Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ALERGI
Oleh :
Riskiyana Hamid
1102050033
Pembimbing :
dr. Dianti Maya
Supervisor :
dr. Hj. Nuraeni, Sp.A
dr. A. Tenri Sanna, Sp.A
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN 1
II. DEFINISI 2
III. EPIDEMIOLOG 2
IV. PREVALENSI 3
V. ETIOLOGI 3
VI. GAMBARAN KLINIK 5
VII. KRITERIA DIAGNOSTIK 5
VIII. DIAGNOSIS BANDING 7
IX. TERAPI 8
X. PROGNOSIS\ 8
XI. KESIMPULAN 9
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN REFERENSI 11
Efek Samping Obat Antidepresi
I. Pendahuluan
Depresi adalah gangguan di mana keadaan murung setelah 2-3
minggu masih juga bertahan atau bahkan memburuk.
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya :
Konsentrasi dan perhatian berkurang;
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
Tidur terganggu;
Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Teori monoamin menyatakan bahwa depresi diakibatkan oleh terganggunya
keseimbangan antara neurotransmitter didalam otak. Khsusunya akibat terutama
kekurangan serotonin (dan atau noradrenalin) di saraf-saraf otak.
Obat antidepresiva atau obat antimurung adalah obat yang mampu
memperbaiki suasana jiwa (“mood”) dengan menghilangkan atau meringankan gejala
keadaan murung.
Obat-obat antidepresi dibagi menjadi empat golongan yaitu obat antidepresi
trisiklik, tetrasiklik, Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), dan Monoamin
Oxydase Inhibitor (MAOI).
Adapun efek samping dari obat-obat antidepresi ini dapat berupa:
Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun)
Efek antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi,
sinus takikardia)
Efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
Efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)
b. SSRI:
Fluoxetine: efek merugikan yang paling sering dari fluoxetine melibatkan sistem
saraf pusat dan sistem gastrointestinal. Efek sistem saraf pusta yang paling sering
adalah nyeri kepala, ketegangan, insomnia, mengantuk, dan kecemasan. Keluhan
gastrointestinal yang paling sering adalah mual, diare, anoreksia, dan dispepsia.
Data menyatakan bahwa mual adalah berhubungan dengan dosis dan merupakan
suatu efek merugikan di mana pasien tampaknya mengembangkan toleransi. Efek
yang lainnya melibatkan fungsi seksual dan kulit. Fluoxetine dieksresi dalam air
susu; dengan demikian, ibu menyusui tidak boleh menggunakan fluoxetine.
Fluoxetine juga harus digunakan dengan berhati-hati oleh pasien dengan penyakit
hati.
SSRI lain: efek merugikan yang ditemukan pada SSRI lainnya serupa dengan
yang ditemukan pada fluoxetine.
c. MAOI
Efek merugikan yang paling sering dari MAOI adalah hipotensi ortostatik,
penambahan berat badan, edema, disfungsi seksual, dan insomnia. Jika hipotensi
ortostatik berhubungan dengan pemakaian phenelzine atau isocarboxazid adalah
parah, keadaan ini mungkin berespon terhadap terapi dengan fludrocortisone
(florinef), suatu mineralokortikosteroid 0,1 sampai 0,2 mg sehari; kaus kaki
elastik (support stocking); hidrasi; dan peningkatan asupan garam. Hipotensi
ortostatik yang berhubungan dengan pemakaian tranylcypromine, adalah suatu
krisis hipertensif spontan yang terjadi setelah pemaparan pertama dengan obat
dan tidak berhubungan dengan ingesti tyramine. Penambahan berat badan, edema,
dan disfungsi seksual seringkali tidak responsif terhadap terapi apapun dan
mungkin mengharuskan mengganti dari hydralazine menjadi MAOI
nonhydralazine atau sebaliknya. Mioklonus, nyeri otot, dan parathesia kadang-
kadang ditemukan pada pasien yang diobati dengan MAOI. Parathesia mungkin
sekunder karena defisiensi pyrodoxine akibat MAOI, yang berespon dengan
suplementasi pyrodoxine, 50 sampai 150 mg peroral setiap hari. Kadang-kadang,
pasien mengeluh merasa mabuk atau kebingungan, kemungkinan menyatakan
bahwa dosis harus diturunkan dan selanjutnya ditingkatkan perlahan-lahan. Efek
hepatotoksik jarang dilaporkan. MAOI kurang kardiotoksik dan kurang
epileptogenik jika dibandingkan obat trisiklik yang digunakan untuk mengobati
depresi. MAOI harus digunakan dengan berhati-hati oleh pasien dengan penyakit
ginjal, gangguan kejang, penyakit kardiovaskular, atau hipertiroidisme. MAOI
dikontraindikasikan selama kehamilan, walaupun data tentang risiko
teratogeniknya adalah minimal. MAOI tidak boleh digunakan oleh wanita
menyusui karena obat dapat keluar melalui air susu.
Krisis Hipertensif akibat Tyramine: jika pasien yang menggunakan MAOI
nonselektif mengingesti makanan yang kaya akan tyramine, mereka kemungkinan
mengalami reaksi hipertensif yang dapat membahayakn (sebagai contohnya, suatu
penyakit serebrovaskular). Pasien juga harus diperingatkan bahwa gigitan lebah
dapat menyebabkan krisis hipertensif.
V. Kesimpulan
Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa
“aminergik neurotransmitter” (noreadrenaline, serotonin, dopamine) pada sinaps
neuron di susunan saraf pusat (khususnya pada sistem limbik).
Mekanisme obat antidepresi adalah menghambat re-uptake aminergik
neurotransmitter dan menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidase
sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada sinaps neuron
di susunan saraf pusat.
Efek samping obat antidepresi dapat berupa sedasi, efek kolinergik, efek anti-
adrenergik alfa dan efek neurotoksis.
DAFTAR PUSTAKA