Você está na página 1de 18

BORANG PORTFOLIO

Kasus Medis

Topik: Abses Bartholini


Tanggal Kasus: 25 Oktober 2017 Presenter: dr. Martga Bella Rahimi
Tanggal Presentasi: Januari 2018 Pendamping: dr. Murniati
Tempat Presentasi: RSUD Rasidin Padang
Objek Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Management Masalah Istimewa
Deskripsi:
Tujuan: Mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat sesuai dengan penyakit
yang dialami pasien
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data Pasien: Nama: Ny. ED Alamat: Kuranji Pekerjaan: Karyawan swasta
Umur: 36 tahun Agama: Islam
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada kemaluan bagian kanan. Benjolan
dialami sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Benjolan terasa nyeri hingga
mengakibatkan pasien susah berjalan. Benjolan dirasakan makin membesar, teraba
panas, dan tidak dapat digerakkan. Warna benjolan kemerahan dan berukuran kira-
kira sebesar telur itik. Demam dirasakan sejak 3 hari belakangan disertai peningkatan
intensitas nyeri. Pasien minum paracetamol untuk mengurangi keluhan. Gangguan
buang air kecil disangkal.
2. Riwayat Kehamilan Sebelumnya
Pasien memiliki riwayat kehamilan, dua kali hamil, tidak pernah keguguran. Selama
kehamilan sebelumnya, pasien rutin memeriksakan diri ke dokter, tidak pernah
mengalami hipertensi, sakit kuning, batuk lama, serta riwayat ketuban pecah dini.
3. Riwayat Persalinan
Anak pertama lahir di tolong dokter secara sectio cesarea atas indikasi CPD, anak
lahir hidup dengan berat badan lahir 3400 gram. Anak kedua lahir ditolong dokter
secara sectio cesarea atas indikasi bekas SC 1x, anak lahir hidup dengan berat badan

1
lahir 3100 gram.

4. Riwayat Haid dan Penggunaan Kontrasepsi


Pasien rutin teratur haid setiap bulannya, siklus haid pasien 28-30 hari.Nyeri saat haid
tidak ada. Lama haid 6-8 hari. Banyak haid 2-3x ganti duk/hari. Pasien tidak pernah
menggunakan kontrasepsi.
5. Lain – lain
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: baik
Tanda Vital:
Kesadaran: Composmentis
GCS: E4V5M6
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi: 78 x/menit
Pernafasan: 19 x/menit
Temperatur: 37,9 oC

Status Generalis
Kepala: Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil: Isokor. Refleks
Cahaya Langsung (+/+), Refleks Cahaya Tidak Langsung (+/+)
Mulut: mukosa bibir dan bukal normal
Leher: Faring: tampak normal
Thoraks: pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)
Paru: I: Gerakan nafas simetri kanan = kiri
P: Fremitus kanan = kiri
P: Sonor kedua lapang paru
A: Vesikular, rh -/-, wh -/-
Jantung: I: Iktus cordis tidak tampak
P: Iktus cordis teraba dua jari ke arah medial linea midklavikula sinistra
P: Batas jantung normal
A: BJ 1 dan BJ 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I: Datar
A: Bising Usus (+) 4 x/menit

2
P: Timpani pada seluruh lapang perut
P: Hepar dan limpa tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”

Status Lokalis:
Pemeriksaan genitalia eksterna:
Inspeksi : tampak benjolan pada labium mayor dextra pars lateral-inferior ukuran
6x3cm, batas tegas hiperemis (+), fluor albus (+) putih kekuningan, darah(-). Benjolan
menutupi sebagian introitus vagina
Palpasi : nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan
Pemeriksaan genitalian interna : tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 12,2 gr/dl
Leukosit : 13.800 /ul
Trombosit : 270.000 /ul
Hematokrit : 39.1%
GDR : 128 mg/dl

Rumusan Masalah: P2A0H2 + Abses Bartholini

Tatalaksana:
Pro: Marsupialisasi Abses Bartholini
Daftar Pustaka
1. Snell, RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006.
2. http://www.scribd.com/doc/43731478/LapKas-Kista-Bartholin-Ctine-drNandono.
3. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2006.
4. Guyton, AC & Hall, CE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Philadelphia :
Elsevier Saunders. 2006.
5. Manuaba, Chandranita, dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: ECG. 2008.
6. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003.

3
Hasil Pembelajaran
1. Anamnesis Abses Bartholini
2. Diagnosis Abses Bartholini
3. Tatalaksana Abses Bartholini

4
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. ED
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Kuranji
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 25 Oktober 2017, pukul 11.00 WIB

B. Anamnesis
Keluhan utama:
Pasien datang sendiri ke poli Kebidanan dan Kandungan dengan keluhan utama
benjolan pada kemaluan
Keluhan tambahan:
Nyeri, dan rasa tidak nyaman pada saat berhubungan seksual
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Benjolan dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan terasa nyeri,
dan tidak nyaman saat berhubungan seksual. Benjolan dirasakan makin membesar,
tidak dapat digerakkan. Warna benjolan sama dengan kulit. Pasien belum minum obat
apapun untuk mengurangi keluhan. Demam disangkal, gangguan buang air kecil
disangkal
Riwayat Kehamilan Sebelumnya:
Pasien memiliki riwayat kehamilan, dua kali hamil, tidak pernah keguguran. Selama
kehamilan sebelumnya, pasien rutin memeriksakan diri ke dokter, tidak pernah
mengalami hipertensi, sakit kuning, batuk lama, serta riwayat ketuban pecah dini.
Riwayat Persalinan
Anak pertama lahir di tolong dokter secara sectio cesarea atas indikasi CPD, anak
lahir hidup dengan berat badan lahir 3400 gram. Anak kedua lahir ditolong dokter
secara sectio cesarea atas indikasi bekas SC 1x, anak lahir hidup dengan berat badan
lahir 3100 gram.
Riwayat Haid dan Penggunaan Kontrasepsi:

5
Pasien rutin teratur haid setiap bulannya, siklus haid pasien 28-30 hari.Nyeri saat haid
tidak ada. Lama haid 6-8 hari. Banyak haid 2-3x ganti duk/hari. Pasien tidak pernah
menggunakan kontrasepsi.
C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum: baik

Tanda Vital:

Kesadaran: Composmentis

GCS: E4V5M6

Tekanan Darah: 110/70 mmHg

Nadi: 78 x/menit

Pernafasan: 19 x/menit

Temperatur: 36,5oC

Status Generalis

Kepala: Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil: Isokor. Refleks Cahaya
Langsung (+/+), Refleks Cahaya Tidak Langsung (+/+)

Mulut: mukosa bibir dan bukal normal

Leher: Faring: tampak normal

Thoraks: pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)

Paru: I: Gerakan nafas simetri kanan = kiri

P: Fremitus kanan = kiri

P: Sonor kedua lapang paru

A: Vesikular, rh -/-, wh -/-

Jantung: I: Iktus cordis tidak tampak

P: Iktus cordis teraba dua jari ke arah medial linea midklavikula sinistra

6
P: Batas jantung normal

A: BJ 1 dan BJ 2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: I: Datar

A: Bising Usus (+) 4 x/menit

P: Timpani pada seluruh lapang perut

P: Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan limpa tidak teraba

Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”

Status Lokalis:

Pemeriksaan genitalia eksterna:

Inspeksi : tampak benjolan pada labium mayor dextra pars inferior ukuran 5x2cm, batas
tegas hiperemis (+), fluor albus (+) putih kekuningan, darah(-). Benjolan menutupi sebagian
introitus vagina

Palpasi : nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan

Pemeriksaan genitalian interna : tidak dilakukan

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 12,2 gr/dl
Leukosit : 12.300 /ul
Trombosit : 270.000 /ul
Hematokrit : 39.1%
GDR : 128 mg/dl

D. Diagnosis Kerja: Kista Bartholini pro Marsupilisasi

E. Diagnosis Banding:

F. Penatalaksanaan:
Pro: Marsupialisasi Kista Bartholini

7
G. Laporan Operasi
Tanggal Operasi: 14 Maret 2017
Jam Operasi dimulai: 21.30 WIB
Jam Operasi Selesai: 22.00 WIB
Jenis Anestesi: Total Intravenous Anesthesi
Premedikasi:
- Ceftriaxone 2 gr (IV)
- Ondancentron 4 mg (IV)

Induksi:
- Propofol 10 mg (IV)

Medikasi:

- Fentanyl 80 mg (IV)
- Diazepam 2 mg (IV)

- Pasien posisi litotomi dalam narkose umum


- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik daerah vulva dan sekitarnya
- Lapangan operasi dipersempit dengan menggunakan doek bolong steril
- Dilakukan insisi pada muara kista bartholini di labium mayor dextra secara ellips
sampai menembus dinding kista
- Tampak pus keluar dari lubang insisi
- Drainase pus dengan NaCl 0.9%
- Dinding kista dijahit secara jelujur (continuous) dengan chromic cat gut 3.0
- Perdarahan aktif dari dinding kista (-)

H. Diagnosis Pasca Operasi:


Pasca Marsupialisasi atas indikasi Abses Kista Bartholini

BAB III

8
PEMBAHASAN HASIL PEMBELAJARAN PORTFOLIO

1. Subjektif:

Pasien datang sendiri ke poli Kebidanan dan Kandungan dengan keluhan benjolan
pada kemaluan bagian kanan. Benjolan dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Benjolan terasa nyeri, dan tidak nyaman saat berhubungan seksual. Benjolan dirasakan makin
membesar, tidak dapat digerakkan. Warna benjolan sama dengan kulit. Pasien belum minum
obat apapun untuk mengurangi keluhan. Demam disangkal, gangguan buang air kecil
disangkal

2. Objektif:

Keadaan Umum: baik

Tanda Vital:

Kesadaran: Composmentis

GCS: E4V5M6

Tekanan Darah: 110/70 mmHg

Nadi: 78 x/menit

Pernafasan: 19 x/menit

Temperatur: 36,5oC

Status Generalis

Kepala: Mata: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil: Isokor. Refleks
Cahaya Langsung (+/+), Refleks Cahaya Tidak Langsung (+/+)

Mulut: mukosa bibir dan bukal normal

Leher: Faring: tampak normal

Thoraks: pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-)

Paru: I: Gerakan nafas simetri kanan = kiri

P: Fremitus kanan = kiri

9
P: Sonor kedua lapang paru

A: Vesikular, rh -/-, wh -/-

Jantung: I: Iktus cordis tidak tampak

P: Iktus cordis teraba dua jari ke arah medial linea midklavikula sinistra

P: Batas jantung normal

A: BJ 1 dan BJ 2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: I: Datar

A: Bising Usus (+) 4 x/menit

P: Timpani pada seluruh lapang perut

P: Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan limpa tidak teraba

Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”

Status Lokalis:

Pemeriksaan genitalia eksterna:

Inspeksi : tampak benjolan pada labium mayor dextra pars inferior ukuran 5x2cm, batas
tegas hiperemis (+), fluor albus (+) putih kekuningan, darah(-). Benjolan menutupi
sebagian introitus vagina

Palpasi : nyeri tekan (+), fluktuasi (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan

Pemeriksaan genitalian interna : tidak dilakukan

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 12,2 gr/dl
Leukosit : 12.300 /ul
Trombosit : 270.000 /ul
Hematokrit : 39.1%
GDR : 128 mg/dl
3. Assessment

10
Dari hasil anamnesa serta pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien ini, maka
dapat ditegakkan diagnosa kerja sebagai kista bartholini , dimana pada pasien ini terdapat
benjolan pada labium mayor dextra pars inferior. Pada perabaan benjolan tidak dapat
digerakkan, fluktuasi (+). Benjolan berwarna kemerahan. Benjolan menutupi sebagian
introitus vagina.

Kelenjar Bartholini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini
atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan berada di
sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah
yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Kelenjar ini tertekan pada
waktu koitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan
vagina di bagian kaudal.

Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan
atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran
kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2)

Kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor kistik (berisi cairan) pada vulva. Kista
barhtolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar
bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat
berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul
di dalam menjadi abses. Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur,
kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita
akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan
masalah yang perlu untuk dicermati.

Planning dan Management

Diagnosis Klinis : Kista Bartholini

Pengobatan :

Non medikamentosa : Mejaga kebersihan area kewanitaan

Tirah baring

11
Medikamentosa : Infus RL 20 tpm

Ketorolac 2x30 mg iv

Ceftriaxon 2x1 gr iv

Operatif : Marsupialisasi

Kista Bartholini

12
A. Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di
bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar
ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan
menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu
abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2,5,6)

Gambaran kista bartolini

B. Etiologi
Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis kelenjar
ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah dam keluar
pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi sumbatan pada salah
satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan menbentuk suatu kista.(3,5)

C. Patofisiologi
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat,
sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini
biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista
bartholin dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang
berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin
merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi.(2,3,5)

D. Gejala klinis

13
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan
sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista
bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau
duduk.(5)
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada
salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai
kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika kista terinfeksi, gajala klinik
berupa(2,3)
 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
 Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisme yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
 Dispareunia.
 Biasanya ada secret di vagina.
 Dapat terjadi ruptur spontan.

E. Diagnosis
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis.
Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal, Sudah berapa lama
gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks,
keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menulat seksual sebelumnya, riwayat
penyakit kelamin pada keluarga.(6)
Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan
posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7 pada
labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan
dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui
ada tahu tidaknya infeksi menular.(5,6)

F. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak diperlukan
untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat
dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholini.(2,6)

G. Penatalaksanaan

14
1. Tindakan Operatif, beberapa prosedur yang dapat digunakan (2,3,5,6)
a. Marsupialisasi
Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.

Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding
kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi vertikal
pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring.
Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3 cm, bergantung pada besarnya kista.

Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan
larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu
dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan
interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18. Kekambuhan kista
Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.

b. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak
ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka
sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum.
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit
berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat
ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring.
Hati – hati saat melakukan insisi kulit agar tidak mengenai dinding kista. Struktur
vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada
bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian
bawah kista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan
secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat
dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular
bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.

15
Diseksi Kista

Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama dari
kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan
diligasi dengan benang chromic atau benang delayed absorbable 3-0.

Ligasi Pembuluh Darah

2. Pengobatan Medikamentosa.
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya,
antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa
antibiotik yang digunakan dalam pengobatan(2,3)
a. Ceftriaxone.
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum
terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-
positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat
pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari
dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan:
125 mg IM sebagai single dose .4,5
b. Ciprofloxacin.

16
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe
bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada
bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.

c. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan
30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis.
Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Snell, RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
2. http://www.scribd.com/doc/43731478/LapKas-Kista-Bartholin-Ctine-
drNandono.
3. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2006.
4. Guyton, AC & Hall, CE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Philadelphia : Elsevier Saunders. 2006.
5. Manuaba, Chandranita, dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: ECG. 2008.
6. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003.

18

Você também pode gostar