Você está na página 1de 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam menjalani kehidupan suatu hal yang kita mantapkan adalah aqidah/keyakinan
kepada allah SWT. Rasanya aktifitas sehari-hari tak ada gunanya jika tidak di dasari
dengan keimanan yang kuat. Dalam kajian ini kita telah mengenal Teologi Islam yang
membahas tentang pemikiran dan kepercayaan tentang ketuhanan. Teologi Islam ini sudah
sepantasnya kita ketahui agar dalam menjalani kehidupan ini kita mengetahaui dan
menjadi idealnya orang Islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai
perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita harus pandai dalam
memilih dan memilahnya dengan berlandaskan Al-qur’an dan Al-hadist.
Perbedaan pemikiran tersebut membuat mereka saling menyalahkan. Semuanya
memiliki pendapat masing-masing tentang Tauhid/keyakinan atau tentang hal ketuhanan.
Dan kita sebagai orang yang memegang agama Allah harus mengetahui manakah
pemikiran yang benar dal yang salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh
pada Al-qur’an dan Al-hadist. Hal ini merupakan hal penting yang harus di pelajari agar
apa yang menjadi keyakinan kita tentang Allah tidak salah, dan seaandainya apabila
keyakinan kita salah tentang-Nya maka kita bisa saja kita di anggap orang keluar agama
Islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana latar belakang timbulnya aliran-aliran dalam islam?
2. Apa saja aliran-aliran dan tokoh-tokoh teologi dalam islam?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hal apa saja yang melatar belakangi timbulnya aliran-aliran
dalam Islam
2. Untuk mengetahui apa saja aliran-aliran dalam teologi islam
BAB II
PEMBAHASAN

1. Latar belakang timbulnya aliran-aliran dalam Islam


Pada masa Rasulullah Islam secara lengkap diajarkan beliau kepada umatnya
sesuai dengan wahyu yang diterimanya dari Allah di Mekkah, kota ini mempunyai system
kemasyarakatan yang terletak dibawah pimpinan suku bangsa Quraisy, dimana kita
ketahui pada masa itu orang Quraisy dikenal sebagai orang-orang yang berada karena
system perdagangannya. Dalam menjalankan pemerintahannya, mereka dipilih
berdasarkan kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.
Kekuasaan sebenarnya terletak dalam tangan kaum pedagang tinggi. Kaum
pedagang tinggi ini, untuk menjaga kepentingan mereka mempunyai perasaan solidaritas
kuat yang kelihatan efeknya dalam perlawanan mereka terhadap Nabi Muhammad,
sehingga beliau dan pengikut-pengikut beliau terpaksa meninggalkan Mekkah pergi ke
Yasrib di tahun 622 M. di kota Yasrib (Madinah) ini Nabi Muhammad tidak hanya
menjadi kepala agama, akan tetapi beliau juga menjadi kepala pemerintahan.
Ketika beliau wafat tahun 632 M, daerah kekuasaan Madinah tidak terbatas pada
kota itu saja malainkan meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Jadi tidak mengherankan
kalau masyarakat Madinah pada waktu wafatnya Nabi Muhammad sibuk mencari
pengganti beliau sebagai kepala Negara. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar-lah
yang disetujui oleh masyarakat islam di waktu itu menjadi pengganti atau khalifah Nabi
dalam memimpin Negara mereka. Kemudian Abu Bakar di gantikan oleh Umar bin
Khattab selanjutnya Ustman bin Affan dan yang terakhir adalah Ali bin Abi Thalib. Pada
masa kepemimpinan para khalifah inilah muncul beberapa aliran yakni kaum Syi’ah kaum
Khawarijj, kaum Murji’ah, kaum Najariah, kaum Jabariah, kaum Musabbihah, kaum
Mu’tazilah, kaum Asy’ariah, Nahlussunnah wal jama’ah dan Maturidiah
2. Aliran-aliran dan tokoh teologi Islam
2.1 Kaum Khawarijj
Seperti yang kita ketahui, kaum Khawarijj terdiri atas pengikut-pengikut
Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan
sikap Ali bin Abi Thalib dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk
menyelesaikan suatu persengketaan.
Nama Khawarijj berasal dari kata Kharaja yang berarti keluar. Nama itu
diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Ali. Kemudian
mereka menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata Yasyri (menjual).
Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Haruriah, dari kata Harura, satu
desa yang terletak di dekat kota Kufah, di Irak. Di tempat inilah mereka yang pada
waktu itu berjumlah dua belas ribu orang berkumpul dan memilih Abdullah bin
Abi Wahb Al-Rasidi menjadi imam mereka sebagai pengganti Ali bin Abi Thalib.
Dalam suatu pertempuran dengan kekuatan Ali mereka mengalami kekalahan
besar, tetapi akhirnya seorang Khariji bernama Abd al-Rahman bin Muljam dapat
membunuh Ali.
Disini kaum Khawarijj memasuki persoalan kufr: siapakah yang disebut
kafir dan keluar dari islam? Persoalan-persoalan serupa ini bukan lagi merupakan
persoalan politik, tetapi persoalan teologi. Hal ini yang menyebabkan timbul
berbagai golongan dalam kalangan Khawarijj. Kaum Khawarijj pada umumnya
terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Mereka bersifat sederhana dalam cara hidup
dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan tidak bergantung pada orang lain.
Sebagai orang Badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran
islam. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang
yang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatic. Dari sinilah letak
penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarijj terpecah belah.
2.1.1 Al-Muhakkimah
Golongan Khawarijj asli dan terdiri atas pengikut-pengikut Ali, disebut
golongan Al-Muhakkimah. Bagi mereka semua orang yang menyetujui
arbitrase (kekuasaan untuk menyesaikan sesuatu menurut kebijakan)
bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan
artinya sehingga termasuk ke dalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.
Berbuat zina dan membunuh manusia dipandang sebagai dosa besar, maka
menurut paham golongan ini orang yang berbuat zina dan membunuh
manusia dianggap telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Demikian
seterusnya dengan dosa-dosa besar lainnya.

2.1.2 Al-Azariqah
Yakni golongan sesudah golongan al-Muhakkimah hancur dan golongan
Azariqah. Nama ini diambil dari Nafi’ bin Al-Azraq. Khalifah pertama
yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka beri gelar
Amir al-mu’minin. Subsekte ini sikapnya lebih radikal dari al-
Muhakkimah. Mereka memakai term musyrik. Selanjutnya yang
dipandang musyrik ialah semua orang islam yang tak sepaham dengan
mereka. Menurut paham subsekte ini hanya merekalah yang sebenarnya
orang Islam. Orang Islam yang di luar lingkungan mereka adalah kaum
musyrik yang harus diperangi. Oleh karena itu kaum al-Zariqah, sebagai
disebut ibn Al-Hazm, selalu mengadakan isti’rad yaitu bertanya tentang
pendapat atau keyakinan seseorang.

2.1.3 Al-Najdat
Najdah Ibn Amir al-hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya
pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan Al-Azariqah.
Tetapi dalam golongan yang tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian
dari pengikut-pengikut Nafi’ ibn al-Azraq, diantaranya Abu Fuadik, Rasyid
al-Tawil dan atilah al-Hanafi, tidak dapat menyetujui paham bahwa orang
Azraqi yang tak mau berjihat ke dalam lingkungan Al-Azariqah adalah
musyrik. Abu Fudaik dengan teman-teman serta pengikutnya memisahkan
diri dari Nafi’ dan pergi ke Yammah. Nafi’ ibn al-Azraq tidak lagi diakui
sebagai imam. Nafi’ telah mereka pandang kafir dan demikian pula para
pengikutnya. Perpecahan golongan ini muncul ditimbulkan oleh
pembagian ghanimah (barang rampasan perang) dan sikap lunak yang
diambil Najdah terhadap khalifah Abd al-Malik ibn Marwan dari dinasti
Umayyah.

2.1.4 Al-‘Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari Abd al-karim ibn Ajrad yang menurut al-
Syahrastani merupakan salah satu teman dari Atiah al-Hanafi. Kaum al-
Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut paham mereka berhijrah
bukanlah merupakan kewajiban sebagai yang diajarkan oleh Nafi’ ibn al-
Azraq dan Najdah. Kaum Ajaridah ini mempunyai paham pluritanisme

2.1.5 Al-Surfiah
Pemimpin golongan ini adalah Ziad ibn al-asfar. Dalam paham ini mereka
dekat dengan golongan al-Azariqah dan oleh karena itu juga merupakan
golongan yang ekstrim. Hal-hal yang membuat mereka ekstrim antara
lainnya:
a) Orang Sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir
b) Mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh
dibunuh.
c) Tidak semua berpendapat bahwa orang yang dosa besar mejadi
musyrik.
Disamping pendapat diatas terdapat banyak pendapat yang secara spesifik
antara lain?
a) Tarqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk
perbuatan.
b) Untuk keamanan, perempuan Islam boleh kawin dengan lelaki kafir,
dan di daerah bukan islam.

2.1.6 Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling modern dari seluruh
golongan Khawarijj. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad, yang pada
tahun 686 M memisahkan diri dari golongan al-Azariqah. Ajaran-ajaran
dalam paham moderat antara lain:
a) Orang Islam yang tak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan
musyrik
b) Membuat dosa besar tidak membuat orang keluar dari Islam
c) Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata
Meskipun golongan Khawarijj telah hilang dan hanya tinggal dalam
sejarah, golongan al-ibadiah ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di
Zanzibar, Afrika Utara, Umman dan Arabia Selatan.

Pokok-Pokok Ajaran Khawarij


Di antara doktrin-doktrin pokok khawarij adalah sebagai berikut :
a) Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab
c) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil
dan menjalankan syari’at islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh
kalau harus melakukan kezaliman.
d) Khalifah sebelum Ali r.a (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah sah,
tetapi setelah 7 tahun dari masa kekhalifahannya, Utsman dianggap telah
menyeleweng.
e) Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), beliau
dianggap telah menyeleweng.
f) Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
g) Menjatuhkan hukum musyrik kepada anak-anak kaum musyrikin, dan
bahwa mereka juga kekal di dalam neraka bersama orang tuanya.
h) Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh. Bahkan yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap
bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau
membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia
menanggung beban harus dilenyapkan juga harus masuk ke neraka
i) Boleh membunuh perempuan dan anak-anak kaum muslimin yang
berbeda pendapat dengan mereka.
j) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-
harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada
dalam dar al-islam (negara Islam).
k) Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
l) Adanya Wa’ad dan Wa’id (orang baik harus masuk surga, orang jahat
harus masuk neraka).
m) Adanya Amar ma’ruf Nahi Munkar
n) Memalingkan ayat-ayat al-Qur’an yang tampak mutasayabihat.
o) Quran adalah makhluk
p) Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan.
Tokoh-tokoh aliran Khawarijj

1) Abdullah bin Wahab al-Rasyidi (pimpinan rombongan sewaktu


mereka berkumpul di Harura, pimpinan Khawarijj pertama)
2) Urwah bin Hudair
3) Mustarid bin sa’ad
4) Hausarah al-Asadi
5) Quraib bin Maruah
6) Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7) Abdullah bin Basyir
8) Zubair bin Ali
9) Qathari bin Fujaah
10) Abd al-Rabih
11) Abd al Karim bin ajrad
12) Zaid bin Asfar
13) Abdullah bin ibad

2.2 Aliran Murji’ah


Aliran ini disebut juga Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda
persoalan konflik antara Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan kaum
Khawarij pada hari perhitungan kelak. Oleh karena itu, mereka tidak ingin
smengeluarkan pendapat entang siapa syang benar dan dan siapa yang kafir di
antara ketiga kelompok yang bertikai itu.
Dalam perkembangannya, aliran initernyata tidak dapat melepaskan diri
dari persoalan teologis yang muncul pada waktu itu. Ketika itu terjadi perdebatan
mengenai hukum orang yang berdosa besar. Kaum Murji’ah berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar tidak dapat dikatakan kafir selama ia tetap mengakui
Allah sebagai Tuhannya dan Nabi Muhammad saw. sebagai rasul. Pendapat ini
merupakan lawan dari pendapat kaum Khawarij yang menyatakan bahwa orang
Islam yang berdosa besar hukumnya kafir.
Dalam perjalanan sejarahnya, aliran ini aliran ini terpecah menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Tokoh-tokoh
kelompok moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu
Hanifah dan Abu Yusuf. Kelompok ekstrem terbagi dalam beberapa kelompok,
diantaranya adalah al-Jahamiyah, as-Salihiyah, al-Yunusiyah, al-Ubaidiyah, al-
Gailaniyah, as-Saubariyah, al-Marisiyah dan al-Karamiyah.
Sementara itu, Abu A’la al-Maududi menyebutkan 2 doktrin pokok
ajaran Mur’jiah, yaitu
a) Iman adalah percaya kepadaAllah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau
perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal
ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang
difardhukan dan melakukan dosa besar.
b) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman, setiap maksiat
tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas seseorang untuk
mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri
dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid

Tokoh-tokoh aliran Murji’ah:


1) Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
2) Abu Hanifah
3) Abu Yusuf

2.3 Aliran Mu’tazilah


Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran Khawarij
dan aliran Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar.
Menghadapi dua pendapat ini, Wasil bin Ata yang ketika itu menjadi murid Hasan
al-Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahuli gurunya dalam
mengeluarkan pendapat. Wasil mengatakan bahwa orang mukmin yang berdosa
besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya, orang itu bukan
mukmin dan bukan kafir.
Aliran Mu’tazilah merupakan golongan yang membawa persoalan-
persoalan teologi yang lebih mandalam dan bersifat filosofis. Dalam
pembahasannya mereka banyak memakai akal sehingga mendapat nama “kaum
rasionalis Islam”.
Setelah menyatakan pendapat itu, Wasil bi Ata meninggalkan perguruan
Hasan al-Basri, lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok ini dikenal dengan
Muktazillah. Pada awal perkembangannya aliran ini tidak mendapat simpati umat
Islam karena ajaran Muktazillah sulit dipahami oleh beberapa kelompok
masyarakat. Hal itu disebabkan ajarannya bersifat rasional dan filosofis. Alas an
lain adalah aliran Muktaszillah dinilai tidak berpegang teguh pada sunnah
Rasulullah SAW dan para sahabat. Aliran baru ini memperoleh dukungan pada
masa pemerintahan Khalifah al-Makmun, penguasa Bani Abbasiyah.
Kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan
diri. Mu’tazilah adalah aliran yang lebih cenderung menggunakan akal, mereka
banyak memakai akal di dalam persoalan-persoalan teologi. Ada beberapa teori
kenapa aliran ini dinamakan Mu’tazilah yaitu:
a) Washil bin “atha” dan amr bin ubaid berpendapat Mu’tazilah adalah orang
yang mengerjakan dosa besar, tidak mukmin, juga tidak kafir, melaikan
berada dalam suatu tempat antara dua tersebut.
b) Kelompok Mu’tazilah berpendapat bahwa pemisahan diri secara fisik, yaitu
menjauhkan diri dari majlis ta’lim (Tempat pengajian) Hasan Bashri
c) Menurut riwayat yang ke tiga ini mengatakan bahwa pembuat dosa besar
berarti mejauhkan diri dari golongan orang-orang mukmin dan juga golongan
orang-orang kafir.
Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah
Aliran ini menganut free will and free act seperti golongan Qadariyah yakni
manusia bebas berkehendak dan bebas berbuat.
Mu’tazilah mempunyai 5 ajaran dasar yang tertuang dalam Al Ushul Al
Khamsah:
a) At Tauhid (pengesaan Tuhan)
Menurut mereka Tuhan itu satu-satunya yang esa. Namun Mu’tazilah
menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, apa yang disebut sifat menurut
mereka adalah zat Tuhan itu sendiri.
b) Al Adl
Tuhan itu berbuat adil dan Tuhan itu tidak akan berbuat dzalim.
c) Al Wa’d wal Wa’id
Tuhan akan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan
member hukuman kepada orang yang berbuat jahat.
d) Al Manzilah Baina Manzilatain
Menurut aliran ini seorang mukmin yang melakukan dosa besar dan belum
bertaubat bukan lagi mukmin dan bukan pula kafir, melainkan fasik.
Dikatakan bukan kafir karena ia masih percaya kepada Tuhan dan nabi. Tapi
bukan mukmin karena imannya tidak lagi sempurna. Jadi orang fasik itu
ditempatkan di neraka, tapi siksanya lebih ringan daripada orang kafir.
e) Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Perintah melakukan perbuatan baik dan larangan berbuat jahat.

Tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah


1) Washil bin ‘Atha (699-748 M)
Nama lengkapnya Washil bin ‘ Atha al Ghazzal, ia terkenal sebagai
pendiri aliran Mu’tazilah yang pertama dan peletak lima besar ajaran
Mu’tazilah
2) Ma`mun bin Harun Rasyid, khalifah Bani Abbas berkuasa dari tahun
198- 218 H.
3) Al-Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid berkuasa dari tahun 2218-227 H.
4) Watsiq bin Al-Mu`tashim berkuasa dari tahun 227- 232 H.

2.4 Aliran Syi’ah


Syi’ah secara bahasa berarti golongan, kelompok, atau pengikut suatu
aliran. Adapun secara istilah yaitu pengikut dan pecinta Ali Bin Abi Thalib serta
keturunannya yang merupakan Ahlulbait (keturunan Nabi SAW yang berasal dari
pasangan Ali dan Fatimah).
Golongan Syi’ah menetapkan bahwa Imam Alilah yang paling berhak
memegang jabatan khalifah sesudah Nabi.Syi’ah berkeyakinan bahwa yang
dijadikan imam sesudah wafatnya Nabi ialah Ali.Ali adalah guru yang paling
ulung.Alilah yang mewarisi segala pengetahuan yang ada pada Nabi.Ali adalah
manusia yang mempunyai ciri-ciri istimewa, bahkan dianggap ma’shum dari
kesalahan. Oleh karena itu, menurut mereka,mentaati dan mempercayai Ali
termasuk rukun iman juga.Adapun khalifah-khalifah dulu ialah khalifah yang
merampas hak Ali. Kekhalifahan mereka tidak sah.
Sesudah Ali, kekhalifahan itu tetap terun temurun kepada anak cucunya
dan seolah-olah merupakan ketetapan Allah. Tetapi dalam menentukan keturunan
itu timbul pula perbedaan pendapat. Ali mempunyai anak, Hasan dan Husein.
Hasan dan Husein memiliki keturunan pula, akhirnya timbullah pertikaian, kepada
siapa jatuhnya itu. Akibatnya lahirnya beberapa golongan lebih 20 jumlahnya.
Diantaranya :
a) Az-Zaidiyah
Menurut nama Zid bin Zainul Abidin bin Al Hasan bin Ali. Golongan Syi’ah
yang paling murni dan dekat pendiriannya dengan Ahli Sunah wal
Jama’ah.Mereka tidak membenarkan pengakuan sifat-sifat khayalan, yang
diberikan kepada Ali, seperti anggapan bahwa Ali bersifat dengan sifat-sifat
ketuhanan dan sebagainya.
b) Al-Imamiyah (Al-Itsna ‘Asyriyah)
Pendirian golongan ini, bahwa Nabi telah menetapkan kekhalifahan itu
kepada Ali. Kemudian akan diturunkan kepada turunannya Fatimah. Adapun
Abu Bakar dan Umar, adalah orang-orang yang merampas. Percaya terhadap
kekhalifahan Ali termasuk rukun iman. Golongan ini menetapkan bahwa iman
itu hanya 12 orang saja. Diantaranya seorang imam yang selalu ditunggu
kedatangannya ke dunia pada akhir zaman ini.
c) Al-Isma’illiyah
Yaitu yang mengimamkan Ismail Bin Ja’far Ash-Shiddiq. Penganut mazhab
ini menghimpun pelajaran-pelajarannya dalam Sembilan tingkat, dimulai dari
gerakan-gerakan yang meragukan pokok-pokok pelajaran Islam. Mereka
mentakwilkan ajaran-ajaran Islam sekehendaknya saja, jauh dari kehendak
Islam. Mereka mengatakan bahwa wahyu itu semata-mata dicapai oleh
kesucian dan kehernihan jiwa dan segala upacara-upacara Islam, seperti
sembahyang, puasa hanyalah ditentukan oleh orang-orang umum.

Aliran Syi’ah memiliki pandangan sebagai berikut:


a) Tauhid. Golongan Syi’ah percaya sepenuhnya kepada Allah, bahwa Allah
itu Maha Esa.
b) Keadilan. Golongan Syi’ah percaya bahwa Allah itu Maha Adil, konsep
keadilan golongan Syi’ah sama dengan ajaran mu’tazilah.
c) Kenabian. Keyakinan Syi’ah terhadap kenabian tidak berbeda dengan
pemikiran muslim lainnya antara lain:
1) Jumlah Nabi dan Rosul yang diutus Allah berjumlah 124 ribu.
2) Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad SAW.
3) Nabi Muhammad adalah Nabi yang ma’shum atau suci dari aib dan
apapun.
4) Istri-istri Nabi tergolong orang yang suci dan terhindar dari keburukan.
5) Al-Qur’an merupakan mu’jizat Nabi yang kekal.

Tokoh-tokoh aliran Syi’ah


 Kaum Zaidiyah
1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5) Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid,
adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.
 Kaum Ismailiyah
1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5) Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6) Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-
Shadiq
7) Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan
kakak Musa al-Kadzim.
2.5 Aliran Qadariyah dan Jabariyah
Kaum qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan
dan kebebasaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut paham qadariah
manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Nama qadariah berasal dari kata qadar atau kadar tuhan
dalam istilah inggrisnya dikenal dengan nama free will dan free act.
Kaum Jabariah berpendapat sebaliknya, manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam
paham ini terikat pada kehendak mutlak tuhan. Kata Jabariah berasal dari jabara
yang mengandung arti memaksa, dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah inggris paham
ini disebut fatalism atau predestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah
ditentukan dari semula oleh kadar kadar tuhan.
Masyarakat arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh paham
Jabariah ini. Bangsa arab, yang pada waktu itu bersifat sederhana dan jauh dari
pengetahuan, terpaksa menyesuiakan hidup mereka dengan suasana padang pasir
, dengan panasnya yg terik serta tanah dan gunungnya yg gundul . dalam dunia yg
demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling
mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. mereka merasa dirinnya lemah
dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran kesukaran hidup. dalam kehidupan
sehari hari mereka banyak tergantung pada kehendak alam. hal ini membawa
mereka pada sikap fatalistis.
Oleh karena itu, ketika faham kodariyah di bawa ke dalam karangan
mereka oleh orang orang islam yang bukan berasal dari arab padang pasir, hal itu
menimbulkan keguncangan dalam pemikiran mereka. paham qadariyah itu mereka
beranggap bertentangan dengan ajaran islam. tak dapat di ketahui dengan pasti
kapan paham ini timbul dalam sejarah perkembangan teologi islam. Tetapi
menurut keterangan ahli ahli teologi islam, paham qadariyah kelihatannya
ditimbulkan buat pertama kali oleh seorang bernama ma’bad al juhani. Menurut
ibn nabatah, ma’bad al juhani dan temannnya ghailan al dimasyqi mengambil
paham ini dari seorang Kristen yang masuk islam di irak. dan menurut al zahabi,
ma’bad adalah seorang tabi’I yang baik. Tetapi ia memasuki lapangan politik dan
memihak abd al rahman ibn al asy’as, gubernur sajistan, dalam menentang
kekuasaan bani umayyah. Dalam pertempuran dengan al hajjaj ma’bad mati
terbunuh dalam tahun 80 h.
Pada saat itu ghailan sendiri terus menyiarkan paham qadariyahnya ke
damaskus, tetapi mendapat tantangan dari khalifah umar ibn abd al aziz. Setelah
umar wafat ia meneruskan kegiatannya yang lama, sehingga akhirnya ia dihukum
mati dibunuh oleh hisyam abd al malik (724-743 m). sebelum dijatuhi hukum
bunuh yang diadakan perdebatan antara ghailan dan al awza’I yang dihadiri oleh
hisyam sendiri.
Menurut ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan perbuatannya, manusia
sendirilah yang melakukan perbuatan perbuatan baik atas kehendak dan
kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan perbuatan jahat atas kemauan dan dayannya sendiri. Dalam paham ini
manusia merdeka dalam tingkah lakunnya. Disini tidak terdapat paham yang
mengatakan bahwa nasib manusia dalam perbuatan perbuatannya hanya bertindak
menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak zaman azali.
Selain dari penganjur paham qadariyah, ghailan juga merupakan pemuka
Murji’ah dari golongan as salihiah.
Aliran yang sebaliknya yaitu paham Jabariah, kelihatannya ditonjolkan
buat pertama kali dalam sejarah teologi islam oleh al ja’d ibn dirham. Tetapi yang
menyiarkannya adalah jahm ibn safwan dari khurasan. Jahm yang terdapat dalam
aliran Jabariah ini sama dengan jahm yang mendirikan golongan al jahmiah dalam
kalangan Murji’ah sebagi sekretaris dari syuraih ibn al haris. ia turut dalam
gerakan melawan kekuasaan bani umayyah. Dalam perlawanan itu jahm sendiri
dapat ditangkap dan kemudian dihukum bunuh di tahun 131 h.
Paham yang dibawa jahm adalah lawan ekstrim dari paham yang
dianjurkan ma’bad dan ghailan. Manusia menurut jahm tidak mempunyai
kekuasaan untuk berbuat apa apa, manusia tidak mempunyai pilihan, manusia
dalam perbuatan perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan,
kemauan, dan pilihan baginya. oleh karena itu manusia dikatakan “majazi“ atau
kiasan tak ubahnya sebagaimana disebut air mengalir, batu bergerak, matahari
terbit dan sebagainya. Menurut paham ekstrim ini, segala perbuatan manusia tidak
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang
dipaksakan atas dirinya. Sedangkan paham fatalism yang dibawa jahm merupakan
fatalisme dalam bentuk ekstrim, al syahrastani menyebut paham Jabariah lain yang
bersifat moderat. Paham itu dibawa oleh al Husain ibn Muhammad al najjar.
Tuhanlah kata al najjar, yang menciptakan perbuatan perbuatan manusia, baik
perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan perbuatan perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan perbuatannya. Dan inilah yang
dimaksud dengan kasb atau acquisition. Paham yang sama diberikan oleh dirar ibn
‘amr ketika ia katakan bahwa perbuatan perbuatan msnusia pada hakikatnya
diciptakan tuhan, dan diperoleh (acquired, iktasaba) pada hakikatnya oleh
manusia.
Dalam paham yang dibawa al najjar dan dirar manusia tidak lagi hanya
merupakan wayang yang digerakkan dalang. Paham kasb al najjar dan dirar
merupakan paham tengah antara paham qadariyah yang dibawa ma’bad serta
ghailan dan paham jabariyah yang dibawa jahm.
Tidak mengherankan kalau paham Jabariah dan paham qadariyah, sunnguh
penganjur penganjurnya yang pertama meninggal dunia, masih tetap terdapat
didalam kalangan umat islam. Dalam sejarah teologi islam, selanjutnya paham
qadariyah dianut oleh kaum mu’tazilah sedang paham jabariyah, sunnguh tidak
identik dengan paham yang dibawa jahm ibn safwan atau dengan paham yang
dibawa al najjar dan dirar, terdapat dalam aliran al asy’ariyah.
Tokoh Qadariyah
1) Ma’bad Al-Jauhani
Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada
Hasan Al- Basri
2) Ghailan Ad-Dimasyqy
Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi
maula Usman bin Affan

Tokoh jabariyah
1) Ja'd Bin Dirham
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh
pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri
2) Jahm bin Shafwan
Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di
Marwan dengan Bani Ummayah

2.6 Aliran Maturidiyah


Abu Manshur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturudi lahir
di Samarkand pada pertengahan ke dua dari abad ke sembilan Masehi dan
meninggal di tahun 944 M. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya.
Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologinya banyak
persamaannya dengan paham-paham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem
pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan
teologi ahli sunnah dan dikenal dengan al-Maturidiah.
Abu Mansur al-Maturidi mencari ilmu pada pertiga terakhir dari abad ke
tiga Hijrah, di mana aliran Mu’tazilah sudah mengalami kemundurannya, dan di
antara gurunya adalah Nasr bin Yahya al-Balakhi (wafat 268 H).[9] Negeri
Samarkand pada saat itu merupakan tempat diskusi dalam ilmu Fiqh dan Ushul
Fiqh. Diskusi di bidang Fiqh berlangsung antara pendukung mazhab Hanafi dan
pendukung mazhab Syafi’i.
Selain itu, aliran Maturidiyah merupakan salah satu dari sekte Ahl al-
Sunnah wal al-Jama’ah yang tampil bersama dengan Asy’ariah. Kedua aliran ini
datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk
menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang berada di
barisan paling depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstrimitas kaum tekstualis di
mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabillah (para pengikut
Imam Ibnu Hambal. Pada awalnya antara kedua aliran ini (Maturidiyah dan
Asy’ariyah) dipisahkan oleh jarak: aliran Asy’ariyah di Irak dan Syam (Suriah)
kemudian meluas ke Mesir, sedangkan aliran Maturidiyah di Samarkand dan di
daerah-daerah di seberang sungai (Oxus-pen). Kedua aliran ini bisa hidup dalam
lingkungan yang kompleks dan membentuk satu mazhab. Nampak jelas bahwa
perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah Fiqh kedua aliran ini
merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah
(para pengikut Imam Hanafi) membentengi aliran Maturidiyah, dan para pengikut
Imam al-Syafi’I dan Imam al-Malik mendukung kaum Asy’ariyah.
Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu menentang paham-paham dari aliran
Mu’tazilah. Seperti yang kita ketahui, al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah
iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Mu’tazilah
(aliran teologi yang amat mementingkan akal dan dalam memahami ajaran agama)
dan Asy’ariyah (aliran yang menerima rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah
kemampuan akal manusia. Maka dari itu, Al-Maturidi melibatkan diri dalam
pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran sendiri. Pemikirannya itu
merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kerana itu juga,
aliran Maturiyah sering disebut “berada antara teologi Mu’tazilah dan
Asy’ariyah”.
Salah satu pengikut penting dari al-Maturidi adalah Abu al-Yusr
Muhammad al-Bazdawi (421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah murid dari al-
Maturidi, dan al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya.
Al-bazdawi sendiri mempunyai murid-murid dan salah seorang dari mereka ialah
Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H).
Walaupun konsep pemikiran al-Bazdawi bersumber dari pemikiran al-
Maturudi, tapi terdapat pemikiran-pemikiran al-Bazdawi yang tidak sefaham
dengan al-Maturudi. Antara ke dua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat
perbedaan faham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah
terdapat dua golongan: golongan Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi
sendiri, dan golongan Bukhara yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi.
Dari paparan mengenai sejarah di atas, di sini para penulis beropini bahwa
aliran Maturidiyah merupakan aliran dari sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah
yang pada mulanya aliran ini berakar dari pemikiran Abu Mansur al-Maturidi.
Beranjak dari pemikiran-pemikiran al-Maturidi ini lah aliran ini berkembang.
Sehingga pengikut aliran ini disebut aliran Maturudiyah yang diambil dari nama
pendirinya sendiri.
Pada mulanya, aliran ini masih teguh pada satu kiblat yakni pemikiran-
pemikiran dari pendirinya (al-Maturidi). Namun jauh setelah al-Maturidi
meninggal, yakni cucu dari salah seorang murid al-Maturidi, al-Bazdawi
memberikan pemahaman yang bertentangan dengan pemikiran-pemikiran al-
Maturidi. Sehingga banyak hal-hal yang berbeda dalam konsep ajaran yang
diberikan oleh pendirinya dengan pemikiran al-Bazdawi itu sendiri. Maka dengan
adanya perbedaan-perbedaan tersebut, aliran Maturidiyah terpecah menjadi dua
golongan besar yaitu pengikut setia al-Maturidi yang akhirnya disebut
Maturidiyah Samarkand dan pengikut al-Bazdawi yang disebut dengan
Maturidiyah Bukhara.
Ajaran Aliran Maturidiyah
1) Mengenai sifat-sifat Allah Swt.
Mengenai sifat-sifat Allah Swt., aliran Asy’ariyah mengatakan
sifat-sifat Allah Swt. itu merupakan sesuatu yang berada di luar Dzat.
Mereka juga menetapkan adanya qudrah, iradah,’ ilm, bayah, sama’, basher
dan kalam pada Dzat Allah Swt. Kata mereka, semua itu merupakan sesuatu
di luar Dzat-Nya. Mu’tazilah mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di luar
Dzat-Nya. Adapun yang disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti:’Alim (Maha
mengetahui), Khabir (Maha mengenal), Hakim (Maha bijaksana), Bashir
(Maha melihat), merupakan nama-nama bagi Dzat Allah Swt. Kemudian al-
Maturidi menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah Swt., tetapi ia mengatakan
bahwa sifat-sifat itu bukanlah sesuatu di luar Dzat-Nya, bukan pula sifat-
sifat yang berdiri pada Dzat-Nya dan tidak pula terpisah dari Dzat-Nya.
Al-Maturidi juga menerima segala sesuatu yang disifatkan Allah
Swt. kepada diri-Nya sendiri, baik berupa sifat maupun keadaan. Sekalipun
demikian, ia menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme
(menyerupai bentuk manusia) dan dari mengambil ruang dan waktu.
Terhadap ayat-ayat yang mengandung makna sifat-sifat, seperti pernyataan
bahwa Allah Swt. mempunyai wajah, tangan, mata dan lainnya, maka al-
Maturidi berdiri pada posisi penta’wil dan berjalan di atas prinsipnya, yaitu
membawa ayat-ayat yang mutasyabih kepada yang muhkam.
Al-Maturidi dalam memahami sifat-siafat Allah Swt. hampir
sependapat dengan aliran Mu’tazilah, yang mengatakan bahwa antara Dzat
dan sifat-sifat Allah itu tidak terpisah. Sehingga dalam hal ini, jelas al-
Maturidi lebih dekat dengan aliran Mu’tazilah.
2) Melihat Allah Swt.
Ada beberapa nash Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah Swt.
dapat dilihat, seperti firtman Allah:

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada


Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah, 75: 22-23)
Berdasarkan firman tersebut, al-Maturidi menetapkan bahwa Allah dapat
dilihat pada hari kiamat. Ini dikarenakan pada hari kiamat itu merupakan
salah satu keadaan khusus.
Berdasarkan Penjelasan ayat diatas Ajaran Al-Maturidi benar,
apalagi diperkuat dengan firman Allah Swt. Surah Al-Qiyamah: 22-23,
karena menurut pendapat kami pada hari kiamat manusia akan berjumpa atau
melihat Allah Swt. (bagi orang-orang yang beriman). Namun dalam hal sifat
dan bagaimana bentuk Allah Swt., hanya Dialah yang mengetahui,
sebagaimana kita tidak mengetahui kapan terjadinya hari kiamat.
3) Pelaku Dosa Besar
Al-Maturidi mengatakan bahwa orang mu’min yang berdosa adalah
menyerahkan persoalan mereka kepada Allah Swt. Jika Allah Swt.
menghendaki maka Dia mengampuni mereka sebagai karunia, kebaikkan
dan rahmat-Nya. Sebaliknya, jika Allah Swt. menghendaki, maka Dia
menyiksa mereka sesuai dengan kadar dosa mereka. Dengan demikian,
orang mu’min berada di antara harapan dan kecemasan. Allah boleh saja
menghukum dosa kecil dan mengampuni dosa besar, sebagaimana Dia telah
berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’, 4: 48)
Setelah Maturidiyah terpecah menjadi dua bagian, yakni aliran
Samarkand dan Bukhara, ajaran aliran maturidiyah mengalami perbedaan dan ada
juga yang sama di antara ke dua aliran ini, yakni sebagai-berikut:
1) Mengenai pelaku dosa besar
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan
bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya
keimana dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak diakherat
bergantung apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat
terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak
Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan
memasukkannya keneraka, tetapi tidak kekal didalamnya.
Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada
manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan
untuk orang musyrik.Ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an
Surrah An-Nissa’:48

2) Mengenai iman dan kufur


Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa
iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Ia
berargumentasi dengan ayat Al-Qur’an surat Al-hujurat 14:

Artinya: “orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”.


Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‘kami telah tunduk’,
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hujurat, 49: 14)
Ayat tersebut di pahami Al-Maturidi sebagai suatu penegasan bahwa
keimanan itu tidak cukup hanya perkataan semata, tanpa diimani pula oleh
kalbu. Apa yang di ucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman,
menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah.
Maturidiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda. Al-Bazdawi
menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang, tidak bisa bertambah dengan
adanya ibadah-ibadah yang dilakukan. Al-Bazdawi menegaskan hal tersebut
dengan membuat analogi bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan berfungsi
sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang, esnsi yang
digambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya, dengan
kehadiran bayang-bayang (ibadah) itu, iman justru menjadi bertambah.

3) Mengenai perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia


a) Mengenai perbuatan Tuhan
Mengenai perbuatan Allah SWT. ini, terdapat perbedaan pandangan
antara Maturidiyah Samarkad dan Maturidiyah Bukhara. Aliran
Maturidiyah Samarkad, yang juga memberikan batas pada kekuasaan
dan kehendak mutlak tuhan, pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya
menyangkut hal-hal yang baik saja. Demikian juga pengiriman rasul
dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan
Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban.
Namun, sebagaimana yang dijelaskan oleh Bazdawi, Tuhan pasti
menempati janji-Nya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat
baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang
yang berdosa besar. Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara tentang
pengiriman rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat
mungkin saja.
b) Mengenai perbuatan Manusia
Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah
Bukharah mengenai perbuatan manusia. Kehendak dan daya berbuat
pada diri manusia, menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak
dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya dan bukan dalam arti
kiasan, maksudnya daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya,
tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Sedangkan Maturidiyah
Bukharah memberikan tambahan dalam masalah daya. Manusia tidak
mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang
dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang
telah diciptakan Tuhan bagi-Nya.

4) Mengenai sifat-sifat Tuhan


Maturidiyah Bukhara berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat
jasmani. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan mempunyai
sifat-sifat jasmani haruslah diberi ta’wil
Sedangkan golongan Samarkand mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan,
tetapi tidak lain dari Tuhan. Dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi
gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki
adalah kekuasaan Tuhan.

5) Mengenai kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan


Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh
keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatannya
adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan
kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Adapun Maturidiyah Bukhara
berpendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa
saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang
menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.

Tokoh Maturidiyah
1) Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Almaturidi
(pendiri)
2) Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi.

2.7 Ahli Sunnah dan Jama’ah


Seperti yang kita tahu islam bersatu dibawah Rasulullah, dan kemudian
dilanjutkan oleh para sahabat-sahabatnya. Tapi setelah para sahabat wafat, benih-
benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah
faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah
SAW.
Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai
golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam,
seperti Mu’tazilah, Syi’ah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang
satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap
berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah
SAW bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya
dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah
Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus
shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang
selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang
mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-
sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah
Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah
adalah umat Islam.

Pengertian Sunnah dan Jama’ah


Pengertian Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua
bagian yakni definisi secara umum dan definisi secara khusus .
a) Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang
senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para
shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat ( Tasawwuf &
Ahlaq ) .
b) Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang mempunyai
I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’iroh dan
Maturidiyah.

Pembahasan aliran Sunnah dan Jama’ah


a) Kesalah pahaman dalam kepemimpinan pada saat wafatnya Rasulullah
Muhammad
Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman
antara golongan Muhajirin dan Anshar siapa yang selanjutnya menjadi
pemimpin kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan
perselisihan antar kaum muslimin muhajirin dan anshor. Setelah masing-
masing mengajukan delegasi untuk menentukkan siapa Khalifah pengganti
Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu
Bakar sebagai Khalifah.
b) Fitnah pada masa khalifah ke-1
Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup
serius di tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah
Utsman. Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh
Abdullah bin Saba' dari Mesir yang hendak memberontak kepada Khalifah
dan hendak membunuhnya. Abdullah bin Saba' berhasil membangun
pemahaman yang sesat untuk mengadu domba umat Islam untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat banyak saat itu,
terutama disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan terhadap Utsman,
berhasil membunuh beliau dengan sadis ketika beliau sedang membaca
Qur'an.
c) Fitnah dimasa khalifah ke-2
Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-
orang yang terpengaruh Abdullah bin Saba' terus menerus mengadu domba
para sahabat. Usaha mereka berhasil. Para sahabat salah paham mengenai
kasus hukum pembunuhan Utsman. Yang pertama berasal dari janda
Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama dengan Thalhah dan yang kedua ialah
bersama dengan Zubair. Mereka berhasil diadu domba hingga terjadilah
Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian oleh Muawiyah yang diangkat
oleh Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang
Shiffin. Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang
berselisih mengadakan ishlah atau perdamaian. Para pemberontak tidak
senang dengan adanya perdamaian di antara kaum muslimin. Kemudian
terjadi usaha pembangkangan oleh mereka yang pada awalnya berpura-pura /
munafik. Merekalah Golongan Khawarijj
d) Tahun Jama'ah
Kaum Khawarijj ingin merebut kekhalifahan. Akan tetapi, terhalang oleh Ali
dan Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh keduanya.
Ibnu Muljam dari Khawarijj berhasil membunuh Khalifah Ali pada saat
khalifah mengimami salat subuh di Kufah, tapi tidak terhadap Muawiyah
karena dijaga ketat. Bahkan Muawiyah berhasil mengkonsolidasikan diri dan
umat Islam, berkat kecakapan politik dan ketegaran kepemimpinannya.
Karena belajar oleh berbagai pertumpahan darah, kaum muslim secara
pragmatis dan realistis mendukung kekuasaan de facto Muawiyah. Maka
tahun itu, tahun 41 Hijriyah, secara khusus disebut tahun persatuan ('am al-
jama'ah).
e) Sunnah Madinah
Kaum muslimin mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an, dan
memperhatikan serta ingin mempertahankan sunnah Nabi di Madinah.
Akhirnya ilmu hadits yang berkembang selama beberapa abad, sampai
tuntasnya masalah pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada sekitar
akhir abad ke-3 hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi hadis dan
menghasilkan al-Kutub al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh al-Bukhari
(w. 256 H), Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275),
al-Turmudzi (w. 279 H), dan al-Nasa'i (w. 303 H).

Perkembangannya kemudian
Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari
bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di
tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa
perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah

Mazhab / Aliran Fikih

Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di
dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti.
Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan
mazhab bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan) tapi lebih pada tata cara ibadah.
Para Imam mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang
tidak ada keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan
suatu hadis bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain
dalam tema yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah
terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih dibolehkan, karena
rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan beliau memang tidak pernah
memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu mencari dalil-dalilnya
secara langsung, karena jika hal itu wajib bagi setiap muslim maka tidak cukup
waktu sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat mudah.

a) Hanafi
Didirikan oleh Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah yang paling
dominan di dunia Islam (sekitar 32%), penganutnya banyak terdapat di Asia
Selatan Turki, Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir
bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi'i dan
Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).
b) Maliki
Didirikan oleh Imam Malik, diikuti oleh sekitar 20% muslim di seluruh dunia.
Mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat dan Utara. Mazhab ini
memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup penduduk Madinah
sebagai sumber hukum karena Nabi Muhammad hijrah, hidup dan meninggal
di sana dan kadang-kadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari hadits.
c) Syafi'i
Dinisbatkan kepada Imam Syafi'i memiliki penganut sekitar 28% muslim di
dunia. Pengikutnya tersebar di Turki, Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia,
Yaman, Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Sri Lanka dan menjadi
mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.
d) Hambali
Dimulai oleh para murid Imam Ahmad bin Hambal. Mazhab ini diikuti oleh
sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab.
Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di Arab Saudi
Tokoh-tokoh Ahlu Sunnah dan Jamaah
1) Abu Hasan Al-Asy’ari
Nama lengkap beliau adalah Abu Hasan Ali bin Ismail bin Abi Basyar, Ishak
bin Salim bin Abdillah, bin Bilal, bin Abi Burdah, bin Abi Musa Al-Asy’ari.
Lahir di Basyrah (Irak) tahun 260 dan wafat di Basyrah pada tahun 324 hijriah
dalam usia 64 tahun.
2) Abu Mansyur Al-Maturidi
Imam Abu Mansyur Al-Maturidi adalah seorang Ulama Usuluddin
pembangun mazhab ahlus sunnah yang nama lengkapnya ialah muhammad
bin muhammad Abu mansyur Al-Maturidi. Beliau lahir di suatu desa
Samarqan bernama Maturidi di Asia Tengah dan meninggal pada tahun 333
Hijriah kurang lebih abat ke-III Hijrah.
BAB III
KESIMPULAN

Sebelum Nabi Muhammad wafat pada tahun 632 M, Nabi merupakan


pemimpin dan imam di kota Madinah atau bisa dikatakan sebagai orang paling
berpengaruh pada kota tersebut. Sehingga ketika Nabi wafat penerus
kepemimpinan Nabi menjadi masalah serius, kemudian dipilihlah Abu Bakar
sebagai pengganti atau khalifah Nabi dalam memimpin Negara. Kemudian
Abu Bakar di gantikan oleh Umar bin Khattab selanjutnya Ustman bin Affan
dan terakhir Ali bin Abi Thalib. Dan pada masa kepemimpinan para khalifah
inilah muncul beberapa aliran yakni kaum Syi’ah, kaum Khawarijj, kaum
Murji’ah, kaum Najariah, kaum Jabariah, kaum Musabbihah, kaum
Mu’tazilah, kaum Asy’ariah, Nahlussunnah wal jama’ah dan Maturidiah.

1. Aliran Khawarijj
Kaum Khawarijj terdiri atas pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib yang
meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib
dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan suatu
persengketaan. Aliran Khawarijj ini berpecah menjadi beberapa aliran yaitu:
Kaum Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, Al-Najdat, Al-Ajaridah, Al-Surfiah,
Al-Ibadiah.

2. Aliran Murji’ah
Dinamai Murji’ah karena sesuai dengan makna istilah tersebut yaitu menunda
atau mengembalikan. Mereka berpendapat, bahwa orang-orang mukmin yang
berbuat dosa besar hingga matinya tidak juga tobat, orang itu belum bisa
dihukumi sekarang, terserah atau ditunda serta dikembalikan saja urusannya
kepada Allah kelak pada hari kiamat.
3. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah aliran yang lebih cenderung menggunakan akal, mereka
banyak memakai akal di dalam persoalan-persoalan teologi. Aliran ini
mempunyai 5 ajaran dasar yang tertuang dalam Al Ushul Al Khamsah yaitu:
At Tauhit, Al Adl, Al Wa’d wal Wa’id, Al Manzilah Baina Manzilatain, Amar
Ma’ruf Nahi Munkar.

4. Aliran Syi’ah
Syi’ah yaitu pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka,
mentaati dan mempercayai Ali termasuk rukun iman juga. Aliran ini pecah
menjadi 20 kaum, antara lain: Az-Zaidiyah, Al-Imamiyah, Al-Isma’illiyah.

5. Aliran Qadariyah dan Jabariyah


Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Kaum Jabariah
berpendapat sebaliknya, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya.

6. Aliran Maturidiyah
Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansyur
Muhammad bin Muhammad Al-Maturidi, karena lahir di Maturid. Aliran ini
memiliki faham antara lain: kewajiban mengetahui Allah, kebaikan dan
keburukan menurut akal, hikmah dan tujuan perbuatan Allah.

7. Aliran Ahlussunah wal Jama’ah


Golongan ini adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan
jamaatus shohabah. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW: bahwa
golongan yang selamat dan akan masuk surge adalah golongan yang
mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-
sahabatku. Aliran ini memiliki 4 mazhab/aliran yakni: Hanafi, Maliki, Syafi’I
dan Hambali.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Sunni
http://dc149.4shared.com/doc/G51_948n/preview.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Syi’ah
http://syehbiologi.blogspot.com/2012/03/aliran-khawarij-latar-belakang-
sejarah.html
http://dinulislami.blogspot.com/2009/08/murjiah.html

Você também pode gostar