Você está na página 1de 10

4.

1 Theory in Action

Akuntansi Untuk Karbon

Perkembangan dari IFRIC (International Finanicial Reporting Interpretation Committee) 3


Skema batasan dan perdagangan telah beroperasi di eropa selama beberapa tahun. Pada bulan
desember 2004, IASB menerbitkan hak emisi 3 untuk menangani penghitungan hak emisi yang
timbul dari skema tersebut. Namun, penafsiran tersebut mendapat tentangan yang signifikan
dengan dasar bahwa hal itu menghasilkan ketidaksesuaian antara penilaian aset dan kewajiban
yang menyebabkan volatilitas dalam keuntungan dan kerugian.Olehkarenanya, IASB
memutuskan untuk mencabut penafsiran pada bulan juni 2005 terlepas dari kenyataan bahwa ia
(IASB) tetap menganggap IFRIC 3 sebagai interpretasi IFRS yang sesuai.

Pendekatan yang memungkinkan

Sampai panduan definitif mengenai akuntansi tentang hak atas skema batasan dan pergadangan
emisi dikeluarkan, sebuah entitas memiliki pilihan untuk:

- menerapkan prinsip-prinsip IFRIC3 (UIG 3 di Australia)


- mengembangkan kebijakan akuntansinya sendiri untuk skema batasan dan perdagangan
berdasarkan hirarki pedoman otorisasi dalam kebijakan akuntansi IAS 8 / AASB 108,
perubahan dalam perkiraan dan kesalahan Akuntansi

Pendekatan IFRIC 3

IFRC3 mengambil pandangan bahwa skema batasan dan perdagangan memunculkan berbagai
item yang harus dipertanggungjawabkan secara terpisah:

1. Aset untuk tunjangan yang dimiliki: tunjangan, baik yang dialokasikan oleh pemerintah
atau yang dibeli, harus dianggap sebagai aset tak berwujud di bawah AASB 138 Aktiva
Tak Berwujud. Penyisihan penghapusan kurang dari nilai wajar harus diukur pada nilai

1
wajarnya. Secara terus terang, entitas memiliki pilihan untuk membawa barang tak
berwujud dengan biaya atau pada nilai wajar (sejauh ada pasar aktif untuk tunjangan
2. Hibah pemerintah: ini timbul bila tunjangan diberikan apabila kurang dari nilai wajar dan
ditunjukan dengan selisih antara nilai wajar dan jumlah nominal yang dibayarkan. Hibah
tersebut dicatat sesuai AASB 120 Akuntansi untuk hibah pemerintah dan diakui sebagai
pendapatan ditangguhkan di neraca dan secara tidak langsung diakui sebagai pendapatan
secara sistematis terlepas dari apakah tunjangan tersebut ditahan atau dijual
3. Kewajiban atas keharusan untuk memberikan tunjangan yang sama dengan emisi yang
telah dibuat saat emisi dilakukan, kewajiban diakui sebagai penyisihan dalam IAS 37 /
AASB 137. Provisi, Kewajiban Kontinjensi dan Aktiva Kontinjensi. Tanggung jawab
adalah estimasi terbaik dari pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan
kewajiban pada tanggal neraca. Ini biasanya akan menjadi harga pasar saat ini dari
jumlah tunjangan yang diperlukan untuk menutupi emisi yang dibuat sampai tanggal
neraca.

Penerapan IFRIC 3 mendapat perlawanan yang signifikan atas dasar bahwa hal tersebut
menghasilkan ketidakcocokan berikut:

- Ketidak mampuan pengukuran antara aset dan kewajiban yang diakui


- ketidakcocokan di lokasi di mana keuntungan dan kerugian atas aset tersebut dilaporkan.
Misalnya, jika aset tak berwujud dilakukan dengan nilai wajar maka revaluasi ke atas
akan diakui dalam ekuitas sedangkan perubahan dalam kewajiban akan dibebankan ke
laporan laba rugi.
- Kemungkinan ketidakcocokan waktu karena tunjangan(allowance) akan diakui pada saat
diperoleh, biasanya pada awal tahun, sedangkan kewajiban emisi akan diakui sepanjang
tahun pada saat terjadi.

Dengan ketidakcocokan ini, sangat sedikit perusahaan luar negeri di negara-negara di mana
terdapat skema semacam itu menerapkan IFRIC 3 secara sukarela.

Pertanyaan :

1. Apa dampak dari ketidakcocokan yang terjadi di bawah IFRIC 3?

2
2. Sampai sejauh mana "mencocokkan" sebuah prinsip yang diajukan oleh kerangka IASB?
3. Seperti apa anda dapat melihat pengaruh IASB terhadap IFRIC 3?
4. Sehubungan dengan IFRIC 3, apakah anda menganggap bahwa kerangka IASB
menyediakan “teori akuntansi” artinya, apakah kerangka kerja menjelaskan dan
memprediksi praktik akuntansi?

Jawab

1. Permasalahan perlakuan akuntansi yang timbul terkait dengan metode penilaian dan
pencatatan hak emisi karbon yang diberikanolehpemerintah yang selanjutnya dapat
diperdagangkan dan jika terdapat selisih dengan pemakaian sesungguhnya. Untuk
mengatasinya, International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC)
berpedoman pada International Financial Reporting Standards (IFRS) yang sudah ada
dengan cara menerbitkan interpretasi atas perlakuan terhadap mekanisme perdagangan
hak emisi karbon. Upaya penerbitan draf interpretasi dilakukan 2002-2003 sebelum
diluncurkannya EU ETS, tetapi draf ini masih memiliki kelemahan karena pada saat itu
pedoman pelaksanaan perdagangan hak emisi karbon masih belum sempurna. Masalah
yang terkait dengan perlakuan akuntansi perdagangan hak emisi karbon pada saat
diluncurkannya draf tersebut adalah perlakuan pada saat jumlah cadangan pengeluaran
emisi yang diberikan secara gratis oleh pemerintah sama dengan jumlah emisi karbon
yang sesungguhnya dikeluarkan oleh suatu entitas dan entitas tersebut tidak menjualnya
kepada pihak lain. Hal ini menyebabkan tidak adanya selisih/ nilai pertukaran yang dapat
diakui sebagai laba bersih atau rugi bersih. Jika menggunakan pendekatan IFRIC 3 untuk
melaporkan hak emisi karbon, maka pada kondisi sederhana dimana harga tidak berubah/
konstan, maka tidak ada dampaknya terhadap laba rugi perusahaan untuk setiap tanggal
neraca.

2. Skema pengurangan emisi sering kali menggunakan model ‘cap and trade’ (semacam itu
seperti yang diterapkan di Eropa), dimana peserta dialokasikan izin emisi atau tunjangan
yang mewakili diizinkannya jumlah emisi karbon. Sejauh itu entitas memancarkan emisi
lebih dari batas yang diperbolehkan (sesuai dengan izin yang ada), maka entitas tersebut
harus memperoleh izin dari pasar atau membayar denda.

3
Pada bulan Desember 2004, IASB menerbitkan IFRIC 3 Emission Rights, untuk
menangani penghitungan izin emisi yang timbul dari skema tersebut. Namun, Interpretasi
tersebut mendapat perlawanan yang signifikan atas dasar bahwa hal itu mengakibatkan
ketidakcocokan akuntansi antara pengukuran aset dan kewajiban. Akibatnya, IASB
memutuskan untuk mencabut Interpretasi pada bulan Juni 2005 - terlepas dari kenyataan
bahwa hal itu dianggap sebagai interpretasi yang tepat terhadap IFRS yang ada.

Sampai panduan definitif mengenai akuntansi skema ‘cap dan trade’ dikeluarkan, entitas
yang menerapkan IFRS memiliki pilihan untuk:

 Menerapkan prinsip-prinsip IFRIC 3 (terlepas dari penarikannya); atau


 Mengembangkan kebijakan akuntansinya sendiri untuk skema cap dan perdagangan
berdasarkan hirarki pedoman otoritatif yang tercantum dalam IAS 8 Kebijakan
Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan.

Manajemen perlu menggunakan penilaian untuk mengembangkan dan menerapkan


kebijakan akuntansi yang relevan dan dapat diandalkan. Dengan demikian, manajemen
harusmempertimbangkan dampak penerapan perlakuan akuntansi alternatif terhadap
keuntungan dan kerugian danposisi keuangan entitas. Seperti disebutkan di atas,
penerapan IFRIC 3 bertemu dengan resistensi yang signifikan atas dasar bahwa hal itu
menghasilkan sejumlah ketidakcocokan akuntansi:

 Ketidakcocokan antara aset dan kewajiban diakui - jika model biaya diterapkan untuk
menilai aset, maka kewajiban tersebut akan diukur pada nilai kini, sedangkan aset
tidak.
 Ketidakcocokan di lokasi di mana keuntungan atau kerugian dari aset dan kewajiban
tersebut dilaporkan - jika model nilai wajar diterapkan untuk menilai aset, perubahan
nilai akan diakui dalam ekuitas, sedangkan perubahan nilai kewajiban akan diakui
dalam laporan laba rugi.
 Ketidakcocokan waktu - karena izin akan diakui pada saat diperoleh, biasanya pada
awal tahun, sedangkan kewajiban emisi akan diakui sepanjang tahun karena terjadi.

4
Mengingat ketidakcocokan ini, sangat sedikit perusahaan yang tunduk pada skema
semacam itu yang menerapkan IFRIC 3 secara sukarela. Sebagai gantinya, serangkaian
pendekatan telah berkembang dalam praktik, yang dapat dikelompokkan secara luas ke
dalam pendekatan kewajiban bersih atau pemerintah pendekatan hibah Di Eropa,
bagaimanapun, ada kecenderungan kuat menuju pendekatan kewajiban bersih.

3. Pada awalnya karena banyak perusahaan yang memberikan dampak negative terhadap
lingkungan maka pemerintah membatasi emisi untuk para perusahaan. Apabila sebuah
perusahaan dapat menekan pertumbuhan emisinya sangat kecil dibawah nilai wajar maka
selisihnya dapat menjadi hibah yang dapat dimanfaatkan bagi perusahaan apabila
sebaliknya maka perusahaan harus membayar selisih tersebut pada pemerintah. IASB
sesuai dengan kerangkanya dimana dapat mengukur elemen agar bias diimplementasikan
kedalam laporan keuangan oleh karenanya mengeluarkan IFRIC 3. IFRIC 3 ini
berpedoman pada IFRS yang ada saat itu. IFRIC berusaha untuk menyelaraskan 3 standar
yang memiliki kelemahan yaitu IAS 37,38,20.

Berdasarkan IFRIC 3 yang diterbitkan pada akhir 2004, perlakuan akuntansi terhadap hak
emisi karbon yang dialokasikan oleh pemerintah maupun yang diperoleh melalui
pembelian diakui sebagai aset tidak berwujud menurut IAS 38 (Intangible Assets). Izin/
hak yang diberikan oleh pemerintah tanpa dipungut biaya merupakan bantuan pemerintah
sehingga pada awalnya akan diakui sebagai aset tidak berwujud sebesar nilai wajar (fair
value) dan akun lawannya adalah pendapatan tangguhan (deferred income/ credit)
bantuan pemerintah sesuai dengan IAS 20 (Accounting for Government Grants and
Disclosure of Government Assistance). Selanjutnya perusahaan dapat memilih untuk
mencatat aset tidak berwujud tersebut sebesar biaya perolehan (at cost) atau nilai wajar
(sepanjang pasar yang aktif untuk perdagangan izin tersebut ada). Selama tahun berjalan,
setiap kali perusahaan mengeluarkan emisi gas, kewajiban akan diakui sesuai dengan
kewajiban perusahaan untuk menjaga jumlah emisi gasnya sebanyak hak emisi karbon
yang diberikan oleh pemerintah. Perlakuan akuntansi ini sesuai dengan IAS 37 tentang
kewajiban diestimasi, kewajiban kontinjensi, dan aset kontinjensi (Provisions, Contingent
Liabilities And Contingent Assets). Kewajiban ini diukur pada akhir periode pelaporan
dengan menggunakan acuan nilai pasar yang berlaku. Selama tahun berjalan, perusahaan

5
akan menghapuskan pendapatan tangguhan sebelumnya dan mengakui sebagai
pendapatan secara sistematis di laporan laba rugi. Hak emisi karbon yang dicatat sebagai
aset tidak berwujud, dihapuskan pada saat dijual ke pasar atau diserahkan kembali ke
pemerintah pada saat pelunasan/ penyelesaian kewajiban untuk mengeluarkan emisi
karbon sebesar hak yang diberikan/ dimiliki. Jika hak emisi karbon diperdagangkan di
pasar yang aktif, maka hak emisi karbon tersebut tidak boleh diamortisasi.

Dalam pertemuannya pada bulan Desember 2007, IASB membahas kembali perlakuan
akuntasi untuk perdagangan karbon, mengingat bahwa skema perdagangan emisi semakin
umum dan sejak ditariknya IFRIC 3 pada tahun 2005, tidak ada panduan akuntansi yang
jelas untuk mencatat skema ini. Dari hasil diskusi tersebut diperoleh alternatif perlakuan
akuntansi yang dapat dipertimbangkan dalam mencatat transaksi-transaksi terkait dengan
perdagangan emisi sebagai berikut.

Tabel 1. Alternatif Perlakuan Akuntansi untuk Emission Allowances

Pendekatan 1 Pendekatan 2 Pendekatan 3

Pengakuan Mengakui dan mengukur pada nilai pasar (at Mengakui dan
Awal - market value) pada tanggal penerbitan, dengan mengukur pada
Allocated entri berpasangan pada hibah pemerintah harga perolehan (at
allowances (government grant) cost)

Pengakuan
Awal -
Mengakui dan mengukur pada harga perolehan (at cost).
Purchased
allowances

Perlakuan Allowances diukur pada harga perolehan atau Allowances diukur


Selanjutnya nilai pasar (at cost or market value), dan pada harga
– dilakukan impairment. perolehan (at cost),

6
Allowances dan dilakukan
impairment.

Perlakuan
Hibah pemerintah diamortisasi dengan cara yang
selanjutnya -
sistematis dan rasional selama masa berlakunya Not applicable.
Government
(compliance period).
Grant

Mengakui utang
pada saat
terjadinya.
Meskipun ada
kemungkinan tidak
ada kewajiban yang
Pengakuan Mengakui kewajiban pada saat terjadinya diukur sampai
kewajiban (contoh: saat emisi dihasilkan). emisi yang
dihasilkan melebihi
emisi yang
diijinkan
berdasarkan alokasi
allowances kepada
entitas.

Kewajiban diukur Kewajiban diukur


Kewajiban diukur berdasarkan nilai berdasarkan nilai
berdasarkan nilai pasar tercatat (carrying tercatat (carrying
(market value) dari amount) dari amount) dari
allowances pada tiap allowances yang allowances yang
akhir periode untuk dimiliki pada tiap dimiliki pada tiap
Pengukuran
menutup emisi aktual, akhir periode untuk akhir periode
Kewajiban
tanpa menutup emisi aktual. untuk menutup
mempertimbangkan emisi aktual.
apakah ada allowances (nilai pasar pada saat
yang dimiliki atau akan pengakuan jika (nol atau cost) baik
dibeli dari pasar. menggunakan cost menggunakan
model, atau nilai FIFO atau weighted
pasar pada saat average basis;

7
revaluasi jika ditambah dengan
menggunakan nilai pasar dari
revaluation model), allowances pada
baik menggunakan akhir periode yang
FIFO atau weighted akan dibeli untuk
average basis; menutup kelebihan
ditambah dengan nilai emisi (actual
pasar dari allowances emissions in excess
pada akhir periode of allowances on
yang akan dibeli hand).
untuk menutup
kelebihan emisi
(actual emissions in
excess of allowances
on hand).

Pada bulan Mei 2008, IASB mengadakan pertemuan bersama FASB untuk membahas
bersama model akuntansi untuk perdagangan emisi. Dalam pertemuan tersebut disepakati
bahwa proyek yang dilakukan akan meliputi semua rights/allowances dan kewajiban
yang dapat diperdagangkan dalam skema perdagangan emisi. Ada berbagai skema
perdagangan emisi yang bertujuan sama yaitu mengurangi kerusakan lingkungan. Teori
yang mendasari perdagangan karbon adalah penciptaan nilai melalui alokasi hak
(rights/allowances) untuk menghasilkan emisi . Target yang ditetapkan pada umumnya di
bawah emisi aktual yang saat ini dihasilkan oleh entitas. Dengan demikian kelangkaan
artifisial diciptakan dan ini akan menimbulkan kenaikan nilai bagi para pemegang
rights/allowances. Pada umumnya target emisi ditetapkan dan didistribusikan oleh
pemerintah, melalui lelang atau alokasi. Target emisi menciptakan ”cap” atau baseline
target dari total emisi yang diijinkan dalam periode tertentu.

Diskusi ini juga menghasilkan usulan atas definisi dari skema perdagangan emisi
(emissions trading schemes). Definisi tersebut adalah ’An emissions trading scheme is an
arrangement designed to improve the environment, in which participating entities may be
required to remit to an administrator a quantity of tradable rights that is linked to their

8
direct or indirect effects on the environment’ (IAS, 2008) Dalam terjemahan bebas,
kalimat tersebut dapat diartikan bahwa skema perdagangan karbon adalah sebuah usaha
yang didesain untuk memperbaiki lingkungan yang di dalamnya setiap pihak yang terlibat
diminta untuk menyerahkan kepada administrator sejumlah hak yang dapat
diperdagangkan yang terkait dengan dampak langsung atau tidak langsung terhadap
lingkungan. Sebagian besar anggota yang berdiskusi menyetujui definisi tersebut, namun
masih membuka kemungkinan adanya perbaikan editorial. IASB setuju untuk tidak
membatasi diri dalam menentukan standar yang harus dijalankan saat mengembangkan
model perlakuan akuntansi, namun meyakinkan bahwa model akuntansi yang
dikembangkan akan mengikuti Kerangka Dasar Penyusunan dan Pelaporan Keuangan.

Pada bulan Maret 2009, IASB membicarakan perlakuan awal atas instrument yang dapat
dipakai untuk ditukar dengan kewajiban emisi (tradable offset) dalam cap and trade
schemes. IASB setuju bahwa tradable offset memenuhi definisi asset yaitu bahwa asset
tersebut merupakan sumberdaya yang dikendalikan oleh entitas yang menyediakan
manfaat ekonomis di masa yang akan datang. Entitas dapat menggunakan tradable offset
untuk menyelesaikan kewajiban emisinya atau dapat juga dijual di pasar terbuka secara
tunai. Meskipun dibicarakan apakah pengakuan awal berdasarkan cost atau fair value,
IASB menyarankan bahwa pengukuran awal sebaiknya menggunakan fair value karena
lebih transparan dan lebih berdaya guna dalam pengambilan keputusan, dibandingkan
jika memakai cost.

4. Kerangka kerja IASB untuk Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (Kerangka)
menetapkan konsep-konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan
(misalnya objektif, asumsi, karakteristik, definisi, dan kriteria yang mengelola pelaporan
keuangan). Oleh karena itu, Kerangka sering menunjukkan pada kerangka kerja
konseptual. Kerangka berkaitan dengan

1. Objektif dari laporan keuangan.


2. Asumsi yang mendasarinya.
3. Karakteristik kualitatif yang menetapkan manfaat informasi didalam laporan
keuangan.

9
4. Definisi, pengakuan, dan pengukuran elemen yang berasal dari mana laporan
keuangan disusun.
5. Konsep-konsep modal dan pengelolaan modal.

Kerangka bukanlah merupakan suatu standar atau yang memaksakan suatu standar.
Sebagai gantinya, kepentingannya dapat dinilai dari tujuan berikut ini yang tersedia bagi
pengguna standar:

 Untuk membantu dan memberikan pedoman kepada Dewan Standar Akuntansi


Internasional (IASB) sebagaimana dikembangkan menjadi standar baru atau
standar yang direvisi.
 Untuk membantu penentu standar nasional dalam mengembangkan standar
nasionalnya pada suatu dasar yang konsisten dengan prinsip-prinsip internasional;
dan,
 Untuk membantu penyusun laporan keuangan dalam mengaplikasikan standar dan
memperlakukan topik-topik yang tidak dijelaskan oleh suatu standar.

Dengan demikian, dalam hal suatu konflik antara Kerangka dengan suatu standar khusus,
maka memperlakukan standar yang berlaku.

10

Você também pode gostar