Você está na página 1de 12

PENGARUH INSTRUMEN KEBIJAKAN

MAKROPRUDENSIAL TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM


GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah makroprudensial menjadi sangat populer di sektor keuangan paska


terjadinya krisis keuangan global. Krisis keuangan tersebut ditengarai terjadi
karena belum diterapkannya kebijakan makroprudensial yang efektif di negara
maju, yaitu kebijakan yang berkaitan dengan dinamika di sektor keuangan yang
bersumber dari interaksi antara makro ekonomi dengan mikro ekonomi. Di
Indonesia sendiri, pendekatan makroprudensial sudah dijalankan sebagai bagian
dari pemulihan ekonomi akibat krisis keuangan Asia tahun 1997/1998.

Dalam penelitian yang dilakukan di BIS, Swiss, kebijakan makroprudensial


didefinisikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan biaya
dari krisis sistemik (Galati G., and Richhild M., 2011). Sementara European
Systemic Risk Board (ESRB), yaitu badan yang memiliki misi mengawasi sistem
keuangan Eropa, serta mencegah dan membatasi terjadinya risiko sistemik di
sistem keuangan Eropa, mendefinisikan kebijakan makroprudensial sebagai
kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan, termasuk dengan memperkuat ketahanan sistem keuangan dan
mengurangi penumpukan risiko sistemik, sehingga memastikan keberkelanjutan
kontribusi sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi (ESRB, 2013).
Penjelasan serupa disampaikan oleh IMF, yang mendefinisikan makroprudensial
sebagai kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan risiko sistemik (IMF, 2011).
Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang berorientasi pada sistem,
bertujuan melihat sistem keuangan secara keseluruhan melalui pendekatan yang
bersifat top-down. Dengan pendekatan top-down (dari atas ke bawah), kebijakan
yang akan diambil didasarkan pada hasil analisis secara komprehensif terhadap
kondisi makroekonomi dan dampaknya pada seluruh risiko dalam sistem
keuangan, termasuk korelasi antara risiko sistemik, dinamika pasar, dan pilihan
kebijakan yang akan dilakukan. Karakteristik kebijakan ini menjawab kebutuhan
akan adanya suatu pendekatan yang bersifat agregat dalam menciptakan stabilitas
sistem keuangan. Dengan demikian, kebijakan makroprudensial dengan
pendekatan top-down akan melengkapi kebijakan mikroprudensial yang
difokuskan pada pendekatan bottom-up (dari bawah ke atas) melalui analisis yang
lebih mendalam atas risiko institusi keuangan secara individual (idiosyncratic
risk).

Fokus kebijakan makroprudensial tak hanya mencakup institusi keuangan,


namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan,
korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Mengapa demikian? Karena
kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan dengan tujuan akhir
meminimalkan terjadinya risiko sistemik. Dalam beberapa penelitian, risiko
sistemik didefinisikan sebagai risiko yang dapat mengakibatkan hilangnya
kepercayaan publik dan peningkatan ketidakpastian dalam sistem keuangan
sehingga sistem keuangan tidak dapat berfungsi dengan baik dan mengganggu
jalannya perekonomian. Risiko sistemik dapat terjadi secara tiba-tiba dan tak
terduga, atau terjadi secara perlahan-lahan tanpa disadari atau dideteksi oleh
berbagai pihak sehingga kebijakan yang tepat dapat terlambat diterapkan. Efek
negatif risiko sistemik pada perekonomian dapat dilihat dari peningkatan jumlah
gangguan pada sistem pembayaran, aliran kredit, dan penurunan nilai aset (Group
of Ten, 2001).

Dengan peran kebijakan makroprudensial dalam menciptakan stabilitas sistem


keuangan dengan mengurangi risiko sistemik tersebut, menjadi ketertarikan
penulis untuk menelaah lebih lanjut mengenai kebijakan makropudensial yang
berperan untuk mengurangi risiko sistemik serta hubungannya terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan(IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI)dengan melihat
faktor faktor serta instrumen yang ada pada kebijakan makroprudensial yang ada
kaitannya terhadap saham yang tercatat di bursa efek, maka dari itu, dalam skripsi
ini peneliti mengambil judul “Analisis Hubungan Kebijakan Makroprudensial
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup penelitian

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk melihat pengaruh
kebijakan makroprudensial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),
menggunakan beberapa variabel, yaitu variabel dependen yaitu Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) dan variabel independen yaitu instrumen kebijakan
makroprudensial yang telah diimplentasikan di indonesia yang pengaturannya
dilakukan oleh Bank Indonesia yang juga berdampak pada Indeks Harga Saham
Gabungan, yaitu diantaranya :

a. Loan-to-Value Ratio (LTV) atas Kredit Kepemilikan Rumah


(KPR), yang dilatarbelakangi oleh pertumbuhan kredit sektor properti
b. Giro Wajib Minimum (GWM) berdasarkan Loan-to-Funding
Ratio (LFR), yang dimana dikembangkan dengan tujuan untuk
mengurangi build-up risiko sistemik melalui pengendalian fungsi
intermediasi perbankan sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan
perekonomian, serta menjaga likuiditas perbankan
c. Countercyclical Capital Buffer (CCB), merupakan tambahan modal
yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi
kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan
perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas
sistem keuangan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang
bersumber dari Bank Indonesia mengenai Evaluasi Kebijakan Loan to
Value/Financing to Value untukKredit atau Pembiayaan Properti, Evaluasi
Penyempurnaan Kebijakan Loan to Funding Ratio (LFR) yang dikaitkan dengan
Giro Wajib Minimum (GWM) dan Penyesuaian Jasa Giro dalam Pemenuhan
Kredit UMKM, serta mengenai Penetapan Kembali Countercyclical Buffer, yang
juga akan berdampak terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indonesia.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi adalah kumpulan individu atau objek penelitian yang memiliki


kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri
tersebut, populasi dapat dipadami sebagai sekelompok individu atau objek
pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik (Cooper,
Emory, 1999). Populasi penelitian ini adalah berupa data IHSG di BEI yang
berkaitan dengan kebijakan makroprudensial yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Sedangkan sampel yang digunakan dalan penelitian ini adalah yaitu Kebijakan
Loan to Value/Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti,
Kebijakan Loan to Funding Ratio (LFR) yang dikaitkan dengan Giro Wajib
Minimum (GWM) dan Penyesuaian Jasa Giro dalam Pemenuhan Kredit UMKM,
serta mengenai Penetapan Kembali Countercyclical Buffer, diambil 2 sampel yang
diperoleh dari II semester di tahun 2016.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metodedokumentasi, yaitu pengambilan


dokumen-dokumen berupa laporan ekonomi semseteran, statistik semesteran BEI,
laporan perkembangan Bank Indonesia, dan Laporan-laporan lain yang
berhubungan dengan penelitian. Sumber data bersal dari pusat referensi dari Bursa
Efek Indonesia, Bank Indonesia, dan data-data pendukung dari buku ataupun dari
beberapa publikasi yang berhubungan dengan penelitian ini yang dinilai dapat
memberikan informasi yang objektif melalui jaringan website.

Pada penelitian ini data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diambil
dan dicatat dari berbagai instansi dan lembaga yang berkompeten dalan meneliti
dan mempublikasikan data-data sebagai bahan penelitian. Seluruh data yang
diperlukan dala penelitian ini adala data di tahun 2016 yang dikumpulkan dengan
mengunduh dari situs resminya di internet untuk kemudian diseleksi dan
digunakan sesuai dengan keprluan analisis.
3.4 Metode Analisis Data

Analis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih dapat
diinterprestasikan. Data yang dihimpun dalam metode kuantitatif dengan
menggunakan analisis metode sebagai berikut :

1) Persamaan Garis Regresi

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis regresi


berganda. Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh antara
Kebijakan Loan to Value/Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan
Properti, Kebijakan Loan to Funding Ratio (LFR) yang dikaitkan dengan Giro
Wajib Minimum (GWM) dan Penyesuaian Jasa Giro dalam Pemenuhan Kredit
UMKM, serta mengenai Penetapan Kembali Countercyclical Buffer terhadap
IHSG. Seberapa besar variable independent mempengaruhi variable dependen
dihitung dengan menggunakan persamaan garis regresi berganda sebagai berikut :

Y =a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4+ b5X5 + b6X6 + e

Keterangan

Y = IHSG

a = konstanta

b = koefisien garis regresi

X1,X2,...X6 = variabel dependen

e = standar error

2) Uji Goodness of Fit

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
Goodness of Fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dengan metode
berikut :
a. Koefisien Determinasi
Kd (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variable dependen. Nilai Kd adalah antara 0 dan 1.
Nilai R yang kecil berarti kemampuan variable-variabel independent
dalam menerangkan variable dependen sangat terbatas. Nilai yang
mendekati 1 berarti variable independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variable
independent.
Kelemahan Kd adalah bias terhadap jumlah variable independent yang
dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variable independent
maka R pasti akan meningkat walaupun belum tentu variable yang
ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap variable dependen.
Oleh karena itu, digunakan nilai adjusted R2, karena nilai adjusted R2
dapat naik atau turun apabila satu variable independent ditambahkan ke
dalam model.

b. Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Untuk melihat apakah variabel independen tersebut
memiliki pengaruh terhadap variabel dependen, pengujian hipotesis nol (
H0) dilakukan dengan melihat apakah suatu parameter (bi) sama dengan
nol atau :

H0 : b1, … ,b4 = 0

Apabila nilainya sama dengan nol, maka suatu variabel independen bukan
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Sedangkan hipotesis alternatifnya (Ha) adalah apabila parameter suatu
variabel lebih kecil dari nol, atau:

Ha : bi < 0
Artinya variabel independen tersebut merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen. Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut :

 Quick look : bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau


lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5 persen, maka H0 yang
menyatakan bi = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih dari 2 (dalam nilai
absolut). Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang
menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual
mempengaruhi variabel dependen.
 Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel.
Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan
t tabel, kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa
suatu variabel independen secara individual mempengaruhi
variabel dependen.
c. Uji F
Uji F dilakukan untuk melihat apakah semua variable-variabel
independent yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
simultan terhadap variable dependen. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji
adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau

:H0 : ρ1 = 0

Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari


seluruh variable independen terhadap variable dependen. Hipotesis
alternatif (H1) bila semua parameter secara simultan tidak sama dengan
nol, atau

H1: ρ 1 ≠ 0

Artinya ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari seluruh


variable independent terhadap variable dependen. Untuk menguji hipotesis
ini digunakan statistik F dengan kriteria:

 Quick look : bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak
pada derajat kepercayaan 5 persen. Dengan kata lain kita menerima
hipotesa alternatif , yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.
 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel.
Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka H0 ditolak dan
menerima H1.

3) Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel penggangu
atau residual memiliki distribusi normal seperti diketahui bahwa uji t dan
uji f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal /
tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik ( Ghozali, 2005). Jika
data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogramnya, maka menunjukkan pola distribusi normal (
Gujarati, 2003). Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis dan uji statistik (
Ghozali, 2005).
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena
observasi yang beruntung sepanjang waktu, berkaitan satu sama lain.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas
dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada
data urut waktu atau time series karena “gangguan” pada seseorang atau
kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data crossection
(silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terhadap “gangguan”
pada observasi yang berbeda berasal dari individu atau kelompok berbeda.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji
autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Durbin
Watson (DW test). Uji ini hanya digunakan untuk korelasi tingkat satu
(first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept
(Konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lain diantara
variabel bebas.

c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variable bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variable bebas. Akibat bagi
model regresi yang mengandung multikolinearitas adalah bahwa kesalahan
standar estimasi akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variable
independent, tingkat signifikansi yang digunakan untuk menolak hipotesis
nol akan semakin besar dan probabilitas menerima hipotesis yang salah
juga akan semakin besar. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas
dalam model regresi adalah sebagai berikut :
 Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tingga, tetapi secara individual variabel-variabel
indenpenden banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel
dependen.
 Menganalisis matrik korelasi variable-variabel bebas. Jika antar
variable bebas ada korelasi yang cukup tinggi ( umumnya diatas
0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas
 Mutikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan
lawannya, VIF ( Variance Inflation Factor ). Jika nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi, maka
menunjukkan adanya kolinearitas yag tinggi. Multikol terjadi bila
nilai VIF lebih dari 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,1.

d. Uji Heterokesdatisitas
Uji heterokesdatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain berbeda, maka disebut heterokesdatisitas, sebaliknya jika tetap
disebut homokesdatisitas. Model yang baik adalah yang homokesdatisitas.
Menurut Imam Ghozali (2003) cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokesdatisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi
variable terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SPRESID.
Deteksi ada atau tidaknya heterokesdatisitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SPRESID
dan ZPRED dmana sumbu Y adalah yang telah diprediksi dan sumbu X
adalah residual ( Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah distandarisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2016. ”Mengupas Kebijakan Makroprudensial”. Jakarta.

Abbas Valadkhani, Surachai Chancharat and Charles Havie, 2006, “The Interplay
Between the Thai and Several Other International Stock Markets”. Available:
www.ideas.repec.org

Agus Eko Sujianto, 2007 , Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula , Prestasi
Pustaka, Jakarta.

Ahmad Jamli, Dasar-dasar Keuangan Internasional, BPFE-UGM, Yogyakarta,


1992.

Ang, Robert, 1997, “ Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia “, First Edition
Mediasoft Indonesia Antonello D”

Fikri, Romizul. 2012. “Determinants of Comercial Banks’s Capital Buffer in


Indonesia”. Diponegoro Journal of Management. No. 1, Vol. 1 p 1.

Galati, Gabriele dan Richhild Moessner. 2011. Macroprudential Policy – A


Literature Review. Working Paper No. 337. Bank for International
Settlements, Februari.

Você também pode gostar