pengertian tamunya. (*/c9/ari)

LUANG PRABANG INFORMATION


TRAVEL AND LOCAL INFORMATION GUIDE
Luang Prabang, designated a UNESCO World Heritage Site in 1995, sits at 700 metres above sea level at
the confluence of the Nam Khan and Mekong Rivers. Being Laos' premier tourist destination and
arguably Southeast Asia's most beautiful heritage town, Luang Prabang's entire historical section is
dedicated to tourism, with everything from former royal palaces to over 33 Vats (temples), quaint
shop-houses and sidewalk cafs. This former Royal capital still remains the main centre for Buddhist
learning in Laos and is the perfect location for spiritual contemplation.

Cascading waterfalls, scaling peaks and the milky-brown waters of the Mekong River provide ample
opportunity to explore Luang Prabang. This small and peaceful town is one of the few places where you
can allow yourself to wind down completely and just go with the flow.

INDONESIA

Você também pode gostar