Você está na página 1de 3

Agama sebagai pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang bersifat gaib

dan methafisika secara esthimologinya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata “A” dan
“gam”. “a” berarti tidak dan “gam” berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu
yang tidak pergi atau bergerak dan bersifat langgeng. Menurut Hindu yang dimaksudkan
memiliki sifat langgeng (kekal, abadi dan tidak berubah-ubah) hanyalah Hyang Widhi Wasa
(Tuhan Yang Maha Esa). Demikian pula ajaran-ajaran yang diwahyukan-Nya adalah kebenaran
abadi yang berlaku selalu, dimana saja dan kapan saja.
Berangkat dari pengertian itulah, maka agama adalah merupakan kebenaran abadi yang
mencakup seluruh jalan kehidupan manusia yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui
para Maha Rsi dengan tujuan untuk menuntun manusia dalam mencapai kesempurnaan hidup
yang berupa kebahagiaan yang maha tinggi dan kesucian lahir bathin.
Tujuan agama Hindu yang dirumuskan sejak Weda mulai diwahyukan adalah “Moksartham
Jagadhitaya ca iti Dharma”, yang artinya bahwa agama (dharma) bertujuan untuk mencapai
kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir dan bathin.
Tujuan ini secara rinci disebutkan di dalam Catur Purusa Artha, yaitu empat tujuan hidup
manusia, yakni Dharma, Artha, Kama dam Moksa.
Dharma berarti kebenaran dan kebajikan, yang menuntun umat manusia untuk mencapai
kebahagiaan dan keselamatan. Artha adalah benda-benda atau materi yang dapat memenuhi atau
memuaskan kebutuhan hidup manusia. Kama artinya hawa nafsu, keinginan, juga berarti
kesenangan sedangkan Moksa berarti kebahagiaan yang tertinggi atau pelepasan.
Di dalam memenuhi segala nafsu dan keinginan harus berdasarkan atas kebajikan dan kebenaran
yang dapat menuntun setiap manusia di dalam mencapai kebahagiaan. Karena seringkali manusia
menjadi celaka atau sengsara dalam memenuhi nafsu atau kamanya bila tidak berdasarkan atas
dharma. Oleh karena itu dharma harus menjadi pengendali dalam memenuhi tuntunan kama atas
artha, sebagaimana disyaratkan di dalam Weda (S.S.12) sebagai berikut:

Kamarthau Lipsmanastu
dharmam eweditaccaret,
na hi dhammadapetyarthah
kamo vapi kadacana.

Artinya:
Pada hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka hendaknyalah dharma dilakukan terlebih
dahulu. Tidak dapat disangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti. Tidak akan
ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.

Jadi dharma mempunyai kedudukan yang paling penting dalam Catur Purusa Artha, karena
dharmalah yang menuntun manusia untuk mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Dengan jalan
dharma pula manusia dapat mencapai Sorga, sebagaimana pula ditegaskan di dalam Weda
(S.S.14), sebagai berikut:

Dharma ewa plawo nanyah


swargam samabhiwanchatam
sa ca naurpwani jastatam jala
dhen paramicchatah
Artinya:
Yang disebut dharma adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga, sebagai halnya perahu yang
merupakan alat bagi saudagar untuk mengarungi lautan.

Selanjutnya di dalam Cantiparwa disebutkan pula sebagai berikut:

Prabhawar thaya bhutanam


dharma prawacanam krtam
yah syat prabhawacam yuktah
sa dharma iti nicacayah

Artinya:
Segala sesuatu yang bertujuan memberi kesejahteraan dan memelihara semua mahluk, itulah
disebut dharma (agama), segala sesuatu yang membawa kesentosaan dunia itulah dharma yang
sebenarnya.

Demikian pula Manusamhita merumuskan dharma itu sebagai berikut:


“Weda pramanakah creyah sadhanam dharmah”
Artinya:
Dharma (agama) tercantum didalam ajaran suci Weda, sebagai alat untuk mencapai
kesempurnaan hidup, bebasnya roh dari penjelmaan dan manunggal dengan Hyang Widhi Wasa
(Brahman).

Weda (S.S. 16) juga menyebutkan :

Yathadityah samudyan wai tamah


sarwwam wyapohati
ewam kalyanamatistam sarwwa
papam wyapohati
Artinya:
Seperti halnya matahari yang terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang
melakukan dharma, memusnahkan segala macam dosa.

Demikianlah dharma merupakan dasar dan penuntun manusia di dalam menuju kesempurnaan
hidup, ketenangan dan keharmonisan hidup lahir bathin. Orang yang tidak mau menjadikan
dharma sebagai jalan hidupnya maka tidak akan mendapatkan kebahagiaan tetapi kesedihanlah
yang akan dialaminya. Hanya atas dasar dharmalah manusia akan dapat mencapai kebahagiaan
dan kelepasan, lepas dari ikatan duniawi ini dan mencapai Moksa yang merupakan tujuan
tertinggi. Demikianlah Catur Purusa Artha itu.[]

Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)


Disusun oleh: Drs. Anak Agung Gde Oka Netra

Iklan
https://maulanusantara.wordpress.com/2007/11/07/pengertian-dan-tujuan-agama-hindu/2 24
Kata "Hindu" berasal dari kata Sanskerta Sindhu (Dewanagari: सससससस). Dalam bahasa Persia abad
pertengahan, "Hindo" merujuk kepada kata Avestan kuno Hendava (Sanskerta: Saindhava), yang berarti
penghuni sungai Sindhu. Penggunaan kata "Hindu" untuk "Sindhu", merujuk kepada orang-orang yang
tinggal dekat dengan sungai Sindhu atau di sepanjang sungai tersebut. Daratan di aliran sungai tersebut
kemudian dikenal sebagai "Hindostan" (Persia modern: Hindustan). Agama bangsa India (disalahucapkan
sebagai Hindu) kemudian dikenal sebagai "agama Hindu" oleh bangsa lain, karena bangsa India tidak
memiliki sebuah istilah untuk praktik keagamaan mereka yang berbeda-beda. Mungkin juga kata
"Hindu" berasal dari istilah yang biasa digunakan di antara umat Hindu sendiri, dan diserap oleh bahasa
Yunani sebagai Indos dan Indikos ("bangsa India"), ke dalam bahasa Latin sebagai Indianus.

Você também pode gostar