Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Teknik Sipil
Perancangan Jalan dan Jembatan – Konsentrasi Jalan Tol
Transportasi adalah proses pergerakan orang atau barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Kebutuhan terhadap transport terbentuk karena adanya pemenuhan kebutuhan untuk agenda
tertentu (bekerja, belanja, distribusi barang, acara adat, dsb) salah satu contoh provinsi Bali yang
memiliki adat dan budaya yang masih kuat.
Jalan raya merupakan prasarana untuk mempermudah pencapaian tujuan pergerakan baik
orang maupun barang, diimbangi dengan sarana untuk mendukung proses pergerakannya.
Bali khususnya daerah Badung merupakan sentral kawasan industri pariwisata yang sangat
tinggi agenda kegiatannya. Tidak hanya masyarakat yang tinggal saja melainkan agenda kegiatan
dilakukan oleh wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung kesana, dan jumlah
kunjungansnya pun sangat tinggi.
Untuk menanggulangi hal ini tentu perlu peran kepolisian untuk mengatur sistem lalu lintas
jalan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 96 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu-lintas.
Namun sekarang apa upaya dari instansi yang terkait membuat sistem transportasi yang
optimal agar permasalahan transportasi yang terjadi dapat terselesaikan dan
dapat mengembangkan sistem transportasi yang sutainable?
Menangulangi permasalahan lalu lintas yang padat tersebut Polda Bali khususnya bidang
lalu-lintas bersama Dinas Perhubungan Badung membuat sistem perubahan arus lalu-lintas di
wilayah Kuta-Badung yang tentunya bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan parkir
sembarangan yang kerap menggangu kenyamanan berlalu-lintas.
Dalam PM No 96 Tahun 2015 pasal 2 tentunya tupoksi polisi berada dalam level
pengaturan dan pengawasan.
Seharusnya pemerintah Badung harus cepat tanggap akan permasalahan yang terjadi di
daerahnya. Salah satu contoh perbaikan prasarana jalan yang mengganggu kenyamanan berlalu-
lintas tiada lain bukan tupoksi dari level kepolisian, karena sudah mempunyai tugas dan
kewajibannya masing-masing. Diharapkan instansi yang terkait mampu berkomunikasi dengan
instansi lainnya agar permasalahan dapat diatasi.
Untuk mengoptimalkan sistem perubahan arus lalu-lintas di wilayah Kuta dan sekitarnya
tersebut Polda Bali harus tetap sering mensosialisasikan dengan tampilan yang mudah dimengerti
oleh masyarakat pengguna kendaraan bermotor, khususnya wisatawan yang berkunjung ke Bali
dalam mengenal rute-rute baru sampai dengan sangsi yang akan diterima bila terjadi pelanggaran.
Catatan :
Diharapkan ada sebuah lembaga khusus dan fokus yang bergerak di bidang transportasi,
sehingga dapat membantu instansi baik dari Perhubungan dan Kepolisian dari sisi
perencanaan hingga pengawasan untuk sistem transportasi yang tepat, baik dan
berkelanjutan.
STRATEGI DAN MANAJEMEN LALU LINTAS KOTA-KOTA
DI INDONESIA
Oleh : Ibrahim Aji
(kompasiana.com)
Permasalahan transportasi di kota-kota yang ada di Indonesia saat ini tidak terlepas dari
pembangunan nasional yang berkembang pesat. Perubahan suatu kota dari kota agraris menjadi
industri ataupun dari kota metropolitan menjadi megapolitan membuat perubahan juga terhadap
sistem transportasi yang dipakai di kota tersebut. Perubahan suatu kota ini meningkatkan
pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor dengan sangat cepat tetapi dalam hal peningkatan
pertumbuhan jalan baru sangat lambat. Contohnya saja di Jakarta yang setiap tahun pertumbuhan
jalan kurang dari 1% tetapi pertumbuhan kepemilikan mobil sebesar 5% per tahun. Perbandingan
supply dan demand yang tidak seimbang ini membuat kasus kemacetan menjadi hal yang biasa
terjadi di kota-kota. Sehingga untuk mengatasi kemacetan maka diperlukan manajemen lalu lintas
dimana prinsip manajemen lalu lintas yaitu mempertahankan semaksimal mungkin jalan yg ada,
tetapi melakukan perubahan terhadap pola pergerakan lalu lintas pada jalan tersebut, sehingga
pemanfaatan sistem pergerakan lalu lintas dapat seefesien mungkin. Selanjutnya akan dijelaskan
masalah yang terjadi di kota dan solusinya menggunakan strategi dan manajemen lalu lintas.
Strategi dalam manajemen lalu lintas ada 3, yaitu manajemen prioritas, kapasitas, dan
permintaan. Dalam 3 strategi ini terdapat banyak teknik untuk mengatasi masalah dari berbagai
sisi. Namun, di essay ini akan dibahas teknik apa yang dapat diterapkan di kota-kota di Indonesia.
Penggunaan ruang jalan saat ini tidak efisien dimana terjadi mix traffic sehingga memberikan
dampak negatif seperti speed blocking yang dilakukan oleh angkutan umum yang berhenti
sembarangan atau perilaku pengendara sepeda motor yang umumnya berpindah-pindah lajur
sehingga mengganggu pengguna kendaraan lainnya. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu
jalur khusus bagi masing-masing kendaraan. Di Jakarta, sudah dibangun Busway, dimana bus
mempunyai jalur tersendiri yang dipisahkan oleh median dengan jalur kendaraan lainnya. Jalur ini
bertujuan agar ruang jalan tidak terganggu oleh kendaraan lain sehingga bus memiliki ketepatan
jadwal dan headway yang tinggi. Hal ini juga dapat diterapkan untuk kendaraan lainnya, misalnya
jalur khusus sepeda motor. Mengingat pertumbuhan sepeda motor sangat tinggi, maka jalur ini
tepat diterapkan di suatu kota agar tidak terjadi konflik dengan kendaraan lainnya. Dalam hal ini,
dimisalkan suatu jalur mempunyai 4 lajur, maka lajur 1 dipakai untuk sepeda motor, lajur 2 dipakai
untuk kendaraan lain dengan kecepatan rendah, lajur 3 dipakai untuk kendaraan lain untuk
mendahului, dan lajur 4 dipakai untuk bus. Dalam prakteknya, masih diperlukan kajian lebih lanjut
di masing-masing ruas jalan karena masih banyak angkutan umum selain bus (angkot, mikrolet)
yang memiliki trayek tumpang tindih sehingga pemisalan diatas harus dikaji ulang.
Di suatu kota seringkali fasilitas untuk pejalan kaki tidak diberikan sebagaimana mestinya.
Padahal di UU 22 tahun 2009 telah dijelaskan mengenai hak pejalan kaki dalam berlalu lintas
dimana tersedianya fasilitas untuk pejalan kaki. Seperti yang kita rasakan sekarang berjalan kaki
seperti mengadu dengan maut, maksudnya peluang kecelakaan yang tinggi karena tiadanya trotoar
sehingga menimbulkan kekhawatiran tersendiri untuk berjalan kaki. Padahal pejalan kaki juga
merupakan bentuk transportasi yang penting di perkotaan dan pejalan kaki berada di posisi yang
lemah jika bercampur dengan kendaraan. Sehingga memisahkan pejalan kaki terhadap kendaraan
bermotor, tanpa mengganggu aksesibilitas sangat penting. Fasilitas pejalan kaki dibutuhkan di
tempat yang memiliki aktivitas kontinyu seperti pasar atau daerah yang memiliki demand tinggi
seperti sekolah dan masjid. Selain itu untuk mendukung peningkatan pelayanan angkutan umum
maka diperlukan fasilitas pejalan kaki di rute-rute yang biasa dilalui angkutan umum. Selain dari
fasilitas menyusuri, yaitu trotoar diperlukan fasilitas pada menyeberang. Seringkali kita lihat
banyak orang yang menyeberang sembarangan dan membahayakan dirinya padahal disitu terdapat
fasilitas jembatan penyeberangan. Selain dari faktor kedisiplinan pejalan kaki, faktor pemilihan
jenis penyeberangan juga harus diperhatikan. Melalui survey pejalan kaki, dengan menghitung
volume penyeberang dan volume kendaraan per jam dapat diketahui jenis penyeberangan apa yang
paling tepat untuk ruas jalan tersebut. Setelah itu, diperhitungkan pula akses menuju tempat yang
demandnya lebih tinggi maka itu menjadi prioritas dibuat suatu penyeberangan dengan asumsi
penyeberangan tersebut lebih terasa manfaatnya dan memiliki permintaan yang tinggi sehingga
faktor keselamatan dan ketertiban lalu lintas bisa lebih baik.
Di Jakarta, contohnya di kawasan Monumen Nasional sudah dibuat trotoar yang sangat baik
dengan tingkat pelayanan A dimana pejalan kaki bebas bergerak tanpa ada gangguan dari pejalan
kaki lainnya. Selain itu contoh dari jembatan penyeberangan yang menuju shelter busway juga
sudah baik dimana jembatan tersebut memperhatikan aspek kenyamanan penyeberang seperti
kelandaian yang cukup dan memperhatikan penyandang cacat dimana tidak dipakai anak tangga
yang seringkali menyulitkan penyandang cacat untuk menyeberang.
3. Pengendalian simpang
Persimpangan sering menjadi tempat terjadinya kemacetan karena terjadi konflik dari
pertemuan arus dari berbagai arah di persimpangan. Kemacetan semakinmeningkat ketika peak
hour dimana volume kendaraan meningkat pesat. Contoh yang nyata terjadi di persimpangan
Kalimalang Bekasi. Dimana ketika peak hour sore, sekitar jam 17.00-19.00 simpang ini tidak
mampu memenuhi demand yang sangat tinggi sehingga seringkali macet total dimana kendaraan
sama sekali tidak bisa bergerak terjadi. Masalah di simpang ini, menurut saya karena tidak
tegaknya aturan kelas jalan sebagaimana mestinya. Angkutan barang melintas pada ruas jalan Raya
Setu bukan pada kelas jalan yang sesuai. Apalagi ditambah simpang Kalimalang ini merupakan
simpang prioritas dan stagerkemudian diperparah dengan konflik weaving (menyilang) dari
persimpangan Kalimalang dari Jalan Raya Setu ke persimpangan menuju Kampung Utan. Ketika
kemacetan total terjadi, kemacetan tersebut berpengaruh di persimpangan lainnya yaitu di
persimpangan di Tol Barat Bekasi, sehingga harus ada tindakan lebih lanjut dengan permasalahan
ini. Dengan masalah yang begitu kompleks, strategi yang dapat dipakai sebagai berikut:
a. Manajemen Parkir, parkir selalu menjadi masalah untuk parkir on street yang
memiliki konflik dengan arus lalu lintas kendaran dan untuk parkir off street ketika
supply tidak memenuhi demand yang ada. Dalam TDM, manajemen untuk parkir
di perkotaan yaitu:
Tarif Progressif;
Pengurangan ruang parkir;
Pembatasan waktu parkir.
b. Penerapan road congestion pricing, kemacetan adalah hilangnya nilai waktu dan
biaya yang berdampak langsung pada biaya yang harus dikeluarkan karena
kerugian tersebut. Di kota London, walikota London Ken Livingston
memperkenalkan biaya kemacetan London sebagai upaya untuk mengatasi
kemacetan di London, dimana pengendara harus membayar atas kontribusi
kemacetan yang dibuatnya. Metode ini bisa dilakukan di kota-kota Indonesia,
asalkan tersedia jaringan jalan dengan banyak alternatif sehingga tidak
menimbulkan kontra di masyarakat. Maksudnya agar metode ini dipatuhi oleh
masyarakat maka pemerintah harus membangun prasarana yang memang memadai
dan merencanakan jaringan jalan untuk jalur alternatif menghindari kemacetan.
Teknik yang dijelaskan diatas merupakan sedikit dari berbagai teknik dalam manajemen
lalu lintas. Penggunaan teknik ini harus disesuaikan dengan kondisi lalu lintas yang terdapat di
masing-masing kota. Selain itu, peran pemerintah sebagai regulator dan polisi sebagai pengawas
harus ditegakkan perannya. Suatu perubahan pada awalnya pasti bersifat memaksa, sehingga
diperlukan pengawasan terlebih dahulu agar pengguna kendaraan dapat mematuhi peraturan yang
dibuat, setelah itu sekiranya sudah mematuhi maka pengawasan dapat dikurangi. Melakukan
sosialisasi juga sangat penting agar masyarakat mengetahui peraturan baru yang akan diterapkan.
Dengan tujuan efisiensi, maka penerapan strategi manajemen lalu lintas diharapkan dapat
mengurangi permasalahan yang terjadi di kota-kota di Indonesia.
PEMBENAHAN REKAYASA LALU LINTAS DALAM
MANAJEMEN MUDIK
Oleh : Bortiandy Tobing, S.T., M.M.T.
(Senior Consultant – Supply Chain Indonesia)
Macet sangat panjang di pintu tol Brebes Timur yang mengular hingga Tol Kanci pada
mudik Lebaran 2016 serta adanya korban jiwa sebanyak 12 orang telah menjadi topik utama dan
menjadi bahan kritik dari berbagai pihak kepada pemerintah dalam melaksanakan manajemen
mudik. .
Kegiatan mudik pada perayaan hari keagamaan, khususnya Lebaran di Indonesia sudah
menjadi tradisi sejak lama. Tradisi mudik secara tidak langsung difasilitasi oleh pemerintah sejak
tahun 2002, melalui SKB 2 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama. Volume arus
mudik terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan
infrastruktur, khususnya jalan raya.
Program dan fasilitas mudik gratis yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta
ternyata tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan penggunaan kendaraan pribadi, baik
mobil maupun sepeda motor. Kebebasan dalam menentukan jam keberangkatan, titik istirahat, dan
mobilitas selama di daerah tujuan merupakan pertimbangan utama sebagian besar pemudik untuk
tetap menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini tentu berbeda dengan perilaku pemudik di luar Jawa
yang karena keterbatasan waktu dan jarak harus menggunakan moda transportasi udara atau laut.
Kegiatan mudik semestinya dikelola secara baik, mencakup perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan perbaikan (Plan, Do, Check, Action/PDCA) untuk memberikan kelancaran dan
kenyamanan dalam arus migrasi masyarakat terkait perayaan hari raya keagamaan. Kinerja
pengelolaan atau manajemen mudik dapat diukur melalui tujuh indikator, yaitu:
1. Ketersediaan logistik (sembako, uang kontan, BBM, dll.).
2. Kesiapan infrastruktur (jalan, bandara, pelabuhan, stasiun KA, terminal,
telekomunikasi, dll.).
3. Ketersediaan moda transportasi umum (kereta api, pesawat terbang, kapal laut, bis, dan
taksi).
4. Kesiapan aparat terkait, termasuk koordinasi lintas kementerian, lembaga, dan
pemerintah daerah.
5. Crisis center (layanan keluhan masyarakat, dll.).
6. Keamanan dan keselamatan.
7. Stabilisasi harga (termasuk harga tiket transportasi).
Manajemen mudik oleh pemerintah telah berjalan semakin membaik. Hal ini dapat dilihat
dari ketersediaan logistik dan infrastruktur untuk arus mudik, regulasi untuk angkutan barang, dan
berbagai hal lainnya yang dipersiapkan oleh pihak-pihak terkait.
Berkaitan dengan kemacetan tersebut, pengaturan lalu lintas, khususnya mengenai
kemacetan, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Menteri Perhubungan
(Permenhub) mengenai Rekayasa Lalu Lintas (PP 43/1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Jalan) yang disempurnakan dengan UU 22/2009 dan PP 32/2011. Kemudian peraturan ini
dilengkapi lagi dengan pedoman pelaksanaan melalui Permenhub 96/2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas.
Pada Lampiran I Permenhub PM 96/2015 Bab II.D disebutkan bahwa tingkat pelayanan
pada ruas jalan diklasifikasikan dalam enam kategori (Tingkat Layanan A hingga F) dengan
penjelasan yang cukup jelas dan macet termasuk kategori Tingkat Layanan F.
Mengacu pada kategori tingkat layanan tersebut, maka langkah pembenahan yang dapat
dilakukan dalam manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah:
Sejumlah ruas jalan Kota Cirebon kerap terjadi kepadatan arus lalu lintas terutama di jam-
jam sibuk. Yakni, saat pagi pukul 06.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB, siang pukul 12.00 WIB
hingga pukul 14.00 WIB dan sore hari pukuk 16.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Jalan Tuparev,
Cipto Mangunkusumo, Pekiringan, Kanoman, Kartini dan Slamet Riyadi menjadi langganan titik
kepadatan arus lalu lintas di jam tersebut. Selain itu, di titik lokasi sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi pun pada saat jam masuk dan pulang terjadi kepadatan lalu lintas. Seperti di Jalan Wahidin
yang terdapat SMPN 5 Cirebon, SMAN 1 dan SMAN 6 Cirebon. Kemudian, di Jalan Cipto
Mangunkusumo yang merupakan lokasi SMKN 2 Cirebon, SMAN 2 Cirebon dan SMP – SMA
Penabur. Selanjutnya Jalan Pemuda yang merupakan lokasi SMPN 4 Cirebon dan Unswagati
Cirebon.
Jalan Siliwangi pun tidak luput lantaran menjadi lokasi SMPN 1 Cirebon dan SMPN 2
Cirebon. Sementara itu, SD Kartini di Jalan Kartini dan SD Kebon Baru di Jalan Veteran pun
masuk dalam kategori titik padat lalu lintas. Selain itu, titik kepadatan lalu lintas juga terjadi pada
perlintasan sebidang kereta api dan jalan. Yakni, perlintasan Krucuk, Kartini, Tentara Pelajar,
Lawanggada, Kesambi Dalam, dan Pangeran Derajat. Sementara, saat akhir pekan sebagian besar
ruas jalan protokol di wilayah Kota Cirebon menjadi langganan padatnya arus lalu lintas. Dari
mulai Jalan Tuparev, Kartini dan Cipto Mangunkusumo tak luput dari padatnya kendaraan yang
melintas.
Dinas Perhubungan Kota Cirebon pun melakukan berbagai upaya untuk mengatasi
kepadatan lalu lintas di berbagai titik yang tersebar di Kota Cirebon itu. Tentunya, dengan
melibatkan pihak lainnya seperti kepolisian.
“Upaya yang dilakukan sesuai kewenangan UU nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ. Untuk
pengaturan dan penjagaan dilakukan kepolisian dibantu Dishub. Terutama pada titik rawan macet
baik secara statis maupun patroli,” kata Kabid Lalu Lintas Dishub Kota Cirebon, Syahroni, Selasa
(18/4/2017).
Namun, ia mengatakan, belum dilakukan strategi manajemen dan rekayasa lalu lintas lain
seperti perubahan satu arah, tidal flow, prioritas angkutan massal, pembatasan sepeda motor atau
lainnya. Sebab, menurutnya, nilai rasio volume per kapasitas (v/c ratio) rata-rata masih di bawah
0,8.
“Kalau ukurannya sudah mencapai di atas 0,8 v/c ratio, ini harus dilakukan rekayasa
pelebaran jalan ataupun manajemen lalu lintas. Pilihannya tergantung karakteristik lalu lintas dan
kebijakannya,” ujarnya.
Namun, menurut dia, upaya manajemen rekayasa lalu lintas ukuran v/c ratio berapapun
selalu dilakukan. Sebab, situasional lalu lintas selalu berubah setiap saat.