Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
DYAH ARUM ISTININGYAS
A14303046
SKRIPSI
pada
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan rizkiNya
sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor” dengan menggunakan analisis
kualitatif deskriptif dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pihak yang terlibat dalam
kebijakan dan penyebab dari belum berhasilnya kebijakan serta merumuskan
strategi pengembangan yang tepat untuk pasar tradisional di Kota Bogor. Harapan
penulis adalah agar karya ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak
khususnya yang terkait dengan penulisan ini.
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................. 6
Nomor Halaman
1. Tabel PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Konstan (Tahun 2000) Tahun 2001 – 2005 ......................... 2
2. Tabel Jumlah Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor ............. 5
3. Tabel Pengumpulan Data ............................................................... 19
4. Tabel Analisis Stakeholders ........................................................... 23
5. Tabel Nilai Skala Banding Berpasangan ........................................ 29
6. Tabel Matriks Pendapat Individu ................................................... 30
7. Tabel Matriks Pendapat Gabungan ................................................ 30
8. Tabel Daftar Nilai Random Indeks ................................................ 32
9. Tabel Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga
Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2005 .. 38
10. Tabel Besarnya Tarif Retribusi Pasar di Wilayah Kota Bogor ...... 47
11. Tabel Hasil Analisis Stakeholders dalam Kebijakan Pengembangan
Pasar Tradisional di Kota Bogor .................................................... 61
12. Tabel Analisis Proses Perencanaan Kebijakan Pengembangan
Pasar Tradisional ............................................................................ 74
13. Tabel Pertumbuhan Penduduk dan Persebaran Penduduk
Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2005 ........................... 76
14. Tabel Analisis Hasil Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan
Pasar Tradisional ............................................................................ 82
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Gambar Diagram Alir Kerangka Pemikiran .................................. 17
2. Gambar Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders ........... 23
3. Gambar Pasar Induk Jambu Dua..................................................... 52
4. Gambar Pasar Grosir Cimanggu .................................................... 53
5. Gambar Pasar Induk Kemang ......................................................... 54
6. Gambar Pasar Tanah Baru .............................................................. 56
7. Gambar Pasar Pamoyanan .............................................................. 57
8. Gambar Pasar Bubulak.................................................................... 58
9a. Gambar Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders dalam
Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional di Kota
Bogor .............................................................................................. 62
9b. Gambar Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders pada
Kondisi Ideal dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Pasar
Tradisional di Kota Bogor .............................................................. 68
10. Gambar Peringkat (%) Faktor Penyebab Ketidakberhasilan
Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional dari Segi Proses
Pembuatan Kebijakan .................................................................... 72
11. Gambar Peringkat (%) Faktor Penyebab Ketidakberhasilan
Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional dari SegiPenerapan
Kebijakan ....................................................................................... 81
12. Gambar Prioritas Aspek Pengembangan Pasar Tradisional di Kota
Bogor .............................................................................................. 87
13. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Ekonomi dalam
Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor .......................... 88
14. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Manajemen dalam
Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor .......................... 89
15. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Sosial dalam Pengembangan
Pasar Tradisional di Kota Bogor .................................................... 91
16. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Teknis dalam Pengembangan
Pasar Tradisional di Kota Bogor .................................................... 92
17. Gambar Prioritas Alternatif Strategi dalam Pengembangan
Pasar Tradisional di Kota Bogor .................................................... 93
18a. Gambar Kondisi Pasar Tradisional yang Kotor, Becek dan Tidak
Rapi ................................................................................................ 95
18b. Gambar Kondisi Pasar Modern yang Bersih, Nyaman dan Rapi.... 95
19a. Gambar Pasar Modern BSD dari Depan Tampak Bersih dan
Menarik ........................................................................................... 96
19b. Gambar Kondisi Pasar BSD yang Bersih, Tidak Becek dan Rapi.. 96
19c. Gambar Label Jenis Komoditi yang Dijual pada Tiap Lorong
di Pasar BSD ................................................................................... 96
19d. Gambar Interaksi Sosial antara Penjual dan Pembeli di Pasar BSD 96
I. PENDAHULUAN
Nomor 32 Tahun 2004 telah memberikan arah baru dalam pembangunan nasional
yang bersifat top down menjadi bottom up. Masing-masing daerah diberi
ide, nilai-nilai sosial, teknologi serta potensi sumberdaya lokal. Hal ini menuntut
adanya peran aktif pemerintah daerah dalam berbagai kebijakan untuk menggali,
baik dalam kelembagaan, pemanfaatan dan penggalian sumber daya alam, sumber
Pemerintah daerah harus dapat menggali seluruh potensi yang ada di dalam
diarahkan pada upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dengan titik berat pada
Tabel 1. PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Konstan (Tahun 2000) Tahun 2001 – 2005
(Jutaan Rupiah)
No Sektor 2001 2002 2003 2004* 2005**
1 Pertanian 10.755,40 11.094,84 11.642,98 12.193,68 12.716,02
2 Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan* 779.846,18 827.318,66 881.718,49 940.062,95 1.002.371,58
4 Listrik, Gas dan
Air Bersih 85.758,27 91.743,05 98.132,83 105.087,61 112.491,06
5 Bangunan 227.279,58 234.466,55 244.414,67 255.205,11 266.037,24
6 Perdagangan, Hotel
dan Restoran 908.410,21 949.697,09 988.571,26 1.029.072,26 1.071.266,44
7 Pengangkutan dan Komunikasi 264.303,07 281.187,90 301.110,33 322.575,82 344.684,12
8 Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan 325.512,18 358.608,64 398.668,99 441.570,29 489.525,24
9 Jasa-jasa 221.565,32 232.720,65 243.925,99 255.671,20 268.139,21
Produk Domestik
Regional Bruto 2.823.430,21 2.986.837,37 3.168.185,54 3.361.438,93 3.567.230,91
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2005
*) Angka Perbaikan
**) Angka Sementara
perdagangan besar dan eceran yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2001
2000). Kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Bogor untuk
dan perbaikan sarana dan prasarana perekonomian yang ada di Kota Bogor. Salah
satu strategi yang dilaksanakan oleh Pemda Kota Bogor yaitu dengan
sentra ekonomi.
pengembangan pasar tradisional selama periode tahun 1999 sampai tahun 2004,
yaitu pemindahan pusat perdagangan regional dari pusat kota ke daerah pinggiran
program tersebut adalah pemindahan Pasar Induk Ramayana yang berada di pusat
kota ke Pasar Induk Jambu Dua, Pasar Induk Kemang dan Pasar Grosir Cimanggu
serta pembangunan pasar tradisional minimal terdapat satu unit pasar di tiap
kecamatan (Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor, 2005). Program ini dibuat
pusat kota namun juga di daerah pinggiran yang memiliki tingkat aksesibilitas
adalah tidak berfungsinya Pasar Jambu Dua dan Pasar Cimanggu sebagai
pengganti Pasar Induk Ramayana. Pasar Induk Ramayana yang berada di tengah
tersebut ke Pasar Jambu Dua, Cimanggu dan Kemang. Tetapi setelah kepindahan
lokasi Pasar Induk Ramayana ke ketiga lokasi pasar induk alternatif, hanya Pasar
Kemang yang berfungsi sebagai pasar induk. Pasar Jambu Dua dan Pasar
Pasar Cimanggu dan Pasar Jambu Dua mengalami penurunan volume penjualan
yang paling besar yaitu sebesar 86.63 persen dan 82.53 persen. Hal ini disebabkan
kecamatan yaitu di Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Selatan dan Bogor Utara.
Sampai tahun 2001 dari empat pasar tradisional yang akan dibangun yaitu Pasar
Tanah Baru, Pasar Pamoyanan, Pasar Katulampa dan Pasar Bubulak, baru dua
pasar saja yang telah terealisasi yaitu Pasar Tanah Baru dan Pasar Pamoyanan dan
hanya satu pasar saja yang sudah berfungsi yaitu Pasar Tanah Baru. Meskipun
pada kenyataannya perkembangan tersebut belum optimal, karena kios yang terisi
di Pasar Tanah Baru hanya sepuluh kios dari 120 kios yang ada. Sampai saat ini
belum ada pemungutan tarif retribusi yang dilakukan oleh pihak pengelola pasar.
Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dari rencana dan implementasi kebijakan
mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang pesat yaitu sebesar 20,41 persen pada
Perencanaan Daerah Kota Bogor, 2005). Perda No 1 Tahun 2001 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun 1999-2009 menyatakan bahwa salah
satu fungsi utama Kota Bogor adalah sebagai kota perdagangan. Untuk mengimbangi
laju pertumbuhan Kota Bogor yang sedemikian pesat khususnya pada sektor
perdagangan dan jasa maka prioritas pembangunan yang perlu diutamakan yaitu
publik.
ternyata tidak berjalan secara optimal. Hal ini dapat ditunjukkan dari jumlah
Bogor yang jumlah pedagangnya kurang dari 50 persen dari total kios dan los
Jambu Dua, Pasar Merdeka dan Pasar Tanah Baru. Kios yang terisi paling sedikit
terjadi pada Pasar Tanah Baru, sehingga dapat disimpulkan bahwa program
tradisional di Kota Bogor? Apakah hal ini disebabkan oleh proses penyusunan
3. Bagi Peneliti
para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (E.S. Quade dalam Dunn,
1994). Analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan publik.
harus secara terus menerus dipantau, direvisi dan ditambah agar tetap memenuhi
yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah
telah teratasi, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan
pencapaian nilai-nilai.
tindakan terjadi.
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat.
ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara langsung, bangunan
biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka
oleh penjual maupun suatu pengelola pasar, sebagian besar pasar menjual
sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain.1
pendidikan, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Lokasinya berada pada jalan
mendukung sarana ini adalah 30.000 penduduk. Luas tanah yang dibutuhkan
Fungsi utama sama dengan pasar lingkungan lain hanya dilengkapi sarana-
penumpang kecil. Jumlah minimum penduduk yang dapat mendukung sarana ini
adalah 120.000 penduduk. Luas tanah yang dibutuhkan adalah 36.000 m2.
Fungsi utama sama dengan pasar yang lebih kecil dengan skala usaha yang
lebih besar dan lengkap. Lokasinya dikelompokkan dengan pusat wilayah dan
penumpang kecil lainnya. Penduduk minimum yang dapat mendukung sarana ini
(Rahayu, 2005).
Hierarki pasar menurut Perda Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Daerah.
b. Pasar Swasta, yaitu pasar yang diselenggarakan atau dikelola oleh orang
lengkap, sistem arus barang dan orang baik di dalam maupun di luar
barang dan orang baik di dalam maupun di luar bangunan, dan melayani
arus barang dan orang baik di dalam maupun di luar bangunan, dan
sistem arus barang dan orang terutama di dalam bangunan, dan melayani
kios, los, ataupun tenda yang diisi oleh pedagang kecil, menengah dan
dalam aspek kebersihan, keamanan dan penataan gerai akan dapat meningkatkan
Bogor. Hasil penelitian mengemukakan bahwa dari ketiga alternatif pasar induk
yang ditawarkan oleh Pemda Kota Bogor, ternyata hanya Pasar Induk Kemang
Induk Kemang sebagai pasar acuan dan barometer harga dalam pemasaran sayur-
dilakukan oleh Tandiyar (2002). Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan
sebagai acuan bagi pembangunan pasar tradisional baru di Kota Bogor. Hasil
variabel market area, aglomerasi dan threshold population dari segi keruangan,
ketersediaan sarana angkutan umum dan besarnya nilai rupiah yang dibelanjakan
dari segi konsumen serta jenis jualan dan besarnya nilai transaksi yang terjadi dari
ternyata dari ketiga lokasi pasar yang dibangun, hanya Pasar Katulampa yang
lainnya harus ditunda atau dipindahkan lokasinya ke tempat lain yang lebih
memenuhi persyaratan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
merumuskan kebijakan sebagai upaya untuk menggali seluruh potensi yang ada
pembangunan. Kota Bogor memiliki potensi dalam sektor perdagangan dan jasa
Pasar Ramayana ke Pasar Induk Kemang, Pasar Induk Jambu Dua dan Pasar
Pasar Tanah Baru, Pasar Pamoyanan, Pasar Katulampa dan Pasar Bubulak.
Hal ini dapat ditunjukkan dari kegagalan program tersebut dalam mencapai target.
Pasar Kemang merupakan satu-satunya pasar yang berfungsi sebagai pasar induk
sedangkan Pasar Jambu Dua dan Pasar Cimanggu berfungsi sebagai pasar
pengecer. Selain itu dari empat pasar tradisional yang dibangun, hanya satu pasar
yang berfungsi yaitu Pasar Tanah Baru meskipun hasilnya belum optimal.
pasar tradisional. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peranan serta keterlibatan
penerapannya yang tidak berjalan dengan baik (Lampiran 2). Untuk menganalisis
Berhasil (Pasar Induk Kemang) Belum Berhasil (Pasar Jambu Dua, Pasar
Cimanggu, Pasar Tanah Baru, Pasar Pamoyanan)
Proses Penerapan
Deskriptif
Rekomendasi Pemda
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif (Tabel 3). Data primer diperoleh
Swasta dan para pedagang. Data primer mencakup: (1) proses perencanaan
pustaka dan data penunjang yang relevan dengan penelitian. Data sekunder
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Dinas Tata Kota dan
(DLHK) Kota Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pasar Tradisional (UPTD) Kota Bogor. Data penunjang diperoleh
dari laporan hasil penelitian terkait, jurnal, buletin, internet serta sumber-sumber
lainnya.
Tabel 3. Pengumpulan Data
No Tujuan Penelitian Data yang dikumpulkan Sumber Data Analisis
1 Mengidentifikasi Tingkat kepentingan dan Data Primer: Stakeholders
stakeholders yang pengaruh stakeholders Wawancara
terlibat dalam terhadap keberhasilan dengan instansi
kebijakan program terkait
pengembangan
pasar tradisional Data Sekunder:
Visi dan Misi,
Tupoksi
2 Mengidentifikasi • Rencana Strategi Data Sekunder: Deskriptif
penyebab kurang (Renstra) Renstra Kota
berhasilnya • Rencana Pembangunan Bogor, RTRW,
program Jangka Menengah Daerah RDTR
pengembangan (RPJMD) Kota Bogor
pasar tradisional: • Rencana Tata Ruang Data Primer:
• Proses Wilayah (RTRW) Wawancara
• Penerapan • Rencana Detail Tata dengan instansi
Ruang Kota (RDTRK) terkait
• Perda Tata Ruang
• Perda lainnya.
3 Mengidentifikasi Persepsi responden tentang Data Primer: PHA
strategi pengembangan pasar Wawancara
pengembangan tradisional terdiri dari dengan pihak
pasar tradisional tujuan, aspek, kriteria dan pengambil
alternatif strategi kebijakan kebijakan (Pemda),
Disperindag,
DTKP, DLHK,
UPTD
pasar tradisional dilakukan dengan teknik bola salju (snow ball) yaitu dengan
acak tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik individu atau
individu, kelompok atau lembaga yang kepentingannya dipengaruhi oleh isu atau
Dharmayanti, 2006).
2 = cukup mendukung/menyetujui
1 = netral
-2 = cukup menentang/menolak
-3 = sangat menentang/menolak
• Membuat penilaian awal tentang tingkat kekuatan dan pengaruh dari masing-
• Menentukan nilai total yaitu perkalian antara sikap dengan pengaruh untuk
setiap stakeholders.
program, di mana jika total < 10 maka stakeholders dapat diabaikan, dan jika
total > 10 maka stakeholders harus dilibatkan dalam kebijakan atau program.
penerima informasi.
Grup 2 dengan total = 20 – 30 maka stakeholders akan menjadi pihak pemberi
pertimbangan.
keputusan kebijakan.
program.
C (KEEP B (MANAGE
SATISFIED) CLOSELY)
*1
*4
*6
*2 * Stakeholders
Tingkat
Pengaruh
D (MONITOR) A (KEEP
INFORMED)
*7
*8
*3
Rendah Tinggi
Tingkat Kepentingan
Kotak A :
Pihak yang sangat penting bagi kebijakan, tapi pengaruhnya rendah. Mereka
ini harus terus diberikan informasi yang cukup mengenai kebijakan serta
meyakinkan mereka bahwa tidak ada masalah besar yang timbul. Pihak ini
Kotak B :
Pihak yang sangat penting bagi kebijakan, tapi juga sangat penting bagi
kerja yang baik dengan para pihak ini untuk memastikan adanya dukungan
terhadap program. Stakeholders yang termasuk pihak ini harus dilibatkan secara
Kotak C :
Pihak yang berpengaruh besar, karena dapat mempengaruhi hasil kebijakan, tapi
tidak memiliki minat terhadap kebijakan. Usaha nyata diperlukan untuk membuat
Kotak D :
Pihak yang berada pada prioritas rendah, tapi membutuhkan monitoring dan
stakeholders yang memilki tingkat kepentingan yang tinggi, maka akan memiliki
pengaruh yang tinggi pula terhadap pelaksanaan kebijakan, begitu juga
(DLHK) Kota Bogor, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Dinas
Tata Kota dan Pemukiman (DTKP) Kota Bogor dan pihak pengelola pasar baik
Kebakaran, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Dinas Tenaga Kerja dan
rendah sekali serta stakeholders ini bukan merupakan pihak yang benar-benar
serta tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan dengan hasil yang dicapai dan
(judgement) agar dapat memilih alternatif yang paling disukai. Metode ini
pengambilan keputusan terkait. Menurut Saaty (1993) kerangka kerja PHA terdiri
Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah
seperti tujuan, kriteria dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu
(c) Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh.
Struktur hierarki ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari
Penyusunan hierarki ini berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil. Pada
tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan
dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen,
sebelumnya.
terhadap fokus yang ada di puncak hierarki. Menurut perjanjian, suatu elemen
yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah
dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk
utama. Angka satu sampai sembilan digunakan bila F, lebih mendominasi atau
diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh: bila elemen F24
7 Satu elemen jelas lebih penting Satu elemen dengan kuat disokong dan
daripada elemen yang lainnya. dominasinya telah terlihat dalam praktek.
9 Satu elemen mutlak lebih Bukti yang menyokong elemen yang satu
penting daripada elemen yang atas yang lainnya memiliki tingkat
lainnya. penegasan yang tertinggi yang mungkin
menguatkan.
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka (x) jika dibandingkan dengan
aktivitas j, maka memiliki nilai kebalikannya (1/x).
Sumber: Saaty, 1993
(g) Melaksanakan langkah tiga, empat dan lima, untuk semua tingkat dan gugusan
dibedakan menjadi : (1) Matriks Pendapat Individu (MPI) dan (2) Matriks
elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat individu
MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata
atau sama dengan sepuluh persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang
sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Persyaratan
(1) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki
selisih kurang dari empat satuan antara nilai pendapat individu yang tertinggi
(2) Tidak terdapat angka kebalikan (resiprokal) pada baris dan kolom yang sama.
m
adalah: g ij = m π(aij )k
k =1
prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah
Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu (1) pengolahan
horisontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat
dilakukan untuk MPI dan MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan
MPG diolah secara horisontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi
persyaratan inkonsistensi.
Prioritas (Vektor Eigen), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang
n
n π aij
k =1
VPi = n
VP = (Vpi), untuk i = 1, 2, 3, ... n)
n
∑
i =1
n π aij
k =1
(3) Perhitungan Nilai Eigen Maks (Maks) dengan rumus :
VB = VA VP dengan VB = (vbi)
n
1
λ maks = ∑ vbi
n i =k
untuk i = 1, 2, 3, ... n
λ maks − n
CI =
n −1
(5) Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CI) adalah :
CR = CI RI
Tabel 8. Daftar Nilai Random Indeks
Ordo Matriks (n) Indeks Random (RI)
1 0
2 0
3 0,5
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,19
11 1,51
12 1,48
13 1,56
14 1,57
15 1,59
Sumber: Oak Ridge National
Nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1
merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat
tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila
Cvij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-
CVij = ∑ CH ij (t ; i − 1) × VWt ( a − 1)
menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang
hierarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan sepuluh persen.
yaitu pengembangan pasar tradisional. Tujuan ini ditetapkan terkait dengan hasil
2. Level kedua yaitu penentuan aspek yang paling diutamakan dalam tujuan
pertumbuhan ekonomi.
• Aspek teknis, penentuan aspek ini didasarkan pada kondisi riil di mana pasar
tradisional mulai tersaingi oleh keberadaan pasar modern yang lebih bersih,
tradisional yang tidak lepas dari kehidupan sosial masyarakat karena adanya
3. Level ketiga merupakan kriteria dari aspek-aspek pada level kedua, yaitu :
pembinaan PKL.
• Aspek teknis, kriterianya yaitu peningkatan sarana dan prasarana pasar dan
masyarakat; terciptanya kondisi pasar yang aman, nyaman dan bersih bagi
kompetitif.
dari penelitian yang dilakukan oleh Balitbangdiklat dan PT. Oxalis Subur.
bagi seluruh pasar tradisional yang ada di Kota Bogor. Hasil dari penelitian ini
pedagang yang tidak mau menempati kios-kios yang ada di pasar-pasar yang
baru dibangun. Akibatnya mereka lebih memilih menjadi PKL yang tersebar
di sekitar Pasar Kebon Kembang, Pasar Baru Bogor, di Jalan Surya Kencana
dan di Jalan Otista. Hal tersebut berdampak pada pasar-pasar yang baru
enggan berbelanja di pasar tersebut. Maka strategi ini dapat menjadi alternatif
Pasar Jambu Dua, Pasar Cimanggu, Pasar Tanah Baru dan Pasar Pamoyanan.
tempat yang dekat dengan rumahnya. Pasar lingkungan merupakan pasar yang
bangunannya tidak permanen bukan berarti kondisinya tidak baik, hal ini pula
dapat menjadi insentif bagi pedagang karena harga kios yang jauh lebih
murah.
melalui kemitraan yang dijalin dengan UKM dan koperasi, karena basis
Adanya UKM maka pasar tradisional dapat menjadi tempat pemasaran bagi
Pemerintah Kecamatan, pihak pengelola pasar baik UPTD maupun swasta dan
Kota Bogor memiliki luas wilayah 11.850 km2. Jarak dari Jakarta kira-kira
sejauh 60 km2. Hal ini mengakibatkan Kota Bogor memiliki potensi yang strategis
Tabel 9 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor mencapai 30,33
persen pada tahun 2005. Angka relatif ini mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun 2004. Sektor yang memiliki kontribusi paling besar pada
restoran, yaitu sebesar 41,86 persen, dengan sub sektor perdagangan besar dan
Tabel 9. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku
dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2005
PDRB Atas Dasar PDRB Atas Dasar
Kode
Lapangan Usaha Harga Berlaku Harga Konstan
Sektor
2004*) 2005**) 2004*) 2005**)
1 Pertanian 11,62 10,82 4,73 4,28
2 Pertambangan & Penggalian - - - -
3 Industri Pengolahan 18,41 26,02 6,62 6,63
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 13,27 13,95 7,09 7,05
5 Bangunan 12,67 12,72 4,41 4,24
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 41,15 41,86 4,10 4,10
7 Angkutan dan Komunikasi 22,32 27,02 7,13 6,85
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 14,32 20,21 10,76 10,86
Perusahaan
9 Jasa-jasa 7,93 9,86 4,82 4,88
PRODUK DOMESTIK REGIONAL
25,93 30,33 6,10 6,12
BRUTO
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2005
*) Angka Perbaikan
**) Angka Sementara
Bogor. Oleh karena itu berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2000 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor 1999-2009, Kota Bogor memiliki
fungsi sebagai kota perdagangan, industri, pemukiman dan wisata ilmiah. Strategi
pembenahan aspek fisik dan lingkungan, ekonomi dan politik. Pembenahan aspek
fisik dan lingkungan untuk mendukung fungsi kota sebagai kota perdagangan,
pembangunan tiga unit pasar induk, yaitu Pasar Jambu Dua, Pasar Cimanggu dan
Pasar Induk Kemang. Pada tahun 1999 – 2004, Pemda Kota Bogor membangun
dua pasar tradisional di Kecamatan Bogor Utara yaitu Pasar Tanah Baru dan di
lain menjadikan Kota Bogor sebagai big station yang menjadi tempat transit
semua arus barang dan jasa di bidang pertanian, peternakan, industri kecil,
massif yang hidup 24 jam dengan pembagian siang hari sebagai pasar eceran dan
Wilayah Kota Bogor (Tahun 1999-2009), visi Kota Bogor sebagai berikut :
budaya, ekonomi, penataan fisik kota, maupun penanganan masalah kota, harus
merupakan pendukung bagi berkembangnya sektor jasa. Sektor jasa yang perlu
depan terutama sektor tersier pada jasa perdagangan, hotel dan restoran; jasa
angkutan dan komunikasi; jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta
jasa-jasa lainnya. Hal ini sesuai dengan peranan sektor tersebut kepada PDRB Kota
Bogor yang sangat dominan pada tahun 2003 yaitu atas dasar harga berlaku sebesar 61,75
persen, dibandingkan sektor primer sebesar 0,40 persen, sektor sekunder 37,85 persen.
Sedangkan kontribusi sektor tersier atas dasar harga konstan sebesar 60,85 persen,
dibandingkan sektor primer sebesar 0,39 persen, sektor sekunder 38,76 persen.
Terwujudnya kota jasa ditandai dengan tingginya PDRB Kota Bogor pada sektor jasa
Kota Bogor sebagai kota jasa harus menjadi suatu kota yang nyaman yang
berarti bersih, indah, tertib, dan aman, serta berwawasan lingkungan sehingga di
setiap sudut manapun di Kota Bogor setiap orang dapat merasakan kenyamanan
sesuai yang diharapkan. Kondisi ini ditandai oleh tingkat kebersihan kota yang tinggi
yang diukur dengan tingkat cakupan pelayanan kebersihan dan tingkat pencemaran
lingkungan yang rendah terutama pencemaran air dan udara/kebisingan, serta tingkat
bahwa masyarakat Kota Bogor harus memiliki derajat kualitas kehidupan yang
tinggi baik dari segi keimanan, pendidikan dan keterampilan, kesehatan, dan daya
beli masyarakat. Pemerintahan yang amanah yaitu pemerintahan yang baik yang
kondisi ini harus ada dukungan dari pemerintahan, selaku regulator, yang amanah
publik yang prima di segala bidang dengan indikator menurunnya pengaduan atas
pelayanan.
Sebagai penjabaran dari visi tersebut di atas, dirumuskan misi-misi Kota Bogor
sebagai berikut :
untuk pengembangan sektor jasa agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing.
Sektor jasa yang perlu diprioritaskan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Kota
Bogor kedepan terutama sektor tersier pada jasa perdagangan, hotel dan restoran; jasa
angkutan dan komunikasi; jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa
lainnya.
Misi Kedua : Mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman dengan
sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan
lingkungan.
Misi ini mengandung makna bahwa Kota Bogor akan diarahkan kepada
penampilan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman, dengan memprioritaskan kepada
penanganan masalah transportasi, sampah, dan Pedagang Kaki Lima (PKL). Kualitas dan
kuantitas sarana dan prasarana perkotaan juga akan terus ditingkatkan untuk dapat
Misi Ketiga : Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan
berketerampilan.
peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga masyarakat Kota Bogor memiliki
tingkat pendidikan dan derajat kesehatan yang tinggi dengan tetap memiliki kadar
keimanan disertai keterampilan yang memadai agar mampu menjadi masyarakat yang
mandiri.
Misi Keempat : Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien serta
menjunjung tinggi supremasi hukum.
supremasi hukum.
pasar, menyatakan bahwa pasar adalah tempat yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk
melaksanakan transaksi di mana proses jual beli barang atau jasa terbentuk,
sedangkan pelayanan pasar adalah fasilitas pasar berupa kios atau los yang
kepada Walikota. Pada tahun 2001, DPP diubah menjadi Unit Pelaksana Teknis
perubahan pertama organisasi dan tata kerja UPTD. Pengelolaan pasar di Kota
Bogor saat ini dilaksanakan oleh UPTD yang berada di bawah Kepala
Sampai saat ini telah ada 7 unit pasar yang berada di bawah pembinaan
Pasar besar terdiri atas Pasar Kebon Kembang dan Pasar Baru Bogor.
Kedua pasar ini terletak di Kecamatan Bogor Tengah, dan menjadi tempat
sehingga jumlah pedagangnya pun paling banyak yaitu 2.326 orang yang terdiri
atas 744 pedagang kios, 1.424 pedagang los dan 158 pedagang kaki lima (PKL).
Pasar ini mempunyai dua lantai yaitu basement dan lantai satu dan dibagi atas
tetapi dikelola oleh pihak swasta yaitu PT. Propindo Mulia Utama. Kegiatan pasar
Jumlah pedagang di Pasar Baru Bogor sebanyak 1.529 orang yang terdiri
dari pedagang kios sebanyak 1.091 orang, pedagang los 88 orang dan PKL
sebanyak 350 orang. Para pedagang ini tersebar di dua lantai yaitu lantai dasar dan
lantai satu. Lantai dasar banyak digunakan untuk berjualan sayuran, buah-buahan,
daging, ikan, sembako dan lainnya. Lantai satu umumnya digunakan untuk
berjualan pakaian, sembako, beras, obat dan barang-barang yang kering. Di lantai
satu tidak disediakan tempat berdagang berupa los. Pasar Baru Bogor beroperasi
pagi hari hingga sore hari. Malam hari di sekitar pasar bermunculan para
pedagang sayur mayur yang berjualan mulai jam 19.00 hingga jam 07.00 WIB,
Pasar sedang terdiri dari Pasar Jambu Dua, Merdeka dan Sukasari. Pasar
Jambu Dua baru berdiri selama kurang lebih tujuh tahun. Pedagang di pasar ini
umumnya pedagang yang berasal dari Pasar Ramayana yang telah ditutup.
Jumlah pedagang di Pasar Jambu Dua sebanyak 425 orang terdiri dari
pedagang di kios 304 orang, 31 orang pedagang los dan 90 orang PKL. Jumlah
kios dan los yang ada sebanyak 756 buah dan hampir separuhnya masih kosong
karena menurut para pedagang pasar ini belum terlalu ramai sehingga keuntungan
yang diperoleh belum memadai. Pasar Jambu Dua terdiri dari dua lantai. Lantai
dasar diisi oleh kios dan los. Lantai satu sebagian besar merupakan los PKL yang
tersebar di pelataran pasar dan baru terlihat aktifitasnya pada sore hingga malam
hari.
Unit Pasar Merdeka mengelola kios atau los yang tersebar di daerah yang
berbeda yaitu Pasar Merdeka sendiri, Pasar Devries yang terletak di daerah
Panaragan, kios di jalan Pejagalan dan kios yang ada di sekitar Taman Kencana.
Kios dan los yang ada seluruhnya berjumlah 601 buah dengan pedagang 436
Pasar Sukasari terdiri dari dua lantai dan beroperasi pada pagi hingga sore
hari tetapi pada tengah hari biasanya sudah banyak kios dan los yang tutup karena
pengunjung mulai berkurang. Kios dan los yang ada berjumlah 275 buah dengan
jumlah pedagang 173 orang terdiri dari 108 pedagang kios, 32 orang pedagang los
Pasar kecil terdiri atas Pasar Gunung Batu dan Pasar Padasuka. Pasar
Gunung Batu terletak di Kecamatan Bogor Barat, terdiri atas dua lantai yaitu
lantai dasar dan lantai atas. Pasar ini beroperasi pada pagi hari hingga sore hari.
Jumlah kios dan los sekitar 203 buah dengan jumlah pedagang 248 orang terdiri
pada pagi hingga sore hari. Jumlah kios dan los sekitar 220 buah dengan jumlah
pedagang 374 orang terdiri dari 64 pedagang kios, 150 orang pedagang los dan
Adapun Pasar Cimanggu dan Pasar Induk Kemang masih dikelola oleh
pihak swasta, antara lain oleh PT. Mayo Waya dan PT. Galvindo Ampuh sehingga
kedua pasar tersebut tidak bertangung jawab kepada UPTD. Kontribusi dari kedua
pihak swasta tersebut terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa pajak yang
dibayarkan kepada Dinas Pendapatan Daerah selama masa kontrak. Pasar Tanah
Baru dan Pasar Pamoyanan belum memberikan kontribusi terhadap PAD Kota
Bogor karena tidak adanya pemungutan retribusi oleh UPTD. Hal ini dikarenakan
kedua pasar tersebut masih berstatus tidak aktif karena sepinya pedagang dan
pembeli.
UPTD pasar.
dan nyaman. Besarnya tarif retribusi mengacu pada Perda Kota Bogor Nomor 3
Tahun 2006 tentang retribusi pelayanan pasar, seperti yang tercantum pada Tabel
10.
Tabel 10. Besarnya Tarif Retribusi Pasar di Wilayah Kota Bogor
(Tarif Rp/M2/hari)
KIOS LOS
KELAS PASAR
0 – 5 m2 > 5 m2 0 – 5 m2 > 5 m2
Pasar Regional 600 650 550 600
Pasar Kota 550 600 500 550
Pasar Wilayah 500 550 450 500
Pasar Lingkungan 450 500 400 450
Sumber : Perda Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2006
Para pedagang yang melakukan kegiatan jual beli terdiri dari pedagang
tetap dan pedagang musiman. Pedagang tetap adalah mereka yang memiliki kios
dan los di dalam pasar. Ada juga pedagang yang berjualan di depan kios orang
lain. Sedangkan pedagang tidak tetap atau yang bersifat musiman umumnya
dikenakan tarif retribusi sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan pedagang kaki
orang dan barang ke pusat kota yang pada akhirnya menimbulkan dampak seperti
kemacetan lalu lintas dan pencemaran lingkungan. Hal ini kemudian menjadi
salah satu dasar dari perumusan kebijakan perdagangan. Atas dasar itu, dalam
RTRW Kota Bogor 1999-2009 telah direncanakan untuk merelokasi pasar dari
Salah satu program yang berkaitan dengan RTRW Kota Bogor 1999-2009
daerah pinggiran. Pasar yang dipindahkan adalah Pasar Ramayana. Pasar ini
merupakan pasar induk untuk sayur mayur yang melayani wilayah Kota Bogor
dan sekitarnya. Pasar Ramayana terletak di Kecamatan Bogor Tengah dan bekas
tinggal di sekitar pasar tersebut2. Adanya pasar ini telah menimbulkan kemacetan
lalu lintas dan menebarkan bau yang tidak sedap bagi lingkungan sekitar akibat
Pasar Ramayana. Pada mulanya lokasi yang menjadi tempat pemindahan Pasar
Ramayana hanya Pasar Jambu Dua, kemudian terdapat tawaran dari pihak swasta
untuk membangun dan mengelola Pasar Kemang dan Pasar Cimanggu. Pada
akhirnya ditetapkan bahwa Pasar Ramayana akan direlokasi ke tiga tempat yaitu
Pasar Induk Jambu Dua, Pasar Induk Kemang dan Pasar Grosir Cimanggu.
kontrak, yaitu pihak swasta menyerahkan biaya sewa dan pajak selama masa
kontrak dan apabila masa kontrak telah habis maka pengelolaan pasar diserahkan
dilaksanakan oleh Bapeda Kota Bogor untuk menentukan apakah lokasi yang
Ramayana dan warga sekitar pasar. Pihak pengelola pasar mendata pedagang yang
mau direlokasi ke pasar lain. Pedagang yang mau direlokasi harus membayar uang
muka terlebih dahulu untuk pembayaran kios. Pasar Jambu Dua disiapkan dengan
dibangun kios dan los sejumlah 750 buah sesuai dengan data pedagang yang mau
pindah.
2
Berdasarkan pernyataan dari narasumber di Bapeda Kota Bogor dan Disperindagkop Kota Bogor
Sosialisasi mengenai pembangunan pasar tradisional di empat kecamatan
massa, sedangkan pada desa-desa sekitar pasar yang akan dibangun sosialisasi
dilakukan oleh aparat kelurahan dan kecamatan untuk menyampaikan maksud dan
persiapan Pasar Jambu Dua, Pasar Kemang dan Pasar Cimanggu selesai.
undian. Pedagang akan mendapatkan kios baru di pasar yang sesuai dengan
undian yang diperolehnya. Pedagang yang tidak mau pindah ke ketiga pasar
tersebut lebih memilih menjadi pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Bogor pada
Dua, karena sebagian ada yang menempati Pasar Kemang dan Cimanggu.
tanggal 28 Juli – 9 Agustus 2000. Pasar Ramayana ditutup secara resmi pada
tanggal 10 Agustus 2000. Kondisi Pasar Induk Jambu Dua, Pasar Induk Kemang
dan Pasar Grosir Cimanggu pasca relokasi Pasar Ramayana sebagai berikut:
Pasar Induk Jambu Dua (Gambar 3) dibangun oleh PT. Graha Agung Wibawa
tahun 1995 dan mulai beroperasi pada Agustus 2002. Pasar Jambu Dua terletak di
Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Bogor Utara, yang memiliki luas lahan dan bangunan
sebesar 9.780 m2 terbagi menjadi dua blok, yaitu blok A dan B dengan luas
masing-masing 2.472 m2 dan 3.108 m2, sedangkan sisanya adalah luas jalan
sebesar 4.200 m2. Pembangunan Pasar induk Jambu Dua telah sesuai dengan
rencana yaitu los dengan ukuran 1,5 m x 2 m yang jumlahnya mencapai 756 los.
Pedagang yang memiliki tempat berdagang berupa los membuat sekat sendiri
sehingga bentuknya mirip dengan kios. Semua pedagang yang menempati los
telah membeli los tersebut. Pembelian tempat untuk los tersebut ditangani oleh
PT. Graha Agung Wibawa. Pengelolaan pasar ditangani oleh pihak Pemda, yang
Sebagian pedagang Pasar Jambu Dua merupakan pedagang grosir tetapi masih
banyak juga yang merupakan pedagang eceran. Di pasar ini hanya blok A yang
aktif dalam kegiatan jual beli sayuran, sembako, daging dan beberapa keperluan
pedagang yang berjualan. Los yang tersedia tidak terisi semuanya. Pembelinya
pun masih berasal dari satu sisi yaitu dari Cibinong dan Depok serta penduduk
sekitar pasar.
Keramaian Pasar Jambu Dua masih relatif sepi dan komoditi yang
diperjualbelikan masih kurang lengkap. Hal ini mengakibatkan banyak los yang
tidak aktif atau tidak dipergunakan pemiliknya. Total los yang disediakan
pemerintah sebanyak 756 los, tapi hanya sebanyak 335 los yang terisi dan sekitar
Ramayana. Aktivitas pasar dimulai pada pukul 15.00 WIB – 23.00 WIB dengan
keramaian pasar hanya sekitar 3 – 4 jam saja. Akibatnya banyak pedagang Jambu
Dua yang menjadi PKL di sekitar Pasar Kebon Kembang dan Pasar Baru Bogor
pada pagi hari dan baru berjualan di Pasar Jambu Dua sore harinya. Tetapi ada
juga yang berjualan pagi hari di Pasar Jambu Dua namun malamnya mereka
menjadi PKL di Pasar Baru Bogor dan di sekitar jalan Surya Kencana.
Sareal dengan luas sekitar 3,3 ha. Pasar ini dibangun oleh PT. Mayo Waya.
Pembangunan Pasar Cimanggu telah sesuai dengan rencana berupa los, kios dan
ruko. Los terdiri dari dua ukuran yaitu 2 m x 3 m dan 2 m x 6 m, sedangkan kios
dapat ditampung oleh Pasar Jambu Dua. Kegiatan operasional pasar dimulai
Keramaian Pasar Cimanggu hanya bertahan hingga tiga bulan. Awal mula
Cimanggu, akan tetapi pembeli yang berkunjung sedikit karena hanya berasal dari
pedagang yang gulung tikar, sehingga mereka pindah ke Pasar induk Kemang.
Pasar Cimanggu beroperasi selama 24 jam dengan kondisi yang stabil sepanjang
waktu, artinya tidak ada puncak-puncak keramaian. Sampai saat ini belum ada
pemungutan tarif retribusi yang dilakukan oleh pihak pengelola pasar. Pedagang
hanya dipungut tarif listrik dan kebersihan masing-masing sebesar Rp 1000 dan
Pasar Induk Kemang (Gambar 5) terletak di Jl. Kyai H. Soleh Iskandar, Desa
Cibadak, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Tanah Sareal dengan luas 3,7 ha.
Pasar ini dibangun oleh PT. Teknik Umum bekerja sama dengan PT. Fradanita
Sakti pada tahun 1996. Pada tahun 1999, Pasar Induk Kemang berada di bawah
tanggal 11 Agustus 2000 dengan jumlah kios sebanyak 104 buah, dibagi menjadi
4 blok dengan ukuran 3 m x 4 m per kios, 27 blok untuk los yang terdiri dari
1.516 buah dengan ukuran 2 m x 3 m serta los mini sebanyak 895 buah dengan
ukuran 1,5 m x 2 m. Pedagang yang aktif sebanyak 600 orang terdiri dari sebagian
besar pedagang Pasar Ramayana, Pasar Induk Kramat Jati, pasar lainnya dan
pedagang baru. Pedagang yang memiliki kios sekitar 60 orang dan pedagang yang
memiliki los sekitar 500 orang. Dengan demikian terdapat kios dan los yang tidak
aktif.
Pasar ini merupakan pasar yang benar-benar berfungsi sebagai pasar induk di
antara kedua pasar induk baru lainnya. Hal ini terlihat dari pedagang yang terdapat
relatif ramai dibandingkan pasar induk baru lainnya, terlihat dari konsentrasi
Tangerang, Serang dan Jakarta. Pasar Induk Kemang beroperasi dari pukul 13.00
WIB sampai pagi hari dengan keramaian pada pukul 16.00 WIB – 23.00 WIB.
Sampai saat ini belum ada pemungutan tarif retribusi terhadap para pedagang.
berkembang dengan baik serta terbukanya kesempatan. Hingga saat ini baru tiga
Pasar Tanah Baru (Gambar 6) dibangun atas keinginan warga sekitar Desa
type B. Namun setelah APBD disetujui, ternyata harga lahan di tempat tersebut
lokasi baru yaitu di pinggir Jalan Tanah Baru sesuai usulan Pemerintah Desa
Tanah Baru.
Pasar ini dibangun pada tahun 1999-2000 pada lahan seluas ± 2.400 m2
dengan anggaran Rp 385.267.000,00. Jumlah kios dan los yang telah dibangun
adalah sebanyak 120 los dengan ukuran 2 x 2 meter yang dikelompokkan atas
sebanyak 24 los yang dibuat berderet per baris. Pemerintah pada awalnya hanya
membangun emplacement dengan penutup asbes, antar los satu dengan lainnya
hanya dibatasi oleh garis saja. Namun setelah los tersebut dimiliki oleh para
penyekatan dengan kayu, bahkan ada pula yang sudah memakai pintu rolling
door. Sampai saat ini los yang telah dimiliki pedagang sebanyak 94 los dan yang
terisi sebanyak 46 los. Namun yang benar-benar aktif berjualan hanya sebanyak
10 los saja. Kepemilikan kios dilakukan tanpa adanya uang muka, harga jual akan
ditentukan setelah pasar benar-benar berkembang. Penentuan kios dilakukan
Bogor telah berupaya untuk memperbaiki kondisi fisik pasar yaitu dengan
program Penataan Pasar Tradisional Tanah Baru dengan anggaran dana sebesar
penunjang di Pasar Tanah Baru seperti fasilitas mushola, toilet serta perbaikan
b) Pasar Pamoyanan
daerah dengan penduduk yang masih jarang namun didukung dengan kondisi
jalan yang cukup baik dan adanya angkutan perkotaan. Pasar Pamoyanan
Status pasar saat ini masih tidak aktif dalam kegiatan jual beli karena sepinya
pedagang, hanya sekitar 2 buah kios yang berjualan. Kios tersebut dimiliki oleh
penduduk sekitar pasar, dan barang yang diperdagangkan berupa alat-alat listrik
dan barang-barang kebutuhan pokok. Pembeli yang datang ke pasar ini pun hanya
sebatas penduduk sekitar pasar saja. Sampai saat ini tidak ada kegiatan jual beli
sayuran, sembako dan kebutuhan pokok lainnya di pasar ini. Penduduk sekitar
pasar lebih memilih membeli kebutuhan pokok langsung ke Pasar Sukasari karena
c) Pasar Bubulak
Kondisi wilayahnya pada waktu itu merupakan daerah jarang penduduk, namun
dengan ukuran 2 m x 2 m.
air sepanjang 196 m. Sejak dibangun hingga saat ini, kegiatan operasional pasar
tidak berjalan. Hal ini karena tidak ada pedagang yang mau menempati los di
pasar ini, sehingga bangunan pasar tidak dimanfaatkan sama sekali. Saat ini
Sampai saat ini, ketiga pasar tradisional tersebut belum dikelola oleh Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) karena sepinya pedagang sehingga belum bisa
meningkatkan peran dan fungsi pasar sebagai salah satu media bagi
d) Optimalisasi pemanfaatan kios dan los berupa anjuran kepada pemilik kios
untuk segera menempati kios dan losnya, penertiban pemanfaatan kios serta
langsung, baik secara positif (penerima manfaat) atau negatif (terkena dampak
(UPTD).
secara tidak langsung dalam proses pengembangan pasar tradisional. Pihak yang
(DLHK) Kota Bogor, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Dinas
Tata Kota dan Pemukiman (DTKP) Kota Bogor dan pengelola pasar swasta.
terhadap kebijakan pengembangan pasar tradisional serta posisi yang kuat dalam
kebijakan.
birokrasi dan struktural. Hasil dari kajian pada Tabel 11 digunakan sebagai dasar
C B Keterangan:
*1 1. Bapeda Kota Bogor
*8 *6 *7 *2 2. Disperindagkop Kota
Bogor
3. Masyarakat pedagang
4. UPTD
Tingkat 5. Pengelola pasar swasta
Pengaruh 6. DLHK Kota Bogor
D A 7. DTKP Kota Bogor
8. Dispenda Kota Bogor
*4
*5
*3
Rendah Tinggi
Tingkat Kepentingan
kepentingan tertinggi adalah Bapeda Kota Bogor dan Disperindagkop Kota Bogor
lembaga pemerintah yang bertugas mengumpulkan semua data dan program yang
Seluruh data dan program tersebut bersumber mulai dari tingkat masyarakat desa,
Pembangunan (Musrenbang).
rancangan awal rencana kerja pembangunan. Hasil yang didapat oleh Bapeda
dituangkan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Melalui RTRW dan RDTRK, Bapeda
dengan tujuan untuk menciptakan kesinergisan dan tidak terjadi tumpang tindih
wilayah Kota Bogor dalam skala makro di semua bidang kerja Kota Bogor
tradisional.
progam kegiatan seluruh instansi pemerintah kedinasan Kota Bogor agar berjalan
tugas pokok yaitu melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang
terhadap pedagang, usaha kecil menengah (UKM) dan koperasi dalam hal
dalam mengelola dana proyek serta menentukan bentuk kegiatan yang dapat
kebijakan. Mereka hanya dilibatkan dalam proses perencanaan yaitu ketika Pasar
pihak pengelola pasar, yang kemudian akan disampaikan oleh pihak pengelola
terhadap kebijakan pengembangan pasar tradisional. Hal ini didasarkan pada tugas
pokok UPTD sebagai pengelola pasar pemerintah yang berkaitan langsung dengan
pedagang dan penarikan retribusi. UPTD tidak memiliki kekuatan untuk ikut
Instansi lain yang ikut terlibat dalam kebijakan ini yaitu Dispenda, DLHK
dan DTKP Kota Bogor. Ketiga instansi ini memiliki tingkat pengaruh yang tinggi
pada tiga stakeholders tersebut karena ketiga instansi ini tidak terlibat secara
terhadap kebijakan ini hanya terbatas pada tugas pokok dan fungsi masing-masing
instansi.
tanggung jawab dari DLHK, sedangkan DTKP berfungsi sebagai pelaksana teknis
terbatas pada pembangunan fisik pasar sesuai rencana yang telah ditentukan oleh
instansi tersebut memiliki posisi yang sama dengan Bapeda dan Disperindagkop.
perencanaan kebijakan.
Pihak swasta sebagai pengelola pasar memiliki kepentingan dan pengaruh
yang rendah karena kepentingan mereka hanya terbatas pada pasar yang mereka
dilibatkan dalam hal penyaluran data dan informasi mengenai potensi pasar
yang perlu dilakukan cukup dengan melakukan pengawasan (monitor) tanpa perlu
kepentingan yang tinggi, akan memiliki kekuatan yang tinggi pula dalam
dan pengelola swasta. Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan pun akhirnya
menjadi tidak tepat karena lebih mementingkan kepentingan dari pemerintah saja
C B Keterangan:
*1 1. Bapeda Kota Bogor
*8*6 *7 *2 2. Disperindagkop Kota
Bogor
*3 3. Masyarakat pedagang
*4 4. UPTD
Tingkat 5. Pengelola pasar swasta
Pengaruh 6. DLHK Kota Bogor
D A 7. DTKP Kota Bogor
8. Dispenda Kota Bogor
*5
Rendah Tinggi
Tingkat Kepentingan
kepentingan pedagang sehingga dengan adanya kebijakan ini pedagang tidak akan
merasa dirugikan. Selain itu, dengan dilibatkannya para pedagang dalam
dalam artian tidak ada pedagang yang akan menolak kebijakan. Dengan demikian
dalam perumusan kebijakan yang tepat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
terbatas pada pasar yang mereka kelola saja, namun mereka memiliki potensi
swasta dapat mengelola pasar milik pemerintah secara profesional sehingga pasar
tradisional dapat berkembang secara mandiri dan tidak tergantung pada anggaran
pemerintah.
juga akan ikut menjaga kebersihan dan kenyamanan pasar sehingga lebih bersih
dan rapi. Selain itu, dengan dilibatkannya pedagang akan lebih menarik konsumen
terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi riil di lapangan. Studi kelayakan yang
dilakukan dapat berupa diskusi atau musyawarah dengan warga dan pedagang
antara pemerintah, pengelola pasar dan pedagang sehingga pada akhirnya seluruh
pihak dapat dipuaskan dengan adanya kebijakan. Adanya diskusi bukan hanya
bersama. Studi kelayakan ini merupakan salah satu bentuk partisipasi dari
Apabila kesepakatan telah tercapai maka seluruh pihak harus mau menaati
kebijakan dan ditetapkan sanksi bagi yang melanggar kebijakan yang telah
disepakati. Pedagang juga memiliki hak atas informasi apapun yang berkaitan
diberikan pelatihan khusus agar dapat mengelola manajemen pasar secara lebih
profesional.
VII. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
PASAR TRADISIONAL
dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan penerapan. Proses dalam perencanaan
tradisional yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor dianalisis sesuai dengan
kriteria dan indikator yang telah ditentukan (Lampiran 1), kemudian baru dikaji
kebijakan itu sendiri kurang tepat maka akan berdampak pada implementasi
kebijakan.
persen, sosialisasi kebijakan sebesar 7,61 persen, kebijakan lain yang tidak
tumpang tindih dari pengembangan pasar tradisional sebesar 7,11 persen dan
terakhir yaitu tersedianya dana yang memadai dan berkelanjutan sebesar 4,06
7.11
14.72
A
9.14
B
4.06 C
12.18 D
E
10.15
F
G
H
9.64 16.24
I
J
13.20 7.61
Keterangan :
A. Proses Penyusunan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional yang Benar
B. Akuntabilitas
C. Keterlibatan Stakeholders
D. Sosialisasi Kebijakan
E. Partisipasi Publik
F. Transparansi
G. Responsivitas
H. Tersedianya Dana yang Memadai dan Berkelanjutan
I. Ego Sektoral
J. Kebijakan Lain yang Tidak Tumpang Tindih dari Pengembangan Pasar Tradisional
yaitu :
7.1.1. Keterlibatan stakeholders. Indikatornya yaitu melibatkan seluruh
program dengan baik. Kriteria ini merupakan faktor utama yang menyebabkan
Hal tersebut dapat dilihat dari indikator keterlibatan seluruh pihak dalam proses
perencanaan kebijakan ini, ternyata tidak semua stakeholders yang terkait dengan
oleh Bapeda dan UPTD, pihak swasta dan pedagang. Hasil analisis stakeholders
terlihat bahwa pedagang yang memiliki kepentingan tinggi tidak dilibatkan dalam
perencanaan dan menentukan lokasi tempat yang akan menjadi pengganti Pasar
akan dibangun, juga menilai apakah lokasi tersebut layak untuk dibangun pasar
tradisional.
Pihak pengelola pasar pada waktu itu masih berupa Dinas Pengelolaan
yang akan dipindah. Pihak swasta berperan sebagai developer, yaitu PT. Mayo
Waya yang menangani relokasi Pasar Ramayana ke Pasar Jambu Dua dan Pasar
dalam proses penentuan tempat sebagai pasar pengganti. Adanya dominasi yang
mulanya para pedagang setuju untuk dipindahkan ke Pasar Jambu Dua, akan
tiga lokasi yaitu Pasar Jambu Dua, Pasar Kemang dan Pasar Cimanggu, banyak
sehingga pedagang harus mau menempati kios baru di pasar yang sesuai dengan
undian yang diambilnya. Alasan lain, pedagang yang menolak untuk pindah lebih
memilih menjadi PKL di pasar-pasar lain seperti di Pasar Baru Bogor, Pasar
Kebon Kembang dan di sekitar Jalan Surya Kencana. Para pedagang berpendapat
keramaian ketiga pasar tersebut karena seluruh pedagang yang ada di Pasar
Ramayana terpisah-pisah ke tiga lokasi. Akibatnya Pasar Jambu Dua dan Pasar
ketiga pasar tersebut. Banyak pedagang yang semula menempati kios di Pasar
Cimanggu lebih memilih pindah ke Pasar Induk Kemang karena tempat yang
lebih ramai.
secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan; terdapat
kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil dan sesuai dengan visi yang
informasi yang akurat dan lengkap. Ketika Bapeda merencanakan suatu kebijakan
dilakukan suatu uji kelayakan secara tepat terlebih dahulu. Uji kelayakan yang
dilakukan hanya sebatas menilai apakah lokasi tersebut strategis atau tidak tanpa
mempertimbangkan jumlah penduduk di sekitar areal, sarana pendukung lainnya
seperti sarana transportasi di sekitar pasar dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Hal
ini dapat ditunjukkan dari ketiga pasar yang dibangun oleh Pemerintah, ternyata
dua pasar tidak layak untuk dibangun yaitu Pasar Bubulak dan Pasar Pamoyanan.
Hal ini dikarenakan kepadatan penduduk sekitar pasar yang masih rendah serta
penduduk yang sedikit maka daya beli masyarakat di Kecamatan Bogor Barat dan
Bogor Selatan pun rendah, akibatnya pasar tradisional yang dibangun di dua
yang dapat mencapai ke pasar ini sehingga tidak ada pedagang yang mau
menempati Pasar Bubulak, sedangkan di Pasar Tanah Baru meskipun saat ini
termasuk lokasi pusat pemukiman penduduk, akan tetapi angkutan umum yang
umum lainnya tidak ada yang melewati Pasar Tanah Baru sehingga jangkauan
pasar menjadi terbatas karena konsumennya hanya penduduk di sekitar pasar saja.
konsesus antara pemerintah dan masyarakat; terdapat akses terbuka dan bebas
keluhan pedagang selama ini kurang mendapat respon dari dinas terkait karena
pihak UPTD sendiri tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi
yang benar dan nilai-nilai yang berlaku di stakeholders; terdapat mekanisme yang
menjamin bahwa prinsip dan nilai yang berlaku telah terpenuhi, dengan
tradisional dilakukan, prinsip akuntabilitas tidak diterapkan pada waktu itu. Hal
ini dikarenakan prinsip akuntabilitas belum terlalu dipahami oleh para
prosedur yang biasa dilakukan. Dengan demikian tidak ada mekanisme yang
lain. Namun ternyata pasca pemindahan Pasar Ramayana, banyak pedagang eks
Ramayana yang menjadi PKL di sekitar Pasar Baru Bogor, Pasar Kebon Kembang
dan Jalan Surya Kencana. Hal ini sudah menjadi keluhan bagi pedagang di Pasar
Jambu Dua karena keberadaan PKL tersebut telah mengurangi keramaian Pasar
Jambu Dua. Selama ini upaya yang dilakukan Pemerintah untuk merelokasi para
PKL tersebut belum berhasil, sehingga para PKL masih berjualan dengan bebas di
yaitu tersedianya informasi yang jelas tentang prosedur, proses dan biaya
mengenai maksud dan tujuan pemindahan. Pasca relokasi Pasar Ramayana justru
terjadi konflik antara pedagang yang mau pindah dengan pedagang yang tidak
mau pindah. Sebagian pedagang yang menolak pindah lebih memilih menjadi
PKL, karena mereka beranggapan di pasar baru yang akan menjadi pengganti
pembeli di Pasar Jambu Dua menjadi sepi karena mereka lebih memilih lokasi
pasar yang ramai penjualnya maupun PKL-nya seperti di Pasar Anyar dan Pasar
Baru Bogor. Hal ini masih belum dapat diselesaikan oleh pemerintah hingga saat
ini, karena para PKL tersebut menolak untuk dipindahkan ke pasar-pasar yang
belum penuh seperti Pasar Tanah Baru, Pasar Pamoyanan dan Pasar Cimanggu.
7.1.8. Sosialisasi kebijakan. Indikatornya antara lain penyebarluasan informasi
upaya untuk meningkatkan arus informasi melalui kerjasama dengan media massa
tradisional dilakukan oleh pihak pengelola pasar dan aparat kelurahan dan
7.1.9. Kebijakan lain yang tidak tumpang tindih dari pengembangan pasar
kriteria ini yaitu teridentifikasinya biaya atau dana untuk pengembangan pasar.
Kriteria ini merupakan peringkat terendah dari kriteria yang menjadi penyebab
sumber dana yang digunakan untuk kebijakan ini telah teridentifikasi dengan baik
dan dana yang digunakan telah sesuai dengan besarnya dana yang dianggarkan
serta pembangunan pasar tradisional telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
7.2. Analisis Penerapan Kebijakan
kebijakan telah sesuai dengan rencana, sesuai dengan kriteria dan indikator yang
secara efektif dan efisien sebesar 11,18 persen; akuntabilitas sebesar 9,94 persen;
kebijakan sebesar 7,45 persen; keadilan sebesar 6,21 persen; ketepatan sebesar
5,59 persen; monitoring dan evaluasi program sebesar 4,35 persen; dan terakhir
6.21
11.18
A
5.59
B
C
3.73 4.35
D
E
F
7.45 8.07
G
H
I
9.32 9.94
Keterangan :
A. Penerapan perencanaan pengembangan pasar tradisional secara efektif dan efisien
B. Monitoring dan evaluasi program
C. Responsivitas
D. Akuntabilitas
E. Transparansi
F. Legalitas kebijakan
G. Keterlibatan swasta
H. Ketepatan
I. Keadilan
efektif dan efisien. Indikatornya, yaitu program atau aktivitas telah dilaksanakan;
program atau aktivitas dilaksanakan secara efektif dan efisien; sasaran atau hasil
telah dilaksanakan namun ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Tabel 14.
telah dibangun oleh Pemerintah, selain itu banyaknya pedagang yang menolak
pindah dan lebih memilih menjadi PKL telah menimbulkan masalah baru bagi
kemacetan seperti di Jalan Surya Kencana dan Otista dan secara tidak langsung
telah mempengaruhi tingkat keramaian Pasar Jambu Dua dan Cimanggu. Warga
Bogor lebih suka berbelanja di Pasar Kebon Kembang dan Pasar Bogor karena
banyaknya PKL yang memberikan konsumen pilihan yang lebih banyak. Hal ini
banyak pedagang yang memutuskan untuk pindah ke Pasar Kemang atau menjadi
PKL juga.
7.2.2. Akuntabilitas merupakan kriteria yang menempati urutan kedua. Hal ini
karena belum adanya sanksi yang tegas bagi para pelaku pelanggar kebijakan
secara hukum. Hal ini dapat ditunjukkan dari keberadaan PKL yang telah
menganggu ketertiban umum. Selama ini belum ada tindakan tegas dari aparat
saja. Setelah proses penggusuran selesai, keesokan harinya para pedagang kaki
pelaksanaan proyek dan hasil yang dicapai. Seluruh informasi terkait dengan
sedangkan alokasi dana dan sumberdaya serta proses tender yang digunakan
dalam pelaksanaan kebijakan tidak dapat diakses secara bebas oleh masyakat.
publik. Pada Tabel 14, sasaran yang diharapkan dalam kebijakan pengembangan
kebutuhan publik. Para pedagang di Pasar Jambu Dua dan Pasar Cimanggu masih
mengeluhkan mengenai kondisi pasar yang relatif lebih sepi dibandingkan dengan
pasar-pasar lain.
7.2.5. Legalitas kebijakan. Indikatornya antara lain terdapat dasar hukum yang
sanksi yang tegas terhadap pelanggar kebijakan menjadi faktor utama dalam
kriteria ini. Selama ini pengaduan dari masyarakat hanya disampaikan kepada
dari masyarakat dan pedagang tidak tersampaikan ke instansi yang lebih tinggi
wewenangnya. Sanksi yang tidak tegas juga terlihat dari rendahnya hukuman pada
para aparat pemerintah yang tidak melakukan kegiatan operasi terhadap para PKL.
Keberadaan aparat tersebut hanya pada waktu-waktu tertentu saja, sehingga PKL
merata oleh seluruh pihak dan keikutsertaan pedagang dalam pelaksanaan dan
memberikan manfaat kepada kebutuhan publik dan hasil kebijakan yang dicapai
kebijakan yang dicapai belum memberikan manfaat kepada masyarakat dan justru
tradisional.
ini pihak swasta dilibatkan sebagai developer dan sebagai pengelola pasar swasta.
dengan yang telah direncanakan oleh Bapeda, sedangkan sebagai pengelola pasar
pihak swasta lebih berprinsip pada profit oriented sehingga pasar yang mereka
pemerintah.
karena dalam proses penyusunan dan perencanaan kebijakan yang kurang tepat
berasal dari Pemerintah Daerah, sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih banyak
yang paling penting dalam pengembangan pasar tradisional dapat dilihat pada
Gambar 12.
Ekonomi 0.421
Sosial 0.195
Teknis 0.131
Manajemen 0.253
(0,195) dan terakhir aspek teknis (0,131). Hasil ini menunjukkan bahwa pendapat
para responden sesuai urutan prioritas di atas sejalan dengan tujuan yang ingin
tradisional sehingga aspek manajemen dalam hal pengelolaan pasar penting, dan
untuk mengakomodir kepentingan seluruh pihak yang terkait maka aspek sosial
juga penting. Terakhir, aspek teknis terkait dengan kondisi fisik pasar yang dapat
8.2.1.Aspek Ekonomi
Hasil analisis mengenai prioritas kriteria pada aspek ekonomi dapat dilihat
PAD 0.250
Kerja 0.482
Kesejahteraan 0.269
(0,269) dan terakhir yaitu meningkatkan PAD (0,250). Hal ini menunjukkan
bahwa hal yang paling utama dalam pengembangan pasar tradisional adalah untuk
8.2.2.Aspek Manajemen
Profesional 0.288
Pelayanan 0.253
secara keseluruhan kriteria penataan dan pembinaan PKL merupakan faktor yang
PKL merupakan kriteria yang paling penting pada aspek manajemen. PKL yang
tersebar di sekitar pasar dan di pinggir jalan menjadi kendala utama bagi
dan terakhir yaitu membentuk pasar tradisional menjadi usaha yang efisien.
8.2.3.Aspek Sosial
Hasil analisis mengenai prioritas kriteria pada aspek sosial dapat dilihat
Kompetitif 0.274
aspek sosial yaitu terciptanya kondisi pasar yang aman, nyaman dan bersih bagi
tradisional yaitu dengan menciptakan kondisi pasar yang aman, bersih dan
serba ada, mini market dan pasar swalayan maka pasar tradisional harus menjadi
usaha yang kompetitif supaya tidak kalah dari usaha lainnya. Keberadaan pasar
8.2.4.Aspek Teknis
Hasil analisis prioritas kriteria pada aspek teknis dapat dilihat pada
Gambar 16.
Bersih dan Rapi 0.433
teknis yaitu peningkatan sarana dan prasarana pasar (0,567) diikuti oleh kondisi
fisik pasar yang lebih bersih dan rapi (0,433). Supaya pedagang mau menempati
kiosnya di pasar maka fasilitas pasar harus ditingkatkan sehingga pedagang betah
berjualan di pasar tersebut. Bangunan fisik pasar juga harus diperbaiki supaya
lebih bersih dan rapi sehingga dapat menarik orang untuk berbelanja di pasar.
Pemberdayaan 0.155
adanya PD. Pasar diharapkan pengelolaan pasar dilakukan dengan sistem profit
oriented. Usaha pasar tradisional dapat lebih berkembang serta efisien tanpa
tergantung pada sumber dana dari pemerintah serta dengan manajemen yang lebih
Seluruh pasar yang ada di Kota Bogor akan berada di bawah satu
pengelolaan yaitu dalam bentuk PD. Pasar sehingga kebijakan yang akan
tradisional yang ada di Kota Bogor masing-masing dikelola oleh Kepala UPTD
Hal ini menyebabkan ketujuh UPTD tersebut berdiri secara sendiri-sendiri dan
tidak saling berkaitan. Sehingga terdapat beberapa konflik antar UPTD itu sendiri.
pemerintah.Tugas harian yang dilakukan oleh UPTD yaitu penarikan retribusi dari
pedagang. Selain uang retribusi, UPTD juga meminta uang keamanan kepada
pedagang yang tidak memiliki kios/los dan berjualan di pelataran parkir atau di
depan pasar (PKL). Uang yang ditarik dari PKL ini telah memberikan penerimaan
sendiri untuk UPTD sehingga pengelola UPTD kurang tegas dalam mengatur
PKL. PKL sendiri juga merasa memiliki hak untuk berjualan di pasar tersebut
karena merasa telah membayar uang kepada pihak UPTD. Masalah ini telah
memiliki banyak PKL dan yang sepi pedagang sepeti Pasar Anyar dan Pasar
Jambu Dua.
yang ada di Kota Bogor sehingga diharapkan konflik antar UPTD dapat
organisasi. Selain itu, salah satu penyebab pasar tidak berkembang adalah
dalam hal ini UPTD kurang memasarkan pasar ke masyarakat sehingga hanya
sedikit masyarakat yang membeli kios/los. Adanya PD. Pasar diharapkan dapat
iklan sehingga keberadaan pasar tradisional dikenal secara luas oleh masyarakat.
8.4. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional
Selama ini pasar tradisional identik dengan pasar yang kumuh, becek, bau,
tidak tertata, dan banyak PKL, akibatnya banyak konsumen yang enggan
pembeli. Hal ini sangat berbeda dengan pasar modern seperti minimarket,
swalayan dan supermarket. Tempat yang bersih dan nyaman, produk yang
beragam serta keamanan yang terjamin menjadi keunggulan dari pasar modern
tradisional dan pasar modern. Pada Gambar 18a menunjukkan pasar tradisional
yang terkesan becek, kotor, dan tidak rapi, sedangkan pada pasar modern (Gambar
18b) terkesan rapi, nyaman dan bersih. Hal utama yang membedakan antara pasar
modern dan pasar tradisional yaitu adanya pengelolaan manajemen pasar secara
profesional pada pasar modern. Pasar modern lebih bersifat profit oriented
Tangerang (Gambar 19). Pasar ini layak menjadi acuan bagi pengembangan dan
keteraturan dan kedisiplinan pedagang menjadi fokus utama dari pengelola pasar
dari aspek kebersihan dan kerapiannya. Pasar tradisional ini berada di dalam
modern seperti restoran, kantor dan butik/toko pakaian, sehingga bangunan pasar
di masing-masing lorong. Pada setiap lorong diberi label komoditi yang dijual
sistem pasar tradisional yaitu adanya interaksi sosial antara pembeli dan penjual
barang dagangan di jalan atau lorong. Apabila melanggar, barang dagangan akan
diambil atau dibawa ke kantor pengelola. Jika terbukti telah dua kali melakukan
tertentu. Para pedagang juga harus menata dan mengatur dagangannya hingga
terlihat menarik. Apabila kegiatan operasional pasar sudah selesai, lantai pasar
akan dibersihkan oleh petugas kebersihan sehingga pasar akan selalu terlihat
bersih.
pedagang tradisional. Pasar tradisional dengan konsep modern ini adalah salah
9.1. Kesimpulan
pengaruhnya rendah.
• Dispenda, DLHK dan DTKP memiliki kepentingan yang rendah dan pengaruh
yang tinggi.
karena :
secara berurutan yaitu aspek ekonomi, aspek manajemen, aspek sosial dan
aspek teknis.
terciptanya kondisi pasar yang aman, nyaman dan bersih bagi konsumen,
menciptakan pasar yang berdaya saing sehingga lebih kompetitif dan
peningkatan sarana dan prasarana pasar dan kondisi fisik pasar yang lebih
9.2. Saran
Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. 2005. Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2006. Kota Bogor Dalam Angka 2005. BPS.
Bogor.
Balitbangdiklat Kota Bogor dan PT. Oxalis Subur. 2007. Studi Kelayakan PD.
Pasar di Kota Bogor. Laporan Penelitian. Tidak Dipublikasikan. Bogor.
DFID. 2006. Manajemen Daur Proyek dan Penggunaan Kerangka Kerja Logis.
http://www.deliveri.org [30 Agustus 2007].
Hakim, Dzulfikar Ali. 2007. Analisis Prospek Permintaan Jasa Pasar dan Studi
Kelayakan Pembangunan Pasar Tradisional Kecamatan Cicantayan
Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahayu, Sri. 2005. Analisis Penentuan Lokasi Optimal Pasar Tradisional sebagai
Pusat Perdagangan di Kota Bekasi dalam Pengembangan Wilayah. Skripsi.
Program Sarjana. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pengembangan Pasar
Tujuan Tradisional (1,000)
KEPALA
BAGIAN TU
7 UPTD PASAR
KEPALA
KOORDINATOR
STAF/PELAKSANA
KOORDINATOR
KOORDINATOR KOORDINATOR PENGOLAHAN &
HARTIB RETRIBUSI PEMELIHARAAN
STAF/PELAKSANA
STAF/PELAKSANA STAF/PELAKSANA
PENGOLAHAN &
HARTIB RETRIBUSI
PEMELIHARAAN
PETUGAS