Você está na página 1de 8

Hutang Luar Negeri Indonesia •


Masalah &Alternatif Solusinya
PENDAIlllLUAN

Selama tiga dekade (1966-1996), perekonomian Indonesia tumbuh lebih


dari 5 persen setahun. Prestasi yang bersifat spektakuler dibandingkan
dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang
hanya sebesar 2.4 persen setahun pada periode terse but menempatkan
Indonesia ke dalarn kelompok pilihan perekonomian Asia yang berkinerja
tinggi (high-performing Asian economies) yang dicirikan adanya
pertumbuhan yang cepat dan ketidakmerataan pendapatan yang menurun.
Pertumbuhan yang mengesankan tersebut diakibatkan oleh adanya
berbagai instrumen kebijakan yang konsisten selama periode tersebut,
yang antara lain adalah (1) kebijaksanaan anggaran berimbang pacta tingkat
nasional maupun tingkat daerah, (2) kebijakan pengendalian tingkat inflasi
yang relatif stabil sepanjang periode tersebut, (3) kebijaksanaan sistem
devisa bebas disertai dengan pengelolaan yang sangat hati-hati terhadap
defisit neraca transaksi berjalan, dan (4) terus masuknya hutang luar negeri
dengan persyaratan lunak dan tingkat suku bunga yang rendah.
Oleh : Dr. Ir. AriefDaryanto, MEc *j

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 merubah


keberuntungan Indonesia secara dramatis. Krisis ekonomi ditandai oleh
krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar dan disusul dengan kelangkaan
bahan-bahan kebutuhan pokok. Walaupun perekonomian Indonesia telah
empat tahun terjerat dalam krisis ekonmi, namun silang pendapat ten tang
penyebab dan akibat krisis ekonomi bagi perekonomian Indonesia masih
tetap diperdebatkan (Daryanto 2000). Salah satu alasan penyebab
timbulnya krisis ekonomi yang diyakini oleh banyak ahli ekonomi adalah
strategi pembangunan ekonomi di masa lalu yang terlalu mengandalkan
hutang luar negeri. Hanya saja perlu dicatat bahwa sebelum krisis
tampaknya Indonesia tidak dianggap mempunyai masalah dalam
creditworthiness yang tercermin dari makin meningkatnya hutang luar
negeri. Oleh karena itu banyak pihak yang berpendapat bahwa hutang
luar negeri ini diibaratkan sebagai pedang bermata dua.

Dalarn kebijakan anggaran yang berimbang, dimana rencana pengeluaran


harus sarna dengan pemasukan, hutang luar negeri pemerintah dibutuhkan
untuk membiayai defisit anggaran. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS tentunya berdarnpak negatif terhadap posisi neraca pembayaran,
terutama karena jUmlah hutang luar negeri makin membengkak dimana
pada saat sebelum krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997 total stok hutang
luar negeri secara riil mencapai 64.2 persen GDP dan kemudian setelah
krisis ekonomi terjadi membengkak menjadi 95.3 persen GDP (World Bank
1999).

.) Staf Pengajar Jurusan Ilrnu Ekonorni dan Studi Pernbangunan,

I
Fakultas Ekonorni dan Manajernen - IPB dan MMA-IPB.

ISSN: 0853.~6~ ,-IOIUMEIIL4· VOLUME 7, No.1 - September 2001


Tulisan ini berupaya untuk mengkaji hutang luar negeri antara defisit investasi swasta, defisit anggaran pemerintah,
dari berbagai sisi dan keterkaitannya dengan faktor-faktor dan defisit perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut.
lain. Tulisan ini diawali dengan diskusi tentang konsep Dari sisi pengeluaran, seperti yang ditunjukkan pada
dan kritik atas hutang luar negeri, kemudian dilanjutkan persamaan dasar makroekonorni (1), pendapatan nasional
dengan diskusi ten tang hutang luar negeri Indonesia dan merupakan penjumlahan dari pengeluaran konsumsi
masalahnya. Setelah itu akan didiskusikan tentang swasta (C), pengeluaran investasi (I), pengeluaran
altematif solusi hutang luar negeri Indonesia. pemerintah (G) dan ekspor bersih (X - M).

Y=C+I+G+(X-M) (1).

KONSEP DAN KRITIK IRJTANG LUAR NEGERI


Dari sisi pendapatan, pendapatan nasional (Y) merupakan
Pembangunan ekonomi suatu negara berkembang penjumlahan dari konsumsi masyarakat (C), tabungan (S)
membutuhkan dana yang relatif besar. Namun demikian, dan Pajak (T) atau
usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan
menghadapi kendala. Pokok persoalan dalam pengerahan Y=C+S+T (2).
dana tersebut adalah adanya kesulitan dalam pembentukan
modal baik yang bersumber dari penerimaan pemeritah yang Jika kedua sisi identitas pendapatan nasional digabung,
berasal dari ekspor barang ke luar negeri maupun dari maka akan diperoleh:
masyarakat melalui instrumen pajak dan instrumen lembaga-
lembaga keuangan. (X-M) =(S-I) + (T-G) (3).

Usaha pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa Persamaan (3) tersebut menunjukkan persamaan identitas
pengerahan modal dari dalam negeri dan pengerahan modal defisit, yaitu defisit perdagangan (X - M) sama dengan
yang bersumber dari luar negeri. Pengerahan model yang defisit penerimaan dan pengeluaran pemerintah (T - G)
bersumber dari dalam negeri berasal dari 3 (tiga) sumber ditambah defisit tabungan dan investasi swasta (S - I).
utama, yaitu: tabungan sukarela masyarakat, tabungan Persamaan (3) juga menunjukkan bahwa defisit
pemerintah dan tabungan paksa (forced saving). perdagangan, yang artinya adalah pembayaran irnpor lebih
Mengingat kebutuhan dana pembangunan yang berasal besar daripada penerimaan ekspor, merefleksikan ekses
dari dalam negeri tidak cukup tersedia, maka kekurangannya pengeluaran nasional atas pendapatan nasional atau ekses
hams dipenuhi dari luar negeri. investasi dari sektor swasta terhadap tabungan swasta
dalam negeri dan budget keuangan pemerintah yang
Ditinjau dari sudut manfaatnya, hutang luar negeri (bantuan defisit.
luar negeri) mempunyai 2 (dua) peranan, yaitu: (a) untuk
mengatasi masalah kekurangan mata uang asing, dan (b) Dalam perhitungan neraca pembayaran (balance of
untuk mengatasi masalah kekurangan tabungan. Kedua payments), neraca perdagangan (trade balance) mencatat
masalah terse but biasa disebut dengan masalah transaksi ekonorni luar negeri, yakni ekspor dan impor
kesenjangan ganda (the two gap problems), yaitu barang yang berlangsung selama suatu kurun waktu
kesenjangan tabungan (saving gap) dan kesenjangan mata tertentu. Sedangkan transaksi betjalan (current account)
uang asing (foreign exchange gap). adalah neraca perdagangan ditambah dengan penerimaan
bersih dari perdagangan jasa dan transfer bersih dari luar
Kerangka teori kesenjangan ganda 1) (the two gaps model) negeri yang terdiri dari pendapatan bunga tabungan atau
dapat dijelaskan dengan persamaan dasar makro ekonorni investasi di luar negeri oleh swasta dan pemerintah (official
(= pendapatan nasional). Pada dasarnya teori ini transfer) dan pendapatan tenaga ketja yang beketja di luar
menunjukkan bahwa defisit pembiayaan investasi swasta negeri. Persamaan transaksi betjalan (X - M - R - F)
tetjadi karena tabungan lebih kecil dari investasi (I - S = ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini:
resource gap), dan defisit perdagangan disebabkan karena
ekspor lebih kecil dari impomya (X - M = trade gap). (X-M-R-F)= (S-I) + (T-G) (4),
Disamping itu, masih ada defisit dalam anggaran pemerintah
karena penerimaan pemerintah dari pajak lebih kecil dari di mana R =transfer bersih ke luar negeri dan F =penerimaan
pengeluaran pemerintah (T - G = fiscal gap). Hubungan bersih pembayaran faktor-faktor produksi ke luar negeri.

1) Pencetus model ini adalah Chenery dan Bruno (1979). Model sektoral ini terdiri dari dua sektor, yakni swasta dan perdagangan (ekspor dan
impor). Selanjutnya, two gaps model ini dikembangkan menjadi three gaps model, yang terdiri dari tiga sektor, dua ~~ktor dal~ two gaps
model ditambah dengan sektor pemerintah. Beberapa artikel yang menggunakan three gaps model dalam menganallsls keterkRitan antara
pertumbuhan ekonorni dan hutang luar negeri di negera berkembang antara lain adalah Bacha (1984) dan Reisen dan van Trotsenburg (1988).

"~,~,,: I·_-U~"N"'-_~'
Transfer bersih sama dengan perbedaan antara total transfer Kebijaksanaan pembangunan yang mengandalkan hutang
(pemerintah dan swasta) yang dibayarkan ke luar negeri luar negeri masih dianut oleh banyak negara berkembang.
dengan yang diterima di dalam negeri. Untuk transaksi Hutang luar negeri diandalkan untuk memberikan dampak
beIjalan yang surplus, maka kedua sisi persamaan (4) harns positif pada pertumbuhan ekonorni antara lain dengan jalan
positif. meningkatkan produksi, meningkatkan ekspor, memperluas
kesempatan kerja, memperbaiki neraca pembayaran,
Negara berkembang yang mempunyai hutang yang meningkatkan pengetahuan dan teknologi dan
jumlahnya besar menyebabkan defisit transaksi berjalan. meningkatkan mobilisasi sumberdaya. Namun dernikian,
Hal ini dikarenakan negara tersebut harns membayar beban
hutang luar negeri tidak hanya didasarkan atas manfaat
at au pertimbangan ekonomi, melainkan juga atas
bunga yang tinggi (F?). Penerimaan bantuan luar negeri
(foreign aid) di suatu negara berkembang akan pertimbangan politik, sosial, budaya, kemanusiaan dan
memperbaiki transaksi lainnya. Oleh karena itu,
beIjalan (R ?). peranan hutang luar
negeri di negara
Dari persamaan (4) berkembang ban yak
diperoleh gambaran BANYAK AHLI EKONOMI YANG diperdebatkan oleh ahli
bahwa defisit transaksi MENDUKUNG PERLUNYA HUTANG LUAR ekonomi, pembangun-
beIjalan yang berkelan- an, sosial, politik dan
NEGERI KARENA MEMBERIKAN DAMPAK
jutan yang dialami oleh lainnya.
banyak negara berkem- POSITIF TERHADAP PERTUMBUHAN
bang meruPakan penye- EKONOMI, AKAN TETAPI TIDAK SEDIKIT Banyak ahli ekonomi
bab utama negara- YANG BERPENDAPAT SEBALlKNYA. yang mendukung perlu-
negara terse but terus nya hutang luar negeri
saja merninjam dari luar
BANYAK AHLI BERPENDAPAT BAHWA karena memberikan
negeri, terutama negara- APABILA SUATU NEGARA MEMPUNYAI dampak positif terhadap
negara yang kondisi PROFIL HUTANG YANG WAJAR ATAU pertumbuhan ekonomi,
ekonorni dalam negeri- akan tetapi tidak sedikit
YANG DIINGINKAN (A DESIRABLE DEBT
nya tidak menggai- yang berpendapat se-
rahkan investor dari
PROFILE), MAKA NEGARA TERSEBUT baliknya. Banyak ahli
negara-negara maju, TIDAK PERLU MENGKHAWATIRKAN berpendapat bahwa
sehingga sulit bagi EKSISTENSI HUTANG SEBAGAI SALAH apabila suatu negara
negara-negara tersebut mempunyai profil hu-
untuk mensubsitusi
SATU PENDUKUNG KEBERHASILAN tang yang wajar at au
modal pinjaman dari luar PEMBANGUNAN NASIONAL. JIKA yang diinginkan (a
negeri dengan modal JUMLAH HUTANG TIDAK TERLALU desirable debt profile),
dari Penanaman Modal maka negara tersebut
BESAR, HAL INI TIDAK AKAN
Asing (PMA). tidak perlu mengkhawa-
MENGANCAM KESTABILAN MAKRO tirkan eksistensi hutang
Defisit transaksi beIjalan EKONOMI SUATU NEGARA. sebagai salah satu
yang terus menerus pendukung keberhasil-
dibiayai oleh cadangan an pembangunan nasi-
devisa atau pinjaman onal. Jikajurnlah hutang
luar negeri tidak hanya mengakibatkan negara peminjam tidak terlalu besar, hal ini tidak akan mengancam kestabilan
yang bersangkutan semakin terjerumus ke dalam krisis makroekonomi suatu negara.
hutang luar negeri, tetapi juga akan mengancam kestabilan
perekonornian dan kelanjutan pembangunan ekonorni yang Williamson (1999) berpendapat bahwa profil hutang yang
sedang berlangsung di negara terse but. Pilihan terbaik wajar oleh suatu negara mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
untuk meningkatkan transaksi berjalan adalah (1) jurnlah hutang tidak boleh melebihi 40 persen GNP, (2)
meningkatkan ekspor (X?) dan mengurangi ketergantungan jurnlah hutang tidak boleh melebihi 200 persen jurnlah
impor(M?). ekspor suatu negara, dan (3) DSR (debt service ratio),
yang menunjukkan ratio jurnlah hutang terhadap ekspor,

ISSN: 0853-:~ I .4GIUMEDH - VOLUME 7. No.1 - September 2001


tidak boleh lebih dari 25 persen. Jika jumlah hutang melebihi bantuan luar negeri haruslah untuk pembiayaan proyek-
kondisi yang ditentukan dalam profil hutang yang wajar, proyek produktif dan bermanfaat.
maka eksistensi hutang dapat dianggap sebagai ancaman
yang dapat menyebabkan krisis ekonomi suatu negara. Namun kenyataannya, ketergantungan Indonesia akan
hutang luar negeri semakin besar sehingga menjadi suatu
Beberapa ahli yang tidak setuju dengan peranan positif "keharusan". Terus masuknya hutang luar negeri dengan
eksistensi hutang dalam perekonomian di negara-negera persyaratan lunak dan tingkat suku bunga yang rendah
berkembang antara lain Rostow (1985), Tanzi dan Blejer melalui konsorsium IOGI dan COl merupakan instrumen
(1988) dan George (1992). Mereka mengatakan bahwa kebijaksanaan yang konstan sejak awal Pemerintahan Orde
hutang luar negeri justru menjadi bumerang bagi negara Baru. Sebagai akibat dari kemerosotan ekonomi Orde Lama
penerima. Perekonomian negara-negara penerima tidak dan menutup defisit anggaran pembangunan, Pemerintah
semakin baik, melainkan semakin hancur. Beberapa alasan Orde Baru memerlukan pinjaman luar negeri untuk program
yang menyebabkan kegagalan dalam menggunakan dana stabilisasi dan rehabilitasi perekonomian nasional. Dalam
pinjaman untuk pembangunan ekonomi negara sidang pertama pada tahun 1967, IGGI memutuskan
berkembang antara lain adalah (1) ketidakmampuan negara memberikan bantuan sebesar US$ 200 juta. Jumlah tersebut
penerima memanfaatkan hutang secara efektif, (2) hutang sesuai dengan persyaratan yang diinginkan oleh Indonesia
luar negeri lebih bermotifkan politik dibandingkan ekonomi, yaitu persyaratan lunak, masa pembayaran 25 tahun dan
(3) hutang yang diterima dikorupsi oleh pejabat negara tenggang waktu 7 tahun, dan tingkat suku bunga 3 persen
berkembang, dan (4) tidak bekerjanya mekanisme pasar per tahun. Sejak itu hutang luar negeri terus meningkat
akibat kegagalan pasar (market failure) seperti monopoli dan mencapai puncaknya pada tahun anggaran 199811999,
dan oligopoli. saat terjadinya krisis ekonomi.

PERKEMBANGAN DAN MASALAH HUTANG Alasan mendasar dibutuhkannya hutang luar negeri adalah
LUARNEGERI karena tabungan domestik tidak mencukupi, yang
menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk memobilisasi
Indonesia menggunakan hutang luar negeri untuk dana domestik tidak pernah mengimbangi besarnya
mempercepat pembangunan ekonominya. Hutang luar kebutuhan dana untuk investasi. Kesenjangan an tara
negeri dimasukkan sebagai penerimaan pemerintah dalam tabungan dalam negeri baik pemerintah dan swasta
APBN setiap tahunnya. Sumber pinjarnan Indonesia selama menyebabkan hutang luar negeri dan PMA merupakan
ini berasal dari negara-negara dan badan-badan bantuan suatu "keharusan" bagi pembiayaan investasi.
multilateral yang tergabung dalam Consultative Group for
Indonesia 2) atau CGI (sebelurnnya Inter Governmental Pada mulanya, kebijaksanaan hutang luar negeri hanya
Group on Indonesia, IOGI). Dengan tingkat suku bunga untuk sektor publik. Hutang luar negeri BUMN tercatat
yang rendah, tenggang waktu (grace period) dan masa dimulai tahun 1975, enam tahun setelah pemerintah mulai
pembayaran cicilan pokok dan bung any a yang cukup berhutang. Meskipun hutang luar negeri BUMN meningkat
panjang, maka pinjaman dari COl merupakan sumber dari tahun ke tahun, namun peningkatan hutang BUMN
pembiayaan utama. tidaklah secepat perilaku pemerintah dalam berhutang.
Swasta tercatat mulai berhutang ke luar negeri sejak tahun
Meskipun hutang luar negeri menjadi komponen yang 1981. Pada tahun 1997, hanya dalam tempo 17 tahun, hutang
penting dalam struktur pembiayaan pembangunan, namun swasta sebesar US$ 78,228 milyar sudah jauh lebih besar
dalam menjalankan kebijaksanaannya, pinjaman dana yang daripada hutang pemerintah sebesar US$ 53,865 milyar
berasal dari luar negeri tersebut didasarkan pada beberapa yang sudah berhutang selama 29 tahun (Rachbini 2(01).
kriteria pokok yang tujuannya untuk menyelaraskan antara Data paling akhir terakhir menunjukkan bahwa posisi hutang
kebutuhan akan pinjaman dana luar negeri dengan politik luar negeri Indonesia hingga akhir April 2001 mencapai
luar negeri yang bebas aktif, sebagaimana telah digariskan US$ 139, 1 milyar, yang te~diri dari US$ 72,2 milyar (51.49
dalam GBHN. Selain itu, efisiensi dan efektifitas persen) hutang pemerintah dan selebibnya hutang swasta
penggunaan dana menjadi pertimbangan utama, sehingga (Iljas, 2(01).
kriteria pokok tersebut diarahkan pada tiga hal, yaitu: (1)
bantuan luar negeri tidak boleh dikaitkan dengan politik, Tingginya tingkat suku bunga di dalam negeri mendorong
(2) syarat-syarat pembayaran hams dalam batas-batas para investor swasta untuk mencari dana dari luar negeri
kemampuan untuk membayar kembali, dan (3) penggunaan yang dianggap murah. Seiring dengan diberlakukannya
2) IGGI digantikan COl sejak tahun 1992. Penggantian ini sebagai
suatu protes pemerintah Indonesia.
liberalisasi keuangan dan perbankan, besarnya hutang sebagai bahan pertimbangan pemerintah dan swasta untuk
swasta semakin membesar. Dalam melakukan peminjaman mengurangi ketergantungan pembangunan ekonomi
dana dari luar negeri terbukti di kemudian hari bahwa Indonesia terhadap hutang luar negeri. Studi yang
investor swasta tidak mempertimbangkan fundamental dilakukan oleh Arief dan Sasono (1987) menghasilkan
makroekonomi yang sesungguhnya telah memberi isyarat kesimpulan bahwa selama periode 1970-1986, arus bersih
kurang baik, seperti misalnya defisit transaksi betjalan yang modal asing yang masuk ke Indonesia yang terdiri dari
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. investasi modal asing dan hutang luar negeri, setelah
Kemungkinan munculnya ancaman dari luar (external memperhitungkan pembayaran eicilan bunganya dan
shocks) seperti perubahan nilai tukar juga tidak disadari keuntungan yang ditransfer pihak asing ke luar negeri
sejak awal oleh kalangan investor swasta. Disamping itu, menunjukkan nilai kumulatifyang negatif. Artinya bahwa
karena tidak adanya monitoring yang sistematis dalam hutang luar negeri selama periode tersebut menyebabkan
sistem devisa bebas, maka besarnya hutang swasta tidak Indonesia menjadi eksportir modal ke negara donor.
dapat diketahui secara akurat. Disamping itu, studi mereka menunjukkan bahwa hutang
luar negeri ternyata tidak mendorong pertumbuhan
Dana yang dipinjam oleh pihak swasta pada umumnya ekonomi nasional.
menggunakan tingkat bunga komersial dan jangka waktu
yang relatif pendek. Dengan total hutang sebesar US$ 110, Studi yang dilakukan oleh Kuncoro (1989) malahan
177 milyar pada akhir tabun 1996/1997 dimana 46,41 persen menunjukkan bahwa hutang luar negeri membawa dampak
diantaranya adalah hutang swasta, maka dapatlah langsung dan dampak total yang negatifbagi pertumbuhan
dimengerti sepenuhnya bahwa goncangan ekstemal yang ekonomi. Hal ini jelas sekali menunjukkan ketidakefektifan
berupa depresiasi nilai tukar pada pertengahan 1997 yang penggunaan hutang luar negeri. Ketidakefektifan
lalu memieu krisis ekonomi. Berdasarkan data Bank penggunaan hutang luar negeri dibuktikan pula oleh
Indonesia (1997), pada waktu itu cadangan resmi yang Ahmad (1991). Ia juga menyimpulkan bahwa diantara faktor
dimiliki oleh pemerintah hanya mencapai sekitar US$ 20 penyebab peningkatan hutang luar negeri, temyata defisit
milyar. dalam neraca pembayaran menyerap dua per tiga
pertambahan hutang. Sedangkan sisanya, sebesar
Perkembangan hutang yang terus menerus mengakibatkan sepertiga disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar.
tetjadinya pertumbuhan ekonomi yang dipacu oleh hutang
luar negeri (debt-led growth) atau masuk ke perangkap Hasil-hasil studi di atas sesuai dengan studi yang dilakukan
hutang (debt trap), sehingga jika dibiarkan akan oleh George (1992) untuk negara-negara berkembang. Hasil
menimbulkan krisis hutang. Beberapa indikator penelitiannya menunjukkan bahwa pada tahun 1980-an,
menunjukkan bahwa Indonesia telah masuk ke perangkap arus modal yang mengalir dari negara-negara maju (DCs)
hutang. Sebelum krisis, bulan Maret 1996, beban hutang ke negara-negara berkembang (LDCs) dalam bentuk
sebesar 30 persen dari GDP. Kini setelah krisis beban hutang bantuan pembangunan, kredit ekspor, dan arus modal
malahan melonjak menjadi 128 persen GDP. swasta, seperti bantuan bilateral dan multilateral, investasi
swasta lang sung (PMA) maupun tidak lang sung (portfolio
Angka debt service ratio (DSR), yang merupakan rasio investment), pinjaman bank, dan kredit perdagangan
pembayaran bunga dan deilan hutang luar negeri yang (ekspor/impor), lebih kedl daripada arus modal dari LDCs
jatuh tempo terhadap ekspor, juga tergolong sangat tinggi. ke DCs dalam bentuk pembayaran deilan hutang luar negeri
Pada tahun anggaran 1994/95, DSR nasional (pemerintah dan bunganya, royalti, dividen, dan keuntungan repatriasi
dan swasta) sebesar 32,6, sementara itu DSR pemerintah dari perusahaan-perusahaan DCs di LDCs. Ia juga
sebesar 17,7. Angka DSR nasional meningkat sebesar 58,7 mengatakan bahwa hutang luar negeri berperan sebagai
pada tahun 1998 dan menurun kembali menjadi 51,9 pada bumerang terhadap perekonomian negara-negara
tabun 1999. Dengan angka DSR yang lebih dari 50 persen, berkembang. Perekonomian negara-negara berkembang
maka sungguh terlalu besar pengorbanan ekspor untuk penerima pinjaman tidak semakin baik, melainkan semakin
membayar hutang luar negeri. Angka DSR ini merupakan hancur. Studi yang dilakukan oleh Rostow (1985)
lampu merah, karena idealnya beban hutang harus di bawah membuktikan bahwa selama tahun 1970-an hingga
25 persen kemampuan ekspor nasional. pertengahan 1980-an banyak LDCs yang diperkirakan akan
masuk ke tahap lepas landas justru semakin tergantung
Dari berbagai studi tentang hutang Indonesia yang telah dan terjerat hutang luar negeri. Bagaimana dengan
dilakukan, banyak bukti empiris yang bisa digunakan Indonesia? Tampaknya pengamatan Rostow ada benamya.

ISSN: 0853-~ I ,tGIUMEllIA - VOLUME 7. No.1 - September 2001


Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak akhir tahun 1970 tahun I 990-an. Skema pengurangan hutang ini diajukan
selalu positif serta tingkat pendapatan per kapita dan jurnlah berdasarkan alasan bahwa Pemerintah yang sekarang tidak
hutang luar negeri Indonesia meningkat terus setiap tahun. harus menanggung beban hutang yang dikorupsi oleh
Hal ini menandakan adanya korelasi yang positif antara Pemerintah Orde Bam. Skema semacam ini disebut sebagai
keberhasilan pembangunan ekonomi pada tataran makro skema odious debt atau hutang yang "menjijikkan". Hanya
atau peningkatan pendapatan rata-rata per kapita dan saja hingga saat ini upaya ini agak sulit diterima oleh negara
peningkatan jumlah hutang luar negeri (growth with kreditor karena mereka beranggapan bahwa masalah
indebtedness); idealnya korelasi tersebut seharusnya korupsi hutang luar negeri adalah masalah internal
negatif (growth with prosperity). Indonesia. Namun demikian cara ini perlu terus
dikampanyekan Pemerintah. Perkembangan yang menarik
Ketidakefektifan hutang luar negeri sebagai pemacu adalah ada sejurnlah kreditor internasional yang tengah
pembangunan ekonomi nasional disebabkan beberapa mempertimbangkan pemberian pengampunan (debt
faktor. Pertama, hutang luar negeri tidak dialirkan ke forgiveness atau hair cut) terhadap sebagian hutang luar
kegiatan produktif yang bersifat cepat menghasilkan negeri Indonesia. Jumlah yang layak diampuni sekitar
(quick yielding) atau menghasilkan produk-produk yang sepertiga dari hutang luar negeri yang menurut Bank Dunia
bisa diekspor. Kedua, hutang luar negeri dikorupsi oleh telah dikorup oleh rezim pemerintahan Soeharto.
para pejabat dan kroni-kroninya. Pinjaman yang dikorup
sekitar 30 persen. Ketiga, pemerintah Indonesia tidak Ketiga, skema pengampunan hutang (debt forgiveness)
mampu memanfaatkan hutang luar negeri secara tepat dan dan penundaan hutang (debt cancellation) tampakoya
efektif. Prioritas pembangunan ekonomi kurang tajam dan sulit diterima oleh negara-negara kreditur. Di masa lalu,
tidak terfokus. Karena itu, penggunaan dan pinjaman luar ketika tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat
negeri tidak berdampak secara signifikan pada perbaikan cepat, agak janggal untuk meminta penundaan dan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja, penurunan tingkat pengampunan hutang, karena semua lembaga keuangan
kemiskinan dan perbaikan kualitas hidup. Keempat, adanya internasional mempunyai keyakinan bahwa ekonomi
moral hazard para penguasa sehingga tidak ada dorongan Indonesia begitu baik dan tidak ada alasan untuk
yang kuat untuk melunasi hutang-hutang yang ada dan melakukan penundaan pembayaran. Jika cara ini ditempuh
malah cenderung memperbesarnya. Kelima, belum adanya dikhawatirkan negara-negara kreditur tidak akan
penegakan hukum yang kuat turut mempersubur memberikan pinjaman bam kepada Indonesia dan skema
penyalahgunaan dan kebocoran dalam pengelolaan ini bisa merusak citra Indonesia di mata intemasional dan
pinjaman luar negeri. seCara ekonomi dan politik bisa berakibat fatal. Hanya saja,
sekarang keadaannya sangat bedainan, karena kita sudah
SOLUSI ATAS HUTANG LUAR NEGERI terpuruk dan sudah mendapat bantuan khusus dari IMF
dan berbagai lembaga keuangan internasional untuk
Beberapa skema tengah dipertimbangkan dan bahkan telah menopang perekonomian kita. Oleh karena itu, upaya
didiskusikan oleh Pemerintah Indonesia dengan negara- pengampunan hutang perlu terus diupayakan untuk
negara kreditur dan IMF untuk menyelesaikan persoalan meringankan beban hutang Indonesia yang sangat besar.
hutang luar negeri. Pertama, Pemerintah Indonesia telah
meminta untuk melakukan penjadwalan hutang. Namun Karena skema-skema penjadwalan hutang luar negeri yang
demikian, Pemerintah Indonesia tidak bisa sepenuhnya diupayakan Indonesia di atas belum sepenuhnya berhasil,
mendapatkan keringanan karena menurut ketentuan IMF, maka pedu dilakukan berbagai upaya misalnya pembelian
penundaan pembayaran cicilan dan bunga akan kembali hutang (debt buybacks), pengalihan hutang ke
menimbulkan implikasi moratorium. Hal ini berarti bahwa dalam obligasi (debt-for-equity swaps), pengalihan hutang
Indonesia bisa terkena default dan akan sulit menerima untuk alam (debt-for-nature-swaps) atau pengalihan
kredit bam. Dalam kasus penjadwalan hutang ini, Indonesia hutang untuk kemiskinan (debt-for-poverty-swaps).
boleh menunda pembayaran cicilan pokok pinjaman, namun Dengan debt buybacks, debitur secara lang sung membeli
tetap membayar bunga pinjaman. kembali hutang yang tidak bisa dibayar dengan harga
diskon dari nilai mUkanya. Dengan debt1or-equity-swaps,
Kedua, Indonesia telah mengusulkan skema pengurangan negara debitur menukarkan hutangnya ke matauang
hutang (debt reduction) seperti yang pernah ditempuh domestik dengan harga diskon. Mata uang domestik ini
oleh Afrika Selatan pada tahun 1982 dan pernah seCara dipergunakan kreditur untuk melakukan investasi di suatu
intensif dikampanyekan oleh Pemerintah Filipina sejak perusahaan di negera debitur. Dengan debt-for-nature-
swaps, suatu kelompok yang bergerak dalam bidang Manajemen makroekonorni yang tidak ditangani dengan
konservasi dapat membeli hutang yang tidak bisa dibayar, baik (sound macroeconomic management) merupakan
dan bunganya digunakan oleh Pemerintah perninjam untuk penyebab utama mengapa negara seperti Meksiko
melindungi lingkungan. Dernikian juga halnya dengan debt- terjerumus dalam krisis ekonorni sampai dua kali. Belajar
Jor-poverty-swaps, negara kreditur bisa membeli kembali dari pengalaman Meksiko ini, manajemen makro ekonorni
hutang yang tidak bisa dibayar dengan harga diskon, dan perlu ditangani oleh pemerintah Indonesia dengan baik.
dikembalikan kepada negara debitur dengan ketentuan
bahwa dana tersebut KESIMPULAN
harus digunakan untuk
menanggulangi masalah Kemampuan Indonesia
kemiskinan. sebagai negara berkem-
HUTANG LUAR NEGERI MERUPAKAN bang untuk meningkat-
Perkembangan yang SALAH SATU FAKTOR KRITIS DALAM kan tabungan dalam
menarik adalah usulan negeri dan mengurangi
Kenen (1990) tentallg
UPAYA PEMULIHAN EKONOMIINDONE· jurang tabungan-inves-
perlunya suatu peru sa- SIA. JIKA FAKTOR INI TIDAK DAPAT tasi (saving-investment
haan yang disebutnya DIATASI, MAKA KRISIS BERIKUTNYA gap) hingga saat ini
sebagai International masih rendah sehingga
Debt Discount Corpo-
AKAN KEMBALI MENGANCAM. KITABISA untuk biaya pemba-
ration, yang didirikan BELAJAR PENGALAMAN DARI MEKSIKO. ngunan harus ditutupi
atas biaya negara-negara HUTANG LUAR NEGERI TERBUKTI TELAH dari pinjaman luar negeri.
maju, sebagai lembaga Prinsip anggaran ber-
yang menangani pertu-
MENJERUMUSKAN MEKSIKO KE JURANG imbang yang dianut
karan atau pengalihan KRISIS EKONOMI SAM PAl DUA KALI (1984 selama ini oleh Peme-
dengan harga diskon DAN 1995). MANAJEMEN MAKRO· rintah Indonesia mem-
hutang-hutang negara punyai konsekuensi
berkembang yang ber-
EKONOMI YANG TIDAK DITANGANI bahwa defisit anggaran
asal dari bank-bank DENGAN BAlK (SOUND MACROECO· yang terjadi secara
komersial ke garansi NOMIC MANAGEMENT) MERUPAKAN reguler ditutup dari
obligasi jangka panjang. hutang luar negeri.
Sach (1990) juga
PENYEBAB UTAMA MENGAPA NEGARA
mengusulkan perlunya SEPERTI MEKSIKO TERJERUMUS DALAM Peranan hutang luar
suatu lembaga yang KRISIS EKONOMI SAM PAl DUA KALI. negeri dikatakan ibarat
disebut sebagai Interna- pedang bermata dua.
tional Debt Facility
BELAJAR DARI PENGALAMAN MEKSIKO Banyak yang berpen-
yang bertugas untuk IN I, MANAJEMEN MAKRO EKONOMI dapat bahwa hutang
mengurangi secara PERLU DITANGANI OLEH PEMERINTAH luar negeri diyakini
sistematis suku bunga berdatnpak positif bagi
hutang-hutang yang
INDONESIA DENGAN BAlK: pembangunan. Namun
jatuh tempo di bawah demikian banyak juga
harga pasar. Daripada yang berkeyakinan
hutang pokoknya dikurangi melalui pemotongan diskon, bahwa jika suatu negara mempunyai profil hutang yang
Sach berpendapat bahwa penangguhan (rescheduling) tidak wajar atau yang tidak diinginkan Gumlah hutang
yang disertai dengan kornitmen untuk membayar kembali melebihi 40 persen GNP,jumlah hutang melebihi 200 persen
adalah cara yang lebih baik. ekspor dan DSR lebih dari 25 persen), kondisi seperti ini
akan mengancam kestabilan makroekonomi negara
Hutang luar negeri merupakan salah satu faktor kritis dalam tersebut.
upaya pemulihan ekonorni Indonesia. Jika faktor ini tidak
dapat diatasi, maka krisis berikutnya akan kembali Untuk memulihkan perekonornian Indonesia, hutang luar
mengancam. Kita bisa belajar pengalaman dari Meksiko. negeri tetap dibutuhkan dan sangat sulit mengehentikan
Hutang luar negeri terbukti telah menjerumuskan Meksiko begitu saja. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah
ke jurang krisis ekonorni sampai dua kali (1984 dan 1995). mengurangi hutang baru secara _bertahap dan terus
berupaya mencari solusi pengurangan, penghapusan dan REFERENSI:
penjadwalan kembali hutang Indonesia. Skema yang dapat
dipertimbangkan adalah pembelian kembali hutang (buy Ahmad, M. (1991), "Utang Luar Negeri Indonesia Periode
back), pengalihan hutang dengan harga diskon ke dalam 1967-1988", Prisma 9.
ekuitas, pengalihan hutang untuk lingkungan atau Arlef, S. dan A. Sasono (1987), Modal Asing, Beban
kemiskinan. Skema odious debt bisa saja terus diupayakan. Hutang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia,
Skema ini memungkinkan pemerintah baru tidak harus UI-Press, Jakarta.
menanggung beban hutang yang dikorup oleh pemerintah Bacha, E.L. (1984), "Growth with Limited Supplies of
sebelumnya. Foreign Exchange: A Reappraisal of the Two-
Gap Model ". Dalam M. Syrquin, L. Taylor dan
Penyelesaian masalah hutang luar negeri sangat membantu L.E. Westphal (eds.), Economic Structure and
upaya menstabilkan perkembangan kurs rupiah yang Performance, Academic Press Inc., Orlando.
merupakan faktor penting dalam membawa ekonomi Chenery, H.B. (1979), Structural Change and Development
Indonesia keluar dari krisis. Besarnya hutang luar negeri Policy, Oxford University Press, New York.
yang telahjatuh tempo terbukti telah memperparah tekanan- Daryanto, A. (2000), "Indonesia's Crisis amd the
tekanan terhadap rupiah. Untuk itu, upaya-upaya Agricultural Sector: the Relevance of
menyelesaikan masalah hutang luar negeri swasta penting Agricultural Demand-Led Industrialization",
dilakukan. Kesepakatan Frankfrut pada bulan Juni 1998 Politics, Administration and Change 33.
merupaican salah satu wujud prakarsa penyelesaian George, S. (1992), The Debt Boomerang, Westview Press,
masalah hutang yang mencakup penjadwalan kembali Boulder.
hutang perusahaan-perusahaan swasta, penundaan Ujas, A. (2001), Perkembangan Ekonomi Moneter Terkini
pembayaran hutang perbankan, dan penyediaan dan Arah Kebijakan Bank Indonesia, Makalah
pembiayaan perdagangan (trade financing). Pembentukan disampaikan dalam Kuliah Umum Ekonomi
Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA) Moneter, Universitas Andalas, 13 Juli.
merupakan salah satu bagian dari kesepakatan Frankfurt. Kenen, P. (1990), "Organizing Debt Relief: the Needfora
New Institution ", Journal of Economic
Skema lain yang dapat ditempuh adalah pemerintah perlu Perspectives 4.
mencari sumber-sumber penerimaan dalam negeri. Kuncoro, M. (1989), "DampakArus Modal Asing terhadap
Misalnya, meningkatkan sumber pendapatan dari dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Tabungan
negeri, khususnya pajak. Peningkatan pajak dapat Domestik", Prisma 9.
dilakukan dengan ekstensiflkasi dan intensiflkasi. Sampai Rachbini, D.J. (2001), Ekonomi Politik Utang, Ghalia
saat ini rasio pajak (tax ratio) dan rasio obyek pajak Indonesia, Jakarta.
(coverage ratio) di Indonesia masih yang paling rendah Reisen, H. dan A. van Trotsenburg (1988), Developing
diantara negara-negara ASEAN. Tax ratio Indonesia masih Country Debt: the Budgetary and Transfer
sekitar 11 persen. Thailand, Malaysia, Singapura masing- Problem, OECD, Paris.
masing mempunyai tax ratio sebesar 16.2 persen, 30.9 Rostow (1985), "w.w. Rostow". DalamPioneers in
persen dan 20,3 persen. Oleh karena itu, peningkatan pajak Development, G.M. Meier and D. Seers (eds.),
mempunyai peluang yang sangat baik sebagai substitusi Oxford University Press, New York.
hutang luar negeri untuk mempersempit kesenjangan Sach, J. (1990), "A Strategy for Efficient Debt Reduction ",
tabungan-investasi. Hanya saja perlu dihindarkan bahwa Journal of Economic Perspectives 4.
penarikan yang lebih intensif dan perluasan obyek pajak Tanzi, V. dan M. Blejer (1988), "Public Debt and Fiscal
jangan sampai menimbulkan ekonomi berbiaya tinggi (high Policy in Developing Countries". Dalam K.J.
cost economy) yang justru mendorong adanya dis- Arrow dan M.J. Bosking (eds.), The Economies
investasi dalam perekonomian kita. of Public Debts, Macmillan Press, London.
Williamson (1999), Implications of the East Asian Crisis
Di masa yang akan datang, hutang luar negeri masih tetap for Debt Management, Paper presented to a
diperlukan dan bermanfaat sepanjang hutang tersebut conference on External Debt Management,
dikelola dengan baik dengan dukungan kebijaksanaan Kerala India, 7-9 January.
makroekonomi yang tepat dan baik. Pemanfaatan hutang World Bank (1999), Global Development Finance 1999,
harus juga selektif, dan diprioritaskan kepada sektor-sektor World Bank, Washington, D.C.
yang menciptakan efek ganda (multiplier effect) yang besar
dalam pemulihan perekonomian nasional.

ISSN: OSS3'!: I
A6B1MEDLf - VOLUME 7. NO.1· September 2001

Você também pode gostar