Você está na página 1de 10

MAKALAH

PENGOLAHAN LIMBAH B3 PADA SAPI


PERAH

DISUSUN OLEH :

IKE PRIMA WIJAYA


PO.71.33.0.15.3896

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latang belakang

Pada era globalisasi, masalah lingkungan, terutama mengenai penanganan


limbah merupakan salah satu aspek penting yang banyak mendapat perhatian
masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Limbah
adalah suatu bahan sisa dari suatu proses produksi atau aktivitas manusia yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi. Pada industri pertanian, terutama subsektor peternakan, limbah
menjadi salah satu hal penting yang harus dipikirkan penanggulangannya, karena dapat
menimbulkan berbagai dampak yang tidak dikehendaki.Kegiatan pembangunan
peternakan harus memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya. Dengan adanya
usaha peternakan selain dihasilkan produk peternakan baik berupa daging maupun
susu, juga menghasilkan limbah yang harus dikelola dengan baik. Limbah dari usaha
peternakan dapat berupa padatan dan cairan.Bentuk padatan terdiri dari feses/kotoran
ternak, ternak yang mati, dan isi perut dari hasil pemotongan ternak.Bentuk cairan
terdiri dari urine ternak, air sisa pembersihan ternak maupun air dari sisa pencucian
alat-alat ternak.
Semakin bertambahnya populasi ternak sapi perah seiring dengan semakin
meningkatnya kebutuhan konsumsi susu, akan menghasilkan banyak limbah yang
harus ditangani. Adanya pencemaran lingkungan akibat limbah usaha ternak sapi perah
umumnya mendapat protes dari warga masyarakat yang terkena dampaknya,
umumnya air sungai menjadi kotor, muncul penyakit kulit dan gatal-gatal serta
menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal tersebut selaras dengan Juheini (1999) yang
mengemukakan sebanyak 56,67% peternak sapi perah membuang limbah ke badan
sungaitanpa pengelolaan, sehingga terjadi pencemaran lingkungan.
Pengelolaan limbah yang kurang baik akan membawa dampak yang serius pada
lingkungan, sebaliknya jika limbah dikelola dengan baik maka akan memberikan nilai
tambah. Salah satu bentuk pengelolaan limbah yang mudah dilakukan yaitu dengan
diolah menjadi pupuk kompos.Ginting (2007) mengemukakan bahwa kompos adalah
hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa kotoran ternak atau feses, sisa pertanian,
sisa makanan ternak dan sebagainya. Dengan diolahnya limbah peternakan menjadi
kompos akan membawa keuntungan pada peternak dan petani yaitu untuk mengurangi
pencemaran lingkungan dan dapat digunakan sebagai pupuk tanaman pertanian.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang
selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan
perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa
keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan
bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena
pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga
keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.

1.2 Tujuan dan manfaat penulisan

Agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah industri sapi perah dan
mengetahui solusi pengolahan dan penangan limbah industri sapi perah.Dari penulisan
makala ini juga diharapkan dapat memperluas wawasan ilmu pengetahuan terhadap
limbah industri sapi perah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Limbah


Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak,rumah potong hewan,pengolahan produk ternak,dan
sebagainya.Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses,urine,
sisa makanan, embrio, kulit telur,lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen,
dan lain-lain (Sihombing,2000). Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah
yang dihasilkan semakin meningkat.Total limbahyang dihasilkan peternakan tergantung
dari species ternak, besarusaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang
terdiridari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan
sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau,kambing,
dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan
25 kg feses (Sihombing, 2000).
Air merupakan aspek penting dalam berbagai sector lingkungan.Industry
peternakan menjadi sorotan penting yang harus dilakukan penanganan terhadap
pencemaran air di sekitar lingkungan peternakan. Salah satu penyebab terjadinya
pencemaran air adalah air limbah yang dibuang tanpa pengelolaan kedalam badan air.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001, air limbah
adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair, air limbah dapat berasal
dari rumah tangga maupun Industri. Air limbah industry umumnya terjadi sebagai akibat
adanya pemakaian air dalam proses produksi. Air limbah industry sangat bervariasi
sesuai dengan pemakaiannya di masing-masing industry sehingga dampak yang di
akibatkannya juga sangat bervariasi.(Ricki, 2005).
Pencemaran karena gas metanm enyebabkan bau yang tidak enak bagi
lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak
ruminansia. Gas metanini adalah salahsatu gas yang bertanggungjawab terhadap
pemanasan global dan perusakanozon, denganlaju 1 % per tahun dan terus meningkat.
Apalagi di Indonesia, emisimetan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar
Karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian
pakankualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Suryahadi dkk., 2002).

2.2. Pengolahan dan Penanganan Limbah


Limbah yang dihasilkan dari usaha penggemukan sapi terdiri dari limbah sisa
pakan, urine sapi dan feses sapi atau secara umum terbagi menjadi dua yaitu limbah
padat dan limbah cair. Limbah padat dari usaha penggemukan sapi potong terutama
feses sapi merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari usaha tersebut. Feses yang
dihasilkan dari seekor sapi potong dewasa rata-rata sebanyak 6 % dari bobot tubuhnya,
jadi jika suatu usaha penggemukan sapi potong mempunyai kapasitas kandang untuk
1000 ekor sapi potong dengan bobot tubuh sapi rata-rata 350 Kg, maka dalam sehari
akan diperoleh feses sebanyak 21 ton (Ginting, 2007).
Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan organik. Hal ini menunjukkan
bahwa apabila dikelola dengan cara yang benar dan tepat peruntukkannya, limbah
peternakan masih memiliki nilai sebagai sumberdaya yang potensial bermanfaat. Sejak
dahulu limbah peternakan sudah digunakan oleh petani sebagai bahan sumber pupuk
organik, namun karena pengaruh intensifikasi pertanian, pemanfaatan tersebut kian
berkurang. Selain itu juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi pengolahan limbah
peternakan yang masih belum mampu memenuhi tuntutan kebutuhan petani pada
masa itu. Pengolahan limbah sebagai pupuk masih dilakukan secara konvensional,
yaitu dibiarkan menumpuk dan mengalami proses degradasi secara alami. Teknologi
yang tepat dan benar belum dikembangkan (Ginting, 2007).
Teknik pengomposan merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk
menanggulangi limbah feses sapi potong. Dengan cara ini, biaya operasional relatif
lebih murah dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Selain itu
dengan pengomposan juga dapat memperkaya unsur hara pupuk organik yang
dihasilkan dari pengolahan limbah peternakan tersebut, namun demikian data
mengenai pengomposan yang tepat untuk menangani limbah peternakan, khususnya
limbah sapi potong belum diperoleh informasi yang lengkap(Sihombing, 2002).
Teknik pengomposan merupakan salah satu cara pengolahan limbah yang
memanfaatkan proses biokonversi atau transformasi mikrobial. Biokonversi itu sendiri
adalah proses-proses yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk merubah suatu
senyawa atau bahan menjadi produk yang mempunyai struktur kimiawi yang
berhubungan. Proses biokonversi limbah dengan cara pengomposan
menghasilkanpupuk organik yang merupakan hasil degradasi bahan organik. Salah
satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah bahan organik limbah
sudah terdegradasi dengan baik adalah perubahan bahan organik limbah menjadi
unsur hara, terutama unsur hara makro, seperti N total, P2O5 dan K2O.
Proses pengomposan secara alamiah terjadi sangat lama, umumnya
membutuhkan waktu hingga 6 bulan. Waktu pengomposan yang relatif lama
menyebabkan proses pengomposan menjadi kurang efektif dalam penanganan limbah
usaha penggemukan sapi, karena limbah yang dihasilkan terus terakumulasi setiap
hari. Teknik pengomposan dapat dikembangkan dengan cara menambahkan inokulan
tertentu kedalam limbah peternakan, sehingga prosesnya terjadi lebih cepat. Cara lain
adalah dengan memanfaatkan limbah tersebut untuk kehidupan organisma tertentu
secara langsung, sebagai media hidup ataupun sebagai sumber kebutuhan pakannya.
Tabel 1.Kadar N, P dan K dalam Pupuk Kandang dari Beberapa Jenis Ternak

Kandungan (%)
JenisPupukKandang
N P2O5 K2 O

KotoranSapi 0.6 0.3 0.1

KotoranKuda 0.4 0.3 0.3

KotoranKambing 0.5 0.3 0.2

KotoranAyam 1.6 0.5 0.2

KotoranItik 1.0 1.4 0.6

Sumber : Nurhasanah, Widodo, Asari, danRahmarestia, 2006

Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan


memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi.Salah satu bentuk
pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan
masukan untuk menghasilkan bahan bakar gas bio.Kotoran ternak ruminansia sangat
baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas.Ternak ruminansia
mempunyai system pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam
system pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput
atau hijauan berserat tinggi.Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya
sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi.Berdasarkan hasil analisis
diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa,
10.20% lignin, 34.72% total karbonorganik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N,
0.73% P, dan 0.68% K .
Gas bio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang
merupakan hasil fermentasi dari bahan organic dalam kondisi anaerob, dan gas yang
dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, 1989).Gas
bio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas
metanmurni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3.Produksi gas bio sebanyak
1275-4318 I dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan
mejalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari (Sihombing,
2002).
Pembentukan gas bio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang
meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap
metanogenik.Pada tahap hidrolisister jadi pelarutan bahan-bahan organic mudah larut
dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur
bentuk primer menjadi bentuk monomer.Pada tahap pengasaman komponen monomer
(gulasederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan
bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir darigula-gula sederhana pada tahap ini
akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas
karbondioksida, hydrogen dan amoniak (Sihombing, 2002).
Model pemroses gas bio yang banyak digunakan adalah model yang dikenal
sebagai fixed-dome. Model ini banyak digunakan karena usia pakainya yang lama dan
daya tampungnya yang cukup besar. Meskipun biaya pembuatannya memerlukan biaya
yang cukup besar.Untuk mengatasi mahalnya pembangunan pemroses biogas dengan
model feixed-dome, tersebut sebuah perusahaan di Jawa Tengah bekerjasama dengan
Balai Pengkajian dan Penerapan Teknolgi Ungaran mengembangkan model yang lebih
kecil untuk 4-5 ekorternak, yang siap pakai, dan lebih murah karena berbahan plastic
yang dipendam di dalam tanah.Pada perdesaan, gas bio dapat digunakan untuk
keperluan penerangan dan memasak sehingga dapat mengurangi ketergantungan
kepada minyak tanah ataupun listrik dan kayu bakar.Bahkan jika dimodifikasi dengan
peralatan yang memadai, biogas juga dapat untuk menggerakkan mesin.
Penanganan limbah cair yaitu urine jika akan dibuang ke lingkungan luar
sebaiknya dilakuakan proses terlebih dahulu agar kondisi limbah cair tersebut lebih
stabil dan tiadk merusak lingkungan sekitar. Menurut jurnal Perbaikan Kualitas Limbah
Cair Peternakan Sapi Perah Oleh Spirulina sp.(Dadan dkk., 2011), Pemanfaatan
bioakuatik untuk mengurangi kandungan limbah organik saat ini telah berkembang
pesat. Limbah cair dari kegiatan peternakan sapi perah diketahui kaya akan kandungan
organik dan nilai COD dan BOD nya tinggi. Telah dilakukan penelitian mengenai
kelayakan mikrolaga Spirulina sp. dalam pengolahan limbah cair dari peternakan sapi
perah.Evaluasi dilakukan melalui metode eksperimen di rumah kaca (closed system)
terhadap parameter populasiSpirulina sp., nilai pH, COD, BOD dan NO3. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mikroalga Spirulina sp. mampu menurunkan nilai BOD,
COD dan NO3 sampai dengan 93,0 %, 92,5 % dan 54,79% dan meningkatkan nilai pH
sampai netral.Salah satu pengananan limbah dengan teknologi tersebut dapat
menambah kestabilan kondisi limbah dan aman dari nilai BOD dan COD yang diketahui
semakin tinggi angka tersebut semakin buruk kualitas limbah bagi lingkungan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sapi perah selain menghasilkan susu sebagai main product ,tetapi sapi perah
juga menghasilkan beberapa jenis limbah yang dapat merugikan lingkungan jika tidak
dikelola dan diolah dengan baik. Limbah ternak juga dapat bersifat ekonomis seiring
perkembangan teknologi dan isu global warming. Berbagai macam pengolahan limbah
dapat bermanfaat bagi lingkungan dan demi keselarasan kehidupan di alam sekitar
dengan pesatnya pertumbuhan penduduk yang memerlukan tempat hidup yang
nyaman tanpa adanya gangguan polusi dari limbah yang dihasilkan.

3.2 Saran

Di harapkan kepada pihak yang bersangkutan agar lebih memperhatikan limbah


industri pada sapi perah ini agar tempat tidak tercemar dan lebih bersih karena sapi
perah ini sangat berguna untuk penduduk semua untuk menghasilkan susu yang sehat
dan segar,dan juga lingkungan sekitar tidak terganggu dengan adanya sapi perah
tersebut.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Ginting, N. 2007. Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Fakultas Pertanian


Universitas Sumatera Utara.

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.


Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian
Bogor

Soeharsono, 2002. Anthrax Sporadik, Tak Perlu Panik. Dalam kompas, 12


September2002,http://www.kompas.com/kompascetak/0209/12/iptek/anth29.
htm

Sumiarsa, Dadan, dkk., 2011. Perbaikan Kualitas Limbah Cair Peternakan Sapi
Perah Oleh Spirulina sp. . Jurnal Akuatika Vol. 2, no. 2, September 2011:
0853-2532.

Você também pode gostar