Você está na página 1de 5

PEMBELAJARAN BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

YANG TERABAIKAN

Olden Mayazzaka Amalia)*


Neneng Fadi’ah Idzni)*

Abstrak: Permasalahan dalam pengajaran bahasa Indonesia telah diteliti


oleh beberapa ahli. Salah satu permasalahannya adalah penekanan pada
pembelajaran linguistik yakni berbicara. Jumlah siswa di dalam kelas yang
mahir berbicara relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah siswa
yang mahir menulis dan membaca. Pembelajaran bahasa Indonesia
biasanya lebih menekankan pada kemampuan membaca dan menulis.
Padahal Bahasa Indonesia bukan hanya sekedar membaca dan menulis,
tetapi juga berbicara dan mendengar. Terabaikannya dua kemampuan
tersebut berpengaruh terhadap perkembangan belajar siswa di jenjang
selanjutnya.

Kata Kunci : Berbicara, Keterampilan, Berbahasa

PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan di semua jenis dan jenjang
pendidikan di Indonesia. Secara umum, bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan
intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang
keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa Indonesia
diharapkan dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang
lain, menggunakan gagasan dan perasaaanya, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis yang
ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

*Penulis adalah mahasiswa semester I jurusan Farmasi UIN Malik Malang


kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya
kesastraan manusia Indonesia.
Di lingkungan sekolah, mata pelajaran bahasa Indonesia mulai diberikan di Sekolah
Dasar (SD). Pengajaran bahasa Indonesia dasar ini dimaksudkan untuk memperkaya
khazanah kebahasaaan siswa sedini mungkin. Dapat dikatakan bahwa bahasa inilah yang
akan menentukan arah perkembangan seorang siswa. Kalau bahasanya sudah baik, maka
untuk memahami imu-ilmu yang lain akan baik pula. Dengan demikian, tidak perlu heran dan
mempertanyakan kembali apabila pelajaran bahasa Indonesia dijadikan pembelajaran wajib
di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah antara lain dimaksudkan agar: a)
siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara; b) siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi serta
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan
keadaan; c)siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan social; d) siswa memiliki
disiplin dalam berpikir dan berbahasa; dan e) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan
karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Pembelajaran bahasa Indonesia yang dilihat tidak semudah yang dipikirkan dan
diharapkan. Banyak orang yang beranggapan bahwa belajar bahasa Indonesia itu mudah.
Tidak perlu belajar juga pasti bisa. Kita juga telah sering mendengar bahwa belajar bahasa
Indonesia adalah pelajaran yang membosankan, pelajaran yang tidak perlu dipelajari,
pelajaran yang hanya menghabiskan waktu, dan masih banyak lagi opini masyarakat yang
bernada kritik santun, maupun tudingan pedas. Pembelajaran bahasa Indonesia dinilai masih
belum berhasil atau belum memenuhi harapan banyak pihak. Ini sudah jelas bahwa selama ini
pembelajaran bahasa Indonesia dinilai gagal.
Penyebab kegagalan pembelajaran bahasa indonesia ini juga sudah dicari oleh para
ahli, salah satu kegagalan pengajaran bahasa ialah pengajaran yang lebih banyak memberikan
pengetahuan tentang bahasa atau struktur bahasa daripada pengajaran keterampilan berbahasa
(Dendy Sugono, 1995: 3). Dalam proses pembelajaran, guru lebih mendominasi pelajaran.
Guru lebih banyak memberikan bekal berupa teori dan pengetahuan bahasa daripada
mengutamakan keterampilan berbahasa baik lisan maupun tulis (Sumardi Via Nurhayati,
dkk., 2005: 62). Dalam kongres bahasa Indonesia V tahun 1988 masih tampak upaya para
ahli mencari penyebab kegagalan tersebut. Dari penelitian yang dilakukan, para ahli
mengungkapkan akan menindaklanjuti pengajaran bahasa Indonesia yang hendaknya lebih
menekankan keterampilan berbahasa daripada aspek teori kebahasaan (Keputusan Kongres
Bahasa Indonesia V, Jakarta 28 Oktober-3 November 1988). Keterampilan berbahasa yang
dimaksud meliputi keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca,
dan keterampilan menulis. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, keempat keterampilan ini
tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan dan saling mendukung.
Salah satu keterampilan berbahasa yang penting peranannya dalam upaya melahirkan
generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan
berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu
mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi saat
berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang
kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan
mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi
masa depat yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengerkspresikan
gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis. Bahkan,
keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya
karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan
konteks dan situasi tutur ketika berbicara.
Harus diakui secara jujur, keterampilan berbicara di kalangan siswa, khususnya
keterampilan berbicara, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas dari proses
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam membantu siswa
terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Dalam kenyataannya, keterampilan berbicara
siswa belum optimal. Gejala-gejala yang tampak misalnya, siswa mengalami kesulitan dalam
menyampaikan gagasan, pikiran, dan kehendak kepada guru dan temannya. Di samping itu,
siswa juga ragu-ragu dalam berbicara, sulit memilih kata, serta tidak tenang dalam berbicara.
Keterampilan berbicara siswa yang masih rendah memungkinkan siswa malu berbicara dalam
situasi formal maupun nonformal, di dalam kelas maupun di luar kelas. Indikator yang
digunakan dalam mengukur keterampilan berbicara siswa ini, di antaranya kelancaran
berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak
mata.
Rendahnya keterampilan berbicara siswa ini tidak terlepas dari pembelajaran
berbahasa di kelas. Di kelas, guru lebih asyik mengajarkan siswa menulis dan membaca
dibandingkan dengan mengajar siswa berbicara dan menulis. Bahasa indonesia diajarkan
khususnya untuknya membaca dan menulis., sedangkan keterampilan bahasa yang lain:
menyimak dan berbicara terabaikan (Hidayat, 2006: 3).

PEMBAHASAN
Salah satu tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah untuk membina keterampilan
peserta didik memakai bahasa. Keterampilan peserta didik dalam berbahasa meliputi empat
aspek, yaitu aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari keempat aspek
tersebut, ada satu aspek yang sangat vital untuk dikembangkan dan dibina, yaitu keterampilan
berbicara. Bahasa pada hakikatnya berfungsi sosial. Karena itu, hasil pembelajaran bahasa
yang terpenting adalah kemampuan peserta didik untuk menggunakan bahasanya di dalam
kehidupan dan pergaulan sehari-hari. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia ditempatkan sesuai
dengan fungsi utamanya, yaitu sebagai alat komunikasi.
Ada dua factor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam
berbicara, yaitu factor eksternal dan factor internal. Factor eksternal yang dimaksud adalah
pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam
proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa
daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Di lingkungan masyarakat
sekitar, yang digunakan adalah bahasa ibu dan bahasa Indonesia. Kalau ada tokoh masyarakat
yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah
berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia
sesuai dengan konteks dan situasi tutur. Sedangkan factor internal adalah factor yang
mempengaruhi berlangsungnya pembinaan dan pengembangan pelajaran bahasa Indonesia.
Yang termasuk factor internal ialah pendekatan pembelajaran, metode, teknik, media, atau
sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru. Pendekatan tersebut memiliki pengaruh
yang cukup signifikan terhadap tingkat keterampilan berbicara.
Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang
konvensional dan miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara
berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa,
tapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas
bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk
mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekedar
melekat pada diri siswa sebagai suatu yang rasional dan kognitif belaka, belum menunggal
secara emosional dan efektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara bisa menjadi
hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya.
Gejala-gejala kesulitan yang dihadapi oleh siswa tersebut tentunya tidak terlepas dari
peran guru dalam proses pembelajaran di kelas. Pendekatan, metode, teknik, media atau
sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru juga berpengaruh terhadap pembelajaran.
Sentral pembelajaran yang selama ini berada di tangan guru, kini sudah saatnya dialihkan
kepada siswa. Pengalihan ini akan membawa perubahan yang berarti dalam pembelajaran
keterampilan berbicara siswa. Konsep dasar model pembelajaran ini terbagi menjadi 3
bagian, yakni 1) model pembelajaran, 2) keterampilan berbicara, dan 3) pendekatan
kumulatif.

PENUTUP
Terabaikannya keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia
disebabkan oleh dua faktor, yakni factor eksternal dan factor internal. Factor eksternal ialah
factor yang mempengaruhi bahasa Indonesia dari luar seperti pemakaian bahasa daerah oleh
para siswa sebagai bahasa pertamanya. Factor internal ialah factor yan g mempengaruhi
berlangsungnya pembinaan dan pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia, di antaranya
pendekatan pembelajaran, metode, teknik, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan
oleh guru. Dalam pembelajaran berbicara, guru dituntut lebih kreatif dalam menyiapkan
proses belajar mengajar. Intinya, guru dapat menjadikan siswa mampu mengekspresikan
pikiran, gagasan, dan ide-idenya di depan kelas dalam situasi formal maupun nonformal.
Pendekatan komunikatif dapat dijadikan solusi oleh guru dalam mengembangkan
keterampilan berbicara siswa. Dengan demikian, guru diharapkan dapat membuat model
pembelajaran keterampilan berbicara berbasis komunikatif yang disesuaikan dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang digunakan. Dengan begitu, pembelajaran berbicara
akan menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan tidak terabaikan.

DAFTAR RUJUKAN
Dendy Sugono. 1995. Lancar Berbahasa 4: Petunjuk Guru Sekolah Dasar Kelas 6. Jakarta:
Depdikbud
Finoza, Lamuddin. 2007. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia
Efendi, Anwar. 2008. Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Tiara
Wacana

Você também pode gostar