Você está na página 1de 22

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis
(Price, 2005).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke
dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang
lain melalui peredaran darah, yaitu: kelenjar limfe, saluran pernapasan atau
penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri,
2008).
B. Penyebab / Faktor Predisposisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang
membuat mikobakterium lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Mikobakterium ini tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant
ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali.
Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Penyebab dari tuberkulosis disebabkan oleh melemahnya daya tahan
tubuh atau imun penderita sehingga mudah terserang atau terinfeksi bakteri.
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
- M. tuberculosae, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M.
Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT) atypical adalah:
- M. kansasi, M. avium, M. intra cellular, M. scrofulaceum, M.malmacerse,
M. xenopi (Amin, 2007:988)
Penularan kuman tuberkulosis:
Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yangterdapat dalam paru-paru penderita, pesebaran kuman tersebut
diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB Paru BTA positif
mengeluarkan kuman-kuman keudara dalam bentuk droplet yang sangat kecil
pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan
cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Dan dapat
bertahan diudara selama beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini
dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru
dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri
(berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang keorang lain.
Cara penularan ada dua yaitu :
a. Langsung
Percikan ludah/cairan hidung berpindah sewaktu berbicara
berhadapan/bersin.
b. Tidak langsung
Bila pasien meludah disembarang tempat kemudian kering dan kuman
diterbangkan oleh angin bersama debu yang dihirup oleh orang sehat.
C. Manifestasi Klinik
Penyakit tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita
gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang
asimtomatik.
Menurut Jhon Crofton (2002), gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
 Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun,
keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak lambat.
Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit,
karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
 Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
 Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus
sehingga pecahnya pembuluh darah.
 Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
 Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada
dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan
tegangan otot pada saat batuk.
 Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan
oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
 Demam dan menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi
umum dari proses infeksi.
 Penurunan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
 Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
 Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
 Berkeringat banyak terutama malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut.
D. Patofisiologi
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung
Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam.
Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan.
Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk
ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri.
Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.Massa jaringan baru, yang
disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang
sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif.
Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa
fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk
skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit
aktif.Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit
aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam
kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam
bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan
parut.
Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.Kecuali
proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke
bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses
mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan,
hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar
10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan
Suddarth, 2002).
E. Pathway Keperawatan
F. Penatalaksanaan
Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan,
mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes
RI. 2002).
a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman
yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
 Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
 Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg
berat badan.
 Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
 Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis
harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
 Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti
Tuberculosis (OAT).
 Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
c. Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis (
hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain
), berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi
negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir
bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum
BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan
pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan
resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah
tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan
ulang (retreatment).
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang
terdekat yaitu keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima dan enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang
baik (Depkes RI, 2002)
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan
menggunakan masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat
yang disediakan dan tertutup, tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap
bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Kultur Sputum : Positif untukMycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit.
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB)
yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk
awal untuk menekankan diagnosa, tetapi suatu sediaan yang negative
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi penyakit.
Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan. Mikrobakteri
akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks.
Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan
bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media
konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini
(Price,2005:857).
 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Tes mantoux adalah dengan
menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit
(TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar
atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan lalkohol.
Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu
antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca
dalam peiode tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya
beberapa tipe reaksi:
1. Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Orang dengan HIV positif.
b) Baru saja kontak dengan orang yang menderita TB.
c) Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang
sesuai dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh.
d) Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang
mengalami penekanan imunitas.
2. Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Baru tiba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi tinggi.
b) Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
c) Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang
berisiko tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo,
fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan
penampungan untuk tuna wisma
d) Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang
berisioko tinggi.
e) Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang
terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi.
3. Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Orang dengan factor risiko TB.
b) Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan
di anatara kelompok risiko tinggi.
(Price,2005:855)
 Uji tuberculin : Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5 TU PPD-S
intrakutan yang dibaca 48-72 jam dengan indurasi > 5 mm. Uji tuberkulin
negatif belum dapat menyingkirkan TB. False negatif pada pemeriksaan
uji tuberkulin sering ditemukan pada pasien HIV dan kejadiannya
meningkat sebanding dengan peningkatan imunosupresi.
 Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan
CSF, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium tuberculosis
 Pemeriksaan Darah :
a) Hb dapat ditemukan menurun. Anemia bila penyakit berjalan
menahun
b) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
c) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
 Biopsi jarum pada jaringan paru (Needle Biopsi of Lung Tissue): Positif
untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
 Kadar Ig: Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
 Reaksi rantai polimerase: Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit
pada infeksi sel perifer monoseluler.
b. Radiologi
 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru oleh simpanan kalsium
lesi yang sembuh primer atau efusi cairan. Perubahan mengindikasikan
TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada
foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC paru adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara
residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural.
H. Pengkajian Focus
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium
untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai
dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan pasien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal pasien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan
baik sebelum atau sesudah sakit. Misalnya : kebiasaan merokok, minum
obat, alkohol,riwayat minum obat-obatan.
2. Nutrisi / Metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual/muntah, nafsu makan
buruk/anoreksia dan ketidakmampuan untuk makan karena penurunan
nafsu makan.Gejala : adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), adanya
penurunan berat badan, makanan yang disediakan hanya dimakan ¼ porsi
Tanda : turgor kulit buruk, kering / bersisik, massa otot berkurang / lemak
subkutan berkurang, IMT = (kekurangan BB tingkat berat), Pasien tampak
kurus.
3. Eliminasi
Pada pasien dengan TBC kemungkinan mengalami gangguan pada system
eliminasi jika bakteri tersebut sudah menyebar sampai ke system
gastrointestinal.
4. Aktivitas dan Latihan
Pada pasien dengan TBC kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan
latihan karena pasien mengalami keletihan, kelelahan, malaise,
ketidakmampuan untuk melakukan aktvitas sehari-hari karena sulit
bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.Gejala: adanya kelelahan dan kelemahan, kesulitan tidur pada
malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat
Tanda : takikardia, takipnea / dispnea saat beraktivitas, kelelahan otot
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Pasien mengalami gangguan berupa rasa nyeri di daerah dada. Perasaan
takut.
Gejala : adanya faktor stres dalam waktu yang lama, adanya perasaan
berduka
Tanda : ansietas, takut, perasaan bersalah (menyalahkan diri sendiri),
keputusasaan, kesedihan, ekpresi kurang dalam penerimaan terhadap
penyakit, ekspresi kurang kedamaian, rasa bersalah
6. Tidur dan Istirahat
Pasien mengalami gangguan pada pola tidurnya karena sulit untuk tidur
karena nyeri dan sesak napas.
7. Konsep Diri
Pasien mengalami gangguan pada harga diri , karena kondisi yang terkena
TBC. Gejala : adanya perasaan rendah diri karena mengidap penyakit
menular, adanya perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran,
tidak berpartisipasi dalam kegiatan agama, perubahan pola ibadah, merasa
diabaikan dan diasingkan, menolak interaksi dengan orang lain, merasa
dipisahkan dari lingkungan sosial.
perubahan interaksi dalam keluarga, seperti: perubahan tugas dalam
keluarga, perubahan dukungan emosional, perubahan pola komunikasi
dalam keluarga, perubahan keakraban, perubahan partisipasi dalam
menyelesaikan masalah.
8. Peran dan Hubungan
Pasien mengalami gangguan pada peran dan hubungan,hubungan yang
ketergantungan dengan keluarga, kurang sistem pendukung, penyakit lama
atau ketidakmampuan membaik.
9. Seksual dan Reproduksi
Pada pasien dengan tbc kemungkinan ditemukan penurunan libido.
10. Koping Stres dan Adaptasi
Pasien kemungkinan mengalami gangguan pada pola koping stress dan
adaptasi, ansietas, ketakutan, peka rangsang.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien dengan pada tbc kemungkinan pasien mengalami gangguan
dalam melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat
ibadah).
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
trakeobronkial yang sangat banyak ditandai dengan frekuensi napas,
irama, kedalaman tak normal, bunyi napas tak normal (ronchi, mengi),
stridor, dispneu.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret
kental, tebal, edema bronkialditandai dengansesak, pucat, sianosis pada
bibir, napas cepat dan dangkal, RR>20x/menit, AGD abnormal, takikardi,
gelisah, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung,
pergerakan dada tidak seimbang.
3. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi TB, ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh (>37,5°C),
kulit teraba hangat, nadi meningkat (>100x/menit), kulit tampak
kemerahan, menggigil.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler
terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada, sakit
kepala, nyeri sendi, melindungi area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat infeksi TB ditandai
dengan nafsu makan menurun/anoreksia, kelemahan ditandai dengan berat
badan < 10%-20% BBI, gangguan sensasi pengecap, tonus otot buruk.
J. Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
trakeobronkial yang sangat banyak ditandai dengan frekuensi napas,
irama, kedalaman tak normal, bunyi napas tak normal (ronchi,
mengi), stridor, dispneu.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan
bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Respiratory Status: Airway Patency
 Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/menit)
 Irama pernapasan normal
 Kedalaman pernapasan normal
 Mampu mengeluarkan sputum secara efektif
 Tidak ada akumulasi sputum
Intervensi:
NIC Label >>Airway Management:
1. Auskultasi bunyi napas tambahan; ronchi, wheezing.
Rasional: bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau
sekret berlebih di jalan napas.
2. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
Rasional: posisi memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
3. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai
keperluan.
Rasional: mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat
diperlukan bia pasien tak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
4. Bantu pasien untuk batuk dan napas dalam.
Rasional: memaksimalkan pengeluaran sputum.
5. Ajarkan batuk efektif.
Rasional: membantu mempermudah pengeluaran sekret.
6. Anjurkan asupan cairan adekuat.
Rasional: mengoptimalkan keseimbangan cairan dan membantu
mengencerkan sekret sehingga mudah dikeluarkan.
7. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional: meringankan kerja paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
8. Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai indikasi.
Rasional: bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-
kapiler, sekret kental, tebal, edema bronkialditandai dengansesak,
pucat, sianosis pada bibir, napas cepat dan dangkal, RR >20x/menit,
AGD abnormal, takikardi, gelisah, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung, pergerakan dada tidak
seimbang.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24jam diharapkan
gangguan pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
NOC Label >>Respiratory Status: Gas Exchange
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
 Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernapas dengan mudah)
 RR dbn (16-20 x/menit)
 Hasil AGD dbn
Intervensi :
NIC Label >>Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas pasien
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan
kondisi pasien.
3. Pantau hasil AGD
Rasional : mengetahui status oksigenasi pasien.
4. Kolaborasi : Berikan O2 sesuai indikasi dengan masker, kanula atau
ventilasi mekanik.
Rasional : Mencegah memperbaiki hipoksemia dan gagal pernapasan.
c. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder
akibat infeksi TB, ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh
(>37,5°C), kulit teraba hangat, nadi meningkat (>100x/menit), kulit
tampak kemerahan, menggigil.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan
suhu tubuh normal, dengan kriteria hasil:
NOC Label >>Thermoregulation
 Suhu tubuh pasien normal (36-37±0,5˚C)
 Melaporkan rasa nyaman
 Tidak menggigil
NOCLabel >> Vital Signs
 Suhu : 36-37±0,5˚C
 Nadi: 60-100x/menit
 RR: 16-20 x/menit
 TD: 120/80 mmHg
Intervensi :
NIC Label >> Fever Treatment
1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi rate
secara berkala.
Rasional: peningkatan suhu menunjukkan proses penyakit infeksius
akut. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
2. Berikan kompres hangat.
Rasional: membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat
membantu mengurangi demam.
3. Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
Rasional: untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena
suhu tubuh yang tinggi.
4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik sesuai indikasi.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi
seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan
nyeri dada, sakit kepala, nyeri sendi, melindungi area yang sakit,
perilaku distraksi, gelisah.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil:
NIC Label >>Pain Control
 Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
 Melaporkan perubahan gejala nyeri ke tenaga kesehatan
 Melaporkan nyeri terkontrol
NIC Label >> Pain Level
 Melaporkan nyeri berkurang
 Tidak meringis dan menangis
 Tidak kehilangan nafsu makan
 TTV dalam batas normal: Suhu : 36-37±0,5˚C, Nadi: 60-100x/menit,
RR: 16-20 x/menit, TD: 120/80 mmHg.
Intervensi:
NIC Label >> Pain Management
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas,
faktor pencetus, dan intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat
menentukan jenis tindakannya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri pasien
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk
nyeri, dapat mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan
intervensi apabila nyeri terjadi.
3. Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
Rasional : mencegah kontraindikasi dan efek samping pemberian
analgetik
4. Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat
Rasional : Analgesik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan
tidak mengakibatkan adanya reaksi alergi terhadap obat.
5. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
Rasional : Dengan mengeleminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat
mengurangi risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya
nyeri)
6. Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided
imagery, terapi musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri
timbul.
Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, pasien bisa mengalihkan
nyeri sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
7. Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung
Rasional : Dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan
rasa percaya terhadap perawat.
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat
infeksi TB ditandai dengan nafsu makan menurun/anoreksia,
kelemahan ditandai dengan berat badan < 10%-20% BBI, gangguan
sensasi pengecap, tonus otot buruk.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan … x 24 jam diharapkan pemenuhan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Nutritional Status
 Masukan nutrisi adekuat
 Masukan makanan dalam batas normal
NOC Label >>Nutritional Status: Nutrient Intake
 Masukan kalori dalam batas normal
 Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak,
karbohidrat, serat, vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium
NOC Label >> Nutritional Status: Biochemical Measures
 Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dL)
Intervensi:
NIC Label >> Nutrition Therapy
1. Kaji status nutrisi
Rasional: pengkajian penting untuk mengetahui status nutrisi dan
menentukan intervensi yang tepat.
2. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung kebutuhan kalori
harian.
Rasional: dengan mengetahui masukan makanan atau cairan dapat
mengetahui apakah kebutuhan kalori harian sudah terpenuhi atau
belum.
3. Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap mempertimbangkan
aspek agama dan budaya pasien.
Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan tetap
memperhatikan aspek agama dan budaya pasien sehingga pasien
bersedia mengikuti diet yang ditentukan.
4. Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai indikasi.
Rasional: dapat membantu meningkatkan status nutrisi selain dari diet
yang ditentukan.
5. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada pasien.
Rasional: menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
sesuai dengan kebutuhanpasien.
NIC Label >> Weight Gain Assistance
7. Timbang berat badan pasien secara teratur.
Rasional: dengan memantau berat badan pasien dengan teratur dapat
mengetahui kenaikan ataupun penurunan status gizi.
8. Diskusikan dengan keluarga pasien hal-hal yang menyebabkan
penurunan berat badan.
Rasional: membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang sesuai
dengan kebutuhan dan penyebab penurunan berat badan.
9. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional: membantu mengetahui masukan kalori harian pasien
disesuaikan dengan kebutuhan kalori sesuai usia.
10. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional: kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan
status nutrisi baik. Sajikan makanan dengan menarik.
11. Tentukan makanan kesukaan, rasa, dan temperatur makanan.
Rasional: meningkatkan nafsu makan dengan intake dan kualitas yang
maksimal.
12. Anjurkan penggunaan suplemen penambah nafsu makan.
Rasional: dapat membantu meningkatkan nafsu makan pasien
sehingga dapat meningkatkan masukan nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing


Intervention Classification. USA : Mosby.
Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta:
EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby
NANDA. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal - Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC.
Sylvia A, dkk. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume II. Jakarta:
EGC.

Você também pode gostar