Você está na página 1de 16

ANGINA PEKTORIS

Definisi
Angina Pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium.
Biasanya mempunyai karakteristik tertentu :
- Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri s/d lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.
- Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dn biasanya pada
keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak nafas serta perasaan
takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk-
tusuk/diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan
bahwa ia hanya merasa tidak enak di dadanya. Nyeri berhubungan dengan
aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan dengan gerakan
pernafasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat
dipresipitasi oleh stress fisik ataupun emosional.
- Kuantitas : nyeri yang pertama kali tibul biasanya agak nyata, dari beberapa
menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka
harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable angina pectoris
=UAP) sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koroner akut =”acute
coronary syndrome”=ACS, yang memerlukan perawatan khusus. Nyeri dapat
dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai
beberapa menit. Nyeri tidak terus-menerus, tapi hilang timbul dengan
intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol.
Nyeri yang berlangsung terus-menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-
hari biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.
Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh “Canadian cardiovascular
Society”sebagai berikut :
- Klas I : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2
lantai dan lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada
latihan yang berat, berjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau
bepergian.

1
- Klas II : Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya Angina Pektoris (AP)
timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2
blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau
melawan angina dan lain-lain.
- Klas III : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. Angina Pektoris (AP) timbul
bila berjalan 1-2 blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan biasa.
- Klas IV : Angina Pektoris (AP) bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir
semua aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan
lain-lain.
Angina Pektoris dibagi menjadi angina pektoris stabil dan tidak stabil.
Angina Pektoris Stabil
Definisi seperti diatas.
Diagnosa
Harus dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang . Pedoman
yang disusun oleh AHA telah cukup lengkap untuk melakukan pemeriksaan dan
penatalaksaan yang efektif dan efisien pasien penyakit jantung kronik, sehingga ia
dipakai sebagai dasar penyusunan pedoman-pedoman yang diusulkan berikut ini.
Anamnesa
- Nyeri dada ada yang mempunyai ciri-ciri iskemik miokardium yang lengkap,
sehingga tidak meragukan lagi untuk diagnosis, disebut sebagai nyeri dada
(angina) tipikal; sedangkan nyeri yang meragukan tidak mempunyai ciri yang
lengkap dan perlu dilakukan pendekatan yang hati-hati, disebut angina atipik.
Nyeri dada lainnya yang sudah jelas berasal dari luar jantung disebut nyeri non
kardiak.
- Faktor resiko baik pada pasien atau keluarganya seperti :
 Kebiasaan makan/kolesterol.
 Diabetes Melitus (DM).
 Hipertensi.
 Rokok.
 Penyakit vaskular lainnya seperti strok dan penyakit vaskular perifer.
 Obesitas.
 Kurangnya latihan dan lain-lain.
 Hiperkolestrolemia (peningkatan LDL, dan penurunan fraksi HDL).

2
 Riwayat keluarga yang menderita CAD (Coronary Arteri Disease) usia
dibawah 55 tahun.
- Pada AP stabil nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk
UAP, berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa
pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru
timbul pada beban/stress yang tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya).
- Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai
akhirnya menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya
adanya iskemia tetap dapat terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan
yang disebut sebagai “silent iskhemia”; sedangkan pasien-pasien lainnya lagi
yang telah menjadi asimtomatik, EKG istirahatnya normal pula, dan iskemia
baru terlihat pada stress tes.
Pemeriksaan Fisik
- Tak ada hal-hal yang khusus/spesifik pada pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan fisik normal pada kebanyakan pasien.
- Pada waktu ada nyeri dada kadang didapat:
 Aritmia.
 Gallop.
 S3 atau S4 terdengar keras.
 Keringat dingin.
 Murmur : transient murmur dari regurgitasi mitral dikarenakan iskemia
dari otot papillary.
 Ronki basah dibagian basal paru yang menghilang lagi pada waktu
nyeri sudah berhenti.
- Penemuan adanya tanda-tanda aterosklerosis umumnya seperti sklerosis A.
Carotis, aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis/tibialis posterior tidak
teraba.
- Penyakit valvular karena:
 Sklerosis
 Adanya hipertensi.
 LVH.
 Xatoma.
 Kelainan fundus mata

3
 Bruit arterial atau abnormalitas pembuluh darah retina.

Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan disini :
- Hemoglobin.
- Hematokrit.
- Trombosit.
- Pemeriksaan terhadap faktor resiko koroner seperti :
 Pemeriksaan gula darah.
 Profil lipid.
 Penanda inflamasi akut bila diperlukan yaitu bila nyeri dada cukup
berat dan lama, seperti enzim CK/CKMB ; CRP/hs CRP, Troponin.
- Pemeriksaan ECG mungkin normal antara episode angina atau menunjukkan
infark lama, ECG waktu istirahat atau ECG waktu aktivitas/latihan.
- Selama angina abnormalitas gelombang ST dan T terlihat tipikal (Depresi ST
segmen merefleksikan iskemia subendokardial; Segmen ST meningkat dapat
merefleksikan infark akut atau adanya arteri koroner transien yang kaku).
- Ventrikular aritmia sering menyertai iskemia akut.
- Tes stress : Exercise dilakukan pada treadmill atau sepeda sampai target
denyut jantung dicapai atau pasien menjadi simtomatik ( nyeri dada, menjadi
berkunang-kunang, hipotensi, sesak yang jelas, takikardi ventrikel) atau
perkembangan diagnosa perubahan segmen ST. Informasi yang berguna
termasuk :
 Lamanya waktu exercise yang dicapai.
 Puncak denyut jantung dan tekanan darah.
 Kedalaman morfologi dan depresi segmen ST yang menetap.
 Dan pada tingkat mana nyeri waktu exercise, hipotensi, atau
terbentuknya aritmia ventrikel.
Imaging dengan Thallium 201 (atau 99m-technetium sestamibi) meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas dan khususnya berguna bila abnormalitas garis dasar ECG
mencegah interpretasi dari tes misalnya LBBB. Catatan : Tes stress sebaiknya jangan
dilakukan pada pasien dengan miokard infark akut, angina tidak stabil (unstable

4
angina), atau stenosis aorta yang berat. Jika pasien tidak bisa exercise maka tes
intravena dengan dipyridamole atau adenosin dapat dilakukan dengan gabungan
imaging thallium atau sestamibi atau ekokardiografi dobutamin studi dapat dilakukan.
Beberapa pasien tidak merasakan nyeri dada selama episode iskemia dengan exercise
(“silent iskemia”) tapi dapat diidentifikasikan dengan abromalitas transien gelombang
ST-T selama tes stress atau monitor Halter.
- Foto toraks.
- Ekokardiografi.
- Stress imaging dengan ekokardiografi atau radionuklir.
- Arteriografi koroner : Tes definitiv untuk menilai beratnya CAD; indikasi
mayor adalah :
 Angina yang refrakter terhadap pengobatan.
 Tes exercise yang jelas positif (≥ 2-mm depresi segmen ST atau
hipotensi dengan exercise) menandakan adanya penyakit pada
pembuluh utama kiri atau 3 pembuluh darah.
 Angina recurrent atau tes exercise yang positif setelah Infark miokard.
 Untuk menilai kekakuan pembuluh darah koroner.
 Untuk mengevaluasi pasien dengan nyeri dada dimana dengan tes
noninvasif tidak terdiagnosa.
Bagan I peranan tes exercise pada pengelolaan CAD, RVG; radionuclide
ventriculogram; EF, left ventricular ejection fraction.

5
Symptoms consistent with
angina pectoris

Inactive Stress testing Normal Consider


elderly alternate
patient with diagnosis
mild
symptoms Positive or Markedly
non positive test
diagnostic
test

Trial of medical
therapy

Symptomatic
Symptom stable angina Refractory
controlled symptoms

Asses LV function
(echo or RVG)

Consider
EF>40% coronary
arteriography

Consider medical EF ≤40%


therapy

Bagan II mengenai rekomendasi tes stress

Rekomendasi Tes Stress


Subgroup Studi rekomendasi
Pasien bisa exercise
Jika garis dasar ST-T pada ECG isoelekrik Tes exercise standar (treadmill, se-
peda atau ergometri lengan)

6
Jika garis dasar ST-T interpretasi pada tes Tes exercise standar (diatas) kombi
terganggu (misal LBBB, LVH dengan strain nasi baik dengan perfusi scintigrafi
,digoksin) (thallium 201 atau Tc99m-sestamibi) atau
ekokardiografi
Pasien tidak dapat exercise (tanpa memper Tes Stress farmakologik (IV dobutamin, di
hatikan abnormalitas garis dasar ST-T) pyridamole, atau kombinasi adenosin baik
dengan perfusi scintigrafi (thallium 201
atau Tc99m-sestamibi) atau ekokardiografi
Alternatif lain (jika garis dasar ST-T normal) Monitor ECG ambulatory

Tata Laksana
Tujuan pengobatan terutama adalah mencegah kematian dan terjadinya serangan
jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina
sehingga memperbaiki kualitas hidup.
Terapi nonfarmakologis/secara umum :
- Identifikasi dan mengobati faktor resiko :
 Larangan merokok.
 Perubahan life style seperti penurunan BB, penyesuaian diet, olah raga
teratur.
 Pengobatan diabetes.
 Pengobatan hipertensi.
 Pengobatan gangguan lemak.
- Koreksi faktor eksaserbasi untuk angina :
 Obesitas yang jelas.
 CHF.
 Anemia.
 Hipertiroidism
- Edukasi pasien dan keluarga.
- Pemberian oksigen dan istirahat pada waktu serangan angina.
Terapi farmakologis
- Aspirin 80-325 mg /hari dapat mengurangi kejadian Infark miokard pada
angina stabil yang kronis, Infark miokard yang mengikuti, dan pada pasien
yang asimtomatik. Aspirin direkomendasi untuk pasien-pasien CAD selama

7
tidak ada kontraindikasi(perdarahan saluran cerna atau alergi). Pertimbangkan
Clopidogrel (75 mg/hari) untuk pasien yang intoleran terhadap aspirin.
- Nitrogliserin semprot atau sublingual untuk mengontrol angina. (TNG 0,3-0,6
mg) dapat diulang dalam interval 5 menit; peringati pasien akan kemungkinan
sakit kepala atau rasa berkunang-kunang; ajarkan penggunaan profilaksis
pencetus angina sebelum aktivitas, dan pasien harus kontrol rutin ke fasilitas
pengobatan terdekat untuk evaluasi kemungkinan angina tak stabil atau Infark
miokard. Long acting Nitrates dapat diberikan melalui berbagai jalan/rute
dimulai dengan dosis rendah dan lebih sering untuk membatasi toleransi dan
efek samping seperti sakit kepala, rasa berkunang-kunang, takikardia.
Bagan III
Contoh dari Nitrat yang biasa dipakai
Dosis biasanya Frekuensi rekomendasi dosis
Agen yang kerjanya pendek
Sublingual TNG 0,3-0,6 mg Sesuai dibutuhkan
Aerosol TNG 0,4 mg(1 inhalasi) Sesuai dibutuhkan
ISDN sublingual 2,5-10 mg Sesuai dibutuhkan
Agen yang kerjanya lama
ISDN
Oral 5-30 mg Diberikan 3x
Aksi lepas lambat 40 mg Diberikan 2x sehari ( 1
kali pada pagi hari dan
7 jam berikutnya)
TNG ointment (2%) 0,5-2 Diberikan 4x ( dengan
7-10 jam interval bebas
nitrat)
TNG patches pada kulit 0,1-0,6 mg/jam Diberikan pada pagi ha
ri kemudian dilepas pa
da malam hari
ISMO
Oral 20-40 mg Diberikan 2x (1 kali pa
da pagi hari dan 7 jam
berikutnya
Aksi lepas lambat 30-240 mg Diberikan 4x

8
Catatan : TNG, nitrogliserin ; ISDN, isosorbid dinitrat ; ISMO, isosorbid
mononitrat.
- Beta bloker mempunyai efek anti angina : β1 selektif agen efeknya sedikit
mengeksaserbasi penyakit saluran nafas atau penyakit pembuluh darah tepi.
Dosis harus dititrasi pada denyut jantung istirahat 50-60x/menit.
Kontraindikasi beta bloker termasuk:
 CHF.
 AV Blok.
 Bronkospasme.
 “Brittle” diabetes.
Efek samping beta bloker adalah Fatigue, bronkospasme, fungsi LV yang
menurun, impotensi, depresi, efek palsu hipoglikemia pada diabetes.
- Ca antagonis berguna untuk angina pektoris stabil dan tidak stabil, juga untuk
spasme koroner. Kombinasi dengan obat anti angina lain terbukti memberi
keuntungan, tetapi Verapamil sebaiknya diberikan secara hati-hati atau tidak
semua pasien pada pengobatan beta bloker atau disopyramid (memberi efek
tambahan pada disfungsi LV/Left Ventrikel). Sebaiknya digunakan sediaan
lepas lambat daripada yang kerjanya pendek karena Ca antagonis yang
kerjanya pendek akan meningkatkan mortalitas koroner.
- Angiotensin converting enzyme terutama bila disertai hipertensi atau disfungsi
LV.
- Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDL pada pasien dengan LDL >130
mg/dl (target <100 mg).
- Revaskularisasi mekanikal:
 Percutaneous Coronary Intervention (PCI) termasuk percutaneous
transluminal angioplasty (PTCA) dan atau stenting. Dilakukan secara
anatomi sesuai dengan stenosis pembuluh darah dan graft bypass lebih
efektif daripada terapi farmakologis. Belum menunjukkan mengurangi
resiko infark miokard atau kematian, sebaiknya tidak dilakukan pada
keadaan asimtomatik atau hanya angina pektoris yang ringan. Pasien
yang dilakukan PCI dapat mengurangi angina pada 95% pasien, tetapi
dengan PTCA dapat terjadi stenosis kembali sekitar 30-45% kasus
dalam waktu 6 bulan dan lebih banyak terjadi pada pasien dengan

9
angina tidak stabil, dilatasi yang tidak komplet, diabetes, atau stenosis
yang berisi trombus. Kejadian restenosis dapat dikurangi 5-10%
dengan obat yang mempertahankan stent, dan PTCA dapat diulangi
dan memberikan hasil yang bagus dengan resiko seperti pertama
dilakukan. Komplikasi potensial termasuk diseksi atau trombosis dari
pembuluh darah dan iskemia tidak terkontrol atau CHF. Komplikasi
biasa terjadi pada pasien dengan CHF, stenosis eksentrik yang lama,
plak kalsifikasi, dijumpai pada wanita, dan dilatasi dari arteri yang
memperdarahi segmen luas miokardium dengan kolateral yang tidak
adekuat. Penempatan stent didalam koroner mengurangi stenosis
kembali pada 10-30% selama 6 bulan. PCI juga berhasil dilakukan
pada pasien dengan oklusi total koroner (<3 bulan).
 Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) untuk angina yang refrakter
terhadap terapi farmakologis atau bila lesi tidak dapat ditangani dengan
PCI atau jika CAD berat terjadi ( Pembuluh darah utama kiri, penyakit
tiga pembuluh darah dengan fungsi LV terganggu). CABG lebih
dipilih dilakukan dibanding PTCA pada pasien diabetes dengan CAD≥
2 pembuluh darah karena akan memperbaiki survival.
Angina Pektoris Tak Stabil
Definisi : Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu :
- Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering lebih dari 3 kali perhari.
- Pasien dengan angina yang makin bertambah berat sebelumnya angina stabil
lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya,
sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
- Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada
keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan
klinik. Beratnya angina:
- Kelas I : Angina yang berat untuk pertama kali atau main bertambah beratnya
nyeri dada.
- Kelas II : Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan,
tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

10
- Kelas III : Adanya serangan angina waktur istirahat dan terjadinya secara sub
akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Berdasarkan keadaan klinis :
- Kelas A : Angina tak stabil sekunder karena adanya anemia, infeksi lain, atau
demam.
- Kelas B : Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor extra cardiac.
- Kelas C : Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Berdasarkan intensitas pengobatan :
- Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal.
- Timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar.
- Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang
maksimum, dengan beta-bloker, nitrat dan antagonis Ca.
Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen
ST (NSTEMI = non ST elevation myocardial infarction) ialah apakah iskemi yang
timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,
sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis
angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada
kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk
iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau
adanya gelombang T negatif. Karena kerusakan enzim biasanya dalam waktu 12
jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa
dibedakan dengan NSTEMI.
Patofisiologi
- Ruptur plak: ruptur dari plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting dari
angina pektoris tak stabil. Sehingga terjadi oklusi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelumnya mengalami penyempitan yang minimal.
Pasien dengan angina tak stabil sekitar 97% mempunyai penyempitan kurang
dari 70%. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak
dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri
dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofage.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan yang
timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease

11
yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak
(fibrous cap). Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
- Trombosis dan agregasi trombosit: Agregasi platelet dan pembentukan
trombus merupakan salah satu terjadinya angina tak stabil. Terjadinya
trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi
antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan
bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak
berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah
berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa
untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan
trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi
afrefasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu
agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor
sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase
dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada
angina tak stabil.
- Vasospasme: Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada
angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif
yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus
pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti
pada angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil.
- Erosi pada plak tanpa ruptur: Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan
karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi
terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena
bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
dengan cepat dan keluhan iskemia.
Diagnosa
Meliputi Anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Anamnesa

12
- Onset baru dari angina yang berat.
- Peningkatan intensitas dan frekuensi angina kronis.
- Angina yang terjadi pada saat istirahat atau aktivitas minimal.
- NSTEMI didiagnosa ketika simtom angina tak stabil diikuti dengan bukti
nekrosis miokardium misalnya peningkatan biomarker jantung.
- Beberapa pasien dengan NSTEMI menunjukkan simtom identik dengan
STEMI keduanya dapat dibedakan dengan abnormalitas ECG yang berbeda.
- Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak nafas.
- Mual dan muntah.
- Kadang disertai keringat dingin.
Pemeriksaan Fisik
- Seringkali tidak khas.
- Termasuk keringat dingin.
- Kulit pucat dan dingin.
- Takikardia.
- Terdengar S4.
- Ronki pada basal paru.
- Jika daerah yang iskemia luas dapat terdengar S3.
- Hipotensi.
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ECG : Biasanya yang didapatkan adalah depresi ST dan atau
Gelombang T inversi, dengan tidak ada perkembangan gelombang Q.
- Pemeriksaan biomarker jantung : CK-MB dan atau spesifik untuk jantung
adalah Troponin yang meningkat pada NSTEMI. Sedikit peningkatan pada
Troponin dapat juga terjadi pada pasien dengan CHF, miokarditis atau emboli
paru. Pemeriksaan Troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of
Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila Troponin T atau I
positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko
kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang
spesifik untuk diagnosis karena juga diketemukan di otot skeletal, tapi berguna
untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan
kembali normal dalam 48 jam.
- Exercise tes.

13
- Ekokardiografi.
Tata Laksana
- Pasien perlu perawatan di unit intensif koroner, pasien harus diistirahatkan
(bed rest).
- Terapi ditujukan untuk :
 Melawan trombus intra koroner.
 Menyediakan simpanan keseimbangan antara supply oksigen dan
kebutuhan.
- Pemberian morfin sulfat 2-5 mg IV dalam 5-30 menit bila nyeri dada menetap
walaupun diberikan nitrat.
- Antitrombotik terapi :
 Aspririn (162-325 mg kemudian 75-325 mg/hari)
 Clopidogrel (300 mg p.o kemudian 75 mg/hari) kecuali adanya resiko
perdarahan atau CABG yang segera dilakukan.
 Heparin unfractionated (60 U/kg kemudian 12U/kg/jam maksimum
1000U/jam) untuk mencapai aPTT 1,5-2,5 x kontrol atau low
molecular weight heparin misal enoxaparin 1mg/kg SC dalam 12 jam.
 Tambahkan GP IIb/IIIa antagonis untuk pasien resiko tinggi yang akan
direncanakan tindakan invasif Misal Tirofiban 0,4µg/kg/menit x 30
menit kemudian 0,1µg/kg/menit dalam 48-96 jam atau eptifibatide
180µg/kg bolus kemudian 2µg/kg/menit dalam 72-96 jam.
 Jangan memberikan fibrinolitik terapi pada pasien dengan
UA/NSTEMI.
- Anti iskemik terapi :
 Nitrogliserin 0,3-0,6 mg sublingual atau semprot,jika nyeri dada
menetap setelah 3 dosis yang diberikan dalam interval 5 menit
pertimbangkan pemberian nitrogliserin IV 5-10 µg/menit ditingkatkan
10µg/menit tiap 3-5 menit sampai simtomnya hilang atau berkurang
atau tekanan darah sistolik <100 mmHg. Jangan memberikan nitrat
pada pasien dengan penggunaan obat inhibitor fosfodiesterase untuk
disfungsi ereksi (tidak dalam pengobatan Sidenafil dalam 24 jam atau
Tadalafil dalam 48 jam).

14
 Beta-bloker misal metoprolol 5 mg IV dalam 5-10 menit sampai dosis
total 15 mg kemudian 25-50 mg p.o tiap 6 jam dengan target denyut
jantung 50-60x/menit. Pada pasien dengan kontraindikasi beta-bloker
misal bronkospasme pertimbangkan pemberian verapamil kerja
panjang atau diltiazem.
- Invasif terapi : Pada pasien resiko tinggi perlu dilakukan strategi infasiv lebih
awal (Coronary arteriografi dalam 48 jam diikuti dengan intervensi
perkutaneus atau CABG) akan memperbaiki hasil.
- Pada pasien resiko rendah tindakan angiografi dapat ditunda tetapi harus
segera dilakukan bila ada iskemia terjadi spontan (angina atau deviasi ST pada
keadaan istirahat atau aktivitas minimal) atau angina yang diprovokasi dengan
tes stress.
- Pasien dengan resiko tinggi pada UA/NSTEMI
 Angina recurrent /iskemia pada saat istirahat atau exertion minimal
dengan anti iskemia terapi.
 Peningkatan enzim cardiak TroponinI atau TroponinT.
 Kejadian depresi segmen ST yang baru.
 Iskemia recurrent dengan CHF atau perburukan mitral regurgitasi.
 Positif Tes Stress.
 LVEF<0,40.
 Instabilitas hemodinamik atau angina pada saat istirahat dengan
keadaan hipotensi.
 Ventrikel takikardia menetap.
 PCI dalam waktu 6 bulan atau sebelum CABG.
Angina Prinzmetal (Prinzmetal variant angina)/Coronary Vasospasme
Fokal intermiten spasme dari arteri koroner,sering dihubungkan dengan lesi
aterosklerotik dekat sisi dari daerah yang spasme. Rasa tidak nyaman di dada
biasanya menyerupai angina tapi lebih berat dan terjadi secara tipikal pada waktu
istirahat, dengan transien elevasi segmen ST. Infark akut atau aritmia malignan dapat
terjadi selama ada spasme yang menginduksi iskemia. Evaluasi termasuk observasi
ECG ( atau monitor Holter ambulatory) untuk transien elevasi ST ; diagnosis
dipastikan dengan angiografi koroner menggunakan provokasi seperti tes pemberian
IV acetylcholine. Terapi utama terdiri dari pemberian nitrat yang kerjanya lama dan

15
pemberian antagonis kalsium Prognosis lebih baik pada pasien dengan anatomi
pembuluh darah arteri koroner yang normal dibanding pasien-pasien dengan stenosis
koroner yang sudah terfiksasi.

Daftar Pustaka
1. Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata
K,Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 2006; 1621-1629.
2. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s Manual of
Medicine 16th Edition 2005; 631-637.

16

Você também pode gostar