Você está na página 1de 254

ANALISA SISTEM PELAYANAN KELURAHAN

REKAYASA PERANGKAT LUNAK

SRI MAULINA
41811110018

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah Kecamatan,
dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, Kelurahan merupakan wilayah kerja Lurah sebagai
Perangkat Daerah Kabupaten atau Kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil, kelurahn
memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas. Dalam perkembangannya sebuah Desa dapat
diubah statusnya menjadi Kelurahan.
Sesuai dengan Nomor 73 Tahun 2005, Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai
perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kecamatan. Kelurahan dibentuk di wilayah
kecamatan. Pembentukan Kelurahan harus sekurang-kurangnya memenuhi syarat :
1. Jumlah Penduduk
2. Luas Wilayah
3. Bagian Wilayah Kerja
4. Sarana dan Prasarana Pemerintahan.
Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan
dapat dihapus atau digabung. Pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih
dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan
kelurahan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukkan, penghapusan dan penggabungan
kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri. Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati/ Walikota melalui Camat.
Lurah diangkat oleh Walikota atas usul Camat dari Pegawai Negeri Sipil. Lurah
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Selain tugas itu, Lurah melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Walikota.
Urusan pemerintahan disesuaikan dengan kebutuhan kelurahan dengan memperhatikan prinsip
efisiensi dan peningkatan akuntabilitas. Pelimpahan urusan pemerintahan, disertai dengan sarana,
prasarana, pembiayaan dan personil. Pelimpahan urusan pemerintahan ditetapkan dalam
peraturan Walikota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
Dalam melaksanakan tugas, Lurah mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan,
2. Pemberdayaan masyarakat,
3. Pelayanan masyarakat,
4. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum,pemeliharaan prasarana dan
5. Fasilitas pelayanan umum, dan pembinaan lembaga kemasyarakatan.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan Kelurahan, Lurah dibantu perangkat kelurahan.
Perangkat Kelurahan terdiri dari Sekretaris Kelurahan dan Seksi Seksi serta jabatan fungsional.
Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat kelurahan bertanggung jawab kepada Lurah.
Perangkat Kelurahan, diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota atas usul Camat. Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata
kerja kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Keuangan Kelurahan bersumber dari :
1. APBD Kabupaten/Kota yang dialokasikan sebagaimana perangkat daerah lainnya,
2. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan bantuan pihak
ketiga.

Di kelurahan dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan. Pembentukan lembaga


kemasyarakatan, dilakukan atas prakarsa masyarakat melalui musyawarah dan mufakat.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Lurah dalam pelaksanaan urusan
pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dari
pemahaman terhadap ruang lingkup kelurahan, maka elemen utama dari suatu kelurahan terdiri
dari :
1. Kesatuan wilayah administratif dengan segenap potensi sumber daya yang dimiliki,
2. Penduduk sebagai warga masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat,
3. Pemerintahan desa dan kelurahan,
4. Aktivitas sosial ekonomi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri,
5. Seperangkat aturan, tradisi dan kebiasaan yang dijunjung bersama untuk mencapai tujuan
bersama. Elemen utama tersebut selanjutnya sebagai fokus dan lokus pelaksanan kebijakan dan
program pembangunan masyarakat. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan
masyarakat desa tersebut dilakukan oleh suatu organisasi yang berkedudukan di pusat, provinsi
dan kabupaten/kota serta kecamatan.
1.2. Pembahasan Masalah
Adapun rumusan masalah dibawah ini saya akan membahas tentang pelayanan umum di
Pemerintahan Kelurahan Jati Pulo.
1.3. Analisa Masalah
Analisa Masalah yang akan dibahas pada Kelurahan Jati Pulo yaitu pada sistem
pelayanan umum bagaimana cara register penomoran Surat Pengantar Pelayanan yang masih
manual menjadi terkomputerisasi.
1.4. Flowchart/Alur Pada Pelayanan
1.5. Kesimpulan.

1.2. PEMBAHASAN
Kelurahan sebagai sentra pelayanan publik terdepan di DKI Jakarta diharapkan
memberikan pelayanan prima kepada warga yang mengurus segala keperluan yang terkait
dengan administrasi kependudukan. Semua urusan mulai dari pengurusan KTP, PBB, IMB,
sampai kepada urusan pernikahan atau perceraian bemuara di kantor ini. Hajad hidup orang
banyak memang memerlukan pengakuan administrasi pemerintahan agar hidup dan kehidupan
dalam masyarakat menjadi lebih tenang karena segala urusan mempunyai kekuatan hukum.

Sudah tidak zamannya lagi sekarang semua urusan dipersulit, seperti motto zaman
zahiliyah dulu bahwa “ kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit “ . Justru dengan gerakan
reformasi birokrasi yang diproklamirkan oleh kementrian pemberdayaan aparat negara, semua
urusan seharusnya lebih dipermudah dan diperlancar dengan azas transparansi, akuntabel, cepat,
dan cermat. Service exchengce atau pelayanan prima wajib hukumnya dilaksanakan oleh seluruh
instansi pemerintah yang langsung melayani kebutuhan masyarakat sebagai hak dari warga yang
setia membayar pajak
Kelurahan Jati Pulo, merupakan salah satu perangkat daerah yang memiliki tugas pokok
melaksanakan sebagian urusan Pemerintah Kota Jakarta. Dalam melaksanakan tugas pokok,
Kelurahan Jati Pulo pada Pemerintah Kota Jakarta Barat mempunyai fungsi yaitu melayani
masyarakat, meningkatkan mutu pelayanan masyarakat, memajukan dalam pemberdayaan
masyarakat sebagai aparatur pemerintah yang mengatur wilayahnya tertib dan aman, dan
melaksanakan pembangunan yang lebih maju.

Kelurahan Jati Pulo mempunyai Visi, Misi, Motto serta Janji/ Maklumat Pelayanan
seperti :
VISI
Mewujudkan Pelayanan Prima Menuju Masyarakat Mandiri.
MISI
1. Meningkatkan Pelayanan Yang Profesional.
2. Membangun Sarana dan Prasarana Yang Dibutuhkan Masyarakat.
3. Menciptakan Situasi Yang Aman, Nyaman, Tertib dan Kondusif.
4. Meningkatkan Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Masyarakat.
MOTTO
5S : Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun.
JANJI / MAKLUMAT PELAYANAN
Melayani Dengan Sepenuh Hati.
Dalam pelaksanaan pelayanan yang prima di Kelurahan Jati Pulo masing-masing Kasi
memegang peranannya untuk membantu masyarakat untuk membuat Surat Pengantar dari
Kelurahan sesuai permintaan dari masyarakat itu sendiri. Tetapi yang paling berperan dalam
pelayanan prima di Kelurahan yaitu Kasi Pelayanan Umum, karena semua pelayanan yang
bersifat pembuatan Surat Pengantar bermuara pada Kasi Pelayanan Umum seperti registrasi
penomoran Surat Pengantar yang telah di tandatangani oleh 3 Pejabat, Yaitu Lurah, Wakil Lurah
dan Sekretaris Lurah, terkecuali Pelayanan yang bersangkutan dengan Kependudukan maka Kasi
Pelayanan Umum tidak berwenang di dalam masalah kependudukan seperti Pembuatan KTP,
Kartu Keluarga dan Surat Pengantar yang dibuat oleh Kasi Kependudukan.
Di dalam pembuatan Surat Pengantar warga masyarakat atau orang yang memerlukan
Surat Pengantar dari Kelurahan datang menuju ke loket pelayanan umum dengan membawa :
1. Surat Pengantar yang ditanda tangani dan di stample oleh RT dan RW setempat,
2. Foto Copy KTP (yang masih berlaku),
3. Foto Copy Kartu Keluarga (KK) Komputer, serta
4. Dokumen lain sesuai dengan keperluan pemohon dan persyaratan yang diperlukan.
Kasi Pelayanan Umum menerima berkas yang dibawa oleh warga atau orang yang ingin membuat
SuratPermohonan/Pengantar sesuai dengan yang diperlukan oleh orang tersebut. Di Kelurahan Jati Pulo Kasi
Pelayanan Umum dibantu oleh dua orang Staff untuk membantu pelayanan pembuatan Surat Pengantar kepada
warga yang membutuhkan.
Kasi Pelayanan Umum atau Staffnya akan bertanya kepada warga atau masyarakat yang datang ke Loket
Pelayanan apa keperluan orang tersebut, dan memandu apabila masih ada dokumen yang masih kurang lengkap
untuk persyaratan membuat Surat Pengantar dari Kelurahan. Jika orang tersebut sudah melengkapi persyaratan
pada berkas yang diserahkan ke loket pelayanan umum maka Kasi Pelayanan Umum memerintahkan kepada
salah satu Staff nya untuk membuatkan Surat Pengantar dari Kelurahan.
Setelah Surat Pengantar yang diminta oleh warga sudah selesai dibuat maka salah satu Staff tersebut
melakukan register penomoran Surat Pengantar tersebut sebelum di paraf oleh Kasi Pelayanan Umum dan
sebelum ditanda tangani oleh salah seorang pejabat Kelurahan serta di bubuhi stample Kelurahan, sebelum
dikembalikan kepada warga atau orang tersebut.

1.3. ANALISA MASALAH


Di dalam melayani pembuatan Surat Pengantar, Kelurahan Jati Pulo juga terkadang
mengalami kendala disaat mencatat / meregister penomoran Surat Keterangan tersebut. Kendala
yang terjadi adalah karena penomoran masih dilakukan secara manual sehingga apabila banyak
warga yang membuat Surat Permohonan/Pengantar maka bisa memakan waktu yang cukup lama.
Seperti halnya dalam beberapa hari yang lalu, dengan adanya program dari Bapak
Gubernur DKI Jakarta dalam pembuatan Surat Pengantar Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang
diajukan dari setiap sekolah untuk murid-murid yang keadaan ekonominya kurang mampu
sehingga banyak warga atau orang tua murid yang berdatangan untuk membuat Surat Pengantar
tersebut ke Kelurahan, sehingga Pihak Kelurahan khususnya Bagian Pelayanan Umum merasa
kewalahan dalam menghandle pelayanan tersebut, karena bukan hanya murid yang dipilih oleh
Kepala Sekolahnya saja yang membuat Surat Pengantar tersebut melainkan hampir semua murid
yang mengajukan Surat Permohonan itu sehingga Kantor Kelurahan pun ramai dan penuh oleh
warga, dan dikarenakan pencatatan nomor Surat Pengantar tersebut juga masih manual, sehingga
Pelayanan dalam membuat Surat Pengantar menjadi terhambat dan memakan waktu yang cukup
lama. Sedangkan permintaan warga semakin meningkat dan ingin cepat selesai proses
pembuatan Surat Pengantar tersebut.
Dengan demikian analisa dalam sistem pelayanan umum disini yaitu bagaimana cara agar
pencatatan nomor di Surat Pengantar tersebut yang sebelumnya dicatat di buku register secara
manual bisa langsung memakai sistem atau aplikasi software pada komputer secara otomatis,
sehingga bisa terkomputerisasi dengan baik dan tersusun dengan rapih, agar tidak lagi memakan
waktu yang cukup lama dan dapat memberikan pelayanan yang prima,karena sarana dan
prasarana pegawai juga dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja suatu pelayanan yang
dibutuhkan oleh masyarakat.

1.4. FLOWCHART / ALUR PELAYANAN UMUM DI KELURAHAN JATI PULO

1.5. KESIMPULAN
Kelurahan sebagai sentra pelayanan publik terdepan di DKI Jakarta yang dapat
memberikan pelayanan prima kepada warga yang mengurus segala keperluan yang terkait
dengan administrasi kependudukan. Semua urusan mulai dari pengurusan KTP, PBB, IMB,
sampai kepada urusan pernikahan atau perceraian bemuara di kantor ini. Hajad hidup orang
banyak memang memerlukan pengakuan administrasi pemerintahan agar hidup dan kehidupan
dalam masyarakat menjadi lebih tenang karena segala urusan mempunyai kekuatan hukum.
Di dalam melayani pembuatan Surat Pengantar, Kelurahan Jati Pulo juga terkadang
mengalami kendala disaat mencatat / meregister penomoran Surat Keterangan tersebut. Kendala
yang terjadi adalah karena penomoran yang masih dilakukan secara manual sehingga apabila
banyak warga yang membuat Surat Permohonan/Pengantar maka bisa memakan waktu yang
cukup lama. Dengan demikian Kantor Kelurahan membutuhkan Aplikasi software untuk
penomoran secara komputerisasi agar pelayanan tidak lagi memakan waktu yang cukup lama
sehingga dapat memberikan pelayanan yang prima,karena sarana dan prasarana juga dibutuhkan
untuk menunjang dan meningkatkan kinerja suatu pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PELAYANAN
PUBLIK DI KANTOR KELURAHAN KOLONGAN KECAMATAN
TOMOHON TENGAH KOTA TOMOHON

Shinta Bonita Moningka

Abstract

ABSTRAK

Pelayanan Publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam
kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang
diperlukan oleh masyarakat. Suatu hal yang hingga saat ini seringkali masih menjadi masalah
dalam hubungan antara rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service,
terutama dalam hal kualitas atau mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat.

Menariknya, belum ada solusi yang dapat memecahkan sebab akibat penurunan kualitas
pelayanan Publik. Seiring dengan hal itu, masyarakat semakin menuntut efektivitas kerja
Pelayanan aparatur pemerintah sebagai abdi Negara. Menurut Gibson (1987:25) keefektifan
adalah penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok dan organisasi.
Makin dekat prestasi yang diharapkan, maka akan makin lebih efektif dalam menilai mereka.
Prespektif keefektifan dibagi atas tiga tingkatan analisa yakni individu, kelompok dan
organisasi.

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, sehingga peneliti tidak
akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variable penelitian, tetapi keseluruhan
situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat, pelaku dan aktivitas yang berinteraksi secara
sinergis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pegawai negeri sipil yang ada di kantor kelurahan belum
maksimal dalam menjalankan tugasnya sesuai standar operasional. Masih rendahnya tingkat
kedisiplinan pegawai sontak membuat pelayanan terasa lamban. Beberapa pegawai terlihat
datang terlambat di atas jam 08.00 pagi, tidak dilaksanakannya apel pagi, serta kebiasaan –
kebiasaan lain yang berhubungan dengan etos kerja dan jika di ambil benang merahnya, dapat
di ketahui bahwa tidak efektivnya pelayanan yang ada di kantor kelurahan kolongan di
sebabkan oleh kedisiplinan pegawai itu sendiri. Kurangnya kesadaran dari pegawai sendiri
menjadi salah satu faktor penting dalam mencapai organisasi yang efektiv.

Key words: Efektivitas, Pegawai Negeri Sipil, Pelayanan Publik.


PENDAHULUAN

Pelayanan publik sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah pusat ataupun daerah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang–undangan. Seiring dengan
penerapan sistem desentralisasi.

Sianipar (1998:4), mengatakan bahwa pelayanan adalah cara melayani, membantu menyiapkan
atau mengurus keperluan seseorang atau kelompok orang. Melayani adalah meladeni/membantu
mengurus keperluan atau kebutuhan seseorang sejak diajukan permintaan sampai penyampaian
atau penyerahannya.

Dalam konteks Undang – undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik disebutkan
bahwa standar pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji
penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau dan terukur. Bentuk pelayanan dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:

1. Pelayanan administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi
yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi,
kepemilikkan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya termasuk di dalamnya
dokumen – dokumen seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu keluarga.

2. Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk / jenis barang yang
digunakan oleh publik misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik dan sebagainya.

3. Pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibuthkan oleh
publik misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan lain sebagainya.

Dengan demikian pelayanan merupakan implementasi dari pada hak dan kewajiban antara
negara/pemerintah dan masyarakat yang harus diwujudkan secara berimbang dalam
penyelenggaraan pemberian pelayanan oleh aparatur negara/pemerintahan.

Seiring dengan hal itu tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas terus
meningkat dari waktu ke waktu. Tuntutan tersebut semakin berkembang seiring dengan
tumbuhnya kesadaran bahwa warga negara memiliki hak untuk dapat diberikan pelayanan.
Untuk merealisasikan hak – hak masyrakat, maka dituntut efektivitas kerja yang baik dari
instansi pemerintah.

Menurut Effendy efektivitas adalah sebagai berikut: ”Komunikasi yang prosesnya mencapai
tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan
jumlah personil yang ditentukan” (Effendy, 2003:14). Sementara pada waktu yang sama,
masyarakat semakin menuntut efektifitas kerja pegawai negeri sipil, sebagian Pegawai Negeri
Sipil diperbantukan di daerah otonom yang bekerja di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota
yang di dalamnya memiliki kecamatan hingga kelurahan. Aparatur kelurahan merupakan wakil
rakyat terdekat dalam rangka merealisasikan kebijakan – kebijakan pemerintah, baik di pusat
maupun di daerah.

Di Kelurahan Kolongan kecamatan Tomohon tengah kota Tomohon, efektivitas kerja pegawai
negeri sipil dalam pelyanan publik belum maksimal. Hal ini terlihat dari etos kerja pegawai.
Menurut pengamatan awal peneliti, Beberapa pegawai datang terlambat di atas pukul 08.00 Pagi.
Selain itu, tidak dilaksanakannya apel setiap pagi. Beberapa keluhan lain dari masyarakat juga
berhubungan dengan proses pengurusan kependudukan yang memakan waktu yang cukup lama.

Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka peneliti mengemukakan rumusan masalah sebagai
berikut:

Bagaimanakah efektivitas kerja pegawai negeri sipil dalam pelayanan publik di kantor kelurahan
kolongan kecamatan tomohon tengah kota tomohon.

METODE PENELITIAN

Tipe dan Dasar Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif yang dimaksudkan untuk memberi
gambaran mengenai fenomena dan menganalisa peran, kendala, solusi untuk meningkatkan
efektivitas kerja pegawai negeri sipil (PNS) dalam pelayanan publik.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor kelurahan Kolongan kecamatan Tomohon tengah kota
Tomohon. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada kondisi kelurahan kolongan yang
mendukung untuk pelaksanaan penelitian sesuai dengan judul yang dipilih ditinjau dari segi
efektivitas waktu dan dana yang tersedia.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut KJ. Veeger (2003: 31) merupakan langkah yang amat
penting dalam penelitian. Data yang terkumpul akan dijadikan sebagai bahan untuk analisis. Data
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan
data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian melalui wawancara dengan informan
yang berkaitan dengan masalah penelitian, dan juga melalui observasi atau pengamatan langsung
terhadap objek penelitian.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk uraian. Dalam penelitian ini
data – data sekunder yang diperlukan antara lain : literatur yang relevan dengan judul penelitian,
misalnya materi atau dokumen - dokumen dari kantor kelurahan Kolongan serta buku – buku
dan karya ilmiah yang relevan dengan penelitan. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data
yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh data – data yang di butuhkan yaitu melalui
beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Pengamatan (observation)

Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari
dekat kegiatan yang dilakukan . Apabila objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia
( kejadian – kejadian yang terjadi )

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya. Pewawancara adalah pengumpul informasi yang diharapkan dapat
meyampaikan pertanyaan dengan jelas dan kemudian menulis semua jawaban dari pemberi
informasi (Informan)

1. Dokumentasi

Data ini dikumpulkan dengan melalui berbagai sumber data yang tertulis baik yang berhubungan
dengan masalah kondisi objektif, juga silsilah dan pendukung data lainnya.

Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah Efektivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil dalam pelayanan
publik di kantor kelurahan kolongan kecamatan tomohon tengha kota Tomohon

Informan Penelitian

Informan adalah objek penting dalam sebuah penelitian. Informan adalah orang – orang dalam
latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2:

Pemberi layanan terdiri dari:

1. Lurah : 1 Orang
2. Sekretaris lurah : 1 Orang
3. Staf kelurahan bidang Pemerintahan : 2 Orang
4. Staf kelurahan bidang keuangan : 1 Orang
5. Staf kelurahan bidang kesejahteraan : 1 orang

f. Camat : 1 Orang

g. Sekretaris kecamatan : 2 orang

h. Staf kecamatan bidang pemerintahan : 1 orang

i. Staf kecamatan bidang kependudukan : 2 orang

Pengguna layanan terdiri dari:

1. Tokoh masyarakat : 3 Orang


1. Warga : 5 Orang
2. Generasi Muda : 5 Orang

Jumlah Informan : 25 Orang

Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling yakni digunakan untuk mengarahkan
pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan melalui penyeleksian informan yang menguasai
permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya menjadi sumber data.

Analisa Data

Analisa data merupakan metode penting dalam penelitian, karena dengan menganalisis data
maka dapat diperoleh data secara benar.Analisa dilakukan utnuk menemukan pola. Caranya
dengan melakukan pengujujian sistematik untuk menetapkan bagian – bagian, hubungan antar
kajian dan hubungan terhadap keseluruhannya.

Untuk dapat menemukan pola tersebut peneliti melakukan penelusuran melalui catatan lapangan
dan hasil wawancara. Dalam penyajian data peneliti menggunakan beberapa tahapan :

1. Pengumpulan informasi melalui pengamatan, wawancara dan dokumentasi.


2. Reduksi data proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data
kasar yang muncul dari catatan lapangan
3. Penyajian (display) data. Penyajian data diarahkan agar data reduksi terorganisasikan. Pada
langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga menjadi informasi yang
dapat disimpulkan. Display data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya
analisis kualitatif yang valid dan handal
4. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan yang dilakukan secara cermat dengan melakukan
verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan – catatan lapangan sehingga data – data yang ada
teruji validitasnya.

PEMBAHASAN
Efektivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil dalam pelayanan publik di kantor kelurahan
Kolongan

Efektivitas sering digunakan sebagai konsep tentang efektif dimana sebuah organisasi bertujuan
untuk menghasilkan. Organizational effectiveness (efektivitas organisasi) dapat dilakukan
dengan memperhatikan kepuasan, pencapaian visi organisasi, pemenuhan aspirasi,
pengembangan sumber daya manusia organisasi dan aspirasi yang dimiliki, serta memberikan
dampak positif bagi masyarakat.

Mengacu pada teori Gibson (1987:25) mengenai kefektivan, dikatakan bahwa kefektivan adalah
penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, Kelompok dan organisasi. Pegawai
Negeri Sipil sebagai seorang individu merupakan pelaku dalam efektivitas Individu. Dalam
Prespektif kefektivan, dibagi dalam tiga tingkatan dan bagian yang paling mendasar adalah
keefektivan Individu. Kefektivan suatu Kelompok akan ditentukan oleh keefektivan individu dan
kefektivan organisasi tergantung pada keefektivan kelompok. Dengan kata lain, organisasi akan
efektif, jika individu (Pegawai Negeri Sipil) juga efektif.

Berdasarkan teori diatas, peneliti mencoba melihat fakta dilapangan dan ternyata peneliti
menemukan masalah dalam organisasi yang berasal dari individu tersebut yang sering
mengakibatkan organisasi tidak berjalan efektiv. Terlihat pada jam – jam kerja ada beberapa
ruangan yang kosong, hal ini di karenakan Pegawai tersebut tidak berada ditempat.

Di sisi lain, Martani dan Lubis (1987:55) menambahkan ada tiga pendekatan yang diperlukan
dalam mengukur efektivitas individu, yaitu:

1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan
mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik
maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas
pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur
keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.

Unsur penting dalam konsep efektivitas sesungguhnya adalah pencapaian tujuan sesuai dengan
apa yang telah disepakati secara maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau
suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses.

Membangun organisasi dan individu yang efektif memerlukan kriteria kefektivan (Gibson
1987:33). Kriteria keefektivan secara khas dinyatakan dalam ukuran waktu jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Kriteria jangka pendek adalah untuk menunjukkan hasil
tindakan yang mencakup waktu satu tahun atau kurang. Kriteria jangka menengah diterapkan
jika anda menilai keefektivan seseorang, kelompok, atau organisasi dalam jangka waktu yang
lebih lama, umpamanya lima tahun. Kriteria jangka panjang dipakai untuk menilai waktu yang
akan datang yang tidak terbatas. Lima kategori kriteria keefektivan :
1. Produksi : Mencerminkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan jumlah dan kualitas
keluaran yang dibutuhkan lingkungan.
2. Efisiensi : Didefinisikan sebagai perbandingan keluaran terhadap masukkan. Kriteria jangka
pendek ini memfokuskan perhatian atas siklus keseluruhan dari masukan - proses - keluaran,
dengan menekankan pada elemen masukkan dan proses
3. Kepuasaan : Kepuasan dan moral adalah ukuran yang serupa untuk menunjukkan tingkat
dimana organisasi memenuhi kebutuhan pelanggannya
4. Keadaptasian : Keadaptasian ialah tingkat dimana organisasi dapat benar – benar tanggap
terhadap perubahan internal dan eksternal
5. Pengembangan : Kriteria ini mengukur kemampuan organisasi untuk meningkatkan kapasitasnya
menghadapi tuntutan lingkungan. Suatu organisasi harus melakukan berbagai upaya untuk
memperbesar kesempatan kelangsungan hidup jangka panjangnya. Usaha – usaha
pengembangan yang lazim ialah program pelatihan untuk meningkatkan kualitas pegawai

Jika dihubungkan dengan Pelayanan Publik, Produksi merupakan kemampuan pegawai Negeri
Sipil dalam memberikan jasanya sebagai pelayan masyarakat. Efisiensi adalah proses dalam
pelayanan publik itu sendiri. Contohnya dalam pengurusan kartu keluarga, masukan (input)
dalam bagian dari kemampuan dan skill pegawai negeri sipil sedangkan proses merupakan
serangkaian aktivitas yang dilakukan dan diupayakan pegawai Negeri sipil dalam pembuatan
kartu keluarga. Terakhir keluaran adalah hasil akhir dari serangkaian masukkan dan proses yang
dilakukan.

Kriteria selanjutnya adalah kepuasan. Kepuasan dalam pelayanan publik berarti rasa puas
terhadap produksi maupun efisiensi yang ada di dalam Pelayanan Publik. Sedangkan
keadaptasian adalah cara bagaimana Pegawai Negeri Sipil dalam menghadapi permasalahan
yang berhubungan dengan pelayanan publik yang ada di kantor kelurahan termasuk di dalamnya
keluhan-keluhan dari masyarakat. Pengembangan merupakan kriteria kelima agar organisasi
dapat berjalan efektif. Pengembangan dapat diartikan sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas
dalam pelayanan publik seperti pelatihan-pelatihan yang dapat menunjang kompotensi Pegawai
Negeri Sipil.

Dalam praktek pelayanan publik di kantor kelurahan Kolongan, Pegawai Negeri Sipil belum
mampu untuk memberikan jasanya secara maksimal. Berbagai kendala yang berasal dari
individu pegawai sendiri sontak membuat proses pelayanan publik menjadi lamban. Sedangkan
menurut Parasuraman ada 10 dimensi kualitas yang menentukan kualitas pelayanan : Realibility,
Responsiveness, Competence, Acces, Courtesy, Communication, Credibilty, Security,
Understanding, Tangible. Namun dalam perkembangan selanjutnya Parasuraman sampai pada
kesimpulan bahwa kesepuluh dimensi kualitas pelayanan diatas dirangkum menjadi lima
dimensi yaitu :

1. Tangible ( bukti fisik) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi
serta kendaraan operasional. Dengan demikian, bukti langsung / wujud merupakan satu indikator
yang paling konkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas yang secara nyata dapat terlihat

Berdasarkan fakta dilapangan, di kantor kelurahan Kolongan, sudah tersedia beberapa fasilitas
seperti buku tamu, buku profil kelurahan, buku surat masuk dan keluar, buku catatan keuangan
dan lain-lain sebagainya. Hanya saja perlengkapan seperti computer masih kurang memadai.
Komputer hanya berjumlah 1 unit. Perlu adanya perbaikan fasilitas untuk menunjang tugas dan
fungsi aparat kelurahan Kolongan

2. Reliability ( kepercayaan ) merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan


dengan segera dan memuaskan.

Untuk segi kepercayaan di kantor kelurahan kolongan, Masyarakat terkadang mengeluhkan


waktu pelayanan yang dijanjikan.

3. Responsiveness ( daya tanggap ) yaitu sikap tanggap pegawai dalam memberikan pelayanan
yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan cepat. Kecepatan pelayanan yang diberikan
merupakan sikap tanggap dari petugas dalam pemberian pelayanan yang dibutuhkan. Sikap
tanggap ini merupakan satu akibat akal dan pikiran yang ditunjukkan pada pelanggan.

4. Assurance (jaminan) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat


dipercaya yang dimiliki pegawai, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan. Jaminan adalah
upaya perlindungan yang disajikan untuk masyarakat bagi warganya terhadap resiko yang
apabila resiko itu terjadi akan dapat mengakibatkan gangguan dalam struktur kehidupan yang
normal

Kelemahan dari aparatur kelurahan kolongan adalah terletak pada etos kerja khususnya lagi
mengenai kedisiplinan.

5. Empathy (empati) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik
dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati merupakan individualized attention to customer.
Empati adalah perhatian yang dilaksanakan secara pribadi atau individu terhadap pelanggan
dengan menempatkan dirinya pada situasi pelanggan.

Dari sisi empati, aparatur yang ada di kantor kelurahan kolongan sudah berusaha untuk
membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat kelurahan kolongan. Hal ini menjadi jelas
karena setiap minggunya aparatur kelurahan berusaha untuk memperbaiki kualitas pelayanan
dengan di adakannya evaluasi kinerja tiap mingggu sebagai bentuk keinginan untuk memahami
keluhan – keluhan masyarakat namun sayangnya program ini belum terimplementasi dengan
baik

Organisasi yang efektiv, ditentukan oleh individu yang efektiv. Tentuntunya ada beberapa faktor
yang mempengaruhi efektivitas individu, seperti yang dikemukakan oleh Gibson (1987 : 12) :

1. Motivasi Individu ( Individual Motivation )

Motivasi dan kemampuan bekerja mempengaruhi prestasi kerja. Teori motivasi mencoba
menerangkan dan meramal bagaimana perilaku individu muncul, mulai, berlanjut dan berhenti.
Sebenarnya motivasi itu begitu rumit sehingga mustahil memiliki satu teori yang mencakup
keselurahan tentang bagaimana hal tersebut terjadi
Seorang Pegawai Negeri Sipil di kantor kelurahan Kolongan pastinya memiliki kapasitas dan
semangat untuk bekerja. Semangat dan dorongan tersebut akan muncul dalam diri Pegawai
Negeri Sipil jika ia memang sungguh – sungguh memiliki tujuan dan eksepektasi untuk bekerja.

1. Imbalan (Rewards)

Salah satu pengaruh yang paling kuat atas prestasi individu ialah system imbalan dalam
organisasi. Manajemen dapat menggunakan imbalan untuk menarik pekerja masuk dalam
organisasi. Gaji dan kenaikannya serta bonus adalah aspek-aspek yang penting dalam system
imblan, tetapi bukan satu-satunya aspek.

1. Stress ( Ketegangan Mental )

Stress merupakan hasil yang penting dari interaksi antara tugas pekerjaan dengan individu-
individu yang melaksanakan pekerjaan itu. Stress dalam hal ini ialah suatu keadaan
ketidakseimbangan di dalam diri individu yang bersangkutan, yang sering tercermin dalam
gejala-gejala seperti keringat berlebihan dan lekas marah yang merupakan penghambat dalam
diri PNS ketika menjalankan tugasnya.

Faktor stress bagi Pegawai Negeri Sipil seringkali menjadi penghambat dalam menjalankan
tugas dan fungsi pelayanan publik. Masalah yang datang dari berbagai hal yang dibawa ke kantor
akan mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil menjadi tidak professional dalam bekerja.

Adapun menurut pendapat Richard Steers (1985 : 8) menambahkan ada empat faktor yang
mempengaruhi efektivitas :

1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber
daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan
manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan
sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan
tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

Pola organisasi yang ada di kelurahan Kolongan adalah organisasi non provit. Milik Pemerintah
yang bertujuan untuk mendukung suatu isu atau perihal untuk publik dengan memberikan
Pelayanan sebaik-baiknya kepada Masyarakat tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
mencari laba berbeda dengan organisasi swasta yang mencari keuntungan. Dalam mencari dana,
perusahaan swasta, akan membutuhkan dana-dana dari donator ataupun perusahaan-perusahaan
besar untuk melakukan operasionalnya.

2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern
yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap
organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua
adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara
keseluruhan dalam lingkungan organisasi dalam menjalankan fungsinya.
3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di
dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu
akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu
organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan
individu dengan tujuan organisasi. Untuk itu di perlukan adanya etos Kerja untuk setiap
pegawai (Individu)

4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk
mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan
dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna
mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus
memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.
Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber
daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan
keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.

Berbicara mengenai karakteristik manajemen adalah hal yang berkaitan dengan kepemimpinan
kelurahan Kolongan. Lurah Kolongan Martinus Poluan. “ Beliau sudah memimpin dengan baik
dan mengarahkan Pegawai yang ada di kantor kelurahan untuk berusaha memberikan pelayanan
yang maksimal bagi masyarakat”.

Kepuasaan masyarakat terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil Kelurahan Kolongan tentu harus
lebih dioptimalkan. Melihat hal tersebut, tentu diperlukan adanya pemecahan terhadap masalah
yang ada. Mengingat akan hal tersebut, diharapkan adanya pelatihan – pelatihan sebagai bentuk
pengembangan agar mentalitas dan kecerdasan Pegawai Negeri Sipil dapat ditingkatkan. Dengan
begitu terciptalah organisasi yang efektif sesuai dengan kriteria keefektivan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan
dalam penelitian efektivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil dalam pelayanan publik di kantor
kelurahan kolongan, dapat di tarik kesimpulan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang ada di
Kelurahan Kolongan belum efektiv dalam memberikan pelayanan publik. Hal ini dipertegas
dengan :

1. Masih rendahnya tingkat kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil.


2. Program evaluasi kinerja pegawai belum terealisasikan dengan baik . Mengingat evaluasi
merupakan salah satu bentuk upaya yang harus dilakukan untuk memaksimalkan tugasnya.
Dengan kata lain, jika tidak di laksanakan program evaluasi menjadi pertanda bahwa Pegawai
Negeri Sipil yang ada di kantor kelurahan kolongan tidak berusaha untuk memperbaiki
kesalahan – kesalahan yang berhubungan dengan pelayanan publik sesuai tugas dan fungsinya
sebagi agen pelayan masyarakat.
3. Masih terdapat berbagai kendala dalam bentuk sarana dan prasarana yang membuat proses
pelayanan publik menjadi kurang efektiv.
4. Faktor stress bagi Pegawai Negeri Sipil seringkali menjadi penghambat dalam menjalankan tugas
dan fungsi pelayanan publik. Masalah yang datang dari berbagai hal sering dibawa ke kantor dan
mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil menjadi tidak professional dalam bekerja.
5. Dalam praktek pelayanan publik di kantor kelurahan Kolongan, Pegawai Negeri Sipil belum
mampu untuk memberikan jasanya secara maksimal. Berbagai kendala yang berasal dari
individu pegawai sendiri sontak membuat proses pelayanan publik menjadi lamban.

SARAN

Menyadari tugas Pelayanan aparatur Pemerintah di kantor kelurahan Kolongan merupakan hal
penting guna menunjang keberhasilan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan serta membangun
Kepercayaan masyarakat atas Pelayanan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di kantor
kelurahan kolongan, tentunya aparatur pemerintah harus selalu :

1. Mengupayakan hal-hal yang baru guna menunjang keberhasilan Pemerintah.

2. Dalam menjalankan tugasnya, aparatur pemerintah kelurahan kolongan perlu


memperhatikan kendala-kendala yang berhubungan dengan Pelayanan Publik dan masyarakat
tidak hanya mengeluarkan pendapat namun bisa bekerjasama dengan aparatur Pemerintah di
kantor kelurahan Kolongan sebab masyarakat sebagai sasaran utama dalam pelayanan publik

3. Bagi aparatur Pemerintah di kantor kelurahan Kolongan dalam melaksanakan tugas


pelayanan, hendaknya melakukan perubahan yang menyangkut semua aspek, dalam hal ini
aparatur pemerintah di kantor kelurahan ikut berperan dalam pembentukan perilaku, disiplin
kerja dan kesadaran dalam tanggung jawab pelayanan yang menyentuh kebutuhan masyarakat di
kelurahan dan mempersiapkan strategi serta upaya-upaya untuk menunjang pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Widjaja, 2006. Administrasi kepagawaian. Jakarta : Rajawali

Bodgan, Robert dan Steven Taylor.1975. Introducing to Qualitative Methods. New York: A
wiley Interscience Publication

Effendy, 2006. Ilmu Komunikasi (teori dan praktek). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Effendy. 2003 Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Etzioni,Emita.1982. Social change Sources, patterns and consequences. New York London:
Basic Book inc Publisher
Fitzsimmons, James A & Mona J. Fitzsimmons, 1995. Service Management For Competitive
Advantage, Mc graw-Hill inc. New York

Gibson, Ivancevich, Donnely. 1987. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur dan Proses
Jilid 1, Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Guno tri, Gering Supriyadi. 2006. Budaya Kerja Organisasi Pemerintahan. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara

Handoko, 1998. Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Hasibuan, 2001. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta:Bumi Askara

Kamara,Toto,2001.Etos Kerja.Jakarta:PT. Gemma Insani

Komarudin, 2008. Menemukan kembali masa depan bangsa. PT Mizan Publika

Martani Husein, Lubis. 1987. Teori Organisasi. Pusat antar Univesitas Ilmu-ilmu Sosial:
Universitas Indonesia

Moenir, 1995. Manajemen pelayanan umum. Jakarta: PT. Bumi Askara

Musanef. 1996. Manajemen Kepegawaian di Indonesia.Gunung Agung

Nasution, 1994.Manajemen Personalia. Jakarta:Erlangga

Ravianto, 1989. Produktivitas dan tenaga kerja di Indonesia. Jakarta : Lembaga Sarana
Informasi Usaha dan Produktivitas

Sedarmayanti, 2001. Sumber daya manusia dan produktivitas kerja.Bandung:Mandar Maju

Sianipar. 1998. Ekologi Administrasi Negara. Bandung: Informatika Bandung

Siagian, Sondang. 2012. Teori Pengembangan Organisasi.Jakarta:Bumi Askara

Steers, Richard.1980. Efektifitas Organisai. Jakarta: Erlangga

The Liang Gie, 1997. Ensiklopedi Administrasi. Jakarta:Gunung Agung

Veeger,K.J, 2003. Pengantar metodelogi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

SUMBER-SUMBER LAIN

Undang - Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


Undang - Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian

Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2005 tentang kelurahan

KEPUTUSAN MENPAN No. 63 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
PENGARUH EFISIENSI PELAYANAN PUBLIK
TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI
KELURAHAN

(Survei di Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu,


Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta)

Disusun oleh:

HUGI LOKON
092040979

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


guna memperoleh gelar sarjana (S.IP)
program studi : Ilmu Pemerintahan

SEKOLAH TINGGI ILMU PEMERINTAHAN


ABDI NEGARA
2012
PENGARUH EFISIENSI PELAYANAN PUBLIK
TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI
KELURAHAN

(Survei di Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu,


Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta)

Disusun oleh:

HUGI LOKON
092040979

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


guna memperoleh gelar sarjana (S.IP)
program studi : Ilmu Pemerintahan

SEKOLAH TINGGI ILMU PEMERINTAHAN


ABDI NEGARA
2
i
012

P
ENGARUH EFESIENSI PELAYANAN PUBLIK
TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI
KELURAHAN
(Survei di Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu,
Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta)

Hugi Lokon
092040979

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian


guna memperoleh gelar sarjana (S.IP)
program studi : Ilmu Pemerintahan

Diperiksa Oleh:

Widodo Suparto, SH, M, Si Dr Erna S. Widodo,SS, MM


Pembimbing Ketua Program Studi

………………… Tanggal : …………………….

Disetujui,

Sekolah tinggi ilmu pemerintahan abdi Negara

Ketua,

Dr. Ir.H. Joedomo Setyawan, MM


Tanggal:……...............................
ii

ABSTRAK

PENGARUH EFESIENSI PELAYANAN PUBLIK


TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI
KELURAHAN
Oleh
Hugi lokon
NPM : 092 040 979

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Efesiensi Pelayanan


Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan(Y) di Kelurahan Kebagusan,
Kecamatan Pasar Minggu,Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.
Respoden atau n sebanyak 30 orang yang diambil dari pegawai Kelurahan
Kebakusan sebanyak 5 orang dan dari ketua RW dan RT Kelurahan Kebagusan
sebanyak 25 orang.
Adapun analisis data menggunakan distrubusi frekuensi dan tendensi sentral
untuk menguji data, sedangkan pengujian hipotensi penelitian mengunakan persamaan
regresi Ŷ=a+bx untuk mengetahui pengaruh variabel (X) terhadap variabel (Y),
mengunakan koefisien korelasi product momet dari pearson untuk mengukur kekuatan
pengaruh variabel (X) terhadap variabel (Y),menggunakan koefisien determinasi untuk
mengukur kontribusi variabel (X) terhadap variabel (Y)dan terakhir menggunakan t-
hitung untuk mengukur signifikansi atau keberatian variabel (X) terhadap variabel (Y).
Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut : Pengamatan peneliti
dilapangan dan dari data-data yang diperoleh menujukkan bahwah Pengaruh Efesiensi
Pelayanan Publik terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan sudah baik meskipun
belum maksimal.
Penelitian ini menemukan pengaruh Efesiensi Pelayanan Publik terhadap
Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan yang dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi
Ŷ=103,98+81,87X yang berati bahwa setiap peningkatan 1 unit skor 1 Efesiensi
Pelayanan Publik akan menyebabkan peningkatan Efektivitas Kerja Pegawai Keluraha
sebesar 81,87 pada konstanta 103,98.
P
iii
enelitian ini menemukan koefisien korelasi rxy = 0,137, hal ini berati bahwa kekuatan
pengaruh Efesiensi Pelayanan Publik terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan
diinterpretasikan sangat rendah.
Penelitian ini menemukan koefisien detriminasi r² xу = 0,018, hal ini berati
kontribusi atau sumbangan Efesiensi Pelayanan Publik terhadap Efektivitas Kerja
Pegawai Kelurahan sebesar 0,018 atau hanya 1% sangat kecil,sedangkan sisanya 99%
disumbang oleh variabel bebas lainya yang tidak teliti.
Penelitian ini menemukan t- hitung sebesar 0,37 < t-tabel sebesar 2,04 hal ini
berati keberartian atau signifikansi Efesiensi Pelayanan Publik terhadap Efektivitas
Kerja Pegawai Kelurahan tidak signifikan.
Dari penemuan-penemuan diatas dapat disimpulkan bahwa pengujian hipotesis
penelitian yang menyatakan bahwa “terdapat pengaruh positif Efesiensi Pelayanan
Publik terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan” teruji benar meskipun
pengaruhnya kecil.

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa dan atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat penyusunan

usulan Penelitian ini dapat di selesaikan tepat pada waktu yang telah

ditentukan.Sebagaimana tujuan Usulan penelitian ini disusun guna memenuhi salah

satu syarat untuk diajukan sebagai bahan sidang usulan penelitian dalam rangka

penulisan skripsi jenjang sarjana pada SekolahTinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara

(STIP-AN)

Dengan demikian penulis memahami bahwa penyusunan Skripsi ini dapat

diselesaikan dengan adanya dorongan oleh berbagai pihak berupa moril dan materil,

sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa berterimaksih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Ones Bahapol selaku Bupati Kabupaten Yahukimo peserta seluruh

aparatur pemerintahan Daerah Kabupaten Yahukimo yang telah memberikan


kesempatan dan difasilitasi kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di

Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara(STIP-AN).

2. B

apak Widodo Suparto, SH, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan motivasi nasehat, saran,dan begitu meluangkan waktu, tenaga,
serta ilmunya dalam bimbingan, dan mengarahkan penulis kesempurnaan
penyusunan skripsi ini.

3. Kepada bapak Dr. Ir.H. Joedomo Setyawan, MBA. MM selaku Ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN)

4. Kepada seluruh anggota pimpinan dan karyawan karyawati Sekolah Tinggi Ilmu

Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN) yang bekerja keras demi menyukseskan

penulis.

5. Kepada para dosen-dosen selaku pendidik yang mencurahkan ilmu, wawasan,

serta nasehat yang bermanfaat bagi penulis selama mengikuti perkuliahan di

Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara selama kurang lebih dalam 4

tahun ini.

6. Kepada bapak Lurah serta seluruh aparatur pemerintah dan masyarakat luas di

Kelurahan Kebagusan yang memberikan dukungan dalam penelitian ini.

7. Kepada Ayah dan Ibu, serta keluarga besar suku lokon dan suku hugi yang

senantiasa memberikan dorongan berupa nasehat, kasih sayang, dan dukungan

moril maupun materil dari sejak dalam ikatan Ayah dan Ibu sampai selama

mengikuti perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-

AN) di Jakarta.
8. Kepada bapak Oki Lokon selaku Bapak yang memberikan dorongan dan motifasi

guna menyelesaikan Studi dalam setiap tingkatan pendidikan ini.

9. Kepada Bapak Beny Wetapo. Matius Hugi,Jakase Hugi, serta Enos Asso,selaku

Bapak yang memberikan dorongan menyelesaikan studi dan motifasi yang di

doakan setiap hari.

10. Kepada ibu Salmina Lokon, Bulel Lokon serta Gemertina Meage selaku ibu yang

memberikan dorongan menyelesaikan studi SekolahTinggi Ilmu Pemerintahan

Abdi Negara dan motifasi yang di doakan setiap hari.

11. Kepada Ibu Heteleh Hugi setiap hari mendoakan menaikan kepada Tuhan yang

maha Esah dan adik-adik yang mendugung dan doakan.

12. Teman–teman khususnya Yermias, lokon,Enius Itlay, Panus Yahuli, Yakop Piter.

Meage, Sitim Bahabol, Taufik Rahamad, Daniel Sangket, Titus Giban, Eken Ismi,

Yanus Alua, Martinus waliagen, Okniel sobolim, Larius Kosay, Paskalis Matuan,

yang senantiasa menemani penulis dalam suka dan duka melewati masa-masa

indah selama penulis menempuh pendidikan di STIP-Abdi Negara.

Semoga skiripsi ini memberi manfaat bagi kita semua,khususnya bagi diri penulis.

Jakarta, 2012
Penulis

Hugi Lokon
NPM : 092040979
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ii
ABSTRAK ………………………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

1. Latar Belakang Masalah 1

2. Identifikasi Masalah 7

3. Pembatasan Masalah 8

4. Perumusan Masalah 8

5. Maksud dan Tujuan Penelitian 9

6. Kegunaan Penelitian 9

BAB II KERANGKA TEORITIS………………………………………….. 11

1. Tinjauan Pustaka 11

1. Hakikat Pemerintah dan Pemerintahan 11

1. Pengertian Pemerintah 11

2. Pengertian Pemerintahan 13

3. Sintesis Pemerintah dan Pemerintahan 14


1. Hakekat Efesiensi Pelayanan Publik 15

1. P

viii

engertian Efinsiensi 15

2. Pengertian Pelayanan 16

3. Pengertian Publik 17

4. Sintesis Efesiensi Pelayanan Publik 18

1. Hakikat Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan ......... 18

1. Pengerian Efektivitas 18

2. Pengertian Kerja 19

3. Pengertian Pegawai 20

4. Pengertian Kelurahan 21

5. Sintesis Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan 22

2. Kerangka Pemikiran 23

3. Hipotesis penelitian 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 27

1. Metode penelitian ............................................................... 27

2. Populasi Dan Sampel ......................................................... 28

1. Populasi ......................................................................... 28
2. Sampel ........................................................................... 29

3. Teknik Pengambilan Sampel ......................................... 30

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 32

4. Deskripsi Instrumen Penelitian ........................................... 32

1. Variabel Efesiensi Pelayanan Publik .............................. 33

1. Definisi Konseptual Efesiensi Pelayanan Publik .... 33

2. Defenisi Oprasional Efesiensi Pelayanan Publik .. 33

3. Kisi–Kisi Instrumen Efesiensi Pelayanan Publik ... 33

1. Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan .............. 34

1. Definisi Konseptual Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan .................................................................. 34

2. Definisi Oprasional Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan.................................................................... 34

3. Kisi-Kisi Instrumen Efektifitas Kerja Pegawai

Kelurahan ................................................................... 35

5. Teknik Analisa Data ........................................................... 36

6. Lokasi Jadwal Penelitian .................................................... 37

1. Lokoasi Penelitian .......................................................... 37


2. Jadwal dan Penelitian .................................................... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….….……… 39

A. Gambar Umum Kelurahan Kebagusan…………………. 40

1. Pemerintahan ………………………………….………. 40

2. Kondisi Geografis ………………………………………. 42

3. Kondisi Demografis ………………………………..….. 43

4. Kodisi Sosial, Budaya, Olahraga dan Agama.……… 46

5. Kondisi ekonomi ………………………………….…… 47

B. Hasil Penelitian Dan Pembahasan ……………………… 49

1. Data Mentah Variabel Efesiensi Pelayan Publik (X) dan Variabel Efektivitas Kerja

Pegawai Kelurahan (Y) . ... 50

2. Distribusi Frekuensi Data…………………………… 50

a. Distribusi Frekuensi Data Variabel Efesiensi Pelayanan Publik

(X)………………………..……………….…… 50

b. Distribusi Frekuensi Data Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

……….……..…………….. 54

3. Tendensi Sentral ………………………..…..…………. 57

a. Menghitung Tendensi Sentral Variabel Efesiensi Pelayanan Publik (X)

……………………………. 57
b. Menghitung Tendensi Sentral Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

……………………………. 59

4. Pengujian Hipotesis Dan Pembahasan …………… 62

a. Pengujian Koefisien Regresi (X) atas (Y) ………... 62

b. Pengujian Koefisien Korelasi (X) terhadap (Y)…. 66

c. Pengujian Koefisien Determinasi (X) terhadap (Y) . 67

d. Pengujian Signifikansi Koefisien Korelasi (X)

atas (Y) ……………………………..………….. 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………..……………….…... 70

A. kesimpulan ……………………………………………….….. 70

B. saran ……………………………..……………....................... 72

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 73

LAMPIRAN ………………………………………………………………. 80

RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………… 83

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Kisi-kisi Variabel Efisiensi Pelayanan Publik (X)........... 34

Tabel 3.2: Kisi-kisi Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

(Y)…………………………………………………………… 35

Tabel 3.3: Jadwal Penelitian………………………………………… 38

Tabel 4.1: Penduduk menurut umur ................................................ 44


Tabel 4.2: Jumlah Penduduk tiap tiap RW di Kelurahan…………… 44

Tabel 4.3: Saranan pendidikan Kelurahan Kebagusan.................... 45

Tabel 4.4: Sarana Kursus /Pendidikan Non Formal Dikelurahan

Kebagusan....................................................................... 45

Tabel 4.5: Sarana kebudayaan & kesenian dikelurahan

kebagusan...................................................................... 46

Tabel 4.6: Fasilitas Olahraga Kelurahan Kebagusan...................... 46

Tabel 4.7: Jumlah Penduduk Menurut Agama................................... 47

Tabel 4.8: Saranan Perekonomian Kelurahan kebagusan ............. 47

Tabel 4.9: Saranan Angutan Umum Kelurahan kebagusan ............ 48

Tabel 4.10: Distribusi Frekuensi Tunggal Variavel Efesiensi Pelayanan Publik

(X)............................................................................ 50

Tabel 4.11: Interval Kelas Efesiensi Pelayanan Publik (X) ................ 51

Tabel 4.12: Distribusi Frekuensi Kumulatif Efesiensi Pelayanan

Publik (X)........................................................................ 52

Tabel 4.13: Distribusi Frekuensi Relatif Efesiensi Pelayanan

xii
Publik (X)........................................................................ 52
Tabel 4.14: Distribusi Frekuensi Efesiensi Pelayanan Publik (X)... 53

Tabel4.15: Distribusi ferkuensi tunggal variabel Efektivitas kerja pegawai kelurahan

(Y)……………………………………………… 54

Tabel 4.16: Interval Kelas Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y).. 55

Tabel 4.17: disteribusi frekuensi kumulatif Efektivitas kerja pegawai

kelurahan(Y)…………………………………………………. 55
Tabel4.18: Disteribusi Frekuensi Relatif Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

(Y)………………………………… ………….. 56

Tabel 4.19: Distribusi Frekuensi Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (Y)……………………………………………… 56

Tabel 4.20: Model Persamaan Regresi Sederhana Ŷ = 103,98+81,87x10

=922,68………………………………………………….... 65

Tabel 4. 21: Pedoman Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi…. 67

Tabel 4.22: uji koefisien korelasi Efesiensi Pelayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (Y)………………. 68

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran …………………………………… 25

Gambar 3.1: Model Konstelasi Penelitian ………………………. 28

Gambar 3.2: Skema Teknik Pengambilan Sampel............................ 31

Gambar 3.3: Peta Wilayah Kelurahan Kebagusan……………….. 37

Gambar 4.1: Struktur Organisasi Kelurahan Kebagusan ………… 41


Gambar 4.2: Grafik Histogram Variavel Efesiensi Pelayanan
Publik (X)..................................................................... 53
Gambar 4.3: Grafik hitogram variabel Efektivitas Kerja Pegawai kelurahan

(Y).................................................................................. 57

Gambar 4.4: Letak Nilai Rata-Rata (Mean) Pada Rentang Skor

Teoritis …………………………………………………. 59

Gambar 4.5: letak Nilai Rata-Rata (Mean) Pada Rentangan Skor


Teoritis………………………………………………….. 61

Gambar4.6: Grafik Garis Regresi Efesiensi Pelayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (Y) .. 65

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Kuesioner Penelitian…………………………. 75

Lampiran 2: Data Mentah Variabel x dan Y……………………… …. 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai sumber daya adalah penggerak organisasi. Organisasi tidak

akan berfungsi tanpa manusia, tanpa manusia tidak ada organisasi. Dengan demikian

harus diterima kenyataan bahwa sumber daya manusia (SDM) merupakan unsur utama

atau faktor sentral di dalam sebuah organisasi apapun bentuk organisasi tersebut.

Apakah organisasi tersebut organisasi profit (perusahaan dan industri), organisasi non

profit (instansi pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan).


Dengan demikian SDM yaitu karyawan atau pegawai sebuah organisasi termasuk

organisasi Kelurahan Kebagusan harus dikelola secara efektif dan efisien supaya

menjadi Kelurahan yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya. Mengelola atau

memanajemen SDM secara profesional akan dapat mewujudkan organisasi yang

efektif.

17
anajemen dan pemberdayaan manusia sebagai sumber daya tidak dapat dan tidak
boleh dipisahkan dan harus dilaksanakan secara simultan dan tidak boleh lagi
berbentuk kegiatan memperlakukan manusia dengan menempatkannya sebagai obyek
seperti benda sebagaimana dilakukan pada sebuah mesin atau hewan dalam proses
memproduksi sesuatu. Setiap dan semua pemimpin atau manajer di lingkungan sebuah
organisasi, baik pada tingkat (level) atas, menengah maupun tingkat bawah, seperti
organisasi Kelurahan harus memiliki kesadaran yang tinggi bahwa para pegawai adalah
manusia sebagaimana dirinya.
Posisi seorang Lurah Kelurahan Kebagusan sudah tidak seperti masa lalu yaitu

boleh bertindak semena-mena atau semau-maunya terhadap pegawainya. Perlakuan

yang tidak layak manusiawi itu secara perlahan-lahan harus berakhir dan dapat

diprediksi akan berakhir dengan dilindas oleh hukum, bahkan jika hukum tidak mampu

menjangkaunya akan dilindas oleh kekuatan massa bawahan yang akan menuntut

pemenuhan hak-hak asasinya. Hanya Lurah yang mampu memperlakukan

bawahannya secara layak manusiawi, yang akan berhasil mengefektifkan

Kelurahannya.

Efektivitas kerja terdiri dari dua kata yaitu efektivitas dan kerja. Seperti yang

dikatakan oleh Richard M. Steers, suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu

pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan.

Efektivitas kerja menunjukkan kemampuan suatu organisasi dalam mencapai tujuan


yang telah ditetapkan secara tepat, sesuai dengan target waktu dengan ukuran maupun

standar yang berlaku. Pencapaian tujuan tersebut menunjukkan bahwa organisasi telah

bekerja dengan efektif dan mampu terus hidup.

Pada kenyataannya para pegawai Kelurahan merupakan faktor pengaruh yang

paling penting karena perilaku merekalah yang akan memperlancar atau merintangi

tercapainya tujuan Kelurahan. Pegawai Kelurahan merupakan sumber daya yang

langsung berhubungan dengan pengelolaan semua sumber daya yang ada di dalam

Kelurahan terutama dalam menyelenggarakan pelayanan masyarakat dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat Kelurahan sebagai pengguna jasa.

Pegawai Kelurahan Kebagusan merupakan modal utama di dalam Kelurahan

yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun teknologi yang

digunakan merupakan teknologi yang canggih dan didukung oleh adanya struktur yang

baik, namun tanpa adanya pegawai maka semua itu tidak ada gunanya.

Efektivitas kerja pegawai Kelurahan Kebagusan dalam praktek pelayanan

masyarakat (public service) dapat dinilai dengan menggunakan alat ukur berupa

pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah pegawai Kelurahan Kebagusan memiliki

kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat yang terus berkembang?

Seperti apa prestasi kerja pegawai Kelurahan Kebagusan? Apakah masyarakat telah

puas dengan penyelenggaraan pelayanan oleh pegawai Kelurahan Kebagusan? Dari

semua alat ukur yang digunakan untuk memotret penyelenggaraan pelayanan

masyarakat di Kelurahan Kebagusan, menunjukkan adanya kecenderungan belum

maksimal penyelenggaraan pelayanannya sehingga dapat diduga efektivitas kerja


pegawai Kelurahan Kebagusan belum efektif dan dapat menimbulkan image negatif

dan ketidak percayaan warga terhadap pegawai Kelurahan Kebagusan.

Organisasi yang sukses adalah organisasi yang mampu menciptakan secara

bersama-sama tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Efisiensi menunjukkan

kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber daya dengan benar dan tidak ada

pemborosan, dan sebaliknya efektivitas menunjukkan kemampuan suatu organisasi

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara tepat, sehingga antara efektivitas

dan efisiensi itu saling terkait. Organisasi tidak hanya dituntut mengejar tujuan semata,

akan tetapi bagaimana tujuan itu bisa dicapai dengan cara efisien.

Efisiensi pelayanan publik dapat dimaknai sebagai perbandingan antara input dan

output. Input yang dimaksudkan di sini dapat berupa biaya, waktu, dan tenaga. Dari sisi

input, pelayanan publik dikatakan efisien apabila pelayanan tersebut menggunakan

sumber daya murah dan tidak boros. Dari sisi proses, agar dapat dikatakan efisien

prosedur layanan publik harus bersifat sederhana sehingga warga tidak mengeluarkan

banyak energi dan biaya dalam mengakses suatu layanan. Sedangkan dari sisi output,

pelayanan publik dikatakan efisien apabila penggunaan sumber daya yang murah dan

tidak boros tadi menghasilkan produk pelayanan yang sesuai dengan standar dan

memuaskan pengguna layanan.

Efisiensi dalam pelayanan publik dapat dilihat dari perspektif pemberi layanan

maupun pengguna layanan. Dari perspektif pemberilayanan, organisasi pemberi

layanan harus mengusahakan agar harga pelayanan murah dan tidak terjadi

pemborosan sumberdaya publik. Pelayanan publik sebaiknya melibatkan sedikit

mungkin pegawai dan diberikan dalam waktu yang singkat. Demikian juga dari
perspektif pengguna layanan, mereka menghendaki pelayanan publik dapat dicapai

dengan biaya yang murah, waktu singkat, dan tidak banyak membuang energi.

Di dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik seringkali dijumpai adanya

biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh warga pengguna untuk diberikan kepada

pegawai Kelurahan Kebagusan agar dapat dilayani dengan cepat dan tidak bertele-tele.

Hal ini menyebabkan harga pelayanan publik menjadi semakin mahal pada hal

seharusnya sudah ada ketentuan harganya atau malahan gratis. Biaya tambahan

tersebut sering di interpretasikan oleh pegawai Kelurahan sebagai ucapan terima kasih

atas pelayanan yang telah mereka berikan.

Gejala efisiensi pelayanan publik juga nampak pada beberapa bidang pelayanan

seperti pembuatan dan pembaharuan KTP, ijin mendirikan bangunan, ijin usaha bisnis,

sertifikasi tanah, akte kelahiran dan retribusi ganda yang ditarik dari warga sehingga

semuanya menirnbulkan ekonomi biaya tinggi. Fenomena seperti ini merebak di era

otonomi daerah karena setiap daerah memiliki kecenderungan untuk berupaya

meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) dengan memungut dana dari masyarakat.

Efisiensi pelayanan publik adalah perbandingan terbaik antara input dan output

pelayanan. Secara ideal, pelayanan akan efisien apabila pegawai pelayanan dapat

menyediakan input pelayanan, seperti biaya murah dan waktu pelayanan cepat

sehingga meringankan masyarakat pengguna jasa. Demikian pula pada sisi output

pelayanan, pegawai pelayanan publik secara ideal harus dapat memberikan produk

pelayanan yang berkualitas, terutama dari aspek biaya dan waktu pelayanan. Efisiensi

pada sisi input dipergunakan untuk melihat seberapa jauh kemudahan akses publik

terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan.


Akses publik terhadap pelayanan dipandang efisien apabila publik memiliki

jaminan atau kepastian menyangkut biaya pelayanan.Kepastian biaya pelayanan yang

harus dikeluarkan oleh publik merupakan indikator penting untuk melihat intensitas

korupsi dalam sistem layanan.Pegawai pelayanan publik yang korup akan ditandai oleh

besarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa dalam mengakses

layanan. Masyarakat Kelurahan Kebagusan, dengan demikian, harus mengeluarkan

biaya ekstra untuk dapat memperoleh pelayanan yang terbaik dari pegawai pelayanan

publik, padahal secara prinsip seharusnya pelayanan terbaik harus dapat dinikmati oleh

publik secara keseluruhan.

Demikian pula efisiensi pelayanan dari sisi output, dipergunakan untuk melihat

pemberian produk pelayanan oleh pegawai pelayanan publik tanpa disertai adanya

tindakan pemaksaan kepada publik untuk mengeluarkan biaya ekstra.

Apabila kemudian muncul upaya untuk memperbaiki efisiensi pegawai pelayanan

publik Kelurahan Kebagusan secara menyeluruh mulai dari input, proses dan output

pelayanan, diduga dapat meningkatkan efektivitas kerja pegawai Kelurahan Kebagusan

dalam melayani kebutuhan dan keinginan masyarakat di kelurahannya.

Berdasarkan berbagai pemikiran itu, mendorong penulis melakukan penelitian

tentang pengaruh efisiensi pelayanan publik terhadap efektivitas kerja pegawai

Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Kota Administrasi Jakarta Selatan,

Provinsi DKI Jakarta.

B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, diperoleh beberapa identifikasi

masalah yang terkait dengan topik penelitian ini yaitu:

1. Belum terwujudnya Efektivitas kerja pegawai di Kelurahan Kebagusan, kurang


efesien dan efektif dalam bekerja bahkan prestasinya menurun;
2. Banyaknya pegawai yang datang tidak tepat waktu.
3. Kurang memahami tupoksi pegawai dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
4. Fasilitas kerja yang diperlakukan untuk bekerja oleh pegawai Kelurahan
Kebagusan kurang memandai.
5. Rendahnya disiplin kerja pegawai Kelurahan Kebagusan sangat berpengaruh
terhadap efektif kerja pegawai.
6. Kualitas pegawai Kelurahan Kebagusan dalam pelayanan publik yang kurang
memadai berpengaruh terhadap kualitas kerja pegawai Kelurahan.
7. Efisiensi pelayanan publik menyebabkan efektivitas kerja pegawai Kelurahan
Kebagusan belum maksimal.

C. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut di atas, supaya

penelitian ini lebih fokus pada masalah keefektifan pegawai Kelurahan Kabagusan

dalam menyelenggarakan pelayanan publik, dan dapat direncanakan dengan baik,

maka dibatasi hanya pada aspek efesiensi pelayanan publik sebagai variabel bebas

(X), dan efektivitas kerja pegawai Kelurahan Kebagusan sebagai variabel terikat (Y).

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah,dan

pembatasan masalah tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dapat penulis
rumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah terdapat Pengaruh Efesiensi

Pelayanan Publik terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan Kebagusan.

E. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat Pengaruh

Efesiensi Pelayanan Publik terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan Kebagusan,

Kecamatan Pasar Minggu Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.

2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mengetahui seberapa kuat atau besar

pengaruh efesiensi pelayanan publik terhadap efektivitas kerja pegawai Kelurahan

Kebagusan.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini diharapkan berguna bagi:

1. Secara Akademis, hasil penelitian ini dalam bentuk skripsi kiranya dapat

digunakan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu

Pemerintahan pada Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN).

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

kebijaksanaan untuk pihak yang berwenang dalam rangka mengambil keputusan

dan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi pihak Kelurahan Kebagusan
tentang pentingnya pelayanan publik yang efisien bagi efektivitas kerja pegawai

Kelurahan Kebagusan.

3. Secara Teoritis, penelitian ini memiliki kegunaan untuk mengembangkan Ilmu

Pemerintahan dan Sumber Daya Aparatur Pemerintah.

4. Secara Individu, digunakan sebagai bahan pembelajaran atau modal untuk terjun

secara langsung di Kelurahan.

5. Secara Aplikatif, diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna dan dapat

diaplikasikan di Pemerintahan Daerah Kabupaten Yahukimo.

BAB II

KERANGKA TEORITIS

1. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Pemerintah dan Pemerintahan

1. Pengertian Pemerintah

Menurut pendapat C.F. Strong dalam Suradinata, pemerintahan dalam arti luas

mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, baik

kedalam maupun keluar. Yang pertama, harus mempunyai kekuatan tentara atau

kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang. Kedua, harus mempunyai

kekuatan legislatif dalam arti membuat undang-undang dan ketiga harus mempunyai

kekuatan finansial.1
Masih menurut Suradinata, pemerintah adalah organisasi yang mempunyai

kekuatan besar dalam suatu Negara menyangkut urusan masyarakat, teritorial, dan

urusan kekuasaan dalam rangka mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan

adalah proses kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.2

27
endapat lain disampaikan oleh Sayre dalam Suradinata, bahwa pemerintahan adalah
lembaga negara yang terorganisir yang memperhatikan dan menjalankan
kekuasaannya, tetapi tidak menyebutkan nama-nama kekuasaan atau kekuatan pada
instansi tertentu.3
Sedangkan menurut Sumendar dalam Syafei, pemerintah sebagai badan yang

penting dalam rangka pemerintahannya. Pemerintah mesti memperhatikan ketentraman

dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan, serta pendapat rakyat, kebutuhan dan

kepentingan masyarakat, pengaruh lingkungan, pengaturan komunikasi, peran serta

seluruh lapisan masyarakat, serta keberadaan legitimasi.4

Menurut Fener dalam Syafei, pemerintah harus mempunyai kegiatan yang

berlangsung terus menerus di wilayah negara, pejabat yang memerintah dan cara,

metode serta sistem dari pemerintah terhadap masyarakatnya.5 Pada sisi lain, menurut

Arief Budiman, Pemerintah merupakan lembaga eksekutif negara. Pemerintah meliputi

aparat birokrasi teknis (birokrasi dalam pengertian sempit) maupun para politisi dan

negarawan yang menjadi pucak pemimpin lembaga-lembaga negara. Pemerintah

merupakan aspek personel negara; dia adalah faktor manusia dari negara.6

2. Pengertian Pemerintahan
Menurut Suradinata, pemerintahan adalah proses kegiatan yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Pandangan tentang pemerintahan tersebut sangat

luas, karena semua aktifitas kegiatan negara digerakkan dalam rangka memberikan

kesejahteraan dan rasa aman pada masyarakat. Proses tersebut melibatkan lembaga

militer, kepolisian, fungsi legislatif, keuangan dan penegakan hukum yang berkeadilan

dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, menumbuh-kembangkan

peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang pembangunan bagi

kepentingan bangsa.7

Sedangkan Rasyid berpendapat bahwa pemerintahan selalu dilihat sebagai

perpaduan antara aturan main (konstitusi, hukum, etika), lembaga-lembaga yang

berwenang mengelola serangkaian kekuasaan (eksekutif, legislatif, judikatif), serta

sejumlah birokrat dan pejabat politik sebagai pelaku dari dan penanggung jawab atas

pelaksanaan kewenangan-kewenangan tersebut.8

Pakar lain yaitu Nawawi, mengatakan bahwa negara atau pemerintahan sebagai

organisasi non profit berfungsi memberikan pelayanan pada setiap dan semua individu

sebagai masyarakat (public service) dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing.

Pemerintahan yang bersifat non profit berfungsi sebagai pelaksana pembangunan

untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat/rakyatnya. Dalam

menjalankan fungsi yang bersifat non profit itu, pemerintah membentuk berbagai

lembaga yang lebih kecil, agar berjalannya fungsi pelayanan masyarakat (public

service) dan pembangunan, yang diantaranya diorientasikan menurut aspek-aspek

kehidupan seperti pendidikan, sosial, kesehatan, hukum, agama dan lain-lainnya.9


3. Sintesis Pemerintah dan Pemerintahan

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan pemerintah adalah

sekelompok orang yang beraktifitas menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan

pemerintahan adalah institusi yang memiliki kekuasaan yang legitimasi melaksanakan

segala undang-undang. Dengan demikian, pengertian pemerintah dan pemerintahan

adalah sekelompok orang yang memiliki kekuasaan yang legitimasi dalam

melaksanakan segala undang-undang.

2. Hakikat Efisiensi Pelayanan Publik

1. Pengertian Efisiensi

Kermally mengatakan bahwa: “Effiency is doing the thing right wherea

seffectivness is doing the right thing right”. (Efisiensi adalah melakukan sesuatu dengan

benar, sedangkan efektivitas adalah melakukan sesuatu yang benar). 10

Sedangkan menurut Drucker dalam Stoner, Freeman dan Gillbert, efisiensi

adalah kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumbar daya dalam mencapai

tujuan organisasi atau dengan kata lain yaitu melakukan sesuatu dengan tepat.

Efisiensi adalah meminimalkan sumber daya, dana, sarana dan perasarana, untuk

menghasilkan barang atau jasa tertentu.11

Menurut Robbins dalam Kaloh, ada dua hal pokok yang terkait dengan

pengertian efisien adalah sebagai berikut: (1) proses dan lingkungan yang terjadi

membuat kegiatan dapat berjalan dengan biaya murah; (2) faktor utama yang penting

diperhatikan adalah mencapai tujuan dengan biaya minimal.12


2. Pengertian pelayanan

Menurut Kotler dalam Lukman, pelayanan adalah suatu kegiatan yang

mengungtukan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan

meskipun hasilnya tidak terkait pada satu produk secara fisik.13

Zein Badudu, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang

terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara

fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.14

Menurut H.A.S Moenir, berpendapat bahwa pelayanan adalah proses

pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, maka manusia berusaha baik melalui orang lain maupun aktivitas

sendiri.15

Kemudian menurut Soetopo, mendefinisikan pelayanan sebagai suatu usaha

untuk membantu menyampaikan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. 16

3. Pengertian publik

Menurut Zain Badudu, istilah publik berasal dari bahasa inggris public yang

berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi

bahasa indonesia baku menjadi publik yang berarti umum, orang banyak, ramai.

Padanan kata yang tepat digunakan adalah praja yang sebenarnya bermakna rakyat

sehingga lahir istilah pamong praja yang berarti pemerintah yang melayani kepentingan

seluruh rakyat17.
Menurut Syafiie dan kawan-kawannya, mendefinisikan bahwa publik adalah

sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan

tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki. Oleh

karena itu pelayanan publik diartikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan

terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam

suatu kumpulan atau kesatuan, menawarkan meskipun hasilnya tidak terkait pada

produk sesuatu secara fisik.18

Dikaitkan dengan pelayanan, menurut Kepmenpan No, 63/KEP/M.PAN/7/2003,

pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima

pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan

demikian pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat

oleh penyelenggara negara.19

4. Sintesis Efisiensi Pelayanan publik

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa efesiensi pelayanan publik adalah kemampuan meminimalkan penggunaan

sumbar daya secara benar dan tepat dalam pemenuhan keinginan dan kebutuhan

masyarakat,dengan ditandai beberapa indikator yaitu: hemat, benar, tepatwaktu,

kebutuhan, kepuasan.

3. Hakikat Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

1. Pengertian Efektivitas
Drucker dalam Handoko, mengatakan bahwa efektifitas adalah melakukan

pekerjaan yang benar (doing the right thing), sedangkan efesiensi adalah melakukan

pekerjaan dengan benar (doing thing right).20

Menurut Mahsun, bahwa efektivitas (hasil guna) merupakan hubungan antara

keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai.Pengertian efektivitas ini pada

dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan.21

Menurut pendapat Rivai, Veithzal, yang di maksudkan dengan efektif adalah

sikap, gerakan tingkah laku, siap yang elok, gerak gerik yang bagus, kekuatan

kesanggupan untuk berbuat baik.22

Rothwell berpendapat bahwa efektifitas sebagai salah satu prinsip manajemen

dapat diartikan sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai dengan hasil yang

diharapkan. Sedangkan efisien sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai dengan

usaha yang dikeluarkan.23

Menurut Ermaya, efektivitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati

atas usaha bersama. Tingkat pencapaian sasaran itu menunjukan tingkat efektivitas.24

2. Pengetian Kerja

Kartini Kartono, mengatakan kerja merupakan aktivitas dasar dan bagian

esensial dari kehidupan manusia. Sama dengan kegiatan permainan bagi anak-anak,

maka kerja memberikan kesenangan dan arti tersendiri dari kehidupan manusia,sebab

kerja itu memberikan status kepada seseorang, dan mengikatkan diri sendiri dengan

individu-individu lain dalam masyarakat.25


Menurut Anoraga, ketenangan dan kegairahan kerja pegawai dipengaruhi oleh

dua faktor yaitu (1) faktor kepribadian dan kehidupan emosional pegawai itu sendiri. (2)

faktor luar terdiri dari faktor lingkungan rumah, keluarga dan lingkungan kerjanya. Kerja

merupakan aktivitas sosial yang memberikan bobot dan isi kepada kehidupan. 26

Hersey dalam Wibowo, menjelaskan, kerja ditentukan oleh tujuan yang hendak

dicapai dan untuk melakukannya diperlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk

mencapai tujuan, kerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi

indikator utama dari kerja. Namun, kerja memerlukan adanya dukungan lain yaitu:

sarana, kompetensi, peluang, standar, dan umpan balik27

3. Pengertian Pegawai

Menurut Ermaya, yang medefinisikan pegawai adalah manusia atau orang yang

melaksanakan suatu pekerjaan pada suatu organisasi, baik pemerintah maupu swasta,

dan karena jasa dan pekerjaan itu, maka mereka memperoleh upah atau gaji. Lebih

lanjut Ermaya menambahkan bahwa dalam kenyataan sehari-hari seseorang akan

melakukan suatu kerjaapabila terdorong oleh suatu tujuan untuk memperoleh hasil

yang dapat memenuhi kebutuhan pribadinya.28

Menurut Soedardjat, pegawai adalah manusia yang sedang melakukan aktivitas

atau kegiatan akan dituntut kreaktivitasnya, dan setiap pegawai atau pejabat harus

memiliki 4 CT: cepat tanggap,cepat temu, cepat tindak, dan cepat tuntas.29

4. Pengertian Kelurahan

Menurut Daeng Sudirwo, kepala kelurahan atau Lurah adalah penyelenggara

dan penanggung jawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan


kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, urusan

pemerintahan umum termasuk pembinaan ketentraman sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang belaku.30

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 127

berbunyi:

1). Kelurahan dibentuk di wilayah Kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah;
2). Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan dari Bupati/Walikota (kewenangan delegatif).
3). Selain kewenangan delegatif, Lurah mempunyai tugas :

1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;


2. Pemberdayaan masyarakat;
3. Pelayanan masyarakat;
4. Penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.

4). Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari Pegawai Negeri Sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

5). Dalam melaksanakan tugas, Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui
Camat.
6). Lurah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Perangkat Kelurahan.
7). Perangkat Kelurahan bertanggung jawab kepada Kelurahan.

5. Sintesis Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

Dari berbagai teori di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud

dengan efektivitas kerja pegawai Kelurahan adalah kemampuan pegawai Kelurahan


dalam menampilkan kualitas kinerjanya secara tepat guna yang ditandai dengan

beberapa indikator seperti: tepatguna, tanggungjawab, tujuan, motivasi, dan semangat.

2. Kerangka Pemikiran

Pengaruh Efisiensi Pelayanan Publik Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai


Kelurahan
Efesiensi pelayanan publik adalah penilaian terbaik antara input dan output

pelayanan. Secara ideal, pelayanan publikakan efisien apabila pegawai pelayanan

publik dapat menyediakan input pelayanan, seperti biaya murah dan waktu pelayanan

cepat sehingga meringankan masyarakat Kelurahan Kebagusan pengguna jasa.

Demikian pula dari sisi output pelayanan publik, pegawai pelayanan publik secara ideal

harus dapat memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama dari aspek

beaya dan ketepatan waktu pelayanan.

Efisiensi pada sisi input digunakan untuk melihat seberapa jauh kemudahan

akses publik terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan. Akses publik terhadap

pelayanan publik dipandang efisien apabila publik memiliki jaminan atau kepastian

menyangkut biaya pelayanan yang harus dikeluarkan oleh publik dan merupakan

indikator penting untuk melihat intensitas korupsi dalam system layanan publik.

Pegawai pelayanan publik yang korup akan ditandai oleh besarnya biaya ekstra yang

harus dikeluarkan oleh pengguna jasa dalam mengakses layanan.

Demikian pula efisiensi pelayanan publik dari sisi output, digunakan untuk

melihat pemberian produk pelayanan oleh pegawai pelayanan publik tanpa disertai

adanya tindakan pemaksaan kepada publik untuk mengeluarkan biaya ekstra


pelayanan, seperti suap, sumbangan sukarela, dan berbagai pungutan dalam proses

pelayanan publik yang sedang berlangsung.

Salah satu bentuk keberhasilan pegawai pelayanan publik dalam melakukan

pekerjaannya adalah efektivitas penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan demikian

agar efektivitas pelayanan publik yang doperoleh pegawai pelayanan publik dapat

optimal maka pegawai pelayanan publik harus dapat bekerja se efektif dan se efisien

mungkin.

Efesiensi pelayanan publik oleh pegawai pelayanan publik digunakan sebagai

salah satu alat untuk mengukur seberapa jauh efektivitas kerja pwgawai pelayanan

publik dalam memeberi pelayanan kepada publik, sehingga jika pelayanan kepada

publik bias lebih efisien, maka akan meningkat pula efektivitas kerja pegawai dalam

melayani kebutuhan publik. Demikian juga sebaliknya, jika pelayanan publik tidak

efesien, efektivitas kerja pegawai kelurahan kebagusan dalam menyelenggarakan

publik juga akan menurun.

Dari uraian diatas dapat diduga bahawa terdapat pengaruh positif efisiensi

pelayanan publik terhadap efektivitas kerja pegawai kelurahan. Atau dengan perkataan

lain makin efisiensi pelayanan publik, maka makin efektif pula pegawai kelurahan dalam

kerjanya melayani publik, dan sasaran (goal) yang ingin dicapai Kelurahan Kebagusan

yaitu terwujudnya kinerja pegawai Kelurahan Kebagusan yang prima seperti gambar di

bawah ini :

Gambar 2.1:
Kerangka Pemikiran
efesiensi pelayanan publik (X)

Efisiensi Pelayanan Publik


(X)

Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan


(Y)

Sasaran (Goal)

Kinerja
Pegawai Kelurahan Kebagusan
Prima

3. Pengajuan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka dapat

diajukan sebuah hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara terhadap masalah

penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai berikut: “Terdapat pengaruh

positif efisiensi pelayanan publik terhadap efektivitas kerja pegawai Kelurahan.”

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik survei, sebagai bagian metode deskriptif

untuk sejumlah informasi yang dikumpulkan berdasarkan pada suatu gejala yang terjadi

pada saat penelitian dilaksanakan.Usaha mendeskripsikan fakta-fakta yang diperoleh

pada tahap permulaan tertuju pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap

di dalam aspek yang diselidiki, agar jelas keadaan atau kondisinya dan bersifat

penemuan fakta-fakta seadanya (fact finding). Penemuan gejala-gejala tersebut berarti

juga menunjukkan distribusinya dan mengemukakan hubungannya satu dengan yang

lain di dalam aspek-aspek yang diselidiki.31

Survei juga dipandang sesuai untuk mengumpulkan informasi atau data yang

dipakai untuk menentukan pengaruh timbal balik antara berbagai variabel yang diteliti

pada saat penelitian.

Melalui penelitian ini akan dapat diketahui secara obyektif bagaimana pengaruh

efisiensi pelayanan publik terhadap efektivitas kerja pegawai Kelurahan Kebagusan,

Kecamatan Pasar Minggu Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Dari

uraian tersebut diatas, dapat dikemukakan model konstelasi penelitian seperti di bawah

ini.

Gambar 3.1:
Model Konstelasi Penelitian
ε

(X)

(Y)

Keterangan

X = Efesiensi Pelayanan Publik (variabel bebas)


Y = Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (variabel terikat)
ε = Epselon yaitu variabel bebas lain yang tidak diteliti, yang berpengaruhi terhadap variabel
terikat (Y).

B. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini, populasi target atau sasaran yaitu keseluruhan penduduk

Kelurahan Kebagusan, yang terdiri dari masyarakat dan pegawai Kantor Kelurahan
Kebagusan Jakarta Selatan yang berjumlah 30.555 jiwa (dokumentasi Kelurahan

Kebagusan, 2011). Sedangkan populasi terjangkaunya adalah populasi yang telah

homogen yaitu pegawai Kantor Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan dan para Ketua

RW dan RT KelurahanKebagusan.

2. Sampel

Menurut Arikunto, jika hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka

penelitian tersebut di sebut penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil dari

populasi yang diteliti yang telah dihomogenkan. Dinamakan penelitian sampel apabila

kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. 32

Berdasarkan teori diatas maka populasi harus di homogenkan lebih dahulu, yaitu

terdiri para Ketua RW dan RT kelurahan Kebagusan yang terdiri dari 8 RW dan 87

RTyang diasumsikan telah homogen karena mereka adalah tokoh masyarakat yang

mampu menilai dan mengkritisi jalannya pemerintahan kelurahan Kebagusan dan juga

berperan sebagai perpanjangan tangan dari kelurahan ke masyarakat dan

perpanjangan tangan dari masyarakat ke kelurahan Kebagusan, ditambah pegawai

kelurahan Kebagusan sebanyak 14 orang.

Agar hasilnya baik, berkualitas, dan valid, untuk penelitian ditetapakan 30

responden yang diambil dari para ketua RW dan RT kelurahan Kebagusan sebanyak

25 orang ditambah dengan pegawai kelurahan Kebagusan selain Lurah sebanyak 5

orang.

3. Teknik Pegambilan Sampel


Menurut Arikunto, langkah pertama teknik pengambilan sampel dilakukan secara

cluster sampling (sampel pengelompokan) yaitu mengelompokkan pegawai Kelurahan

Kebagusan dan ketua RW dan RT kelurahan Kebagusan. Kedua kelompok tersebut

sudah homogen dari aspek profesinya dan terakhir menggunakan simple random

sampling (sampel acak sederhana).33

Gambar 3.2:
Skema Teknik Pengambilan Sampel
Populasi Kelurahan Kebagusan
(30.555)

Sampel Pengelompokan (Cluster Sampling

Pegawai Kelurahan Kebagusan


(14)

Warga Kelurahan Kebagusan


(30.541)

Dihomogenkan

Pegawai Kelurahan Kebagusan (14)

Ketua RW dan RT Kebagusan (95)


Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)

Sampel Pegawai Kelurahan Kebagusan (5)

Sampel Ketua RW dan RT Kebagusan (25)

Sampel Penelitian
(30)

C. Teknik Pengumpulan Data

Data berbentuk skor yang diperlukan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua

jenis data, yaitu (1) skor yang berhubungan dengan Efesiensi Pelayanan Publik

(variabel bebas), dan (2) skor yang berhubungan dengan Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (variabel terikat).

Untuk mendapatkan skor variabel bebas dan variabel terikat tersebut, dijaring

dengan menggunakan instrumen skala empat dari Likert berupa kuesioner yang

disusun khusus untuk itu yang mencerminkan indikator masing-masing. Teknik


pengumpulan data dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara)

dan angket (kuisioner).

Dalam mengumpulkan data sebagaimana telah disampaikan terdahulu, peneliti

bekerja sama dan didampingi oleh staf Kelurahan Kebagusan. Sebelum kuesioner

disebarkan, kepada para responden yang akan mengisi dijelaskan secara teknis

pelaksanaan dan prosedur pengisian secara benar.

4. Deskripsi Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang di teliti atau diukur yaitu Efesiensi

Pelayanan Publik sebagai variabel bebas (X), dan Efektivitas Kerja Pegawai kelurahan

sebagai variabel terikat (Y).

1. Variable Efesiensi Pelayanan Publik

1. Definisi Konseptual Efesiensi Pelayanan Publik.

Efesiensi Pelayanan Publik adalah kemampuan meminimalkan penggunaan

sumbar daya secara benar dan tepat dalam pemenuhan keinginan dan kebutuhan

masyarakat,dengan ditandai beberapa indikator yaitu: hemat, benar, tepatwaktu,

kebutuhan, kepuasan.

2. Definisi Operasional Efesiensi Pelayanan Publik.

Skor Efesiensi Pelayanan Publikyang di perolehdari 30 responden yang terdiridari

5 orang pegawai Kelurahan Kebagusandan 25 orang ketua RW dan RT yang diukur


dengan menggunakan instrument berbentuk 4 skala Likert yang terdiri atas 20 butir

pernyataan yang ditandai oleh beberapa indikator yaitu : hemat, benar, tepatwaktu,

kebutuhan, kepuasan.

3. Kisi-kisi Instrumen Efisiensi Pelayanan Publik.

Data penelitian tentang Efesiensi Pelayanan Publik disusun dengan skala 1

sampai 4 dari Likert. Skor 1 sebagai skor Efesiensi Pelayanan Publik yang terendah,

dan skor 4 untuk skor Efesiensi Pelayanan Publik yang tertinggi. Sebaran butir

instrumen sebagaimana dimaksud pada skor di atas, dibangun dengan mengacu pada

kisi-kisi yang disusun berdasarkan sintesis dari sejumlah teori yang mendasari variabel

Efesiensi Pelayanan Publik. Kisi-kisi yang ditampilkan merupakan matriks dari variabel

dan indikator serta sebaran butir instrumen. Dari matriks ini tercatat 20 butir yang

digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan sejumlah data dari responden. Berikut

dapat dilihat kisi-kisi variabel Efesiensi Pelayanan Publik yang digunakan dalam

penelitian ini.

Tabel 3.1:
Kisi-kisi Variabel Efisiensi Pelayanan Publik (X)

Variabel Indikator Nomor Butir JmlButir

Hemat 1.2.3.4 4

Benar 5.6.7.8. 4
Efisiensi Pelayanan publik
Tepatwaktu 9.10.11.12. 4
(X)
Kebutuhan 13.14.15.16. 4

Kepuasan 17.18.19.20. 4
Jumlah 20 20

2. Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

1. Definisi Konseptual Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan adalah kemampuan pegawai Kelurahan

dalam menampilkan kualitas kinerjanya secara tepatguna yang ditandai dengan

beberapa indikator seperti: tepatguna, tanggungjawab, tujuan, motivasi, dan semangat.

2. Definisi Operasional Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

Skor Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan yang di peroleh dari 30 responden yang

terdiri dari 5 orang pegawai Kelurahan Kebagusan dan 25 orang ketua RW dan RT

yang diukur dengan menggunakan instrument berbentuk 4 skala Likert yang terdiri atas

20 butir pernyataan yang ditandai oleh beberapa indikator yaitu: tepatguna,

tanggungjawab, tujuan, motivasi, dan semangat.

3. Kisi-kisi Instrumen Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

Data penelitian tentang efektivitas kerja pegawai Kelurahan disusun dengan

skala 1 sampai 4 dari Likert. Skor 1 sebagai skor efektivitas kerja pegawai Kelurahan

yang terendah, dan skor 4 untuk skor efektivitas kerja pegawai Kelurahan yang

tertinggi.

Sebaran butir instrumen sebagaimana dimaksud pada skor di atas, dibangun

dengan mengacu pada kisi-kisi yang disusun berdasarkan sintesis dari sejumlah teori
yang mendasari variabel efektivitas kerja pegawai Kelurahan.Kisi-kisi yang ditampilkan

merupakan matriks dari variabel dan indikator serta sebaran butir instrumen. Dari

matriks ini tercatat 20 butir yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan

sejumlah data dari responden.

Berikut dapat dilihat kisi-kisi variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan yang

digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.2:
Kisi-kisi Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

Variabel Indikator Nomor Butir JmlButir

Tepatguna 1.2.3.4 4
Efektivitas Kerja
Pegawai kelurahan Tanggungjawab 5.6.7.8 4
(Y)
Tujuan 9.10.11.12 4

Motivasi 13.14.15.16 4

Semangat 17.18.19.20 4

Jumlah 20 20

E. Teknik Analisis Data

Teknik untuk menganalisis data yang telah terkumpul dilakukan sebagai berikut :

1. Data ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu

dengan mendeskripsikan data untuk masing-masing variabel secara parsial.

Statistik deskriptif yang digunakan adalah mean (rata-rata hitung / empirik),

median (nilai tengah) dan modus (nilai yang fekuensinya lebih besar).

2. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan statistik inferensial untuk

menguji hipotesis.
1. Untuk menguji linearitas pengaruh variabel (X) terhadap (Y), menggunakan

persamaan regresi sederhana, dengan rumus :Ŷ= a + b X

2. Untuk menguji kekuatan pengaruh variabel (X) terhadap (Y), menggunakan

koefisien korelasi product moment dari Pearso ndengan rumus

3. Untuk menguji besarnya pengaruh variabel (X) terhadap (Y), menggunakan

koefisien determinasi dengan rumus kuadrat dari rxy yaitu r2xy atau dengan

rumus KD = ( r2 )

4. Untuk menguji signifikansi variabel (X) atas (Y) menggunakan pengujian t-hitung

dengan rumus

F. Lokasi dan Jadwal Penelitian

1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pengaruh Efesiensi Pelayanan Publik terhadap Efektivitas Kerja

Pegawai Kelurahan dilaksanakan di Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu,

Kota Administrasi Jakarta Selatan,Provinsi DKI Jakarta. Guna memperjelas, di bawah

ini ditampilkan peta Kelurahan Kebagusan,

Gambar 3.3
PETA WILAYAH KELURAHAN KEBAGUSAN

Tabel 3.3:
Jadwal Penelitian

Tahun 2011 - 2012


No. Kegiatan
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Bimbingan
Penyusunan
Skripsi
2. Penyusunan
Usulan Penelitian
3. Penyusunan
Instrumen
Penelitian
4. Sidang
UsulanPenelitian
5. Pengumpulan
Data
6. Analisis Data
7. Penyempurnaan
Skripsi
8. Sidang Skripsi
9. Wisuda

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab IV ini menguraikan hasil penelitian, pengolahan data dengan

mengunakan metode penelitian kuantitatif yaitu menggunakan teknik korelasional

secara statitik deskriptif . Menurut Sogiyono statitik deskriptif adalah statistik yang

mendeskripsikan atau menggambarkan obyek yang diteliti mulai data sampel

sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis yang berilaku untuk umum. 34

Hasil penelitian tentang pengaruh Efesiensi Pelayanan Publik sebagai variabel

bebas (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan sebagai variabel terikat (Y)

diKelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Kota Administrasi Jakarta Selatan,

Provinsi DKI Jakarta akan disajikan sebagai berikut: yang pertama menguraikan

gambaran umum Kelurahan Kebagusan dan kedua akan mengolah hasil penelitian

dengan statistik dan membahasnya untuk menguji apakah hipotesis penelitian yang
menyatakan terdapat pengaruh positif Efesiensi Pelayanan Publik (X) terhadap

Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) di Kelurahan Kebagusan ternyata benar.

55

1. Gambaran Umum Kelurahan Kebagusan

1. Pemerintahan Kelurahan Kebagusan

Pemerintahan Kelurahan Kebagusan sebagai penyelenggaraan dan penanggung

jawab utama dibidang pemerintahan Kelurahan Sebagai tindak lanjut Peraturan

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Nomor : 147 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan yang diantaranya mempunyai tugas melaporkan

dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Kelurahan,

Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang belaku, Untuk Pemberdayaan masyarakat;Pelayanan masyarakat;

Penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;Pemeliharaan prasarana dan

fasilitas pelayanan umum. bersama diKelurahan Kebagusan Kecamatan Pasar Minggu,

Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Sedangkan Susunan organisasi kelurahan kebagusan terdiri dari :

1. Lurah
2. Wakil lurah
3. Sekretariat kelurahan
4. Seksi pemerintahan,ketenteraman dan ketetiban
5. Seksi perekonomian
6. Seksi Prasarana dan sarana
7. Seksi kesejahtraan masyarakat
8. Seksi kebersihan dan lingkungan hidup
9. Seksi pelayanan umum
10. Kelompok jabatan fungsional

- kasatgas pol pp
- kepala satuan pelayanan Registrasi kependudukan
- kepala puskesmas

Berdasarkan Susunan organisasi kelurahan kebagusan diatas dapat dilihat

dalam gambar berikut ini:

Gambar 4.1:
Struktur Organisasi Kelurahan Kebagusan Kecamatan Paar Minggu Kota Administrasi
Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta.
LURAH
SUHANTO,S.SOS

WAKIL LURAH
RACHMAT MULYADI,S,Sos

SEKRETARIS
SYOPWANI

KASI KESMAS
BARYATI ENDAH
LESTARI,
BA

KASI PEL

UMUM

YENI ANWAR,

SE

KASI KEBER &

LINGK. HIDUP

SYAFRUDIN PRAWIRA

NEGARA

KASI PEREKO

SUPRIYATINI

KASI PRASARAN

& PRASARANA

UMUM

IDA ROSANTI

KASI PEM & TERTIB

BAYU PASCA SUNGKONO,

S.SOS
2. kondisi georafis.
Luas dan batas wilayah kelurahan kebagusan
Kelurahan kebagusan berada dibagian Selatan Kecamatan Pasar Minggu,

dibentuk berdasarkan surat Keputusan Gubemur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1251

Tahun 1986. tentang pemecahan, penetapan batas, penetapan luas wilayah kelurahan

di DKI Jakarta dan kebutusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 Tahun1989,

Pelaksanaan sejak 1 Nopember 1986. Maka luas Kelurahan Kebagusan pada saat ini

adalah Dengan luas wilayah 226 Ha yang terdiri dari 8 RW dan 87 RT kelurahan

kebagusan merupakan kombinasi daerah pemukiman padat penduduk, pertokoan,

dan.Dengan batas - batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Jl.TB Simatupang/ Kel.Jati padang


2. Sebelah Timur : berbatasan dengan kali baru/ Kecamatan Jagakarsa.
3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan JI.Joe/ Jl. H.Mursid/ Kecamatan
Jagakarsa.
4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Jl. Jati padang Raya/kel.Ragunan.

Dengan rincian sebagai berikut:

1. Perumahan / Pekarangan : 135 Ha


2. Sarana Pendidikan, ibadah dan bangunan. : 40 Ha
3. Jalan Raya : 5 Ha
4. Usaha Pertanian dalam arti lain : 31 Ha
5. Sarana Olahraga : 5 Ha
6. Tanah Pemakaman : 10 Ha
2. Kondisi Demografis

Sebagaimana keadaan kelurahan lainnya.kelurahan kebagusan terdiri dari 8

RW,87 RT.

Kewarga Negaraan :

1. WNI : 30.553 Jiwa

2. WNA : 2 Jiwa

JUMLAH : 30.555 Jiwa


Jenis Kelamin :

1. Laki-laki : 20.344 Jiwa


2. Perempuan : 10.211 Jiwa

Jumlah : 30.555 Jiwa

1. Penduduk Kelurahan Kebagusan .

Kondisi Kelurahan Kebagusan terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan

tingkat pendidikan.sebagian penduduknya tidak mempunyai mata pencaharian yang

tetap, hanya sebagai yang bekerja diperkantoran dan pegawai negeri maupun swasta.
1. Penduduk Kelurahan Kepagusan.

Tabel 4.1:
Penduduk Menurut Umur.

WNI WNA
USIA
No TOTAL
(THN) Lk Pr Jml Lk Pr Jml

1 0-4 3.655 1.274 4.929 - - - 4.929

2 5-9 3.177 1.125 4.302 - - - 4.302

3 10-14 2.215 1.044 3.259 - - - 3.259

4 15-19 2.253 1.036 3.289 - - - 3.289

5 20-24 1.765 1.023 2.788 - - - 2.788

6 25-29 1.173 1.031 2.204 - - - 2.204

7 30-34 1.842 1.025 2.867 - - - 2.867

8 35-39 1.541 951 2.492 - - - 2.492

9 40-44 1.145 885 2.030 - - - 2.031

10 45-49 625 351 976 1 - 1 976

11 50-54 235 174 409 - - - 410

12 55-59 292 92 384 1 - 1 384

13 60-64 162 72 234 - - - 234

14 65-69 126 55 181 - - - 181

15 70-74 82 46 128 - - - 128

16 75keatas 54 27 81 - - - 81
Jumlah 20.342 10.211 30.553 2 - 2 30.555
(Sumber : laporan kelurahan kebagusan 2011)

Tabel 4.2:
Jumlah Penduduk ditiap RW di Kelurahan Kebagusan
WNI WNA

RW Lk Pr Jml Lk Pr Jml Total

01 1.931 1.103 3.034 - - - 3.034

02 1.914 1.268 3.182 - - - 33.182

03 3.126 1.448 4.574 - - - 4.574

04 2.530 1.253 3.783 2 - 2 3.783

05 2.477 1.248 3.725 - - - 3.725

06 2.775 1.286 4.041 - - - 4.041

07 3.566 1.365 4.931 - - - 4.931

08 2.036 1.247 3.283 - - - 3.283

JML 20.335 10.218 30.553 2 - 2 30.555

(Sumber : Laporan Kelurahan kebagusan 2011)

2. Sarana Pendidikan Kelurahan Kebagusan.

Untuk lebih meningkatkan kemampuan sumber daya manusia,sekaligus

manyiapkan generasi penerus bangsa yang handal dan profesional, maka diperlukan

sarana pendidikan yang memandai.

Adapun jumlah sarana pendidikan dan gedung sekolah di kelurahan kebagusan

adalah sebagai perikut:

Tabel 4.3:

Saranan Pendidikan Kelurahan Kebagusan


No. Jenis Saranan Jumlah

1. Kelompok Permainan 1

2. Taman Kanak-Kanak/ TK 10

3. Sekolah Dasar /Sederrajat 10

4. SLTP/ Sederrajat 1

5. SMK /perhotelan 1

6. Penguruan Tinggi -

7. Pondok Pesantren 1

Jumlah 24
(Sumber : laporan kelurahan kebagusan 2011)

Tabel 4.4:
Sarana Kursus /Pendidikan Non Formal diKelurahan Kebagusan

No Macam kursus jumlah

1. Kursus bahasa arab -

2 Kursus bahasa inggris -

3 Kursus mengetik -

4 Kursus computer 1

5 Kursus penjahit 1

6 Kursus catering -

7 Kursus lain-lain 8

Jumlah 10
(Sumber : laporan kelurahan kebagusan 2011)

3. Kondisi sosial budaya, olahraga dan Agama.


1. Sarana kebudayaan /kesenian yang terdapat dalam kelurahan kebagusan antara
lain:

Tabel 4.5:
Sarana Kebudayaan & Kesenian diKelurahan Kebagusan

No. Jenis Jumlah

1. Rebana /Qosidah 5

2. Orkes/Gambus -

3. Seni Reogkerawitan 1

4. Vocal Group -

5. Pencak Silat 1

6. Tari 1

7. Degung -

8. Marawis 5

Jumlah 13

(Sumber : laporan kelurahan kebagusan 2011)

2. Sarana Olahraga Kelurahan Kebagusan.

Sarana dan fasilitas olahraga diKelurahan Kebagusan adalah sebagai berikut:


Tabel 4.6:
Fasilitas Olahraga Kelurahan Kebagusan.

No. Jenis Jumlah

1. Sepak bola kaki 1

2. Bola volli 5

3. Bola basket 2

4. Bulutangkis 11
5. Tenis meja 10

6. Senam 3

Jumlah 31

(Sumber : laporan kelurahan kebagusan 2011)

2. Pelayanan Bidang Agama Kelurahan Kebagusan

Kegiatan pelayanan di Bidang Agama merupakan suatu upaya yang dilakukan

oleh pemerintah Kelurahan Kebagusan kepada masyarakat Memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya dapat dilihat

sebagaimana dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.7:
Jumlah Penduduk Menurut Agama

N0. Agama Jumlah jiwa %

1 Islam 30.359 99,36

2 Kristen Protestan dan Katolik 141 046

3 Hidu Dan Budha 55 018

Jumlah 30.555 100


(sumber : laporan kelurahan kebagusan 2011).

4. Kondisi ekonomi
Adapun sarana ekonomi yang difungsikan untuk memberdayakan perekonomian

masyarakat dikelurahan kebagusan.

Tabel 4.8:
Saranan Perekonomian Kelurahan Kebagusan.

No. Banyaknya Jumlah

1. Pasar 1

2. Toko 40

3 Jasa 17

4. Bengkel 15

5 Swalayan 1

6. Industri 7

7. Warung 151

Jumlah 232
(sumber : laporan kelurahan kebagusan 2011).

5. Saranan Angutan Umum


Adapun Sarana Angutan Umum yang difungsikan untuk pelayanan masyarakat
dikelurahan kebagusan.
Tabel 4.9:
Saranan Angutan Umum Kelurahan Kebagusan

N0. Jenis Kendaraan Jumlah

1. Bus 18

2. Truk 14

3. Minibus/colt 203

4. Sedan 487

5. Sepeda motor 4.892


6. Bajaj -

Jumlah 5. 612
(Sember : Laporan kelurahan kebagusan 2011)

2. Hasil penelitian dan pembahasan

Berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan, dilakukan pengolahan dengan

tabulasi menjadi data mentah,selanjutnya menghitung “distribusi frekuensi” dan

“tendensi sentral” untuk menguji data, terakhir melakukan hipotesis dengan

menggunakan statisti inferensial untuk menguji hipotesis.

1. Untuk menguji pengaruh variabel (X) terhadap (Y), menggunakan persamaan

regresi sederhana, dengan rumus :Ŷ= a + b X.


2. Untuk menguji kekuatan pengaruh variabel (X) terhadap (Y), menggunakan

koefisien korelasi product moment dari Pearson dengan rumus

3. Untuk menguji besarnya kontribusi variabel (X) terhadap (Y), menggunakan

koefisien determinasi dengan rumus kuadrat dari rxy yaitu r2xy atau dengan

rumus KD = ( r2 )

4. Untuk menguji signifikansi variabel (X) atas (Y) menggunakan pengujian t-hitung

dengan rumus

1. Data Mentah Variabel Efesiensi Pelayanan Publik (X) dan Variabel


Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

Data menta atau skor jawaban kunisioner variabel Pengaruh Efesiensi Pelayanan

Publik (X) dan variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) disebut dalam bentuk

tabel bisa dilihat pada lampiran: data mentah variabel (X) dan (Y) halaman 80

2. Distribusi Frekuensi Data


1. Distribusi Frekuensi Data Variabel Efesiensi Pelayanan Publik
(X)

1. Berupa Frekuensi Tunggal


Berupa tabel yang menampilkan skor data menta secara tunggal dari skor

tertinggi sampai terendah sebagai berikut:

Tabel 4.10:
Distribusi Frekuensi Tunggal Variavel Efesiensi Pelayanan Publik (X)

No. Skor Nilai Cacahan Frekuensi

1. 63 III 3

2. 64 I 1

3. 65 I 1

4. 66 IIIIII 6

5. 67 IIIII 5

6. 68 III 3

7. 69 IIIII 5

8. 70 III 3

9. 71 II 2

10. 72 I 1

JUMLAH 30

2. Distribusi Ferkuensi Tunggal Bergolong

Berdasarkan data penilaian diberoleh harga-harga sebagai berikut:

1. Menghitung Rentang Data

Rentang data = data terbesar –data terkecil.

Rentang data =72-63=9


2. Menghitung Banyak Kelas (K)

Banyak kelas (k) =1+3,3. Log n =1+,3. Log 30 =1+(3,3x1,48)=1+4,884=5,884 (dibulatkan

menjadi 5).

3. Menhitung Panjang Klas (P)

Panjang kelas (p) =9/5=1,80(dibulatkan menjadi 2).

4. Menyusun Interval Klas

Setelah menemukan hasil hasil dari rentang data, banyak klas,panjang klas maka

susunan interval klas adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11:
Interval Kelas Efesiensi Pelayanan Publik (X)

Banyak
Interval Kelas Titik Tengah Frekuensi Absolut
Kelas

1 66-64 63 4

2 65-66 65 7

3 67-68 67 8

4 69-70 69 8

5 71-72 71 3

Jumlah 30

3. Distribusi Ferkuensi Kumulatif


Menghitung frekuensi kumulatif : menjumlahkan frekuensi kelas yang
persangkutan ditambah dengan frekuensi kelas dibawahnya.

Tabel 4.12:
Distribusi Frekuensi Kumulatif Efesiensi Pelayanan Publik (X)

Banyak Kelas Frekuensi Frekuensi Persentase


Kelas Interval Absolut Kumulatif Relatif

1 63-64 4 4 13,33%

2 65-66 7 11 63,66%

3 67-68 8 19 63,33%

4 69-70 8 27 90,33%

5 71-72 3 30 100%

30

4. Distribusi Frekuensi Relatif

Menghitung frekuensi relatif : membagi frekuensi absolut dengan jumlah

respodem dikalikan seratus persen.

Tabel 4.13:

Distribusi Frekuensi Relatif Efesiensi Pelayanan Publik (X)

Banyak Kelas Frekuensi Frekuensi


Titik Tengah
Kelas Interval Absolut Relatif

1 63-64 63 4 13,33%

2 65-66 65 7 23,33%

3 67-68 67 8 26,66%

4 69-70 69 8 26,66%

5 71-72 71 3 10%

Jumlah 30

5. Distribusi Ferkuensi Efesiensi Pelayanan Publik (X)


Dari perhitung distribusi frekuensi absolut, frekuensi relatif dan frekuensi

kumulatif, digambarkan dalam tabel dibawah ini.


Tabel 4.14:
Distribusi Frekuensi Efesiensi Pelayanan Publik (X)

Banyak Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Frekuensi


Kelas Absolut Relatif Kumulatif

1 63-64 4 13,33% 13,33%

2 65-66 7 23,33% 63,66%

3 67-68 8 26,66% 63,33%

4 69-70 8 26,66% 90,33%

5 71-72 3 10% 100%

30

Distribusi frekuensi Variabel Efesiensi Pelayanan Publik (X) juga dapat

digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut:

Gambar 4.2 Grafik Histogram Variavel Efesiensi Pelayanan Publik (X)

b. Distribusi Frekuensi Data Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)


1. Distribusi Frekuensi Tunggal

Berupa tabel yang menampilkan skor data mentah secara tunggal dari skor tertinggi

sampai terendah.

Tabel 4.15:
Distribusi Frekuensi Tunggal Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

No. Skor Nilai Cacahan Frekuensi

1. 66 IIII 4

2. 67 III 3

3. 68 II 2

4. 69 IIII 4

5. 70 IIII 4

6. 71 IIIIIIIIII 10

7. 72 II 2

8. 73 I 1

Jumlah 30

2. Distribusi Frekuensi Bergolong


Berdasarkan data penelitian diperoleh harga-harga sebagai berikut:

1. Menghitung rentang data

Rentang data = data terbesasr –data terkecil.

= 73-66 =7

2. Menghitung banyak kelas (k)


Banyak kelas (k) = 1+3,3 log n=1+(3,3x1,48) = 1+4, 884=5,884

(dibulatkan menjadi 4).

3. Menghitung panjan klas (p)

Panjang klas (p) = rentang data dibagi banyak klas. Panjang klas (p) = 7 : 5 = 14

(dibulatkan menjadi 2).

4. Menyusun interval klas

Setelah menemukan hasil rentang data, banyak klas, panjang klas maka susunan

interval klas adalah sebagai berikut:

Tabel 4.16:
Interval Kelas Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

Frekuensi
Banyak Klas Interval Klas Titik Tengah
Absolut

1 66-67 66 7

2 68-69 68 6

3 70-71 70 14

4 72-73 72 3

Jumlah 30

3. Distribusi Ferkuensi Kumulatif.


Menghitung frekuensi kumulatif : menyumlahkan frekuensi kelas yang

bersangkutan ditambah dengan frekuensi kelas dibawahnya.

Tabel 4. 17:
Distribusi Frekuensi Kumulatif Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)
Banyak Kelas Frekuensi Frekuensi Persentase
Klas Interval Absolut Kumulatif Kumulatif

′ 66-67 7 7 23,33%

2 68-69 6 13 43,33%

3 70-71 14 27 90%

4 72-73 3 30 100%

30

4. Distribusi Prekuensi Relatif


Menghitung ferkuensi relatif. Membagi frekuensi absolut dengan jumlah
responden dikalikan seratus persen.
Tabel 4 18:
Disteribusi Frekuensi Relatif Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

Banyak Klas Frekuensi Prekuensi


Titik Tengah
Klas Interval Absolut Relatif

1 66-67 66 7 23,33%

2 68-69 68 6 20%

3 70-71 70 14 46,66%

4 72-73 72 3 10%

30 100%

5. Distribusi Frekuensi Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

Dari perhitungan distribusi frenkuensi absolut, frekuensi relatif dan frekuensi

kumulatif, dapat digambarkan seperti dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.19:
Distribusi Frekuensi Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

Banyak Kelas Ferkuensi Frekuensi Ferkuensi


klas interval absolut relatif kumulatif

1 66-67 7 23,33% 23,33%

2 68-69 6 20% 43,33%

3 70-71 14 46,66% 90%

4 72-73 4 10% 100%

30
Distribusi Frekuensi Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) juga

dapat di gambarkan dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut :

bar 4.3. Grafik Hitogram Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

3. Tendesi Sentral

1. Menghitung tendisi sentral variabel Efesiensi Pelayanan Publik (X).

Berdasarkan data penelitian diperoleh harga-hagrga sebagai berikut

∑х = 2022
∑х² = 136448
n = 30
Banyak Kelas (k) = 1+3,3 log n=1+3,3. log 30=1+(3,3x1,48) = 1+4,884 = 5884 ( dibulatkan

menjadi 5).

C) Menhitung Panjang Klas (P)

panjang kelas (p) = rentang data dibagi banyak klas.

Panjang kelas (P) =9/5=1,80 (dibulatkan menjadi 2).

b = Batas klas interval dengan frekuensi terbanyak =70 -0,5=68,5

b1 = Frekuensi pada klasinterval terbanyak dikurangi

frekuensi klas interval terdekat sebelumnya = 8 – 7 = 1


b2 = Frekuensi klas interval terbanyak dikurangi frekuensi

klas interval berikutnya = 8 – 3 = 5

p = Panjang klas interval dengan frekuensi terbanyak = 1

F = Jumlah semua frekuensi sebelum klas median = 4+7 = 11

f = Frekuensi klas median = 8

1) menghitung modus (Mo)


b1
Mo = b+p (...................) = 69,5+2{1/(1+5)} = 69,5+0,33 = 69.83
b1+b2
2) menghitung median (md)
1/2n-F
Me = b+p ( ————— ) = 69,5+2 {(½ x 30 – 11)/8)
f
= 69,5+2(4/8) = 69,5+1=70,5

3) menghitung mean (me)


ΣXi
Mean = x= ——— = 2022/ 30 = 67,4
N

Berdasarkan data penelitian untuk skor efesiensi pelayanan publik (x) yang

dikumpulkan dengan skalah empat dari likert diperoleh retangan skor teoritis 20-80

dengan nilai tengah 50, diperoleh skor empiris 63-72 dengan rentang skor 9. Dari hasil

analisis data diperoleh modus sebesar 69,83 mendia sebesar 70,5 dan nilai rata-rata

atau mean 67,4.

Nilai Nilai Nilai

Minimum Tengah x Maksimum


20 50 67,4 80

erdasarkan rentang skor teoritis yaitu 20- 80 dimana skor 20 adalah skor minimum,
sedangkan skor 80 adalah skor maksimum, dengan nilai tengah teoritis adalah 50, dan
nilai rata-rata empiris (X=67,4) sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.4 Letak Nilai Rata-Rata (Mean) Pada Rentang Skor Teoritis

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai rata –rata variabel Efesiensi
Pelayanan Publik, yaitu x= 67,4 lebih besar dari nilai tengah teoritis yaitu 50, sehingga
dapat disimpulkan bahwa data variabel efesiensi pelayanan publik (x) adalah baik.

b. Menghitung Tendensi Sentral Variabel Efektitivitas Kerja Pegawai Kelurahan (X)

Berdasarkan data penelitian diperoleh harga-harga sebagai berikut:


ΣY =2084
ΣY² =140377
n = 30
Banyak Kelas = 1 +3,3 Log 30 =5,884 Diambil 5

Panjang Kelas (P) =7:5=14 Diambil 2

b = Batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak =70-0,5 = 69,5

b1= Frekuensi pada klas interval terbanyak dikurangi frekuensi klas interval terdekat sebelumnya =

14 – 6 =8

b2= Ferkuensi klas interval terbanyak dikuranggi ferkuensi klas interval berikutnya =14 – 3 = 11

p = Panjang klas interval dengan frekuensi terbanyak =1,8

F = Jumlah semua frekuensi sebelum klas median = 7 + 6 = 13


f = Frekuensi kelas mendia =14

1) Menghitung Modus (Mo)

Modus adalan titik tengah interval yang mempunyai frekuensi lebih tinggi atau

baling banyak dalam distribusi skor.

b1
Mo = b+p(-----------) = 69,5+2 {8/(8+11)} = 69,5+0,84 =70,34

b1+b2

2) Menghitung Median(Md)
Median adalah titik tengah dari suatu distribusi skor median membagi distribusin

skor yang disusun secara rinci menjadidua bagian dengan jumlah skor yang sama

sehingga setengah bagian (50%) berada dibawah median dan setengah bagian (50%)

lainnya berada diatas mendian.

1/2n-F
Me=b+p (————) = 69,5+2 {(½ x 30-13)/14} =69,5+0,28=69,78
F

3) Menghitung Mean (Me)


Mean atau rata-rata hitung adalah rata-rata aritmati dari semua skor yang

diperoleh individu dalam sampal. Mean dengan cara memjumlahkan semua skor

kemudian dibagi dengan banyaknya sampel

ΣYi
Mean = x = —— = 2084 / 30 = 69,46
n

berdasarkan data penelitian untuk skor Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

yang dikumpulkan dengan skala empat dari likert diperoleh rentangan skor teoritis 20 –

80 dengan nilai tengah 50, diperoleh skor empiris 66 – 73 dengan rentan skor 7. Dari
hasil analisis data diperolah modus sebesar 70,34, media sebesar 69,78, dan nilai rata-

rata atau mean 69,46.

Berdasarkan rentang skor teoritis, yaitu 20-80, dimana skor 20 adalah skor

minimum, sedangkan skor 80 adalah skor maksimum, dengan nilai tengah dari teoritis

adalah sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:

Nilai Nilai Nilai

Minimum Tengah X maksimum

20 50 69, 46 80

Gambar 4.5 Letak Nilai Rata-Rata (Mean) Pada Rentangan Skor Teoritis

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai rata – rata Variabel Efektivitas Kerja

Pegawai Kelurahan (Y), yaitu x = 69,46 lebih besar dari nilai tengah teoritis yaitu 50,

sehingga dapat disimpulkan bahwa data Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

(Y) adalah baik.

4. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Pembahasan ini dilakukan dengan menguji hipotesis penelitian pada Bab II di

depan, untuk mengetahui pengaruh, kekuatan pengaruh dan signifikansi pengaruh

antara variabel Efisiensi Pelayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (Y).

a. Penguji Koefisien Regresi Variabel (X) Atas (Y)


Untuk menhitung Regresi Variabel (X) atas (Y) dalam penelitian ini digunakan

rumus persamaan garis regrisi, yaitu : Ŷ= a + bx

Keterangan :

Ŷ = Subyek dalam Variabel dependen yang di prediksikan

a = Konstanta regresi

b = Angka arah atau koefisien regresi yang menujukkan angka peningkatan atau penurunan
variabel dependen yang di dasarkan pada variabel independen. Bila (+), maka naik, dan
bila b( - ) .maka terjadi penurunan.
X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
( Sumber : Sugiyono, 200:244 )

Untuk mendapatkan nilai a dan b, di hitung dengan menggunakan

rumus:

a = (ΣΥ)(ΣX²)(ΣX)(ΣXΥ)
nΣX² (ΣX)²
b = n(ΣXΥ)(ΣX)(ΣXΥ)
nΣX²(ΣX)²

Dari tabulasi data hasil pendistribusian kuesioner yang terkait dengan variabel (X)

dan (Y), diketahui :

ΣX = 2022
ΣΥ = 2084
ΣXΥ = 140377
ΣX² = 136448
ΣΥ² = 140819
(ΣX)² = 4088484
(ΣΥ)² = 4343056
n = 30
sehingga dapat dihitung

a = (ΣΥ)(ΣX²) –(ΣX)(ΣXΥ)
nΣX² (ΣX)²
= (2084)x(136448) – (2022)x(140377)
(30 x 136448)-4088484
= 284357632-283842294
4093440 – 4088484
= 515338:4956 = 103,98
a.= 103,98.
b = n(ΣXΥ) (ΣX)(ΣΥ)
nΣX² (ΣX)²
= 30.(140377) (2022).(2084)
30.136448 – 4088484
= 4211310 – 4213848
4088453-4088484
= 2538/31
b = 18,87

sehingga persamaan garis regresi sederhana (X) atas (Y) adalah Ŷ = 103,98 + 81,87 x

mengujian koefisien regresi sederhana (X) atas (Y) menunjukkan bahwa terdapat

Pengaruh Efesiensi Pelayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan

(Y) di kelurahan kebagusan. Pengaruh tersebut ditunjukan dengan persamaan regresi

Ŷ = 103,98 + 81,87 X.

regresi ini menujukkan bahwa setiap kenaikan ′ unit skor Efesiensi Pelayanan

Publik (X) akan menyebabkan kenaikan 81,98 unit skor Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (Y) pada konstanta 103, 98. Untuk memudahkan membuat grafik garis

regresi (X) atas (Y) diperlukan hpertolongan dengan mengalikan (X) sepuluh kali

sehingga diperoleh tabel seperti dibawa ini:


Tabel 4.20 :

Model Persamaan Regresi Sederhana Ŷ = 103,98+81,87x10 =922,68

X Ŷ = 103,98 + 81,87X

0 (103,98 + 81,78x0) = 103,98

1 (103,98 + 81,78x0) = 185,85

2 (103,98 + 81,78x0) = 267,72

3 (103,98 + 81,78x0) = 349,59

4 (103,98 + 81,78x0) = 431,46

5 (103,98 + 81,78x0) = 513,33

6 (103,98 + 81,78x0) = 595,2

7 (103,98 + 81,78x0) = 677,07

8 (103,98 + 81,78x0) = 758,94

9 (103,98 + 81,78x0) = 840,81

10 (103,98 + 81,78x0) = 922,68


Dengan menggunakan tabel penolong diatas, digambarkan grafik persamaan

garis regresi (X) atas (Y) sebagai berikut :


mbar 4.6: Grafik Garis Regresi Efesiensi Pelayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (Y)

b. Pengujian Koefisien Korelasi Variabel (X) Terhadap (Y)

untuk mengetahui seberapa besar kekuatan pengaruh variabel Efesiensi

Pelayanan Publik (X) terhadap Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (X)

digunakan korelasi product moment dari pearson dengan rumus sebagai berkut :

nΣXΥ - (ΣX)(ΣΥ)
rxy =
√{n(ΣX²)(ΣX)²}{n(ΣΥ²)(ΣΥ)²}

Diketahui dari data mentah variabel (X) dan Variabel (Y) :

ΣX = 2022
ΣΥ = 2084
ΣXΥ = 140377
ΣX² = 136448
ΣΥ² = 140819
(ΣX)² = 4088484
(ΣΥ)² = 4343056
n = 30

nΣXY – (ΣX)(ΣΥ)
rxy =
√{n(ΣX²)(ΣX)²}{n(ΣY²)(ΣY)²}
(30)(140377)-(2022)(2084)
rxy =
√{30(136448)- (4088484(}X{30(140819)-(4343056)}
4211310 – 4213848
rxy =
√(4039440- 4088484) X (4224570 – 4293184)

-2538
rxy =
√ -4956 x-68614
-2538
rxy =
√ - 340050984
- 2538
rxy =
-18440

rxy = 0,137

untuk memberikan penafsiran seberapa besar kekuatan pengaruh terhadap

koefisien korelasi yang telah diperoleh, dapat berpedoman pada ketentuan pada tabel

berikut ini :

Tabel 4. 21:

Pedoman Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat kuat


Sumber : sugiyono (2007 :216)
c. Pengujian Koefisiensi Determinasi
merupakan kuadrat dari koefisien korelasi sederhana

r²xy = (0,137)² =0,018

d. pengujian signifikansi koefisien korelasi (X) atas (Y)

Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi variabel (X) atas (Y) menggunakan

rumus t-hitung:

t = 0,137 x

= 0,137 x

t = 0,73

Tabel 4.22:

Uji Koefisien Korelasi Efesiensi Pelayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja

Pegawai Kelurahan (Y)

Korelas Koefisien Koefisien ttabel


antara korelasi Determinasi thitung
α=0,05 α=0,01

X dan Y 0,137 0,018 0,73 2,04 2,46

Keterangan:
= tidak signifikan (t- hutung =0,37< t-tabel =2,04).

Harga t-hitung diperoleh 0,73, sedangkan dari tabel distribusi student “t” pada

taraf signifikansi0,05 (5%) diperoleh harga t-tabel sebesar 2,04. Oleh karena t- hitung
lebih kecil dari t-tabel, berati terdapat pengaruh variabel (X) terhadap variabel (Y) yang

tidak signifikan.

Berdasarkan uji koefisien korelasi variabel (X) terhadap variabel (Y) diperoleh rxy

= 0,137. Arinya dapat di interpretasikan bahwa kekuatan Pengaruh Efesiensi Pelayanan

Publik (Y) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) sebesar rxy = 0,137 atau

13,7% adalah sangat rendah (lihat tabel 4.20).

Koefisien determinasi diperoleh r²xy = 0,018.artinya sumbangan atau kontribusi

Efesiensi Pelayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

sebesar 0,018 atau hanya 1% sangat kecil,sedangkan sisanya 99% disumbangan oleh

epsilon yaitu variabel lain yang berpengaruh tetapi tidak teliti.

Dengan demikian terdapat Pengaruh Positif Efisiensi Pelayanan Publik (X)

terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, di mana data telah ditabulasi menjadi data

mentah, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan dan pengujian hipotesis,maka pada

Bab V ini dapat ditarik beberapa kesimpulan penelitian dan saran – saran. Tidak

tertutup kemungkinan saran saran rekomendasi juga bermanfaat bagi para peneliti lain

yang berminat melakukan penelitian lanjutan atau penelitian sejenis sebagai

pengembangan terhadap penelitian yang telah dilaksanakan .

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Pertama, dari pengamatan lapangan dan dari data-data yang diperoleh di

Kelurahan Kebagusan selama ini terhadap Efesiensi Pelayanan Publik terhadap

Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan diKelurahan Kebagusan sudah cukup baik.

2. K

86

edua, penelitian ini menemukan pengaruh Efesiensi Palayanan Publik (X)


terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) dikelurahan Kebagusan yang
dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi Ŷ =103,98 + 81,87X. Artinya bahwa
setiap kenaikan 1 unit skor Efesiensi Pelayanan Publik (X) akan menyebabkan
kenaikan 81,87 unit skor Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) pada konstanta
103,98.

3. Ketiga, pengujian dengan koefisien korelasi yang mengatakan kekuatan

Pengaruh Efesiensi Palayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai

Kelurahan (Y) yang disimbolkan dengan rxy = 0,137 di interpretasikan sangat

rendah.

4. Keempat, pengujian koefisien determinasi menemukan kontribusi Efesiensi

Palayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) yang

disimbolkan dengan r²xy = 0,018, artinya kontribusinya sangat kecil yaitu 0,018

atau 1%, sedangkan kontribusi variabel lainnya yang berpengaruh tetapi tidak

diteliti sebesar 99%.

5. Kelima, t- hitung = 0,73 < t-tabel = 2,04,berati bahwa keberatian atau signifikansi

Efesiensi Palayanan Publik (X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y)

tidak signifikan.

6. Keenam, dengan demikian terdapat Pengaruh Positif Efisiensi Pelayanan Publik

(X) terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan (Y) adalah teruji benar.
B.saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka selanjutnya saran saran dalam penelitian

sebagai berikut :

1. Pada Variabel Efektivitas Kerja Pegawai Kelurahan, yang perlu diperhatikan oleh

Lurah adalah meningkatkan kehandalan pegawai dalam melayani masyarakat

dengan selalu melakukan supervisi kepada bawahannya.

2. Tingkat pendidikan aparat kelurahan perlu ditingkatkan melalui sekolah, kursus,

pelatihan, seminar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.

3. Masyarakat sebagai pengguna layanan publik aparat kelurahan ikut

bertanggungjawab pada kualitas penyelenggaraan pelayanan publik serta hasil

kerjanya menjadi efektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU :

Arikunto, Suhartini 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Bina Aksara, Jakarta
Badudu Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Budiman, Arief. 1997. Teori Negara. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Handoko, Hani. 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Kaloh, J. 2002. Corporate Culture And Performance. New York: The Free Press.
Kartini Kartono 2006. Kepemimpinan Dan Prilaku Organisasi. Jakarta: Pt Raja Grafindo
Persada.
Kermally, Sultan 1996. Total Management Thinking. Great Britain: Biddles Ltd, Guildford And
King’s Lynn.
Lukman, 2006. Manajemen Kualitas Pelayanan.Jakarta Sta Lan Press.
Mahsun, Mohammad 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik , Yogyakarta :Bpfe Yogyakarta
2006.
Moenir H.A.S 2000.Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta : Pt.Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari, 2007, Metode Penelitian Sosial, Gajah Mada University Press.
Rasyid, Mohammad Ryaas, 1999. Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Dan Politik Orde Baru.
Jakarta: Yasrif, Watampone.
Rivai, Veithzal 2008. Kepemimpinan F Dalam Sikap Perilaku Organisasi ,Jakarta. Pt.Raja
Grafindo Persada.
Rothwell, William J. 1992. Mastering Instructional Design Process: A Systematic Approach. San
Francisco: Jossey Bass Publisher.
Soedarjat 1993. Kapita Selekta Manajemen Dan Kepemimpinan Serta Imlementasinya.Jakarta :
Ind Hill Co.
SKRIPSI AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI DALAM PELAYANAN
PUBLIK (STUDI KASUS PELAYANAN KTP DAN KARTU KELUARGA DI
KELURAHAN X)

26/10/110 komentar

SKRIPSI AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI DALAM PELAYANAN PUBLIK (STUDI


KASUS PELAYANAN KTP DAN KARTU KELUARGA DI KELURAHAN X)
||

Kategori : skripsi FISIP Alhasyi

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah


Gelombang reformasi telah bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan.
Salah satu latar belakang bergulirnya reformasi adalah masyarakat kecewa kepada pemerintah.
Pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Rakyat sebagai pemilik
kedaulatan sudah tidak memiliki haknya lagi. Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan
aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung
kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dan
pembangunan.
Salah satu aspek reformasi mendapat perhatian hingga kini adalah persoalan kebijakan otonomi daerah.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (UU 32/2004). Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Meskipun
demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri, pertahanan dan keamanan moneter
dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat.
Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana
dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Pendanaan
kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi
keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-Daerah dan antar Daerah.
Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan
pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Undang-Undang No. 33 tahun 2004).
Di kebanyakan negara berkembang, perhatian utama terhadap Good Governance dalam kaitan dengan
penggunaan otoritas dan manajemen sektor publik, adalah pervasifnya korupsi yang cenderung menjadi
karakter tipikal yang melekat. Bahkan di beberapa negara terbukti bahwa budaya korupsi telah begitu
melekat di dalam birokrasi pemerintah yang justru ditandai oleh kelangkaan sumber daya. Dalam
konteks itu, absennya akuntabilitas sangat menonjol dan menjadi satu karakter dominan budaya
administrasi selama periode tertentu. (http : //skripsi-tesis.
com/docs/akuntabilitas+dan+transparansi+dalam+pelayanan+publik)
Hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai berbagai masalah seperti pelayanan yang
sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya
yang tidak jelas, serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya kualitas
pelayanan publik di Indonesia. Dimana hal ini juga sebagai akibat dari berbagai permasalahan pelayanan
publik yang belum dirasakan eksistensinya oleh rakyat. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan
adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik dimana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit
mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki "uang", dengan sangat mudah bisa
mendapatkan segala yang diinginkan.
Apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang diskriminatif
ini akan berpotensi menimbulkan konflik laten dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain
kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam
konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan
merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Kemudian, terdapat kecenderungan di berbagai instansi pemerintah pusat yang enggan menyerahkan
kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom, akibatnya pelayanan publik menjadi tidak efektif,
efisien dan ekonomis, dan tidak menutup kemungkinan unit-unit pelayanan cenderung tidak memiliki
responsibilitas, responsivitas, dan tidak representatif sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum
mengalami perubahan mendasar dari paradigma pelayanan konvensional. Paradigma lama tersebut
ditandai dengan perilaku aparatur negara di lingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya
untuk dilayani, dan bukannya untuk melayani (to serve). Padahal pemerintah menurut paradigma
pelayanan prima seyogyanya melayani bukan dilayani. Adalah lebih baik, dalam era demokratisasi dan
desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi perlu menyadari bahwa hakikat pelayanan berarti
pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun,
yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan
menghambat", "mempermudah, bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk
setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang (Mustopadidjaja AR, 2002)."
Menilik dari fungsi utama pemerintah yang merupakan penyelenggara pelayanan publik, seiring dengan
tuntutan perkembangan sudah menjadi seharusnya pemerintah melakukan perbaikan dalam pelayanan
publik tersebut. Akan tetapi dewasa ini, kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah
atau birokrasi mengalami degradasi yang kian semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja aparat-
aparat pemerintahan/birokrasi. Kepercayaan dan kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara
ketika pemerintah/birokrasi yang seharusnya berperan menghadirkan pelayanan prima kepada publik
menjadi didominasi dan ditentukan oleh rezim yang berkuasa sehingga menyebabkan kebalikan
daripada pelayanan publik menjadi publiklah yang menjadi pelayan bagi birokrasi.
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk
mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan
tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekkan
prinsip Good Governance. Terselenggaranya Good governance merupakan prasyarat utama untuk
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa negara. Dalam rangka hal
tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, dan
nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara
berdayaguna, berhasil guna, dan bertanggung jawab.
Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi
baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini
walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna. Namun, apabila
dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Tata laksana pemerintahan
yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan karakteristik dasarnya yaitu : partisipasi,
penegakan hukum, transparasi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas,
pengawasan, efesiensi dan efektifitas, serta profesionalisme. (http :
//thamrin.wordpress.eom/2006/ll/l7/10-prinsip-good-governance)
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam
pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada
pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan
meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi.
Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang
telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon
oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan
pemerintah yang baik.
Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah baik yang
secara langsung maupun melalui media massa, seperti keluhan terhadap prosedur yang berbelit-belit,
tidak adanya kepastian jangka waktu penyelesaian, besaran biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan
yang tidak adanya transparansi, dan sikap petugas ataupun pegawai yang kurang responsif. Hal-hal
inilah yang menimbulkan citra yang buruk kepada pemerintah.
Padahal di sisi lainnya masyarakat merindukan pelayanan publik yang baik dengan adanya
keseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab yang mesti diberikan
kepada masyarakat yang dilayani. Pegawai Negeri sebagai aparat birokrasi selain sebagai aparatur
negara dan abdi negara, memiliki peran sebagai abdi masyarakat. Sehingga kepada kepentingan
masyarakatlah aparat birokrasi harusnya mengabdikan diri. Aparat birokrasi diharapkan memiliki jiwa
pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan
publik yang berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima sebab pelayanan publik
merupakan salah satu fungsi utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-baiknya oleh
penyelenggaraan negara. Salah satu upaya Pemerintah adalah dengan melakukan penerapan prinsip-
prinsip good governance (pemerintahan yang baik), yang diharapkan dapat memenuhi pelayanan yang
prima terhadap masyarakat ataupun publik. Terwujudnya pelayanan publik (public service) yang
berkualitas (prima) merupakan salah satu ciri kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai
tujuan dari pendayagunaan aparatur negara. Untuk itu, aparatur negara diharapkan semakin secara
efisien dan efektif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan, dan pengayoman kepada masyarakat (public) untuk mewujudkan
terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance), serta memberikan pelayanan prima
kepada masyarakat. Dan diharapkan melalui penerapan tata pemerintahan yang baik dapat
mengembalikan dan membangun kembali kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara
pemerintahan.
Selain itu, untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas, transparan dan akuntabel antara lain telah
ditetapkan Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi
seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas
pelayanan, sementara tujuan ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah untuk memberikan kejelasan bagi
seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas sesuai
dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai sektor
pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat,
kinerjanya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan
dan keluhan dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca maupun media pengaduan
lainnya, seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak
transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan terbatasnya fasilitas, sarana, dan prasarana
sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya), serta masih banyak praktek pungutan
liar dan tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain dikarenakan belum terlaksananya tranparansi dan
akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus
dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi pemerintah karena
kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik belum memiliki implikasi yang luas dalam mencapai
kesejahteraan masyarakat. Kelurahan X Kecamatan Y yang dalam hal ini sebagai pelaksana pelayanan
publik yang langsung bersinggungan dengan masyarakat diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip
good governance antara lain akuntabilitas dan transparansi.
Kelurahan sebagai tingkat paling rendah dalam struktur pemerintahan, harus dapat memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat. Para aparatur harus dapat memperlihatkan kinerja yang baik.
Namun kenyataan di lapangan sering dijumpai adanya berbagai keluhan dari masyarakat atas pelayanan
yang diberikan oleh para aparatur pemerintah di kelurahan. Hal ini juga terjadi di Kelurahan X.
Kurangnya keramahan pegawai dalam pengurusan berbagai keperluan administrasi menyebabkan
masyarakat merasa tidak dilayani dengan baik. Selain itu pengurusan surat-surat seperti KTP dan KK
yang seharusnya gratis dan selesai dalam jangka waktu seminggu, tidak terlaksana dengan baik. Pegawai
kelurahan terkadang mengutip dana dari masyarakat dalam hal pengurusan KTP dan KK agar cepat siap.
Kurangnya transparansi dalam hal biaya administrasi sangat dikeluhkan masyarakat. Masyarakat juga
mengeluhkan prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, kurang informatif, kurang
akomodatif, dan terbatasnya fasilitas, sarana, dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian
(hukum, waktu, dan biaya), serta tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN.
Kelurahan X juga tidak pernah menginformasikan suatu bentuk laporan pertanggungjawaban atas
kinerja mereka kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak mengetahui apa-apa saja yang menjadi
program kerja kelurahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Transparansi dalam hal pelaksanaan
kegiatan dan pemberian informasi juga sangat terbatas. Hal ini tentu saja membuat masyarakat kurang
simpati dan kurang percaya atas kinerja para pegawai kelurahan.
Atas dasar itulah penulis tertarik untuk mengambil judul studi tentang "Akuntabilitas dan Transparansi
dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus di Kelurahan X Kecamatan Y)."

1.2. Perumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
"Bagaimana akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y?"

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauhmana implementasi prinsip-prinsip Good Governance khususnya prinsip
akuntabilitas dan transparansi dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam menerapkan prinsip-prinsip
tersebut ke dalam pelayanan publik di Kelurahan X Kecamatan Y.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Manfaat Secara Ilmiah
Untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan dan penyempurnaan teori-teori
dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan akuntabilitas dan transparansi
dalam pelayanan publik.
2. Manfaat Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah ataupun lembaga-lembaga lain
yang membutuhkan serta menjadi acuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip Good Governance.
3. Manfaat Secara Akademis
Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan
menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 di
Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X.

1.5. Defenisi Konsep


Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu
kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun, 1983 : 33).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang
digunakan, yaitu :
1. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah di Pusat maupun Daerah, dan di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam
bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Akuntabilitas berarti para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta, dan masyarakat madani
memliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya
kepada para pemilik (stakeholders). Yang menjadi indikator dalam mengukur akuntabilitas antara lain :
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik, dilihat berdasarkan proses yang meliputi; tingkat ketelitian
(akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk
kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan), dan kedisiplinan. Harus sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
b. Akuntabilitas biaya pelayanan publik, dipungut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
telah ditetapkan.
c. Akuntabilitas produk pelayanan publik, persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan. Selain itu prosedur dan
mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. Transparansi mempakan
prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan, dan pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi mempakan upaya menciptakan
kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Yang menjadi indikator
untuk mengukur transparansi ini antara lain :
a. Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
b. Prosedur pelayanan
c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
d. Rincian biaya pelayanan
e. Waktu penyelesaian pelayanan
f Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
g. Lokasi pelayanan
h. Janji pelayanan
i. Standar pelayanan publik
j. Informasi pelayanan

SKRIPSI STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN X


(STUDI MENGENAI PENINGKATAN DI BIDANG PAJAK DAERAH)
||

Kategori : skripsi FISIP

(KODE FISIP-AN-0012) : SKRIPSI STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN


X (STUDI MENGENAI PENINGKATAN DI BIDANG PAJAK DAERAH)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Republik Indonesia sudah sejak lama mengakui keberadaan otonomi daerah yang diberikan melalui
desentralisasi. Pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18, 18A
DAN 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Hal ini membuktikan bahwa
pemberian otonomi daerah kepada daerah kabupaten atau kota sudah merupakan persetujuan pendiri
bangsa yang sudah ada sejak bangsa Indonesia merdeka. Pelaksanaan desentralisasi dapat dilihat
dengan adanya pembagian propinsi dan kabupaten/kota di wilayah Indonesia. Sejak saat itu sudah ada
banyak Undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Tercatat ada 7 (tujuh) Undang-
undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Undang-undang tersebut yaitu UU 1/1945, UU
22/1948, UU 1/1957, UU 18/1965, UU 5/1974, UU 22/1999 dan terakhir UU 32/2004. Beberapa
peraturan inilah yang menjadi batasan-batasan dalam pelaksanaan otonomi dan pemerintahan daerah.
Munculnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menjadi tonggak bagi
daerah untuk melaksanakan otonomi daerah. Desentralisasi pada prinsipnya merupakan penyerahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada tingkat pemerintahan lokal yang otonom. Walaupun
demikian tidak seluruh kewenangan pemerintahan diserahkan pada daerah karena untuk kewenangan
yang strategis seperti pertahanan, keamanan atau hubungan luar negeri masih menjadi wewenang
pemerintah pusat. Penyerahan wewenang ini menyebabkan daerah memiliki kewenangan yang lebih
besar dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Saat ini pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia didasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kedua peraturan ini terdapat satu persamaan dalam hal anggaran,
yaitu setiap daerah harus bertanggung jawab terhadap pendapatan dan pengeluaran daerahnya. Hal ini
sesuai dengan pasal 155 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
yang menyebutkan "penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai
dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah .
Kewenangan yang diberikan kepada daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain
yang bersifat makro dan strategis. Kewenangan luas yang dimiliki daerah menuntut daerah untuk
memiliki kemampuan yang lebih besar dibandingkan sebelum masa desentralisasi. Pemerintah daerah
harus melakukan pengembangan kelembagaan (institutional capacity building) agar dapat melaksanakan
kewenangan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat dengan baik.l Salah satu aspek terpenting yang
perlu dipersiapkan pemerintah daerah adalah aspek keuangan daerah. Hal ini penting karena aspek
keuangan daerah akan membiayai pelaksanaan urusan atau kewenangan yang dimiliki daerah.
Peraturan lain yang ikut mempengaruhi aspek keuangan daerah adalah Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000 yang merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 merupakan peraturan
perundangan tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Kedua sumber dana ini merupakan komponen
utama dari pendapatan asli daerah. Wewenang untuk mengurus anggaran telah didapatkan melalui
desentralisasi fiskal dimana dalam desentralisasi fiskal, daerah juga memiliki kewenangan untuk
menentukan pajak daerah dan retribusi daerah sendiri.
Kondisi ini memudahkan bagi daerah meningkatkan pendapatan asli daerahnya (PAD). Pemerintah
daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyusun peraturan daerah tentang
pajak daerah atau tentang retribusi daerah sesuai amanat Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Tabel ini merupakan rekapitulasi dari seluruh rancangan peraturan daerah baru dan peraturan daerah
yang perlu dievaluasi selama periode tahun 2007 saja. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
penambahan jumlah yang signifikan (712 rancangan peraturan daerah baru mengenai pajak daerah dan
retribusi daerah) pada penambahan jumlah rancangan peraturan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah daerah di Indonesia cukup giat dalam menggali potensi daerahnya untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah.
Jumlah Raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah memang meningkat pesat, namun daerah
merasa bahwa pendapatan asli daerahnya belum cukup untuk membiayai kegiatan pemerintahannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Edi Slamet Irianto, Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pemeriksaan
Ditjen Pajak menyatakan :
.... ada empat alasan mengapa desentralisasi fiskal tidak berjalan baik. Pertama, dengan masih kuatnya
pola pikir status di kalangan elite pemegang otoritas pajak. Kedua, pemerintah sendiri masih
berkepentingan memegang otoritas fiskal dalam rangka recovery perekonomian nasional pasca krisis
ekonomi. Alasan ketiga yakni adanya disparitas fiskal yang masih sangat lebar di Indonesia, meskipun
sudah ada otonomi daerah. Sementara alasan lainnya adalah masih lemahnya kapasitas institusional
dalam pengelolaan fiskal di daerah. Hal itu karena upaya desentralisasi fiskal. Hasil penelitian Irianto
menemukan bahwa masih terdapat hegemoni pusat dalam desentralisasi fiskal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irianto yang menghasilkan alasan mengapa desentralisasi fiskal
berjalan kurang baik. Salah satunya mengatakan pemerintah masih bertanggung jawab memegang
otoritas fiskal pasca krisis ekonomi walau tidak bisa dipungkiri ada juga alasan yang mengatakan
pengelolaan fiskal di daerah masih lemah. Kondisi ini bertentangan dengan pendapat Bahl yang
menyatakan bahwa:
"advantages of decentralization is that it can enhance revenue mobilization, the mix of services provided
will match the demands of the local population, government officials will become more accountable to
voters for the quality of services they provide, local populations will be more willing to pay for public
services, since their preferences will be honored. "
Menurut Bahl, pelaksanaan desentralisasi memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan ini berkaitan dengan
pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah. Kaitannya dengan pendapatan asli daerah
terdapat pada kemauan dari masyarakat lokal untuk membayar pelayanan publik yang disediakan
pemerintah dan juga mobilisasi pendapatan kepada pemerintah daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan pendapatan asli daerah dengan berbagai strategi yang bisa dilakukan. Mintzberg
menyebutkan strategi sebagai cara yang digunakan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Salah
satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menggali sumber-sumber pendapatan daerah yang
potensial seperti pajak daerah dan retribusi daerah seperti yang disebutkan oleh Lutfi.
Kabupaten X merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Republik Indonesia. Dengan adanya
kebijakan desentralisasi fiskal maka Kabupaten X juga terkena imbasnya. Mulai dari penyerahan
wewenang untuk mengatur dan mengurus pajak daerah sendiri, mendapatkan alokasi dana
perimbangan sampai masalah pinjaman daerah yang bisa dilakukan oleh Kabupaten X. Pendapatan asli
daerah Kabupaten X meningkat pesat dibanding sebelum dilaksanakannya kebijakan desentralisasi
fiskal.

* Tabel sengaja tidak ditampilkan *

Berdasarkan data yang ada maka dapat dilihat peningkatan pendapatan asli daerah secara nominal di
Kabupaten X terutama setelah dilaksanakannya kebijakan desentralisasi fiskal pada tahun 2001. Tabel di
atas juga menunjukkan bahwa persentase pendapatan asli daerah dibanding dengan total pendapatan
daerahnya masih labil. Angka minimal 20% belum berhasil dipertahankan oleh Kabupaten X sebagai
batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Hal ini diperkuat oleh kutipan wawancara peneliti
dengan Pak Yana, Kepala Bagian Bidang Pembukuan dan Pelaporan, mengenai jumlah jumlah
pendapatan asli daerah. "....yah cuma sepuluh sekian persen sebelas duabelas persenlah dari APBD, yah
kita masih kecil makanya kita mengutamakan di dana perimbangan. Potensi kemarin dari pendataan....
Kekhawatiran yang terjadi apabila porsi dana alokasi umum masih lebih besar dibanding pendapatan asli
daerah maka daerah tersebut masih bergantung pada pemerintah pusat dan tidak dapat menjalankan
otonomi daerah dengan baik. Masalah yang dihadapi Kabupaten X juga termasuk masalah
kependudukan yang berkaitan dengan jumlah tenaga kerja, seiring bertumbuhnya jumlah penduduk
maka jumlah tenaga kerja juga meningkat. Kabupaten X juga menghadapi masalah kesejahteraan
masyarakat yang masih rendah. Berdasarkan fenomena-fenomena yang ada maka peneliti memilih
Kabupaten X sebagai lokus penelitian.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas terbatas hanya kepada masalah yang
berkaitan dengan pendapatan asli daerah karena kondisi anggaran pemerintah kabupaten X masih
sangat kecil, terutama dari sisi pendapatan asli daerah. Salah satu kewenangan yang dimiliki pemerintah
daerah dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah kemampuan untuk mengoptimalkan
pendapatan asli daerahnya melalui komponen utama PAD, yaitu pajak daerah dan retribusi daerah.
Berdasarkan kewenangan ini maka pendapatan asli daerah Kabupaten X seharusnya dapat meningkat
dengan pesat tetapi ternyata pemerintah daerah sendiri merasa pendapatan asli daerahnya masih
sangat kecil. Oleh karena itu pokok permasalahan yang akan dibahas peneliti adalah:
1. Bagaimana strategi yang dilaksanakan Kabupaten X dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan pendapatan asli daerah kabupaten X?

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Dari pokok permasalahan di atas, penelitian mengenai strategi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mendeskripsikan strategi yang digunakan Kabupaten X untuk meningkatkan pendapatan asli
daerahnya, dengan dilaksanakannya desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat.
b. Mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat yang dialami Kabupaten X dalam
meningkatkan pendapatan asli daerahnya
2. Signifikansi
Signifikansi yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian serta hasil kegiatan penelitian ini
dibagi menjadi 2 yaitu manfaat praktis dan manfaat akademis:
a. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan
dipemerintahan, khususnya dilingkungan Pemerintah Kabupaten X untuk merumuskan suatu formulasi
kebijakan yang tepat dalam meningkatkan pendapatan daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD)
b. Manfaat Akademis
Manfaat akademis dari penelitian ini, yaitu manfaat penelitian sebagai suatu sumbangan terhadap ilmu
pengetahuan khususnya yang berkenan dengan studi mengenai keuangan daerah dalam rangka proses
peningkatan pendapatan asli daerah dan berusaha untuk menemukan variabel-variabel apa saja yang
berpengaruh dalam pola alokasi pendapatan daerah di Kabupaten X khususnya setelah berlakunya UU
Nomor 32 tahun 2004.

D. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun laporan penelitian ini, penulis membagi laporan penelitian menjadi 5 (lima) bab yang
terdiri atas:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan, pokok permasalahan yang akan dibahas yang
mencakup pertanyaan penelitian yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian, signifikansi atau
manfaat penelitian yang ditinjau dari sudut praktis maupun dari sudut akademis, dan sistematika
penulisan laporan penelitian.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN
Pada bab ini diketengahkan berbagai teori serta hasil pemikiran yang menjadi landasan bagi penulis
dalam membahas dan menganalisa permasalahan yang akan diteliti sekaligus untuk membentuk pola
pemikiran dan analisa yang konstruktif dan ilmiah dalam mengahadapi permasalahan tersebut. Dalam
bab ini pula dibahas mengenai metodologi penelitian yang meliputi metode penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik pengolahan (analisa) data, site penelitian, proses penelitian dan
keterbatasan penelitian.
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN X
Pada bab ini dijelaskan mengenai kondisi Kabupaten X secara umum baik dari segi demografis dan
wilayah, bentuk, susunan, dan kewenangan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten X dan kondisi
keuangan serta perekonomian di Kabupaten X, serta seluk beluk Keuangan Daerah di Kabupaten X.
BAB IV STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN X
Bab ini membahas mengenai strategi peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten X disertai
analisa yang mendalam terhadap permasalahan tersebut berdasarkan teori-teori yang berkaitan, serta
diperkuat dengan informasi yang didapat langsung dari wawancara mendalam dengan aparat/pejabat
terkait.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan terhadap pembahasan permasalahan disertai rekomendasi-rekomendasi yang
mungkin dijalankan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI


NEGERI SIPIL
||

Kategori : skripsi FISIP

(KODE FISIP-AN-0011) : SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KINERJA


PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa, membuat persaingan dalam
dunia pekerjaan meningkat. Hal ini dikarenakan adanya globalisasi dan modernisasi. Jika suatu
organisasi atau instansi tidak bisa menyikapi hal tersebut, maka kelangsungan kegiatan atau pekerjaan
di dalam organisasi atau instansi tersebut akan terhambat. Untuk itu, diperlukan adanya sistem yang
baik yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Sebuah instansi harus didukung sumber daya manusia
yang cakap karena sumber daya manusia sangat berperan dalam menjalankan usaha atau kegiatan di
dalam instansi tersebut (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 2).
Perlu disadari, bahwa untuk mengimbangi perubahan-perubahan dan kemajuan dalam berbagai aspek
yang mempengaruhi beban kerja pimpinan dituntut tersedianya tenaga kerja yang setiap saat dapat
memenuhi kebutuhan. Untuk itu, seorang pimpinan harus dapat mengelola sumber daya-sumber daya
secara efektif dan efisien terutama dalam pengelolaan sumber daya manusia. Dalam kondisi seperti ini,
bagian kepegawaian juga dituntut harus selalu mempunyai strategi baru untuk dapat mengembangkan
dan mempertahankan pegawai yang cakap yang diperlukan oleh suatu instansi. Untuk mendapatkan
pegawai yang profesional dan berintegritas memang harus dimulai dari seleksi penerimaan,
penempatan, promosi sampai dengan pengembangan pegawai tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatan kinerja pegawai adalah dengan melalui
pengembangan pegawai yaitu dengan melakukan pendidikan dan pelatihan (Ambar T.S dan Rosidah,
2003: 175). Untuk mencapai kinerja yang diharapkan dalam suatu organisasi atau instansi, para pegawai
harus mendapatkan program pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk jabatannya sehingga
pegawai terampil dalam melaksanakan pekerjaannya (Anwar, 2005:67). Untuk meningkatkan mutu atau
kinerja pegawai melalui pendidikan dan pelatihan harus dipersiapkan dengan baik untuk mencapai hasil
yang memuaskan. Peningkatan mutu atau kinerja harus diarahkan untuk mempertinggi keterampilan
dan kecakapan pegawai dalam menjalankan tugasnya (Widjadja, 1995:73).
Untuk menciptakan sumber daya manusia aparatur yang memiliki kompetensi tersebut diperlukan
peningkatan mutu profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan pada perjuangan bangsa dan
negara, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan Pegawai Negeri Sipil. Oleh
sebab itu, suatu instansi harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Untuk
meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan pegawainya tersebut, dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan. Karena pendidikan dan pelatihan merupakan bagian tidak terpisahkan dari
usaha pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
Pengembangan pegawai sangat diperlukan dalam sebuah instansi, karena dengan adanya program
tersebut dapat membantu meningkatkan kemampuan dan keterampilan pegawai. Pengembangan
pegawai juga dirancang untuk memperoleh pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel
untuk suatu instansi dalam geraknya ke rnasa depan. Pentingnya pendidikan dan pelatihan bukanlah
semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan, tetapi juga keuntungan organisasi. Karena dengan
meningkatnya kemampuan atau keterampilan para pegawai, dapat meningkatkan produktivitas kerja
para pegawai. Produktivitas kerja meningkat berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh
keuntungan (Soekidjo Notoadmodjo, 2003:31). Pendidikan dan pelatihan juga merupakan upaya untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian pegawai. Oleh karena itu setiap organisasi
atau instansi yang ingin berkembang, pendidikan dan pelatihan pegawainya harus memperoleh
perhatian yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawainya tersebut (Soekidjo
Notoatmodjo, 2003 : 30).
Dengan adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan, maka hendaknya
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan secara kontinue atau berkelanjutan. Dan dengan
adanya pemberian pendidikan dan pelatihan bagi pegawai negeri sipil, maka diharapkan para birokrat
dapat mempersembahkan kinerja yang maksimal bagi instansinya. Melihat pentingnya sumber daya
manusia dalam suatu organisasi atau instansi, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia
adalah aset yang paling penting dan berdampak langsung pada organisasi atau instansi tersebut
dibandingkan dengan sumber daya-sumber daya lainnya. Karena manusia memberikan tenaga, bakat,
kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi atau instansi tersebut.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai suatu instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara langsung dalam bidang ketenagakerjaan juga harusnya mampu mempersembahkan kinerja yang
terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini, dinas tenaga kerja juga telah memberikan program diklat
setiap tahunnya kepada pegawainya demi meningkatkan kinerja dan menunujukkan eksistensinya
kepada masyarakat. Hal ini terbukti dengan pemberian program diklat baik diklat prajabatan maupun
diklat jabatan yang terdiri dari diklat fungsional, dan diklat pimpinan yang diselenggarakan tiap tahun
bagi para pegawai Dinas Tenaga Kerja Kota X.
Pada tahun 2009 ada sekitar 8 orang pegawai negeri sipil Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X yang
mengikuti program diklat baik di tingkat diklat prajabatan, diklat fungsional maupun diklat struktural.
Pengadaan Diklat ini ditujukan agar PNS memiliki kemampuan administrasi dasar terutama dalam
rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berkaitan dengan peranan Dinas Sosial Dan Tenaga
Kerja Kota X dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, Dinas Tenaga Kerja Kota X dipandang
cukup responsive dan memiliki kinerja yang cukup baik kepada masyarakat.
Namun, sampai saat ini masih banyak kendala-kendala yang dihadapi Dinas tenaga Kerja Kota X dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat tersebut. Adapun kendala-kendala tersebut misalnya seperti
belum adanya indikator pengukur kinerja para pegawai, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang
yang masih kurang, sistem aplikasi komputer yang belum stabil dan masih belum mencukupi, serta
prosedur dan peraturan yang belum mapan yang disebabkan karena adanya penggabungan Kantor
Sosial ke dalam Dinas Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 3 tahun 2010.
Untuk tahun 2010 ini, Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja telah merencanakan untuk mengirim 24 orang
pegawainya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan kepada para PNS Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X diharapkan dapat meningkatkan kinerja
pegawai yang dilihat dari kuantitas kerja, kuantitas kerja dan prestasi kerja dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik dalam melakukan penelitian mengenai
"Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Tenaga Kerja Kota X"

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka penulis di dalam melakukan penelitian ini
merumuskan masalah sebagai berikut:
"Seberapa Besar Pengaruh Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Sosial
Dan Tenaga Kerja Kota X"

C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah dimaksudkan untuk mengembangkan hasil penelitian tersebut untuk kemajuan
ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian harus sejalan atau konsisten terhadap judul dan permasalahan
penelitian. Dalam rumusan penelitian harus tercantum jawaban dan permasalahan penelitian (Amirin,
1987 : 86).
Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Pengaruh Pelatihan terhadap
Kinerja Pegawai Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan
kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah, berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang
diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas X,
penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam bidang ini
demi terciptanya suatu karya ilmiah.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dan masukan bagi instansi
terkait dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil Dinas Sosial dan tenaga Kerja Kota X.

E. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,dimana rumusan maalah
penelitian telah dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori yang elevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data.(Sugiyono, 2005:70).
Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan, maka
hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut:
Hipotesis nol (Ho) : Tidak ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota X.
Hipotesis Kerja (Ha) : Ada pengaruh pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja PNS Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota X.

F. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai
kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Menurut Singarimbun
(1995 : 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi.
Untuk mendapatkan batasan-batasan yang lebih jelas mengenai variabel-variabel yang akan diteliti,
maka defenisi konsep yang digunakan dalam pengertian ini adalah :
1. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia
terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia
2. Kinerja PNS
Kinerja PNS adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) yang dicapai oleh pegawai negeri sipil dalam
melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab atau beban kerja yang diberikan padanya.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara menyusun
suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator pendukung apa saja
yang dianalisa dari variabel tersebut. Suatu definisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan
penelitian dalam mengukur suatu variabel.
Adapun indikator-indikator yang dapat mengukur variabel-variabel tersebut diatas meliputi :
1. Pendidikan dan Pelatihan (Variabel X), indikatornya :
1.1 Waktu pelaksanaan DIKLAT, yang mencakup :
a. Frekuensi Peserta Mengikuti Diklat
b. Kesesuaian Pelaksanaan Diklat dengan waktu yang ditetapkan
1.2 Peserta DIKLAT, yang mencakup :
a. Intensitas kehadiran peserta
b. Latar Belakang Pendidikan
1.3 Metode Penyampaian materi DIKLAT, yang mencakup :
a. Mekanisme Penyampaian materi DIKLAT oleh instruktur
b. Peran/partisipasi aktif peserta dalam kegiatan DIKLAT
c. Komunikasi antara instruktur dan peserta DIKLAT
1.4 Instruktur, yang mencakup
a. Kemampuan/penguasaan instruktur terhadap materi DIKLAT
1.5 Sarana dan Prasarana DIKLAT, yang mencakup :
a. Kesesuaian antara tempat pelaksanaan dengan jumlahpeserta DIKLAT
b. Ketersediaan peralatan, perlengkapan dan kebutuhan DIKLAT
1.6 Materi DIKLAT, yang mencakup :
a. Kesesuaian materi DIKLAT dengan tugas dan pekerjaan peserta.
b. Penerapan/aplikasi materi diklat dalam pelaksanaan tugas
2. Variabel Y (Variabel terikat) yaitu Kinerja PNS, indikatornya :
2.1 Kualitas Pelayanan yang meliputi:
a. tingkat penyelesaian terhadap pelaksanaan tugas
b. tingkat kesalahan dalam pelaksanaan tugas
2.2 Kuantitas Pekerjaan
a. tingkat kecepatan dalam penyelesaian tugas
b. tingkat produktivitas pegawai
2.3 Prestasi kerja
a. tingkat keaktifan dalam bekerja
b. tingkat pencapaian prestasi

H. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori, defenisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data,
teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, berupa sejarah, visi dan misi.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang dianalisis.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan.

SKRIPSI PENGARUH MUTASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL


||

Kategori : skripsi FISIP

(KODE FISIP-AN-0010) : SKRIPSI PENGARUH MUTASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PEGAWAI NEGERI
SIPIL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pembangunan pada hakekatnya adalah kesadaran atau keinsyafan untuk melakukan kegiatan
memperbaiki, mendirikan bahkan menumbuhkan serta meningkatkan daya upaya yang mengarah
kepada keadaan yang lebih baik dengan dilandasi oleh semangat, kemauan dan tekad yang tinggi yang
bertujuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya.
Tujuan tersebut baru dapat dicapai apabila pembangunan nasional dilaksanakan secara menyeluruh
dengan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya bukan manusia, serta pelaksanaan
pembangunan disegala bidang, terencana, terarah, bertahap dan berkesinambungan. Salah satu bidang
tersebut adalah pembangunan manusia seutuhnya. Dalam hal ini keberhasilan pembangunan
tergantung pada aspek manusianya yakni sebagai pemimpin, pelaksana dan pengelola sumber daya
yang ada dalam nagara, yang dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), terutama Pada Dinas
Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X yang
merupakan aparatur negara yang menyelenggarakan pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan
nasional merupakan tulang punggung pemerintah. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan nasional terutama tergantung pada kesempurnaan apratur negara baik
ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Dalam ragka mencapai tujuan nasional sebagaimana
dikemukakan di atas, diperlukan adanya pegawai negeri sipil yang penuh kesediaan dan ketaatan
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah serta bersatu padu, bermental
baik, berwibawa, kuat berdaya guna, bersih, berkualitas tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian, dan
tentang wewenang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai negeri sipil diatur di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000. Kedua Peraturan perundang-undangan tersebut
merupakan pedoman pelaksanaan mutasi kepegawaian di setiap instansi pemerintah umum dan daerah
terutama pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999, bahwa yang termasuk pegawai pegawai negeri
sipil adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan satu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sempurna sebagaimana diamksudkan di atas, maka
pegawai negeri sipil perlu dibina dengan sebaik-baiknya dan diadakan pengembangan.
Tujuan pembinaan dan pengembangan (Fathoni, 2006:194) tersebut diharapkan agar setiap pegawai
yang ada dalam organisasi yang bersangkutan dapat memberikan prestasi kerja yang sebaik-baiknya
sehingga benar-benar dapat berfungsi sebagai penghasil kerja yang tepat guna sesuai dengan sasaran
organisasi yang hendak dicapai, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan dan
terwujudnya pegawai-pegawai yang setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara dan Pemerintah, sehingga pegawai hanya mengabdi kepada kepentingan negara dan
masyarakat, demi terwujudnya aparatur yang bersih dan berwibawa.
Salah satu bentuk dari pengembangan terhadap pegawai negeri sipil adalah mutasi sebagai
penjelmaan/perwujudan dari dianamika organisasi yang dijadikan sebagai salah satu cara untuk
mencapai tujuan organisasi.
Mutasi tidak terlepas dari alasan untuk mengurangi rasa bosan pegawai kepada pekerjaan serta
meningkatkan motivasi dan semangat kerja pegawai, selain itu untuk memenuhi keinginan pegawai
sesuai dengan minat dan bidang tugasnya masing-masing dimana dalam kegiatan pelaksanaan mutasi
kerja sering disalah tafsirkan orang yaitu sebagai hukuman jabatan atau didasarkan atas hubungan baik
antara atasan dengan bawahan.
Dalam pelaksanaan mutasi harus benar-benar berdasarkan penilaian yang objektif dan didasarkan atas
indeks prestasi yang dicapai oleh karyawan mengingat sistem pemberian mutasi dimaksudkan untuk
memberikan peluang bagi para pegawai negeri sipil untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Semangat kerja pegawai juga dapat menurun apabila pihak atasan tidak memperhatikan kepentingan
para bawahan. Hal ini akan menurunkan semangat kerja para pegawai. Indikator dari turunnya
semangat kerja antara lain rendahnya produktivitas, tingkat absensi pegawai tinggi, gaji rendah, dan
Iain-lain. Dengan demikian pastilah akan mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam suatu
organisasi.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti masalah mutasi yang dikaitkan dengan semangat
kerja pegawai dengan pemikiran bagaimana upaya untuk menumbuhkan semangat kerja dikalangan
pegawai sehingga semangat kerja pegawai dapat meningkat, khususnya pegawai pada Dinas Tenaga
Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X.
Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan membahas hal ini menjadi sebuah
objek penelitian, adapun judul yang penulis ajukan adalah :
"Pengaruh Mutasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi
Dan Sosial Daerah Kabupaten X".

B. Perumusan Masalah
Sebagaimana lazimnya suatu penelitian adalah suatu kegiatan atau pemecahan masalah, sehingga
dalam suatu penelitian untuk mendapatkan hasil yang baik harus dirumuskan permasalahan secara baik
pula.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, yaitu adanya hubungan antara mutasi kerja dengan
semangat kerja, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
"Bagaimana pengaruh mutasi di dalam semangat kerja seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas
Tenaga Kerja Transmigrasi Dan Sosial Daerah Kabupaten X”.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mutasi di dalam peningkatan semangat kerja Pegawai
Negeri Sipil pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X.
2. Untuk mengetahui semangat kerja para Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi
dan Sosial Daerah Kabupaten X.
3. Untuk mengetahui frekwensi mutasi pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah
Kabupaten X.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X, sebagai bahan masukan
terhadap pelaksanaan mutasi secara efektif
dan efisien.
2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas X, sebagai pelengkap referensi penelitian dalam
bidang Ilmu Administrasi Negara.
3. Bagi penulis sendiri, untuk menambah ilmu pengetahuan di dalam pelaksanaan mutasi di lapangan.
4. Bagi para pegawai, sebagai salah satu pengukur untuk mengatasi kejenuhan kerja.

E. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: "Pelaksanaan
mutasi pegawai negeri sipil dilakukan dengan baik dan benar akan berpengamh terhadap semangat
kerja pegawai di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Daerah Kabupaten X".

F. Defenisi Konsep
Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka perlu
ditetapkan defenisi konsep yaitu :
1. Mutasi adalah segala sesuatu perubahan mengenai seorang pegawai negeri sipil seperti
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, pemensiunan, perubahan susunan keluarga dan Iain-lain.
Namun mengingat banyaknya jenis mutasi pegawai, maka dalam hal ini dibatasi hanya mengenai mutasi
dalam hal perubahan jabatan kerja saja.
2. Semangat kerja adalah kesediaan seorang pegawai atau kemauan aparatur pemerintah untuk
melaksanakan pekerjaan secara giat dan konsekwen sesuai dengan kedudukan dan fiingsinya di dalam
organisasi demi mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
3. Pengaruh Mutasi terhadap semangat kerja pegawai yaitu dengan dilaksanakannya mutasi secara
tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku maka mutasi tersebut akan berdampak positif terhadap
pegawai seperti meningkatnya semangat kerja pegawai.

G. Definisi Operasional
Menurut Singarimbun (1999 : 46), defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel
dapat diukur. Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas (Mutasi), indikatornya sebagai berikut:
a. Frekwensi mutasi
Frekwensi mutasi adalah tingkat keseringan pelaksanaan mutasi atau pemindahan jabatan dalam
organisasi.
b. Alasan mutasi
Alasan mutasi adalah alasan-alasan atau motivasi yang mendorong dilaksanakannya perpindahan atau
mutasi tersebut. c. Ketepatan dalam melaksanakan mutasi yang disesuaikan dengan :
- Kemampuan kerja pegawai
- Tingkat pendidikan
- Lamanya masa menjabat
- Tanggung jawab atau beban kerja
- Kesenangan atau keinginan pegawai
- Kebijaksanaan atau peraturan yang berlaku
- Kesesuaian antara yang lama dan jabatan yang baru
2. Variabel Terikat (semangat kerja), dapat diukur melalui indikator-indikatornya:
a. Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja adalah hasil dari suatu pekerjaan yang dilakukan pegawai.
b. Kepuasan terhadap tugas
Kepuasan terhadap tugas adalah kepuasan para pegawai terhadap tugas dan pekerjaannya karena
memperoleh tugas yang disukainya.
c. Tingkat kehadiran, yakni persentase kehadiran dalam tugas setiap hari.
d. Rasa keamanan
Rasa keamanan adalah adanya rasa keamanan dan ketenangan jiwa, atas jaminan kepastian serta
perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karir dalam
pekerjaan.
e. Gaji
Gaji adalah hasil yang diterima pegawai atas hasil kerjanya.

H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep, defenisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat dan
struktur organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten X.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat penyajian data yang dilakukan dengan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari
lapangan dan menganalisanya berdasarkan metode yang digunakan.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab-bab sebelumnya
atau bab IV.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan.

Diposkan oleh http:// alhasyi.blogspot.com di 6:23 AM


KUALITAS PELAYANAN KARTU TANDA PENDUDUK (KTP)
DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN MASYARAKAT
(Studi Di Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Menyelesaikan Pendidikan
Program Studi Strata 1 Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan
Ilmu Administrasi Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

DWI JATMIKO

Npm : 082112107414

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
2012
HALAMAN PENGESAHAN

Berdasarkan Laporan Panitia Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17

Agustus 1945 Semarang menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

“KUALITAS PELAYANAN KARTU TANDA PENDUDUK (KTP) DALAM

MENINGKATKAN KEPUASAN PADA MASYARAKAT (STUDI DI KECAMATAN

GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN)”.

Diterima dan disahkan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan Program Strata 1 (S1) pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi, Program Studi Ilmu

Administrasi Negara, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.

Semarang,

Dekan

DRS. H. SUPARNO, M.Si


Nrp. 1 1 1 2 3 7

PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterima dan disahkan Dosen Pembimbing untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan

Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi,

Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.

Semarang,

Dosen Pembimbing

DR. KARMANIS, M.Si


Nrp.

BERITA ACARA UJIAN SKRIPSI


Setelah Skripsi ini diterima oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu

Administrasi, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang,

selanjutnya mendapat pengesahan dan persetujuan untuk diajukan di muka Sidang Panitia Ujian

Skripsi FISIP UNTAG Semarang, pada :

Hari :

Tanggal :

Waktu :

NO. DOSEN PENGUJI TANDA TANGAN

1. 1.

2. 2.

3. 3.

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan karunia kesehatan lahir dan

batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Kualitas Pelayanan KTP

dalam Meningkatkan Kepuasan Kepada Masyarakat (Studi di Kecamatan Grobogan,

Kabupaten Grobogan)”.

Penyusunan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan akademis dalam

memperoleh gelar Strata I Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.

Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan

Skripsi ini, untuk itu maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih

dan penghargaan kepada :

1. Bapak Drs. Suparno M.Si, selaku Dekan FISIP UNTAG Semarang;

2. Ibu DR. Karmanis, M.Si, selaku pembimbing dalam penelitian;

3. Bapak M. Arif Efendi K.A, SH. MM, selaku Camat Grobogan Kabupaten Grobogan;

4. Serta semua pihak terkait dalam penelitian yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu;

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat imbalan berkah dari Allah SWT,

karena tiada daya kami untuk membalas segala kebaikan yang telah diberikan.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan untuk turut menyempurnakan tulisan ini.

Semoga penyusunan Skripsi ini dapat bermanfaat secara akademis dan praktis. Amin.

Semarang, …………… 2012


Peneliti

ABSTRAK

Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan


pelayanan masyarakat dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan dan didukung
oleh pemerintahan yang memadai, maka penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good
Governance) akan terwujud.
Tugas pokok pemerintahan desa adalah menjalankan sebagian kewenangan Kecamatan
serta melaksanakan tugas-tugas lainnya berdasar kepada peraturan yang berlaku. Dalam
kapasitasnya sebagai sebuah organisasi pemerintah di bawah Kecamatan, tujuan
penyelenggaraan pemerintahan desa adalah terlaksananya berbagai fungsi desa sesuai dengan
kewenangannya yang diberikan oleh Kecamatan secara efektif dan efisien, termasuk di dalamnya
adalah fungsi pelayanan administrasi aparat kepada masyarakat.
Sehubungan dengan uraian di atas, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
mengangkat topik permasalahan tentang efektivitas pelayanan aparat terkait faktor
kepemimpinan Kepala Desa, dengan Judul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap
Efektivitas Pelayanan Aparat pada Masyarakat di Desa Sobo Kecamatan Geyer
Kabupaten Grobogan”.
Penelitian yang bersifat survey eksplanatory, yaitu untuk menjelaskan hubungan variabel
dan menguji hipotesanya ini dilakukan di lingkungan Kantor Desa Sobo Kecamatan Geyer
Kabupaten Grobogan. Sebagai populasi adalah seluruh penduduk di Desa Sobo Kecamatan
Geyer Kabupaten Grobogan dan sebagai sampelnya 116 orang. Elemen dari 20 % dari jumlah
KK.
Sebagai variabel bebas (X) pada penelitian ini adalah “Kepemimpinan Kepala Desa
Sobo”, dimana pada pembahasannya meliputi aspek koordinasi, aspek komunikasi, aspek
pengambilan keputusan, aspek motivasi, aspek tanggungjawab dan aspek ketaatan terhadap
peraturan. Sedangkan sebagai variabel terikat (Y) yaitu “Efektivitas Pelayanan Aparat pada
Masyarakat”, yang dipandang dari aspek optimasi tujuan, aspek perspektif sistematika, aspek
perilaku pegawai dalam organisasi.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil yang menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan antara Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Efektivitas Pelayanan Aparat pada
Masyarakat di Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Hal ini ditunjukkan melalui
uji statistik korelasi product moment yaitu diperolehnya harga rxy = 0,223 ≥ rt-5% = 0,176 dalam
taraf signifikasi 5% untuk N = 125.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

PERSETUJUAN / PENGESAHAN …………………………………………. ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..... iii

ABSTRAK …………………………………………………………………... iv

DAFTAR ISI …………………………………………………….…………... v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… vi

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………... 1


I.1. Latar Belakang ………………………………………….. 1

I.2. Perumusan Masalah ……………………………………... 6

I.3 Tujuan Penelitian ………………………........................... 6

I.4 Manfaaat Penelitian ……………………………………... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA …………………………………………… 8

2.1. Administrasi Publik ……………………………………... 9

2.2. Pelayanan Publik ………………………………………... 10

2.2.1. Asas-asas Pelayanan Publik ………………………… 12

2.2.2. Prinsip Pelayanan Publik ……………………………. 12

2.3. Kualitas Pelayanan Publik ………………………………. 14

2.4. Kepuasan Konsumen/Masyarakat ………………………. 19

2.4.1. Ciri-ciri konsumen yang puas ………………………. 20

2.4.2. Elemen Kepuasan Konsumen ……………………….. 21

2.5. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) …………………… 21

2.6. Kartu Tanda Penduduk (KTP) ………………………….. 23

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………… 25

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………………………… 25

3.2. Lokasi Penelitian ………………………………………... 26

3.3. Fokus Penelitian ………………………………………… 27

3.4. Instrumen Penelitian …………………………………….. 28

3.5. Sumber Data …………………………………………….. 29

3.6. Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 31

3.6.1. Metode Wawancara …………………………………. 31


3.6.2. Metode Observasi …………………………………… 33

3.6.3. Metode Dokumentasi ……………………………….. 33

3.7. Teknik Analis Data ……………………………………… 33

3.7.1. Reduksi Data (Data Reduction) …………………….. 34

3.7.2. Penyajian data (Data Display) ……………………… 34

3.7.3. Penarikan Kesimpulan ………………………………. 35

3.8. Keabsahan Data …………………………………………. 35

3.8.1. Derajat Kepercayaan (Credibility) ………………….. 35

3.8.2. Keteralihan (Transferability) ………………………... 37

3.8.3. Ketergantungan (Dependability) ……………………. 38

3.8.4. Kepastian (Confirmabilitys) ………………………… 38

BAB IV GAMBARAN UMUM KECAMATAN GROBOGAN

KABUPATEN GROBOGAN ………………………………. 40

4.1. Keadaan Alam Kecamatan Grobogan …………………... 40

4.1.1 Letak Geografis ……………………………………... 40

4.1.2. Luas Wilayah ………………………………………... 41

4.1.3. Keadaan Penduduk …………………………………. 42


4.2. Visi dan Misi Pemerintah Kecamatan Grobogan ………. 45
4.2.1. Visi Pemerintah Kecamatan Grobogan ……………... 45
4.2.2. Misi Pemerintah Kecamatan Grobogan …………….. 46

4.3. Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan Grobogan ............... 46

4.3.1. Tugas Pokok Pemerintahan Kecamatan Grobogan ..... 46

4.3.2. Fungsi Pemerintahan Kecamatan Grobogan ............... 47

4.4. Strategi dan Kebijakan Program Pemerintah Kecamatan


Grobogan ........................................................................... 48

4.4.1. Strategi Program Kecamatan Grobogan ...................... 48

4.4.2. Kebijakan Program Kecamatan Grobogan ................. 49

4.4.3. Program Pembangunan Kecamatan Grobogan ……... 50

4.5. Kelembagaan ……………………………………………. 50

4.6. Karateristik dan Keadaan Responden …………………... 51

BAB V PEMBAHASAN ………………………………………………. 54

5.1. Deskripsi Hasil Penelitian ………………………………. 54

5.2. Profesionalisme Kerja Pegawai …………………………. 55

5.2.1. Mentaati Segala Peraturan Yang Melandasi Bidang 56

Pekerjaan …………………………………………….

5.2.2. Sikap aparatur dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat …………………………………………... 57

5.3. Kejelasan Pelayanan …………………………………….. 57

5.3.1. Pelayanan yang merata dan sama tanpa membeda-

bedakan status dan kedudukan ……………………… 58

5.3.2. Rincian biaya/tarif pengurusan KTP ………………... 59

5.4. Ketepatan Waktu Pelayanan …………………………….. 61

5.5. Kelengkapan sarana dan prasarana ……………………... 62

5.5.1. Tersedianya informasi mengenai pengurusan KTP … 62

5.5.2. Tersedia Kotak/Loket pengaduan untuk menampung

keluhan masyarakat …………………………………. 63

BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ……………………………………………… 65

6.2. Saran ……………………………………………………. 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

1. Tabel I.1 Luas Tanah Menurut Jenis Tanah .............................. 41

2. Tabel I.2 Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin ………………………………………………… 43

3. Tabel I.3 Komposisi penduduk Kecamatan Grobogan berdasarkan

Mata Pencaharian ……………………………………… 45

4. Tabel I.4 Komposisi penduduk Desa Sobo berdasarkan Mata

Pencaharian …………………………………………….. 39

5. Tabel II.1 Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Umur ……... 51

6. Tabel II.2 Keadaan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 52


7. Tabel II.3 Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan …. 52

8. Tabel II.4 Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah undang-undang

yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas

fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau

koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan

kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan

lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada

pemerintahan dan administrasi publik.


Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk

meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada

hakekatnya penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.

Ada banyak penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami mengapa pemerintah dan

birokrasinya gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang baik. Dengan menggunakan

metafora biologi, Osborn dan Plastrik (1998) menjelaskan lima DNA, kode genetika, dalam

tubuh birokrasi dan pemerintah yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan

perilaku dari suatu birokrasi dan pemerintah dalam menyelengarakan pelayanan publik akan

sangat ditentukan oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu dikelola, yaitu misi (purpose),

akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan dan budaya. Kelima sistem DNA ini akan saling

mempengaruhi satu sama lainnya dalam membentuk perilaku birokrasi publik. Pengelolaan dari

kelima sistem kehidupan birokrasi ini akan menentukan kualitas sistem pelayanan publik.

Pelayanan publik dikembangkan berdasarkan client yaitu mendudukan diri bahwa warga

negaralah yang membutuhkan pelayanan, membutuhkan bantuan birokrasi. Sehingga pelayanan

yang dikembangkan adalah pelayanan yang independen dan menciptakan dependensi bagi warga

negara dalam urusannya sebagai warga negara. Warga negara atau masyarakat dianggap sebagai

follower dalam setiap kebijakan, program atau pelayanan publik. Masyarakat dianggap sebagai

makhluk yang “ manut “, selalu menerima setiap aktivitas birokrasi, padahal terkadang

pemerintah melakukan aktivitas yang “ tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat “

(Dwiyanto, 2006:59).
Satu hal yang hingga saat ini seringkali masih menjadi masalah dalam kaitannya dalam

hubungan antar rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service (pelayanan

umum), terutama dalam hal kualitas atau mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada

masyarakat. Pemerintah sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk

memberikan pelayanan yang semakin berkualitas. Apalagi dalam menghadapi kompetisi di era

globalisasi, kualitas dan pelayanan aparatur pemerintah akan semakin ditantang untuk semakin

optimal dan mampu menjawab tuntutan yang semakin tinggi dari masyarakat, baik dari segi

kualitas maupun dari segi kuantitas pelayanan.

Aparat birokrasi memang sangat diharapkan memiliki jiwa pengabdian dan pelayanan

kepada masyarakat. Dan yang diandalkan mampu mengubah citra "minta dilayani", menjadi

"melayani" (Mulyadi,2007).

Penilaian terhadap kualitas pelayanan bukan didasarkan atas pengakuan atau penilaian

dari pemberi pelayanan, tetapi diberikan oleh pelanggan atau pihak yang menerima pelayanan.

Salahsatu indikator kualitas pelayanan adalah client satisfaction and perceptions, misalnya

ditunjukkan dengan ada tidaknya keluhan dari pengguna jasa pelayanan. Hasil dari pengukuran

kualitas akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan perbaikan kualitas secara keseluruhan.

Tugas pokok Pemerintah pada hakekatnya adalah memebrikan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian juga dengan

Pemerintahan Kecamatan yang merupakan ujung tombak pertama dalam pemberian pelayanan

kepada masyarakat. Dalam melayani masyarakat, Pemerintah Kecamatan juga tidak terlepas dari

permasalahan yang berkenaan dengan kondisi pelayanan yang relatif belum memuaskan. Hal ini

terutama berkaitan dengan baik buruknya sumber daya aparatur pemerintah yang professional.
Salah satu kerja birokrasi dapat dilihat dari bagaimana birokrasi tersebut dalam hal ini

Kecamatan bekerja sama dengan Kepala Desa melaksanakan tugasnya dalam mengeluarkan

Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi masyarakat. Dalam hal ini kantor Kecamatan Grobogan

sebagai unsur pelaksana Pemda Kabupaten Grobogan merupakan lembaga birokrasi yang

memiliki tugas kewenangan dibidang pelayanan publik antara lain registrasi KTP dan Kartu

Keluarga (KK). KTP merupakan suatu hal yang dekat dengan masyarakat dan dapat dikatakan

pembuatan KTP ini pelayanan dasar pemerintah kepada masyarakatnya, KTP meski kelihatannya

sepele tetapi merupakan unsur penting dalam administrasi kependudukan. Alasannya adalah

karena menyangkut masalah legitimasi seseorang dalam eksistensinya sebagai penduduk dalam

suatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan sesuai dengan UU Nomor 23

Tahun 2006 pasal 63 ayat 1 yang berbunyi penduduk WNI dan orang asing yang memiliki Izin

Tinggal Tetap yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki

KTP. Dari data yang diperoleh dari kantor Kecamatan Grobogan tata cara pembuatan atau

perpanjangan KTP adalah harus membawa pengantar RT mengetahui RW setempat yang

diajukan ke desa/kelurahan, persyaratan surat pengantar dari Kepala desa dan pas photo,

pengesahan dari desa, pengesahan dari kecamatan kemudian ke Catatan Sipil (apabila

Kecamatan mengalami kendala dalam penerbitan KTP).

Melalui prosedur dan persyaratan seseorang berhak memiliki KTP, namun kenyataannya

masih banyak yang telah memenuhi syarattetapi belum mempunyai KTP dari data kependudukan

yang diperoleh dari kantor Kecamatan Grobogan.

Adapun jumlah perbedaan tersebut, kemungkinan disebabkan oleh lambannya aparatur

serta berbelit-belitnya proses yang dilalui dalam pengurusan KTP tersebut, serta kurangnya

informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenaibesarnya biaya dalam pengurusan KTP,
ataupun kalau biaya dalam pembuatan KTP tadi sudah ditetapkan dalam pengumuman Perda,

namun dalam realisasinya biaya pembuatan KTP sering berbeda dengan apa yang tercantum

dalam peraturan. Hal ini bisa saja disebabkan karena kesalahan faktor minimnya dukungan

fasilitas pengadaan atau fasilitas kerja pemerintah. Akibat hal-hal tersebut diatas harus diakui

secara perlahan-lahan akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan

dan kinerja pemerintah. Untuk menghempang hal tersebut, maka pemerintah harus lebih

responsive dan akuntabel guna memberikan pelayanan yang prima dan dapat memuaskan

masyarakat..

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji masalah kepuasan yang dihubungkan

dengan kualitas pelayanan. Hal ini dapat dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi yang berjudul :

“Kualitas Pelayanan KTP dalam Meningkatkan Kepuasan Kepada Masyarakat

(Studi di Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan)” .

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dimaksudkan agar dalam penyusunan laporan hasil penelitian dapat

mengarah pada pokok permasalahan. Di samping itu, perumusan masalah merupakan pedoman

dari suatu kegiatan penelitian.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan masalah menurut Nasir (1983:80)

antara lain:

1. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

2. Rumusan hendaklah padat dan jelas

3. Rumusan harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkannya


4. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam pembentukan hipotesa

5. Masalah harus menjadikan dasar judul bagi penelitian.

Dari uraian sebelumnya, kemudian penulis mencoba merumuskan masalah yang perlu

untuk dikaji dan dibahas. Adapun masalah yang kami rumuskan adalah :

Bagaimana kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam meningkatkan kepuasan

masyarakat di Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan maka peneliti ini

bertujuan :

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk dalam

meningkatkan kepuasan pada masyarakat di Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

a) Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan.

b) Dapat dijadikan dasar acuan untuk membangun Ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kualitas

pelayanan Kartu Tanda Penduduk serta dengan adanya model yang baru diharapkan meningkatkan

kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk dalam meningkatkan kepuasan masyarakat yang

berdampak pada terlaksananya good governance.

1.4.2. Manfaat Praktis

a) Memberikan informasi serta masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi

lembaga atau instansi pemerintah.

b) Membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh lembaga pemerintah (Kecamatan

Grobogan) dalam usaha kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk dalam meningkatkan

kepuasan masyarakat.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kerangka teori adalah Landasan Teori atau disebut dengan kajian kepustakaan. Kerangka

ini dapat dikembangkan berdasarkan literature dan hasil penelitian ilmiah yang berhubungan

dengan masalah penelitian.

Menurut Gunawan Yuwono, yang dimaksud dengan “Teori adalah suatu perangkat

konsep (kontruk) yang saling berhubungan, definisi-definisi dan proporsi yang menyajikan

pandangan sistematis antara variabel dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan gejala-gejala”.

Menurut Snelbecker (dalam Moleong, 2002:34) mendefinisikan teori sebagai seperangkat

proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat

dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan

berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.
Marx dan Goodson (dalam Moleong, 2002:35) menyatakan bahwa teori ialah aturan yang

menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena

alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari:

a. Hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian yang diukur,

b. Mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian,

c. Hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data

dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apapun secara langsung.

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, yang dimaksud dengan teori adalah suatu ungkapan

mengenai hubungan kausal yang logis di antara berbagai gejala atau perubahan atau variable

dalam bidang tertentu yang dapat digunakansebagai kerangka berpikir dalam memahami serta

menanggapi masalah yang timbul.

2.1. Administrasi Publik

Administrasi publik merupakan sebuah aktivitas yang meliputi seluruh masalah

penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu Negara. Administrasi publik terlibat dalam proses

pembuatan kebijakan publik dan juga pelaksanaan kebijakan publik.

Menurut Zauhar (2006:31) “Administrasi publik pada awal pertumbuhannya,

didefinisikan sebagai administrasi publik ini menekankan bahwa keberadaan administrasi publik

diarahkan untuk melayani publik”.

Batasan administrasi publik, selanjutnya telah mengalami pergeseran sesuai dengan

semangat dan tantangan zaman yang berkembang pada kurun waktu tertentu. Cakupan

administrasi publik tidak terbatas pada fungsi-fungsi di eksekutif, tetapi juga segala sesuatu yang

terjadi di organisasi pemerintahan, termasuk lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Dalam

perkembangan selanjutnya, administrasi publik tidak hanya berkenaan dengan pelaksanaan


kebijakan publik. Lebih jau lagi adalah terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan

publik itu sendiri.

Menurut Soeprapto dalam Muchtar (2002:2) menyatakan, dari pola pemikiran yang

berkembang. Pertama, pemikiran yang memandang administrasi publik sebagai kegiatan yang

dilakukan pemerintah yaitu lembaga eksekutif. Kedua, pola pemikiran yang memandang

administrasi publik lebih luas dari sekedar mengenai aktivitas lembaga eksekutif belaka.

Administrasi publik mencakup seluruh aktivitas dati ketiga cabang pemerintahan yaitu

legislative, eksekutif dan yudikatif yang kesemuanya bermuara pada fungsi untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Hafitz dan Russel (1997:5-41), mengklarifikasikan definisi administrasi politik kedalam 4

kelompok utama, yaitu :

1) Dimensi publik, makna administrasi publik berkaitan dengan segenap kegiatan yang dilakukan
pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Administrasi publik merupakan tahapan dari sebuah siklus pembuatan kebijakan
publik dengan tindakan kolektif yang tidak dapat dilakukan secara individual.
2) Dimensi Hukum, makna administrasi publik berkaitan dengan sebuah hukum didalam praktik
sebagai aktivitas pengaturan, sebuah keputusan penyelenggaraan pelayanan publik tertentu, dan
pelaksanaan atas tindakan minimal pemerintah atau negara, khususnya fungsi keamanan dan
perlindungan.
3) Dimensi manajerial, administrasi publik memiliki makna sebagai sebuah fungsi eksekutif di
dalam pemerintahan, sebuah manajemen khusus, sebuah administrasi yang kaku, dan sebagai
sebuah seni bukan ilmu.
4) Dimensi bidang pekerjaan administrasi memiliki makna sebagai sebuah jenis pekerjaan tertentu,
kontes naik turunnya seseorang, idealism dalam tindakan, bidang akademik yang ditetapkan di
sector publik, dan sebagai sebuah profesi yang berkaitan dengan penerapan sani dan ilmu untuk
menyelessaikan problem kemasyarakatan.

2.2. Pelayanan Publik

Pendapat Boediono (2003:60), bahwa pelayanan merupakan suatu proses bantuan kepada

orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal

agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.


Nurcholis (2005:178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang

mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik

berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.

Berdasarkan definisi pelayanan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah

kegiatan yang dilakukan oleh organisasi atau instansi yang ditujukan untuk kepentingan

masyarakat yang dapat berbentuk uang, barang, ide, atau gagasan ataupun surat-surat atas dasar

keikhlasan, rasa senang, jujur, mengutamakan rasa puas bagi yang menerima layananan.

Menurut Kurniawan (dalam Sinambela, 2006:5) pelayanan publik diartikan sebagai

pemberi pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan

pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan.

Menurut UU No.25/2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang

disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pelayanan publik merupakan jenis bidang

usaha yang dikelola oleh pemerintah dalam bentuk barang dan jasa untuk melayani kepentingan

masyarakat tanpa berorientasi.

2.2.1. Asas-asas Pelayanan Publik

1. Transparansi : Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak, dan dapat diakses

oleh semua pihak, disediakan secara memadahi dan mudah disediakan secara memadahi dan

mudah dimengerti.

2. Akuntabilitas : dapat dipertanggkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


3. Kondisional : sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima kemampuan

pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada pelayanan dengan tetap

berpegang pada prinsip-prinsip efisiensi & efektivitas.

4. Partisipasi : mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat

5. Kesamaan hak : tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,

gender, dan status ekonomi

6. Keseimbangan hak & kewajiban : pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak

dan kewajiban masing-masing pihak.

2.2.2. Prinsip Pelayanan Publik

1. Kesederhanaan : prosedur pelayanan tidak berbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan

2. Kejelasan :

a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik

b) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan

penyelesaian keluhan/sengketa

c) Rincian biaya dan tata cara pembayaran

3. Kepastian waktu :pelaksanaan pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditentukan.

4. Akurasi : produk layanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah

5. Keamanan : proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum

6. Tanggung jawab : pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas pelyanan dan penyelesaian keluha/sengketa


7. Kelengkapan sarana dan prasarana : sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang

memadahi termasuk sistem T I dan telekomunikasi .

8. Kemudahan akses : tempat dan lokasi pelayanan mudahdijangkau dan mudah dalam

memanfaatkan sistem T I dan telekomunikasi

9. Kedisiplinan : pemberi pelayanan harus disiplin, sopan, dan ramah

10. Kenyamanan : Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman yang dilengkapi sarana pendukung pelayanan seperti parkir, kamar mandi, dll.

2.3. Kualitas Pelayanan Publik

Kata Kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang

konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya

menggambarkan karakteristik produk seperti : kinerja (performance), keandalan (reability),

mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya.

Sedangkan dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang

mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis

oleh Gapersz (1997) dinyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian

pokok yaitu kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk , baik keistimewaan langsung,

maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian

memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas

kekurangan atau kerusakan.


Pada bagian lain Gapersz (1997) dalam mengutip Juran memberikan definisi menajemen

kualitas sebagai suatu kumpulan aktivitas yagn berkualitas dengan kualitas tertentu yang

memiliki karakteristik sebagai berikut :

a) Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen


b) Sasaran kualitas dimasukkan ke dalam rencana bisnis
c) Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking : focus adalah pada pelanggan dan pada
kesesuaian kompetisi; disana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas tahunan
d) Sasaran disebarkan ke tingkat mengambil keputusan
e) Pelatihan ditetapkan pada setiap tingkat
f) Pengukuran ditetapkan seluruhnya
g) Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan sasaran
h) Penghargaan diberikan untuk kinerja terbaik
i) Sistem imbalan (reward system) diperbaiki

Kualitas adalah menjaga janji pelayanan agar pihak yang dilayani merasa puas dan

diuntungkan. Meningkatkan kualitas merupakan pekerjaan semua orang adalah pelanggan.

Tanggung jawab untuk kualitas produksi dan pengawasan kualitas tidak dapat didelegasikan

kepada satu orang, misalnya staf dalam suatu kantor.

Parasuraman.et.al (1985) mengatakan ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas

jasa, yaitu expective service (pelayanan yang diharapkan) dan perceived service (pelayanan

diterima). Karena kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan dari keinginan pelanggan

serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan, untuk maka, Zeithaml

(1996:177) mendefinisikan bahwa pelayanan adalah penyampaian secara excellent atau superior

dibandingkan dengan harapan konsumen.

Tjiptono (1991:61) menyebutkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik bukanlah

berdasarkan sudut pandang/persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut

pandang/persepsi konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta

yang menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.
Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap

keunggulan suatu jasa layanan.

Bagi pelanggan kualitas pelayanan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang

dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang

dianggap penting. Pelanggan mempertimbangkan suatu kualitas pelayanan. Untuk itu kualitas

dapat dideteksi pada persoalan bentuk, sehingga dapat ditemukan :

1. Kualitas pelayanan merupakan bentuk dari sebuah janji

2. Kualitas adalah tercapainya sebuah harapan dan kenyataan sesuai komitmen yang telah

ditetapkan sebelumnya

3. Kualitas dan integritas merupakan sesuatu yang tak terpisahkan.

Dalam Sinambela (2010:6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah

memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang

tercermin dari :

1. Transparan
Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan
dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Kondisional
Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan
tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif
Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras,
agama, golongan, status sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban
Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan
publik.
Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas

pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda

dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvesional

dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti :

1. Kinerja (performance)

2. Kehandalan (reliability)

3. Mudah dalam penggunaan (easy of use)

4. Estetika (esthetics), dan sebagainya

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang

mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut

Lupiyoadi (2001:147) adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada

pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset

pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman,

Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan

terhadap enam sektor jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan

telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas disimpulkan bahwa terdapat lima

dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et al, 1998) :

1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
2. Reliability, atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai
yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan
yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua pelanggan tanpa kesalahan,
sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi
yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam pelayanan.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan
para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas
(credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang
diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami keinginan konsumen. Dimana
suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan.

Abidin (2010:71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya

mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau

pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-

aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan

publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan

publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan

keadilan.

2.4. Kepuasan Konsumen/Masyarakat

Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived)

sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir, 2005). Kotler (2000) mengatakan bahwa

kepuasan konsumen merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara

kinerja produk yang ia rasakan dengan harapannya.

Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon terhadap evaluasi ketidaksesuaian

atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang

dirasakan setelah pemakaian (Tse dan Wilson dalam Nasution, 2004) Oliver (dalam Peter dan

Olson, 1996) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah rangkuman kondisi psikologis yang
dihasilkan ketika emosi yang mengelilingi harapan tidak cocok dan dilipatgandakan oleh

perasaan-perasaan yang terbentuk mengenai pengalaman pengkonsumsian.

Westbrook & Reilly (dalam Tjiptono, 2005) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen

merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan produk atau jasa yang

dibeli.

Gaspers (dalam Nasution, 2005) mengatakan bahwa kepuasan konsumen sangat

bergantung kepada persepsi dan harapan konsumen. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi dan harapan konsumen antara lain :

a. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika

sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.

b. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-

pesaingnya.

c. Pengalaman dari teman-teman.

Engel, Roger & Miniard (1994) mengatakan bahwa kepuasan adalah evaluasi paska

konsumsi untuk memilih beberapa alternatif dalam rangka memenuhi harapan. Band (dalam

Nasution, 2005) mengatakan bahwa kepuasan tercapai ketika kualitas memenuhi dan melebihi

harapan, keinginan dan kebutuhan konsumen. Sebaliknya, bila kualitas tidak memenuhi dan

melebihi harapan, keinginan dan kebutuhan konsumen maka kepuasan tidak tercapai. Konsumen

yang tidak puas terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya akan mencari perusahaan lain

yang mampu menyediakan kebutuhannya.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan definisi kepuasan konsumen yaitu

tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja produk yang dia rasakan dengan

harapannya.
2.4.1. Ciri-ciri konsumen yang puas

Kotler, (2000) menyatakan ciri-ciri konsumen yang merasa puas sebagai berikut:

a) Loyal terhadap produk.


Konsumen yang puas cenderung loyal dimana mereka akan membeli ulang dari produsen yang
sama
b) Adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif.
Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication) yang bersifat positif yaitu
rekomendasi kepada calon konsumen lain dan mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk
dan perusahaan
c) Perusahaan menjadi pertimbangan utama ketika membeli merek lain.
Ketika konsumen ingin membeli produk yang lain, maka perusahaan yang telah memberikan
kepuasan kepadanya akan menjadi pertimbangan yang utama.

2.4.2. Elemen Kepuasan Konsumen

Wilkie (1994) menyatakan bahwa terdapat 5 elemen dalam kepuasan konsumen yaitu :

1. Expectations
Harapan konsumen terhadap suatu barang atau jasa telah dibentuk sebelum konsumen membeli
barang atau jasa tersebut. Pada saat proses pembelian dilakukanan, konsumen berharap bahwa
barang atau jasa yang mereka terima sesuai dengan harapan, keinginan dan keyakinan mereka.
Barang atau jasa yang sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan konsumen merasa
puas.
2. Performance
Pengalaman konsumen terhadap kinerja aktual barang atau jasa ketika digunakan tanpa
diperngaruhi oleh harapan mereka. Ketika kinerja actual barang atau jasa berhasil maka
konsumen akan merasa puas.
3. Comparison
Hal ini dilakukan dengan membandingkan harapan kinerja barang atau jasa sebelum membeli
dengan persepsi kinerja aktual barang atau jasa tersebut. Konsumen akan merasa puas ketika
harapan sebelum pembelian sesuai atau melebihi perepsi mereka terhadap kinerja aktual produk.
4. Confirmation/disconfirmation
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman mereka terehadap penggunaan merek dari
barang atau jasa yang berbeda dari orang lain. Confirmation terjadi bila harapan sesuai dengan
kinerja aktual produk. sebaliknya disconfirmation terjadi ketika harapan lebih tinggi atau lebih
rendah dari kinerja aktual produk. konsumen akan merasa puas ketika tejadi confirmation /
discofirmation.

2.5. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)


Indikator yang digunakan untuk menganalisis kualitas pelayanan publik terdiri dari 14

(empat belas) unsur yang menjadi indikator kepuasan masyarakat terhadap suatu bentuk

pelayanan publik. Keempat indikator tersebut terdiri dari :

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat

dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk

mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan

pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).

4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan,

terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas

dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas

dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah

ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan

golongan/status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.

10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang

ditetapkan oleh unit pelayanan.


11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang

telah ditetapkan.

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan.

13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan

teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara

pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa tenang untuk

mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Indikator-indikator tersebut didasarkan pada unsur-unsur pengukuran kepuasan

pelayanan publik yang termuat dalam Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang

Pedoman Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat.

2.6. Kartu Tanda Penduduk (KTP)

Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan suatu keterangan atau tanda bukti yang

dimiliki oleh setiap individu dimanapun ia berada, KTP merupakan suatu identitas peribadi

seseorang yang bermukim disuatu tempat.

Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 pasal 63 ayat 1 yang berbunyi penduduk WNI

dan orang aisng yang memiliki Izin Tinggal Tetap yagn telah berumur 17 tahun atau telah kawin

atau pernah kawin wajib memiliki KTP.

Prosedur Permohonan Kartu Tanda Penduduk (KTP), yaitu :

1. Pemohon dengan membawa bukti diri kartu keluarga (KK) datang ke RT dan RW.

2. RT dan RW memeriksa bukti diri pemohon sebagai bahan membuat surat pengantar.

3. Kepala Desa/Kelurahan memeriksa surat pengantar dan bukti diri yang dibawa oleh pemohon

sebagai bahan penerbitan surat pengantar dan sekaligus pengisian formulir/blangko (F-1.07)

permohonan Kartu Tanda Penduduk.


4. Surat pengantar dan blangko isian permohonan KTP yang sudah ditanda tangani oleh PPDP dan

Kepala Desa/Kelurahan dibawa pemohon ke Kantor Kecamatan guna diverifikasi.

5. Setelah surat pengantar diperiksa dan blanko permohonan KTP diverifikasi oleh Kecamatan

(Camat/Kasi Pelayanan Umum) selanjutnya dilakukan pencetakan Kartu Tanda Penduduk.

Dalam hal pelayanan KTP, masyarakat menginginkan pelayanan yang berkualitas, hal ini

dapat dilihat dari prosedur yang ditetapkan aparatur pemerintah kepada masyarakat dalam

memberikan pelayanan serta sikap aparatur yang bertugas yang bersahabat dan ramah kepada

masyarakat yang memerlukan bantuan.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan menemukan, memahami, menjelaskan dan memperoleh

gambaran permasalahan tentang Kualitas Pelayanan KTP dalam Meningkatkan Kepuasan

Kepada Masyarakat di Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan, melalui : pertana, pemusatan

diri pada masalah-masalah yang ada pada maa sekarang atau masalah aktual; kedua, data yang

dikumpulkan disusun dan kemudian dianalis (Surachmad, 1982). Menurut Strauss dan Corbin

(1980), qualitative research adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan

yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau

dengan cara-cara lain dan kuantifikasi (pengukuran). Sebagaimana disebutkan oleh Bogdan dan

Taylor (1982), ada 5 ciri pokok dalam penelitian kualitatif, yaitu :

(1) Penelitian kualitatif mempunyai latar belakang alami dan peneliti berperan sebagai instrument
inti
(2) Penelitian kualitatif bersifat deskriptif mengingat data yang dikumpulkan lebih banyak berupa
kata-kata dan gambar
(3) Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses
(4) Penelitian kualitatif cenderung menganalisis data secara induktif
(5) Penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna

Strategi pendekatan atau jenis penelitian kualitatif yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan naturalistic (Lincoin dan Guba, 1985; Lee, 1999), yaitu bahwa :

(1) Penelitian dapat dilaksanakan dengan kondisi alamiahnya;


(2) Data yagn dikumpulkan adalah berdasarkan perspektif yang diteliti;
(3) Desain penelitiannya bersifat fleksibel karena berdasarkan prinsip reflexive;
(4) Tidak ada standar dalam alat, metode observasi, maupun cara menganalisis

Penelitian kualitatif menurut Strauss dan Corbin (2003), merupakan jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-

prosedur statistic atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian

naturalistic merupakan penelitian yang sumber datanya diperoleh dari situasi wajar (natural

setting) atau tanpa adanya manipulasi.

Melalui pendekatan naturalistik, Peneliti dapat mengetahui tanggapan dari berbagai

kalangan, seperti terhadap para actor kebijakan pada badan dan instansi yang relevan, pegawai

yang berada pada pemerintah kecamatan yagn terlibat dalam pelayanan KTP di Kecamatan

Grobogan Kabupaten Grobogan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Kecamatan Grobogan. Dipilihlah

lokasi ini dengan pertimbangan utama sebagai berikut:

1. Kebijakan Pemerintah Kecamatan Grobogan dalam meningkatkan kualitas pelayanan melalui

Pendayagunaan Sumber Daya yang ada.

2. Merupakan salah satu fungsi Pemerintah Kecamatan yaitu menerbitkan Kartu Tanda Penduduk

(KTP)
3.3. Fokus Penelitian

Pembentukan fokus penelitian tersebut mempunyai dua tujuan :

1. Menetapkan fokus membatasi studi yang berarti dengan adanya fokus, penentuan situs penelitian

yang layak.

2. Penentuan fokus secara efektif menetapkan kriteria inklusi-inklusi untuk menjaring informasi

yang mengalir masuk.

Hal demikian diperlukan karena, adakalanya ketika berada di lapangan, Peneliti

memperoleh data yang cukup bagus, namun apabila data yand diperoleh tidak relevan dengan

fokus penelitian, tentu saja data tersebut tidak berarti dan tidak perlu diperhatikan.

Betapa berartinya suatu fokus dalam penelitian, Moleong (2000), mengemukakan bahwa

fokus penelitian sangat penting peranannya dalam penelitian, yaitu dapat dijadikan sebagai

sarana untuk memandu dan mengarahkan penelitian. Dengan arahan fokus penelitian, Peneliti

akan dapat mengetahui secara pasti data mana yang dibutuhkan dan perlu diupayakan

pengempulannya. Berkenaan dengan itulah, fokus penelitian ini sebagai berikut :

1. Profesionalisme kerja pegawai, meliputi :

- Kemahiran dalam mempergunakan peralatan yang ada dalam mendukung pekerjaan, yaitu

proses pembuatan KTP

- Kesiapan dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP yaitu disiplin dalam memulai dan

menyelesaikan pelayanan.

- Tekun dan rajin dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

- Mentaati segala peraturan yang melandasi bidang pekerjaan.

- Sikap aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2. Kejelasan, yang mencakup :


- Pelayanan yang merata dan sama tanpa membedaka-bedakan status dan kedudukan

- Tersedianya sarana pelayanan yang memadai dalam pengurusan KTP

- Pelayanan dengan cepat dan tepat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu prosedur/tata

cara pengurusan KTP

- Rincian biaya/tarif pengurusan KTP

3. Ketepatan waktu

- Pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP harus dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditetapkan

4. Kelengkapan sarana dan prasarana

- Tersedianya informasi mengenai pengurusan KTP

- Tersedianya ruang tunggu yang nyaman

- Tersedia kotak/loket pengaduan untuk menampung keluhan masyarakat

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peneliti sendiri sebagai

telah banyak dianalisis oleh para ahli seperti Miles dan Huberman (1994); Islamy (2001). Dalam

istilah lain, sebagaimana yang juga diungkapkan oleh Riyanto (2003), bahwa dalam penelitian

kualitatif, Peneliti selain berperan sebagai pengelola penelitian juga tidak dapat digantikan oleh

instrumen lainnya. Pelibatan peneliti sebagai instrumen bukan berarti menghilangkan ensensi

manusianya, tetapi kapasitas jiwa dan raganya dalam mengamati, bertanya, melacak, memahami,

dan mengabstraksikan merupakan alat penting dalam proses peneliitian.

Berkaitan dengan dijadikannya manusia sebagai instrumen utama dalam proses penelitian

dan berpedoman kepada pandangan Islamy (2001), bahwa hanya manusia yang memiliki

beberapa kemampuan dalam proses instrumen penelitian sebagaimana di bawah ini :


(1) Kepekaan untuk berintegrasi dengan lingkungan
(2) Kemampuan beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan penelitiannya dengan baik
(3) Kemampuan menangkap segala sesuatu utuh dan menyeluruh
(4) Kemampuan memproses data dengan tepat
(5) Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan simpulan penelitiannya, misalnya untuk
memahami latar social
(6) Kemampuan untuk meringkas data, melakukan klasifikasi, dan koreksi data
(7) Kesempatan dan kemampuan untuk mengeksplorasi respon-respon atau unik untuk
memperolehh pemahaman yang lebih mendalam.

Disamping menggunakan Peneliti sebagai instrumen, juga memanfaatkan instrumen

penunjang lainnya seperti observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi yang

dapat melengkapi kekurangan instrumen berdasarkan peneliti.

3.5. Sumber Data

Berdasarkan pada fokus penelitian, maka sumber data dalam penelitian ini adalah

nforman. Untuk menentukan informan dalam penelitian ini dipertimbangkan latar belakang,

pelaku, peristiwa dan proses sesuai dengan kerangka dan perumusan masalah. (Miles dan

Hubermen, 1984; Sugiono, 1993, Moleong, 2000). Karena informasi sejak awal telah ditentukan

(purposive sampling) dengan asumsi memiliki informasi yang dibutuhkan.

Berdasarkan hal tersebut, maka informan dalam penelitian ini adalah Informan yang

secara langsung terlibat dalam pelaksanaan kualitas pelayanan KTP di Kecamatan Grobogan,

yaitu :

(1) Camat

(2) Sekcam

(3) Kepala Seksi di Kecamatan Grobogan

(4) Staf di Kecamatan Grobogan

(5) Operator komputer penerbitan KTP

(6) Masyarakat.
Peristiwa : merupakan kejadian-kejadian atau fenomena dan noumena (nilai yang

tersembunyi) yang terjadi di situs penelitian yang memiliki hubungan dan mampu menjelaskan

baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap fokus yang diteliti. Hanya peristiwa-

peristiwa yang memiliki hubugnan dengan fokus penelitian yang dicermati secara seksama dan

cermat berkenaan dengan makna yang terkandung didalamnya, khususnya berkait dengan

aktivitas terarah tujuan, tindakkan saat menghadapi rintangan dan aktivitas tujuan dari para

aparat desa serta lembaga-lembaga di pemerintah desa, dalam setiap tahapan kegiatan dalam

pembangunan baik aspek perencanan, pelaksanaan maupun evaluasi.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka digunakan metode

pengumpulan data sebagai berikut:

3.6.1. Metode Wawancara

Teknik wawancara secara umum seringkali digunakan oleh peneliti yang menggunakan

metode penelitian kualitatif (qualitatif approach). Interview dapat digunakan untuk

mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Teknik interview ini

paling tepat digunakan pada saat peneliti ingin mengetahui secara lebih objektif dan terlibat

secara langsung mengenai bagaimana pelaksanaan mekanisme pelaksanaan pemerintah desa

yang akan ditampilkan oleh sumber tatkala melakukan sesuatu aksi tertentu dalam kondisi

tertentu, serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dan penunjungnya.

Wawancara secara mendalam ini dimaksudkan untuk menentukan inti sari dari penelitian,

hal ini sejalan dengan pendapat Patton (1983) bahwa wawancara dimaksudkan adalah untuk

mendapatkan dan menemukan apa yang tedapat didalam pikiran orang lain.
Dalam penentuan informan untuk diwawancarai, peneliti menggunakan tehnik purposive

sampling, yaitu penentuan informan berdasarkan tujuan tertentu (Lincoln & Guba, 1984) dengan

menggunakan seleksi berdasarkan kriteria tertentu, serta jumlah informan yang ditentukan

sendiri oleh peneliti berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu didasarkan pada penguasaan

informasi dan data yang diperlukan. Tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya

dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring

dan dianalisis. Setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah

diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau diisi dengan adanya kesenjangan

informasi yang ditemui.

Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini bertipe open-ended, dimana

peneliti bertanya kepada informan tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka

mengenai peristiwa yang ada (Yin, 2004). Tipe wawancara ini umum digunakan pada penelitian

kualitatif, dengan teknik wawancara tidak standar (unstandarized interview) yang dilakukan

tanpa menyusun suatu daftar pertanyaan yang ketat yagn dikembangkan kedalam duak teknik

yaitu :

1) Wawancara tidak terstruktur;

2) Wawancara terstruktur.

Masing-masing bentuk wawancara ini memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri.

Dilakukannya wawancara tidak terstruktur karena memiliki kelenihan yaitu dapat dilakukan

secara lebih pribadi (personal approach) dan lebih lues sehingga peneliti akan memperoleh

informasi objektif. Ketika wawancara tidak terstruktur dilakukan maka peneliti mencatat

responitas informan. Wawancara dilakukan dengan lebih bebas dan lebih bersifat obrolan biasa

(non formal) sehingga nampak rileks.


3.6.2. Metode Observasi

Yaitu data yang dibutuhkan diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap

fenomena dan noumena yang relevan dengan fokus penelitian di situs penelitian. Penekanan

observasi lebih pada upaya mengungkap makna-makna yagn terkandung dari berbagai aktivitas

terarah tujuan. Tindakan saat menghadapi rintangan dan aktivitas tujuan dari para pegawai

Kecamatan Grobogan dalam memainkan perannya disetiap tahapan proses kegiatan pemerintah

kecamatan. Dan hasil observasi tersebut dimasukkan dan dicatat dalam buku catatan yang

selanjutnya dilakukan pemilahan sesuai kategori yang ada dalam fokus penelitian

3.6.3. Metode Dokumentasi

Adalah suatu cara untuk memperoleh data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip

dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

3.7. Teknik Analisis Data

Analiss data ini bertujuan untuk mencari dan menata data secara sistematis dari hasil

rekaman atau catatan wawancara, observasi dan dokumen yang telah dilakukan. Proses analisis

data dalam penelitian ini mengadopsi pemikiran Miles dan Huberman (1984). Yang pada

dasarnya meliputi 3 alur kegiatan setelah proses pengumpulan data, dan penarikan kesimpulan.

Namun, analisis data tidak dilakukan secara parsial dan berdiri sendiri tetapi dilakukan secara

terus menerus dan terintegrasi selama dan setelah proses pengumpulan data dilakukan di lokasi

penelitian, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

3.7.1. Reduksi Data (Data Reduction)

Analisis data dimulai beriringan dengan proses pengumpulan data dilanjutkan dengan

pengkajian dan penilaian data dengan tetap memperhatikan prinsip keabsahan data, dalam rangka
memperoleh data yang benar-benar berguna bagi penelitian. Disini data yang telah dikumpulkan

direduksi dengan melakukan penyederhanaan pengabstrakan, pemilaham dan pemetaan

(persamaan dan perbedaan) sesuai dengan fokus penelitian secara sistematis dan intrergral.

Reduksi data ini berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung hingga sampai pada

penarikan kesimpulan.

3.7.2. Penyajian data (Data Display)

Penyajian data yang dimaksud menampilkan berbagai data yang telah diperoleh sebagai

sebuah informasi yang lebih sederhana, selektif dan memudahkan untuk memaknainya.

Penyajian data dalam penelitian ini disusun secara naratif, bentuk label dan gambar, yang dibuat

setelah pengumpulan dan reduksi data dengan didasarkan pada kontek dan teori yang telah

dibangun untuk mengungkapkan fenomena dan noumena yang terjadi sesuai dengan fokus

penelitian.

3.7.3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari rangkaian analisis data setelah sebelumnya

dilakukan reduksi dan penyajian data, yang menjelaskan alur sebab akibat suatu fenomena dan

nouma terjadi. Dalam proses ini selalu disertai dengan upaya verifikasi (pemikiran kembali),

sehingga disaat ditemukan ketidaksesuaian antara fenomena, noumena, data, dengan konsep dan

teori yang dibangun, maka Peneliti kembali melakukan pengumpulan data, atau reduksi data atau

perbaikan dalam penyajian data kembali, sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang benar-benar

utuh. Dalam penarikan kesimpulan Peneliti menggunakan kerangka teori yang dipakai sebagai

kerangka piker penelitian.

3.8. Keabsahan Data


Penelitian kualitatif harus memenuhi keabsahan data (Lincoin dan Guba, 1985). Oleh

karena itu penelitian ini menggunakan kriteria, yakni :

3.8.1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Penerapan kriteria derajat kepercayaan dimaksud sebagai pengganti konsep validitas

internal dari penelitian non kualitatif. Untuk mencapai derajat kepercayaan dimaksud, maka

proses analisis data (pengumpulan, reduksi, penyajian dan kesimpulan) selalu dilandasi, pada:

1. Peneliti melakukan penelitian dalam kurun waktu 1 bulan bahkan setelah itu juga terjun kembali

ke lokasi penelitian guna melengkapi data yang kurang. Kurun waktu tersebut cukup memadai

untuk menangkap berbagai hal guna menjawab berbagai permasalahan dalam penelitian ini.

Selain itu, proses observasi dilakukan secara cermat, tekun dan terus-menerus selama ada

kegiatan berkenaan dengan penyelenggaraan kualitas pelayanan di pemerintahan kecamatan

grobogan.

2. Kecukupan referensi. Data yagn telah dikumpulkan dan menjadi arsip merupakan badan

referensi yang digunakan untuk mengecek apakah analisis atau kesimpulan yang diambil sudah

tepat. Bila antara data dengan kesimpulan sudah cocok, maka dapat diartikan bahwa kesimpulan

tersebut kredibel.

3. Member Chec. Dalam penelitian ini untuk menjamin kredibilitas data yang dikumpulkan

dilakukan recheck terhadap berbagai data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan yang

diperolehnya di lokasi penelitian. Pemgecekan ini dilakukan secara rutin dan tidak selalu

dilakukan secara formal tetapi juga informal, sehingga makna dan data yang muncul di lokasi

penelitian benar-benar ditangkap secara obyektif. Disamping itu, untuk menghindari bias dalam

pengumpulan data yang tidak memiliki kepentingan dengan proses pemerintahan Kecamatan

Grobogan Kabupaten Grobogan.


4. Analisis Kasus Negatif. Teknik analisis kasus negative ini dilakukan untuk mengungkap

keraguan berkenaan dengan kesimpulan akibat berbagai informasi yang telah dikumpulkan dan

dipergunakan sebagai pembanding. Proses ini dilakukan secara terus menerus dengan selalu

memperhitungkan kasus negative yang ditemui di lapangan.

5. Triangulasi. Dalam penelitian ini ada 3 jenis triangulasi yang digunakan, yaitu :

a) Triangulasi metode, cross check degnan menggunakan metode pengumpulan data yang lain atau

berbeda.

b) Triangulasi sumber, cross check terhadap para informan dan dokumen yang ditemukan

c) Triangulasi teori, penggunaan beberapa perspektif teori untuk menjelaskan fenomena dan

noumena yang diteliti

6. Diskusi Teman Sejawat. Hal ini dilakukan untuk meminta saran dan kritik dari teman sejawat,

berkenan dengan rancangan dan sellama proses penelitian, deskripsi, analisi dan interprestasi

data yang ditemukan, termasuk terhadap kesimpulan sementara yang dibuat peneliti.

3.8.2. Keteralihan (Transferability)

Keteralihan merupakan upaya membangun persamaan persepsi antara Penelit dengan

pembaca atau pengguna. Namun, dalam penelitian kualitatif, keteralihan sangatlah bergantung

pada pembaca atau pengguna, yakni: hingga manakah hasil penelitian ini dapat digunakan dalam

konteks dan situasi tertentu (Moleong: 2000). Oleh karena itu, dalam kerangka penelitian dan

penampilan hasil penelitian, Peneliti mendeskripsikan kejadian empiris dan informasi informan

secara panjang lebar dengan item-item yang detail, dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan

konsep dan teori yang telah dibangun, dengan harapan dapat diterapkan di situs lain dengan

karakteristik permasalahan dan kondisi lingkungan yang relatif sama. Meskipun pada dasarnya
tidak terdapat dua situs yag secara sempurna sama, namun prinsip ini berlaku apabila ada

kesamaan dalam karakteristik permasalahan dan kondisi lingkungan yang dihadapi.

3.8.3. Ketergantungan (Dependability)

Ketergantungan dalam istilah konvensional disebut dengan reliabilitas, yang merupakan

syarat bagi valisitas. Oleh karena itu, untuk memenuhi kriteria ini seluruh langkah-langkah

dalam membangun kerangka piker penelitian, rancangan penelitian, hasil temuan penelitian,

berbagai langkah dalam analisis data, hasil deskripsi-analisis dan interprestasi data diuji ulang

melalui proses pemeriksaan yang lebih cermat dan teliti.

3.8.4. Kepastian (Confirmabilitys)

Kriteria kepastian dalam penelitian tidak bias atau menyimpang dari realita yang ada,

rumusan masalah dan tujuan penelitian. Untuk menjamin kepastian menggunakan perekaman

pada pelacakan data dan informasi serta interprestasi yang didukung oleh materi yang ada pada

penelusuran atau pelacakan (audit trail). Untuk memenuhi penelusuran atau pelacakan audit ini,

Peneliti akan menyiapkan bahan yang diperlukan seperti data bahan, hasil analisis, dan catatan

tentang proses penyelenggaraan penelitian. Untuk menjamin kualitas penelitian ini, selain

dilakukan oleh auditor internal juga dilakukan oleh auditor external. Sementara itu, kriteria

kepastian berasal dari konsep objektif menurut penelitian nonkualitatif. Jika penelitian

nonkualitatif menekankan pada “orang”, penelitian yang memakai metode kuantitatif

menekankan pada “orang”, penelitian yang memakai metode kuantitatif menekankan bukan pada

orangnya, melainkan pada “data”.

Pemeriksaan yagn dilakukan oleh auditor agar data yang didapatkan dalam penelitian

benar-benar data yang didapatkan dalam penelitian benar-benar data yang dibutuhkan dan sesuai
dengan permasalahan dan fokus penelitian. Strauss dan Corbin (1980), menyebutkan beberapa

langkah kegiatan yang dimaksudkan sebagai berikut:

(1) Auditor perlu memastikan apakah hasil penemuan tersebut benar-benar berasal dari data.

(2) Auditor berusaha membuat keputusan apakah secara logis simpulan itu ditarik dan berasal dari

data.

(3) Auditor melakukan penilaian terhadap derajat ketelitian, apa ada kesalahan dan penyimpangan.

Auditor berupaya menelaah kegiatan penelitian dalam melaksanakan pemeriksaan

keabsahan data, apakah dilakukan secara memadai.

BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN GROBOGAN

4.1. Keadaan Alam

4.1.1. Letak Geografis

Daerah penelitian Kecamatan Grobogan terletak disebelah utara kota Kabupaten


Grobogan. Daerah ini memiliki dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran tinggi berbentuk
pegunungan yang membentang dari arah barat ke arah timur di sepanjang perbatasan dengan
wilayah Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati. Sedangkan dataran rendah berada disebelah selatan
dataran tinggi tersebut hingga mencapai dengan batas wilayah Kecamatan Purwodadi.
Kecamatan Grobogan terdiri dari 11 Desa dan 1 Kelurahan. Letak geografis secara rinci dapat
dilihat sebagai berikut :
a. Batas Wilayah Kecamatan Grobogan

- Utara : Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati

- Timur : Kecamatan Tawangharjo

- Selatan : Kecamatan Purwodadi

- Barat : Kecamatan Brati

b. Jarak Wilayah Kecamatan Grobogan


- Barat ke Timur : + 13,00 Km

- Utara ke Selatan : + 13,00 Km

c. Jarak Jauh Ibu Kota Kecamatan ke Ibu Kota Kabupaten dan Ibu Kota Kecamatan sekitarnya.

- Dari Grobogan ke Brati : 07,00 Km

- Dari Grobogan ke Purwodadi : 07,00 Km

- Dari Grobogan ke Sukolilo : 15.00 Km

d. Ketinggian Rata – rata Kecamatan : + 26 M

4.1.2. Luas Wilayah

Kecamatan Grobogan terdiri dari 12 Desa / Kelurahan dengan luas wilayah 10.456.41

Ha, terdiri dari 2870.32 Ha, tanah sawah dan 7.586.09 tanah kering dengan rincian sebagai

berikut :

Tabel I.1

Luas Tanah Menurut Jenis Tanah

Tanah Sawah Tanah Kering Jumlah Total


No. Desa
(Ha) (Ha) (Ha)
1. Getasrejpo 222.10 193.74 415.84
2. Rejosari 411.80 211.56 623.36
3. Tanggungharjo 486.40 677.00 1.163.40
4. Teguhan 230.80 205.62 436.42
5. Ngabenrejo 187.10 199.40 386.50
6. Grobogan 91.30 208.28 299.58
7. Karangrejo 181.17 433.04 614.21
8. Putatsari 381.50 586.70 968.20
9. Lebak 392.35 1.570.65 1.963.00
10. Lebengjumuk 122.00 1.159.80 1.281.80
11. Sedayu 106.00 794.80 900.80
12. Sumber Jatipohon 57.80 1.345.50 1.404.30
Jumlah 2.870.32 7.586.09 10.456.41
Sumber Data : Kecamatan Grobogan Dalam Angka Tahun 2010
4.1.3 Keadaan Penduduk

Dalam membicarakan mengenai keadaan penduduk (demografi) akan diuraikan tentang :

a. Jumlah dan kepadatan penduduk.

b. Komposisi penduduk

Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Menurut Mata pencaharian

1) Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Menurut hasil registrasi penduduk tahun 2011, jumlah penduduk Kecamatan Grobogan sebesar

76.053 jiwa, yang terdiri dari 36.657 jiwa laki-laki dan 38.499 jiwa perempuan. Wilayah

Kecamatan Grobogan mempunyai luas wilayah 10.456,41 Ha.

2) Komposisi Penduduk

Dalam uraian ini akan diuraikan komposisi penduduk menurut pendidikan dan komposisi

menurut mata pencaharian.

a) Keadaan penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin

Kecamatan Grobogan yang terdiri dari 12 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 76.053

jiwa. Jumlah penduduk Kecamatan Grobogan berdasarkan kelompok umur secara rinci adalah

sebagai berikut:
Tabel I.2

Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin


Kelompok Persentase
No Laki-laki Perempuan Total (%)
Umur
1 0–4 3.756 3.794 7.550 9,93
2 5–9 3.891 4.016 7.907 10,39
3 10 – 14 4.027 4.361 8.388 11,02
4 15 – 19 3.772 3.806 7.578 9,97
5 20 – 24 3.089 3.027 6.116 8,05
6 25 – 29 4.127 4.023 8.150 10,72
7 30 – 39 4.712 4.837 9.549 12,55
8 40 – 49 3.905 4.086 7.991 10,52
9 50 – 59 3.514 3.718 7.232 9,50
10 60 + 2.761 2.831 5.592 7,35
Jumlah 36.657 38.499 76.053 100
Sumber Data : Monografi Kecamatan Grobogan September 2011
Dari data dalam tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan

Grobogan yang berusia belum produktif (kelompok umur 0 – 14 tahun) sebanyak 23.845 jiwa

atau sebanyak 35,31% dan yang berusia produktif (kelompok umur 15 – 59 tahun) sebanyak

55.004 jiwa atau sebanyak 61,31%, sedangkan yang berusia tidak produktif (kelompok umur 60

tahun ke atas) sebanyak 5.592 jiwa atau sebanyak 7,35%.

Kemudian untuk mengetahui dependency ratio atau angka ketergantungan penduduk usia

non produktif terhadap penduduk usia produktif adalah :

Jml. penduduk non produktif


DR = x K (100%)
Jml. penduduk produktif

P0-14 + P60+
DR = x K (100%)
P15-59

23.845
DR = x K (100%)
53.848
= 44,28% dibulatkan menjadi 45 %

Jadi setiap 100 orang usia produktif menanggung penduduk usia non produktif sebanyak 45

orang. Hal ini menunjukkan angka ketergantungan penduduk Kecamatan Grobogan tidak terlalu

tinggi.

b) Mata Pencaharian

Sebagian besar masyarakat Kecamatan Grobogan bermata pencaharian sebagai petani. Dari

sektor pertanian ini membutuhkan tenaga kerja cukup banyak, sehingga sebagian besar

masyarakat memilih tinggal di lingkungannya. Namun sebagian juga bekerja dibidang lain dan

memilih merantau bekerja didaerah lain. Dari keadaan tersebut dapat dikatakan bahwa

mobilitas penduduk tidak hanya terbatas pada sektor pertanian saja. Tetapi terdapat kegiatan

lain seperti pedagang, pegawai negeri sipil, TNI/ POLRI, buruh industri dan pelajar. Mobilitas

penduduk tersebut ada yang bekerja. pagi berangkat dan siang atau sore hari pulang, serta satu

bulan atau lebih pergi merantau kemudian pulang kembali.

Tabel I.3

Komposisi penduduk Kecamatan Grobogan

berdasarkan Mata Pencaharian :

Persentase
No. Jenis Pekerjaan Jumlah
(%)
1 Petani 26.334 45,44
2 Buruh Tani 18.061 31,16
3 Angkutan 1.508 2,60
4 Buruh Industri 1.391 2,41
5 Buruh Bangunan 4.887 8,44
6 Pedagang 3.056 5,27
7 PNS/TNI/ POLRI 1.458 2,52
8 Pensiunan 487 0,85
9 Lain - lain 762 1.31
TOTAL 57.944 100
Sumber Data : Monografi Kecamatan Grobogan Tahun 2011
Dari tabel data di atas dapat diketahui bahwa mata pencaharian penduduk di Kecamatan

Grobogan yang terbanyak adalah Petani yaitu 26.334 orang atau sebanyak 45,44%, kemudian

Buruh Tani yaitu 18.061 orang atau sebesar 31,16% serta yang terkecil adalah Pensiunan yakni

487 orang atau 0,84%. Hal ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Grobogan Kabupaten

Grobogan wilayahnya masih didominasi areal pertanian/persawahan.

4.2 Visi dan Misi Pemerintah Kecamatan Grobogan

4.2.1 Visi Kecamatan Grobogan

Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana instansi Pemerintah harus dibawa agar

lebih eksis, konsisten, aspiratif dan inovatif serta produktif. Dengan kata lain, visi adalah

gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh sebuah instansi

pemerintah Adapun Visi dan Misi pemerintah Kecamatan Grobogan adalah : Terwujudnya

Pelayanan Prima Di Kantor Kecamatan Grobogan yang Efektif dan Efesien.

4.2.2 Misi Kecamatan Grobogan

Misi adalah pernyataan yang menetapkan tujuan Instansi Pemerintah dan sasaran yang

ingin dicapai. Misi menjelaskan mengapa organisasi itu ada, apa yang dilakukannya. Dengan
kata lain misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah agar tujuan

organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.

Berpijak pada pengertian di atas, maka misi Pemerintah Kecamatan Grobogan adalah

sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pembinaan administrasi pemerintahan dan pembangunan

b. Menyelenggarakan Pembinaan Pemerintahan dan Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat.

. Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat yang

memadai.

4.3 Tugas Pokok Dan Fungsi Pemerintahan Kecamatan Grobogan

4.3.1 Tugas Pokok Pemerintahan Kecamatan Grobogan

Berdasarkan Surat Bupati Grobogan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas

Jabatan pada Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Grobogan, maka tugas Pokok

Pemerintahan Kecamatan Grobogan adalah menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan,

pembangunan pemberdayaan masyarakat, keamanan dan ketertiban, pembinaan kemasyarakatan,

serta koordinasi atas kegiatan dengan lembaga-lembaga ditingkat kecamatan.

4.3.2 Fungsi Pemerintahan Kecamatan Grobogan

Adapun mengenai fungsi Pemerintah Kecamatan Grobogan adalah sebagai berikut:

a) Melaksanakan sosialisasi dan pembinaan kebijakan Pemerintah Daerah

b) Melaksanakan koordinasi kegiatan dengan lembaga terkait ditingkat kecamatan dalam rangka

kelancaran pelaksanaan tugas.

c) Mambina ketentraman dan ketertiban masyarakat sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan

d) Memberikan rekomendasi permohonan perijinan sesuai denagn peraturan yang berlaku

e) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan keputusan bupati


f) Melakukan kegiatan penanggulangan bencana alam

g) Melakukan pengawasan pengaturan pemanfaatan tata ruang kecamatan

h) Menyusun produk hukum kecamatan

i) Melaksanakan kegiatan pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, serta memantau kegiatan

organisasi kemasyarakatan

j) Melaksanakan administrasi Pemilihan Umum secara tertib dan teratur sesuai peraturan yang

berlaku

k) Menerbitkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), dan Surat Keterangan

Pindah Penduduk

l) Memfasilitasi kerja sama antar desa/kelurahan

m) Menginventarisir otensi ekonomi kecamatan

n) Melaksanakan pembinaan ketenagakerjaan, perekonomian, usaha industri kecil, bantuan

pembangunan desa, usaha tani serta pertanahan

o) Melakukan evaluasi dan monitoring pembangunan desa/kelurahan

p) Melaksanakan pembinaan pendidikan, kesehatan dan kebudayaan, pengembangan keolahragaan,

pengembangan kepramukaan, pengembangan generasi muda, pengembanagn peranan wanita,

kerukunan antarumat beragama dan kesejahteraan masyarakat

q) Melaksanakan pembianaan program pemanfaatan asset desa/kelurahan dan pembinaan

pemanfaatan sarana Pemerintah Daerah.

4.4 Strategi dan Kebijakan Program Pemerintah Kecamatan Grobogan.

4.4.1 Strategi

Strategi adalah suatu cara yang diterapkan oleh Instansi Pemerintah untuk mencapai visi

dan misi yang telah ditetapkan. Untuk mencapai hasil yang konsisten dengan visi dan misi
tersebut, maka dalam strategi mengandung penjelasan-penjelasan mengenai pemikiran secara

konsepsional, analisis realistis, rasional dan komprehensif tentang berbagai langkah yang

diperluka untuk mencapai atau mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan.

a. Memberdayakan SDM Aparatur secara optimal guna meningkatkan fungsi-fungsi pemerintahan

dan pembangunan

b. Memberdayakan petugas Satpol PP secara optimal guna meningkatkan ketentraman dan

ketertiban melalui peningkatan penegakan PERDA dan Keputusan Bupati

c. Memberdayakan tim pembinaan dan Monitoring secara optimal guna meningkatkan

pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kualitas pelaksanaan pembangunan Desa

d. Memanfaatkan forum diskusi UDP secara optimal guna meningkatkan kualitas perencanaan

pembangunan

4.4.2 Kebijakan

Sedangkan kebijakan adalah merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-

pihak tertentu dan ditetapkan oleh yang berkewenangan untuk dijadikan pedoman, pegangan atau

petunjuk bagi setiap kegiatan Aparatur Pemerintah.

a. Meningkatkan kualitas pelayanan melalui Pendayagunaan Sumber Daya yang ada

b. Meningkatkan Tertib administrasi Pemerintahan dan Pemabngunan

c. Meningkatkan kualitas kelembagaan Pemerintah melalui peningkatan pendayagunaan sumber

daya yang ada

d. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat

e. Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kualitas hasil pembangunan


f. Meningkatkan mekanisme Perencanaan Pembangunan melalui pendayagunaan sumber daya

yang ada.

4.4.3 Program Pembangunan Pemerintah Kecamatan Grobogan

Berdasarkan perumusan strategi dan kebijakan sebagaimana diuraikan pada bab

terdahulu, maka Program Pemerintah Kecamatan Grobogan adalah sebagai berikut :

a. Peningkatan Pelayanan

b. Peningkatan Administrasi Keuangan

c. Peningkatan Administrasi Kependudukan

d. Peningkatan Administrasi Pembangunan

e. Peningkatan Penataan Kelembagaan Pemerintah

f. Peningkatan Stabilitas masyarakat

g. Peningkatan Kualitas Hasil-Hasil Pembangunan

h. peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan

i. Peningkatan mekanisme Perencanaan Pembangunan

4.5 Kelembagaan

Susunan organisasi Kantor Kecamatan Grobogan terdiri atas :

a. Camat

b. Sekretaris Kecamatan, membawahi :

1. Sub Bagian Keuangan;

2. Sub Bagian Kepegawaian

3. Sub Bagian Umum

c. Seksi Tata Pemerintahan

d. Seksi Pemberdayaan Pemerintah dan Desa


e. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum

f. Seksi Kesejahteraan Rakyat

g. Seksi Pelayanan Umum

h. Kelompok Jabatan Fungsional

4.6. Identitas Informan

Dalam mendeskripsikan identitas atau keadaan informan di Kecamatan Grobogan akan

disajikan tentang umur informan, tingkat pendidikan informan, dan jenis pekerjaan informan.

Adapun gambaran keadaan informan akan dipaparkan berdasarkan penelitian terhadap 12 orang

informan di Kecamatan Grobogan yaitu sebagai berikut :

Tabel II.1

Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Umur

Persentase
No. Golongan Umur Frekuensi
(%)
1. < 30 Tahun 1 8,34
2. 31 – 40 Tahun 2 16,66
3. 41 – 50 Tahun 6 50,00
4. > 50 Tahun 3 25,00
JUMLAH 12 100
Sumber : Kuesioner No. 2

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 12 informan, sebanyak 6 informan atau

50% berusia 41 – 50 tahun, 3 informan atau 25% berumur lebih dari 50 tahun, 2 informan atau

16,66% berusia antara 31 – 40 tahun dan 1 inforrman berusia kurang dari 30 tahun.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sebaran informan dalam tingkatan umur sebagian besar

berusia antara 41 – 50 tahun. Secara fisik kondisi tersebut tergolong angkatan tua dimana

staminanya sudah mulai menurun. Sehingga dalam melaksanakan tugas pelayanan masyarakat

dapat mempengaruhi efektivitas atau menghambat kinerja yang harus dilakukan secara

maksimal.
Tabel II.2

Keadaan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Persentase
No. Jenis Kelamin Frekuensi
(%)
1. Laki-laki 11 91,66
2. Perempuan 1 8,34
JUMLAH 12 100
Sumber : Kuesioner No. 3

Dari tabel di atas daat diketahui dari 12 informan, sebanyak 11 orang atau 91,66 %

berjienis kelamin laki-laki dan sebanyak 1 informan atau 8,34% berjenis kelamin perempuan.

Dengan demikian sebagian besar informan yang diteliti berjenis kelamin laki-laki.

Tabel II.3

Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan

Persentase
No. Jenis Pekerjaan Frekuensi
(%)
1. PNS 7 58,33
2. Petani 3 25,00
4. Wiraswasta 2 16,64
JUMLAH 12 100
Sumber : Kuesioner No. 4

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui dari 12 informan, sebanyak 9 orang atau 75%

bekerja sebagai PNS, sebanyak 2 orang atau 16,66% bekerja sebagai petani dan sebanyak 1

orang atau 8,34% sebagai wiraswata.

Tabel II.4
Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Persentase
No. Tingkat Pendidikan Frekuensi
(%)
1. Perguruan Tinggi 7 58,34
2. SLTA 3 25,00
3. SLTP - -
4. Sekolah Dasar 2 16,66
JUMLAH 12 100
Sumber : Kuesioner No. 5

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan

Perguruan tinggi yaitu 7 orang atau 58,34%. Selanjutnya 3 orang atau 25% berpendidikan SLTA

dan 2 orang atau 16,66%.

BAB V

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Hasil Penelitian

Berkaitan dengan penelitian yaitu Kualitas Pelayanan KTP dalam Meningkatkan

Kepuasan Kepada Masyarakat di Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan telah memberikan

beberapa indikator yang telah ditentukan dalam Bab sebelumnya.

Berdasarkan indikator tersebut dan jawaban informan pada penyajian hasil penelitian,

dapat diketahui bahwa dalam variabel Kualitas Pelayanan KTP dalam Meningkatkan Kepuasan

Kepada Masyarakat di Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan ada 4 indikator yang penulis

sajikan, yaitu profeionalisme kerja pegawai, kejelasan, ketepatan waktu dan kelengkapan sarana-

prasarana.
Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan KTP dalam Meningkatkan Kepuasan Kepada

Masyarakat di Kecamatan Grobogan, Kabupaten Grobogan dapat dilihat dari masing-masing

indikator yang akan dijabarkan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

5.1.1. Profesionalisme Kerja Pegawai

1) Kemahiran dalam mempergunakan peralatan yang ada dalam mendukung pekerjaan, yaitu proses

pembuatan Kartu Tanda Penduduk

Pendapat masyarakat mengenai kemampuan pegawai dalam mempergunakan peralatan

dalam proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk :

“Kemampuan pegawai dalam mempergunakan peralatan seperti penggunaan komputer dalam


penerbitan KTP kurang begitu menguasai, karena beberapa kali alasan komputer rusak, jadi
harus tunggu beberapa hari untuk hasil percetakan KTP”. (wawancara dengan masyarakat, 1
maret 2012).

Begitu juga Bapak Winoto, SH selaku Sekcam Kecamatan Grobogan dalam wawancara,

bahwa kemampuan pegawai dalam mempergunakan peralatan dalam proses pembuatan KTP,

yaitu :

“Dalam hal ini kemampuan pegawai dalam menggunakan peralatan sudah baik, seperti
penguasaan teknologi komputer yang memadai. Jadi bisa dikatakan pegawai bagian operator
penerbitan Kartu Tanda Penduduk sudah mahir. Namun yang menjadi kendala saat ini adalah
sering rusaknya mesin pencetak KTP. Hal ini yang menghambat kecepatan dalam percetakan
KTP”. (Wawancara, 8 Pebruari 2012)

2) Kesiapan dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP yaitu disiplin dalam memulai dan

menyelesaikan pelayanan

Pendapat masyarakat mengenai Kesiapan dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP

yaitu disiplin dalam memulai dan menyelesaikan pelayanan, yaitu :

“Kesiapan dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan Kartu Tanda Ppenduduk di Kecamatan


Grobogan sudah baik, karena pegawai selalu datang tepat waktu”. (wawancara dengan
masyarakat, 1 maret 2012).
Begitu juga Bapak Sarwo, selaku staf di Kantor Kecamatan Grobogan dalam

wawancara, yaitu :

“Kami selalu disiplin dan selalu siap dalam melayani masyarakat di bidang KTP demi

memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat”. (wawancara, 1 maret 2012).

3) Mentaati Segala Peraturan Yang Melandasi Bidang Pekerjaan

“Setiap pegawai harus tahu dan mengerti tentang peraturan yang berlaku dalam melaksanakan
tugasnya. Dalam hal ini sudah bisa dikatakan baik di Kecamatan Grobogan ini karena pegawai
selalu datang lebih awal dan selalu aktif apel pagi. Jadi para pegawai dapat memberikan
pelayanan yang terbaik untuk masyarakat karena ketaatan peraturan”. (Bapak Tondi Sumarjan,
SH selaku Kasi Trantib Kecamatan Grobogan dalam wawancara, 8 Pebruari 2012).

Sedangkan Bapak Ali Mustofa selaku Kasi Pelayanan Umum Kecamatan Grobogan

menyampaikan :

“Dalam melaksanakan tugas pengurusan Kartu Tanda Penduduk dengan ketentuan yang ada
yaitu memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengurusnya yaitu prosedur
pengurusannya”. (Wawancara, 8 Pebruari 2012).

4) Sikap aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat :

“Sikap yang harus dilakukan adalah dengan menerima dan ramah terhadap masyarakat.
Berbicara mengenai sikap aparatur dalam pelayanan pengurusan KTP, berkaitan dengan tugas
pemerintah sebagai abdi masyarakat dengan sikap ramah dan sopan, pembicaraan yang wajar
dalam arti tidak dibuat-buat, cukup jelas, tidak menimbulkan keraguan, disampaikan dengan
terbuka. Dengan sikap aparatur yang seperti itu maka akan memperlancar proses pelayanan
pengurusan Kartu Tanda Penduduk, dengan sikap ini masyarakat akan merasa puas dan
dihargai”. (Bapak Winoto, SH dalam wawancara, 8 Pebruari 2012).

Pendapat masyarakat mengenai sikap aparatur dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat, yaitu :

“Sikap pegawai dalam melayani saya dalam proses pembuatan KTP cukup ramah, sopan dan
tidak mempersulit saya dalam pengurusan KTP anak saya, walau saya harus tunggu sampai 2
hari, tetapi saya tidak masalah yang penting KTP bisa jadi”. (Bapak Mulyoto dalam wawancara,
1 maret 2012).

5.1.2. Kejelasan Pelayanan


1) Pelayanan yang merata dan sama tanpa membeda-bedakan status dan kedudukan

“Mengenai pelayanan yang diberikan oleh aparatur kepada masyarakat yang melakukan
aktivitas pengurusan Kartu Tanda Penduduk adalah sama merata tanpa memandang golongan
dan status. Hal ini disebabkan oleh adanya profesionalisme para aparatur dalam melaksanakan
tugas-tugasnya serta perannya sesuai dengan tugas yang diemban. Dengan sikap seperti ini akan
merubah cara pandang masyarakat kepada pemerintah, sehingga masyarakat merasa nyaman dan
dihargai didalam proses pengurusan Kartu Tanda Penduduk. Hal ini kami lakukan dengan baik
karena merupakan salah satu hal yang penting untuk memberikan keadilan bagi masyarakat”.
(Bapak Winoto, SH dalam wawancara, 8 Pebruari 2012)
Berbeda dengan pendapat masyarakat yang tidak ingin disebut namanya dalam proses

wawancara, yaitu :

“Saya tidak tahu pasti, namun menurut saya kalau kenal atau punya orang dalam mungkin bisa

cepat jadi, hehehehe…”. (wawancara, 1 maret 2012).

Tanggapan pegawai mengenai pendapat masyarakat di atas dalam proses pembuatan KTP

“Itu tidak benar, selama persyaratan dari desa sudah terpenuhi dan sudah lengkap tentu kami
akan langsung memproses pengurusan KTP” (Bapak Ali Mustofa selaku Kasi Pelayanan Umum
dalam wawancara, 1 Maret 2012).

2) Tersedia saranan pelayanan yang memadai dalam pengurusan KTP

Pendapat bapak Ali Anwar selaku staf di Kecamatan Grobogan mengenai sarana yang

tersedia di kantor Kecamatan Grobogan, yaitu :

“Pemerintah Kecamatan Grobogan sudah memberikan sarana yang memadai kepada masyarakat,
seperti televisi, koran dan tersedia air minum juga bagi masyarakat. Hal ini demi kenyamanan
masyarakat disaat menunggu dalam proses percetakan KTP”. (Wawancara, 1 Maret 2012).

Begitu juga dengan pendapat Bapak Mulyoto saat mengurus pelayanan KTP, yaitu :

“Sarana yang ada di kantor ini sudah bagus, juga ada air minum bagi masyarakat, namun yang
perlu sedikit dibenahi adalah kursi untuk ruang tunggu perlu ditambahi. Karena kalau banyak
masyarakat yang mengurus pelayanan, ada yang tidak kebagian dan harus tunggu diluar karena
tidak kebagian tempat duduk”. (Wawancara, 1 Maret 2012).

3) Pelayanan dengan cepat dan tepat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu prosedur/tata

cara pengurusan KTP


“Kami sudah melaksanakan tugas dalam proses pengurusan KTP sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan. Apabila persyaratan dan dokumen dari pemohon sudah lengkap, tentu kami bisa
memberikan pelayanan dengan cepat”. (Bapak Sarwo selaku staf di Kecamatan Grobogan, 1
Maret 2012).

Berbeda dengan pendapat Bapak Mulyoto yang telah disampaikan dalam proses

wawancara, yaitu :

“Walaupun saya tidak masalah harus tunggu 2 hari dalam proses percetakan KTP, namun
menurut saya itu sedikit lambat. Seharusnya bisa langsung jadi. Bagaimana nanti kalau itu KTP
harus diperlukan saat itu juga?”. (wawancara, 1 Maret 2012).

Tanggapan Bapak Sarwo mengenai pendapat Bapak Mulyoto dalam proses pelayanan

yang sedikit lambat, yaitu :

“Memang kadang kami memberikan bukti pembayaran KTP dan kami beri waktu atau tanggal
pengambilan KTP tersebut, alasannya karena ramainya masyarakat yang memohon KTP, atau
mungkin karena mesin percetakan KTP sedang rusak. Namun kami berusaha semaksimal
mungkin dalam proses pembuatan KTP”. (Wawancara, 1 Maret 2012).
4) Rincian biaya/tarif pengurusan KTP

“Kalau mengenai rincian biaya/tarif dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk, masyarakat
dibebankan pada penggantian percetakan Kartu Tanda Penduduk sebesar Rp. 5.500,-. Biaya
sebesar itu tidaklah mahal bagi seluruh lapisan masyarakat Grobogan, karena selama ini tidak
ada keluhan-keluhan dari masyarakat mengenai biaya pengurusan KTP” (Bapak Ali Mustofa
selaku Kasi Pelayanan Umum dalam wawancara, 8 Pebruari 2012).

“Mengenai biaya pembuatan Kartu Tanda Penduduk tidak begitu berat menurut saya, akan tetapi
yang menjadi masalah adalah disaat mesin pencetak KTP sedang rusak. Hal ini yang
memperlambat dalam proses percetakan KTP”. (wawancara dengan masyarakat, Bapak Wahab,
8 Pebruari 2012).

Berbeda dengan pendapat masyarakat yang tidak ingin disebut namanya dalam proses

wawancara, yaitu :

“Saya mendengar gosip ada beberapa diantara yang memberikan biaya lebih dengan alasan agar

cepat jadi”. (wawancara, 1 Maret 2012).

Tanggapan Pegawai Pemerintah Kecamatan Grobogan mengenai gosip tersebut di atas :

“Memang benar kalau ada beberapa masyarakat yang memberikan biaya lebih, namun kami
tidak pernah memungut biaya lebih atau memberikan informasi seperti itu. Biasanya mereka
yang memberikan biaya lebih tidak langsung datang sendiri tapi dengan cara titip kepada salah
satu pegawai yang ada di sini. Jadi bisa dibilang untuk uang transport dan rasa terima kasih. Tapi
bukan berarti kalau masyarakat membayar biaya yang telah ditetapkan, akan kami proses lama
waktunya, itu tidak benar. Yang penting syarat dan dokumen lengkap, pasti akan segera
diproses”. (Bapak Ali Mustofa selaku Kasi Pelayanan Umum dalam wawancara, 1 Maret 2012).

5.1.3. Ketepatan Waktu Pelayanan

“Kalau berbicara mengenai pelayanan Kartu Tanda Penduduk sudah melaksanakan tugas
dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari waktu penyelesaian dalam percetakan KTP. Walaupun
terkadang mesin cetak rusak dan memakan waktu berhari-hari untuk servis, namun kami
mempermudah dengan cara memberi rekomendasi ke Capil untuk percetakan KTP. Hal ini
dimaksudkan agar masyarakat tidak menunggu terlalu lama dalam proses pengrurusan KTP”.
(Bapak Ali Mustofa dalam wawancara, 8 Pebruari 2012)

Berbeda dengan pendapat Bapak Suwarto dalam wawancara, yaitu :

“Untuk ketepatan waktu pengurusan KTP menurut saya kurang efektif, berbelit-belit, sulit dan
tidak tepat waktu. Saya harus ke Kantor Catatan Sipil Kabupaten Grobogan hanya untuk
mengurus KTP. Padahal yang lain tidak. Alasannya karena saya tidak ada di Data Base. Padahal
saya tidak pernah pindah tempat dan tidak mempunyai KTP di tempat lain. Kenapa harus
disidang-sidang segala? Saya harus bolak-balik ke Capil untuk mengambil dokumen-dokumen
untuk bukti kalau saya adalah warga Kecamatan Grobogan”. (Wawancara, 2 Maret 2012)

Tanggapan Bapak Ali Mustofa selaku Kasi Pelayanan Umum Kantor Kecamatan

Grobogan, menyampaikan :

“Kalau Kami dibilang berbelit-belit dan mempersulit itu tidak benar. Bagaimana kami bisa
memproses KTP pemohon kalu persyaratan dan dokumen tidak lengkap. Kami sudah
melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur yang ada. Kalau masyarakat tidak ada di dalam Data
Base, maka harus ke Kantor Catatan Sipil untuk dimintai keterangan. Dimana saja dia selama ini
kok tidak ada di dalam Data Base Penduduk? Kalau syarat dan dokumen lengkap tentu kami bisa
segera memproses”. (Wawancara, 2 Maret 2012)

5.1.4. Kelengkapan sarana dan prasarana

1) Tersedianya informasi mengenai pengurusan KTP

Pendapat Bapak Ali Mustofa mengenai tersedianya informasi mengenai pengurusan KTP,

yaitu :
“Bahwa mengenai informasi yang disampaikan kepada masyarakat tentang Pengurusan Kartu
Tanda Penduduk tidak secara langsung disosialisasikan Pemerintah Kecamatan kepada
masyarakat, namun informasi tantang tata cara pengurusan Kartu Tanda Penduduk ini bisa
didapat di Kantor Kecamatan ini, bahkan di tingkat Kelurahan/Desa. Apabila masyarakat
membutuhkan informasi maka dengan tangan terbuka kami siap membantu. Oleh karena adanya
perubahan pengurusan KTP baru telah kami berikan ini kepada setiap Kepala Desa/Lurah agar
menyampaikan informasi itu kepada masyarakat”. (Bapak Ali Mustofa dalam wawancara, 11
Pebruari 2012)

Berbeda dengan pendapat masyarakat mengenai ketersediaan informasi pengurusan KTP,

yaitu :

“Mengurus KTP sekarang sulit, mas…tidak seperti dulu. Syarat-syaratnya banyak, kurang ini
kurang itu. Waktu saya meminta Pengantar KTP di Desa, saya harus bolak-balik karena kurang
foto kopi surat nikah, foto kopi ijazah, surta kehilangan dari Polsek setempat. Ribet, mas..”.
(wawancara dengan Bapak Okta, 2 Maret 2012).

Tanggapan pegawai Pemerintah Kecamatan Grobogan mengenai keluhan masyarakat di

atas, yaitu :

“Memang ada sedikit perubahan dalam tata cara pengurusan KTP. Apabila nama pemohon di
Kartu Keluarga tidak sama atau salah ejaan saja, memang sesuai prosedur harus dilengkapi
dengan foto kopi ijazah, juga surat nikah untuk bukti pendukung. Mereka yang dimintai surat
kehilangan dari Polsek karena Kartu Keluarga atau KTP yang masih berlaku telah hilang.
Mungkin masyarakat belum terbiasa dengan perubahan ini”. (Bapak Ali Mustofa dalam
wawancara, 2 Maret 2012).

2) Tersedianya ruang tunggu yang nyaman

Pendapat masyarakat mengenai tersedianya ruang tunggu yang nyaman, yaitu :

“Ruang tunggu luamayan nyaman kalau pas sepi, tapi saat ramai ruangan terasa sesak, jadi terasa
panas. Karena tempat duduk yang ada disini Cuma ada 2 kursi panjang yang masing-masing
terisi 4 atau 5 orang. Kalau ramai beberapa menunggu dan duduk2 di luar, hal ini tentu membuat
masyarakat kurang nyaman saat menunggu proses pelayanan”. (Wawancara, 2 Maret 2012).
Begitu juga menurut pendapat Bapak Tondi Sumarjan, SH selaku Kasi Trantib

Kecamatan Grobogan, yaitu :

“Memang ruang tunggu bagi masyarakat dalam proses pelayanan kurang luas, masyarakat tentu
kurang nyaman. Tetapi karena keterbatasan dana untuk memperluas ruang tunggu dan pengadaan
sarana seperti penambahan tempat duduk, jadi kami juga tidak bisa berbuat lebih. Tetapi kami
tetap akan berusaha untuk memperhatikan ruang tunggu yang nyaman untuk kedepannya.”.
(Wawancara, 2 Maret 2012).

3) Tersedia Kotak/Loket pengaduan untuk menampung keluhan masyarakat

“Dalam hal ini Kotak/Loket pengaduan untuk menampung keluhan masyarakat sudah ada sejak
dulu, namun masyarakat rasanya enggan menyampaikan keluhan-keluhan melalui surat atau
Loket yang telah disediakan”. (Bapak Ali Anwar selaku Staf Trantib dalam wawancara, 11
Pebruari 2012).

Begitu juga pendapat dari masyarakat mengenai tersedianya kotak atao loket pengaduan
untuk menampung keluhan masyarakat, yaitu :
“Memang kotak untuk saran ada di kantor ini, namun menurut saya masyarakat tidak
memperhatikan hal itu. Yang penting masyarakat datang dan dilayani. (Wawancara, 2 Maret
2012).

5.2. Pembahasan Hasil Penelitian

Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah merupakan tugas pokok, selain tugas-

tugas pembangunan dan pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya. Pelayanan administrasi

kependudukan merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan. Seperti dalam pengurusan

Kartu Tanda Penduduk (KTP) walau kelihatannya bagi sebagian masyarakat tidak begitu penting

karena belum saatnya mereka memerlukan. Namun bagi masyarakat tertentu malah begitu

penting, karena sangat diperlukan untuk memperoleh akses pelayanan lain. Dalam hal pelayanan

Kartu Tanda Penduduk pemerintah telah menyiapkan peraturan perundang-undangan yang

meliputi prosedur, biaya dan lain-lain.

5.2.1. Profesionalisme Kerja Pegawai


Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai yang

tercermin melalui perilakunya sehari-hari dalam organisasi. Tingkat kemampuan pegawai yang

tinggi akan lebih cepat mengarah kepada pencapaian tujuan organisasi yang telah direncanakan

sebelumnya, sebaliknya apabila tingkat kemampuan pegawai rendah kecenderungan tujuan

organisasi yang akan dicapai akan lambat bahkan menyimpang dari rencana semula. Dan istilah

kemampuan dapat juga dipergunakan untuk menunjukkan apa yang akan dapat dikerjakan oleh

seseorang, bukan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang.

Dalam hal ini kemampuan dalam mepergunakan peralatan yang ada dalam mendukung

pekerjaan yaitu proses pembuatan KTP dan kesiapan dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan

KTP yaitu disiplin dalam memulai dan menyelesaikan pekerjaannya, mentaati segala peraturan

yang melandasi bidang pekerjaannya, sikap aparatur dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

1) Kemahiran dalam mempergunakan peralatan yang ada dalam mendukung pekerjaan, yaitu

proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk

Kemampuan pegawai dalam mempergunakan peralatan yang ada dalam mendukung

pekerjaan, yaitu proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk sudah cukup mahir. Seperti

penguasaan teknologi komputer dalam proses percetakan KTP, namun sayangnya belum ada

teknisi yang mampu memperbaiki mesin pencetak KTP saat rusak. Hal ini tentu menghambat

proses pembuatan KTP.

2) Kesiapan dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP yaitu disiplin dalam memulai dan

menyelesaikan pelayanan

Kesiapan pegawai dalam pelaksanaan pelayanan pengurusan KTP yaitu disiplin dalam

memulai dan menyelesaikan pelayanan sudah baik. Hal ini bisa dilihat dari pendapat masyarakat
yang menyatakan pegawai selalu datang ke kantor tepat waktu. Hal ini diharapkan mampu

memberikan kualitas pelayanan yang baik demi meningkatkan kepuasan pada masyarakat dalam

pelayanan KTP.

3) Mentaati Segala Peraturan Yang Melandasi Bidang Pekerjaan

Para pegawai Kecamatan Grobogan dalam mentaati segala peraturan yang melandasi

bidang pekerjaan sudah baik. Dalam melaksanakan tugas pengurusan Kartu Tanda Penduduk

dengan ketentuan yang ada yaitu memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengurusnya

yaitu prosedur pengurusannya. Hal inilah yang diharapakan masyarakat yaitu kemudahan dalam

proses pengurusan Kartu Tanda Penduduk.

4) Sikap aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

Sikap yang dilakukan pegawai Kecamatan Grobogan dalam melayani masyarakat adalah

dengan menerima dan ramah terhadap masyarakat. Dengan sikap ramah dan sopan, pembicaraan

yang wajar dalam arti tidak dibuat-buat, cukup jelas, tidak menimbulkan keraguan, disampaikan

dengan terbuka. Dengan sikap aparatur yang seperti itu maka akan memperlancar proses

pelayanan pengurusan Kartu Tanda Penduduk, dengan sikap ini masyarakat akan merasa puas

dan dihargai.

5.2.2. Kejelasan Pelayanan

Kejelasan ini sangat penting dalam pelayanan publik, karena indikator ini dapat

mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah Kecamatan yaitu

meliputi prosedur atau tata cara pelayanan KTP, persyaratan pelayanan, baik teknis atau

administratif, rincian biaya atau tariff pelayanan dan tata cara pembayarannya, aparatur yang

menerima keluhan masyarakat.


Menurut Budiono (2003 : 68-70), arti kejelasan dan kepastian adalah hal-hal yang

berkaitan dengan :

a) Prosedur atau tata cara pelayanan umum;

b) Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif;

c) Unit kerja dan atau yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan

umum;

d) Rincian/biaya tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya;

e) Hak dan Kewajiban, baik bagi pemberi pelayanan maupun penerima pelayanan umum

berdasarkan bukti-bukti penerima permohonan/ kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan

pemprosesan pelayanan umum;

f) Pejabat yang menerima keluhan masyarakat.

Adapun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sudah ditetapkan, melalui prosedur

kerja. Aparatur Kecamatan telah mengetahui dengan jelas cara pengurusannya, dengan demikian

aparatur pemerintah Kecamatan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

1) Pelayanan yang merata dan sama tanpa membeda-bedakan status dan kedudukan

Pelayanan pemerintah sebagai pelaku organisasi publik harus bersifat netarl dab tidak

memihak. Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan kesempatan dan pelayanan yang

sama. Hal ini harus perlu dilaksanakan oleh aparatur dalam memberikan pelayanan kepada setiap

orang, dengan itu masyarakat akan merasa puas akan pelayanan yang diberikan oleh aparatur

pemerintah.

Mengenai pelayanan yang diberikan oleh pegawai Kecamatan Grobogan kepada

masyarakat yang melakukan aktivitas pengurusan Kartu Tanda Penduduk adalah sama merata

tanpa memandang golongan dan status. Hal ini disebabkan oleh adanya profesionalisme para
aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta perannya sesuai dengan tugas yang diemban.

Dengan sikap seperti ini akan merubah cara pandang masyarakat kepada pemerintah, sehingga

masyarakat merasa nyaman dan dihargai didalam proses pengurusan Kartu Tanda Penduduk.

Tetapi ada anggapan dari warga masyarakat yang menyatakan berbeda antara kenal orang

dalam dan tidak. Namun hal itu dibantah oleh Pemerintah Kecamatan Grobogan. Pemerintah

Kecamatan Grobogan menyatakan kalau persyaratan dan dokumen pengurusan KTP sudah

lengkap, tentu akan segera diproses. Jadi pihak Pemerintah Kecamatan tidak membeda-bedakan

antara yang kenal dan tidak.

2) Tersedia saranan pelayanan yang memadai dalam pengurusan KTP

Pemerintah Kecamatan Grobogan sudah memberikan sarana kepada masyarakat seperti

televisi disaat masyarakat menunggu proses pelayanan, tersedianya sarana bacaan seperti koran

dan tersedianya air minum bagi masyarakat. Namun masyarakat masih sedikit mengeluh dengan

ruang tunggu yang sempit dan kurangnya sarana tempat duduk bagi masyarakat dalam proses

pelayanan. Tentu hal ini harus menjadi perhatian bagi Pemerintah Kecamatan Grobogan untuk

meningkatkan kepuasan pada masyarakat.

3) Pelayanan dengan cepat dan tepat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu prosedur/tata

cara pengurusan KTP

Pemerintah Kecamatan Grobogan sudah berusaha memberikan pelayanan dengan cepat

dan tepat kepada masyarakat. Namun ada beberapa masyarakat yang sedikit mengeluh karena

harus menunggu beberapa hari dalam proses percetakan KTP. Dan Pemerintah Kecamatan

Grobogan berusaha untuk semaksimal mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat

dalam proses pelayanan KTP dengan baik.

4) Rincian biaya/tarif pengurusan KTP


Munculnya keluhan-keluhan mengenai kualitas pelayanan publik dan semrawutnya

penyelenggaraan pelayanan publik disebabkan karena prosedur layanan tidak jelas atau sengaja

dibuat abu-abu sehingga menjadi area yang subur bagi tumbuhnya praktek penyelewengan.

Persoalan yang timbul di masyarakat adalah penundaan yang berlarut, penyimpangan prosedur

dan permintaan imbalan. Maka masyarakat menuntut tanggung jawab pelayanan dan

peningkatan kinerja pelayanan publik semakin baik.

Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya, dengan nama atau sebutan apapun,

sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya

ditetapkan oleh pejabat berwenang. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus

diinformasikan secara jelas.

Adapaun biaya/tarif pengurusan Kartu Tanda Penduduk sudah ditetapkan berdasarkan

Peraturan Daerah yaitu masyarakat dibebankan untuk mengeluarkan biaya dalam pengurusan

Kartu Tanda Penduduk dengan biaya yang murah, dapat dijangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat.

Biaya/tarif pengurusan KTP di Kantor Pemerintahan Kecamatan Grobogan tidak mahal

dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun Pemerintah Kecamatan

membantah bila ada rumor membayar lebih langsung diproses dengan cepat. Pihak Pemerintah

Kecamatan Grobogan mengakui kalau ada beberapa masyarakat yang memberi biaya lebih tetapi

itu merupakan imbalan dan rasa terima kasih karena meminta bantuan dan sebagai transport juga.

5.2.3. Ketepatan Waktu Pelayanan

Yang dimaksud dengan ketepatan waktu adalah dalam pelaksanaan pelayanan umum

dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan (Boediono, 2003 : 69).
Mengenai ketepatan waktu dalam suatu proses administrasi pemerintahan seharusnya ada

ketentuan untuk penyelesaian suatu pekerjaan yang prinsipnya cepat, tepat sasaran, dan tidak

berbelit-belit serta memberikan kesan yang baik bagi masyarakat.

Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik

mulai dari dilengkapinya atau dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif

sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian

pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas.

Beberapa masyarakat menganggap pengurusan KTP di Kantor Kecamatan Grobogan sulit

dan berbelit-belit. Tetapi anggapan itu di tepis oleh pegawai kecamatan Grobogan. Hal itu

disebabkan karena masyarakat tidak mengetahui prosedur dan tata cara pengurusan KTP. Hal itu

menandakan informasi baru mengenai pengurusan KTP tidak serta merta diketahui oleh

masyarakat luas di Kecamatan Grobogan.

5.2.4. Kelengkapan sarana dan prasarana

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003

berdasarkan sarana-prasarana yaitu penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai

oleh penyelenggaraan pelayanan publik. Sarana prasaranan tersebut meliputi tersedia informasi

yang memadai mengenai pengurusan Kartu Tanda Penduduk, tersedia loket atau kotak

pengaduan untuk menampung keluhan masyarakat, tersedia ruang tunggu yang nyaman, toilet

yang bersih dan lain-lain.

1) Tersedianya informasi mengenai pengurusan KTP

Dari hasil wawancara dengan informan, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kecamatan

Grobogan tentang Pengurusan Kartu Tanda Penduduk tidak secara langsung disosialisasikan

kepada masyarakat, namun informasi tantang tata cara pengurusan Kartu Tanda Penduduk bisa
didapat di Kantor Kecamatan ini, bahkan di tingkat Kelurahan/Desa. Adanya perubahan dalam

pengurusan KTP baru telah diberikan kepada Kelurahan/Desa untuk disampaikan kepada

masyarakat. Beberapa masyarakat yang tidak mengetahui informasi tentang perubahan

pengurusan KTP, mengindikasikan kalau Pemerintah Desa/Kelurahan belum maksimal dalam

mensosialisasikan tentang perubahan informasi pengurusan Kartu Tanda Penduduk.

2) Tersedianya ruang tunggu yang nyaman

Dari hasil wawancara dengan informan, tersedianya ruang tunggu bagi masyarakat

ternyata belum merasa nyaman dalam pengurusan pelayanan. Ruangan yang kurang luas dan

jumlah tempat duduk yang kurang tentu membuat masyarakat kurang nyaman. Pemerintah

Kecamatan Grobogan harus memperhatikan tersedianya saranan ruang tunggu yang kurang

nyaman bagi masyarakat saat ini. Hal ini untuk meningkatkan kepuasan pada masyarakat dalam

memberikan pelayanan.

3) Tersedia Kotak/Loket pengaduan untuk menampung keluhan masyarakat

Tersedianya Kotak/Loket pengaduan di Pemerintah Kecamatan Grobogan untuk

menampung keluhan masyarakat sudah ada sejak dulu. Namun dari hasil wawancara dengan

informan, masyarakat enggan memberikan keluhan-keluhan melalui Kotak/Loket yang sudah

disediakan. Masyarakat hanya mengharapkan kalau datang mengurus Pelayanan segera dilayani

dan tidak dipersulit.

BAB VI

PENUTUP
6.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab

sebelumnya, maka dalam penulisan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan pelayanan lebih responsif atas kebutuhan masyarakat dan penyelenggaraan

pelayanan publik yang transparan dan partisipatif. Masyarakat mengharapkan dalam

penyelenggaraan pelayanan publik antara lain semakin meningkatnya kualitas pelayanan publik

dalam wujud pelayanan yang cepat, mudah, berkeadilan, berkepastian hukum, transparan, aman,

tepat, biaya yang wajar, dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Dalam hal pelayanan Kartu Tanda Penduduk, masyarakat menginginkan pelayanan yang benar-

benar berkualitas. Dan Pemerintahan Kecamatan Grobogan sudah berusaha dengan baik dalam

kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat di bidang KTP. Hal ini bisa

dilihat dari hasil laporan pada informan dalam wawancara.

3. Kualitas pelayanan sudah dikatakan baik bisa dilihat dari aspek Profesionalisme yang meliputi

kemampuan pegawai dalam mempergunakan peralatan, aspek mentaati segala peraturan yag

melandasi bidang pekerjaan, aspek Kejelasan yang meliputi prosedur pelayanan yang baik serta

rincian biaya atau tarif pembuatan Kartu Tanda Penduduk yang tidak mahal dan bisa dijangkau

oleh seluruh lapisan masyarakat Kecamatan Grobogan.

6.2. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan terhadap Kualitas Pelayanan Kartu Tanda Penduduk

dalam Meningkatkan Kepuasan pada Masyarakat di Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan,

adalah sebagai berikut :


1. Walaupun kualitas pelayanan Kartu Tanda Penduduk sudah bisa dikatakan baik, namun ada

beberapa hal yang perlu sedikit dibenahi untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada

masyarakat, seperti upaya penambahan sarana dan prasarana (komputer, mesin cetak, dll).

2. Pihak Pemerintah Kecamatan dapat menyebarluaskan brosur tentang prosedur pelayanan Kartu

Tanda Penduduk yang telah diterbitkan oleh Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Kabupaten

Grobogan agar masyarakat mengetahui prosedur pengurusannya dan agar tidak menimbulkan

kesan yang berbelit-belit.

3. Pemerintah Kecamatan Grobogan dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk

menyampaikan atau memberikan surat apabila ada keluhan-keluhan di kotak/loket yang telah

disediakan. Hal ini dimaksudkan agar para pegawai dapat mengevaluasi kekurangan-kekurangan

dan terus meningkatkan kualitas pelayanan di bidang Kartu Tanda Penduduk dalam

meningkatkan kepuasan pada masyarakat.


“ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI DESA SUNGAI
MENGKUANG KECAMATAN RIMBO TENGAH KABUPATEN BUNGO ”.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam melaksanakan reformasi dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia, salah satu hal mendasar yang harus dilakukan pada saat ini adalah
keseluruhan misi reformasi diarahkan pada upaya untuk memberdayakan masyarakat, baik
sebagai pemilik kedaulatan negara maupun sebagai subyek dan obyek reformasi politik itu
sendiri. Masyarakat harus diyakinkan bahwa mereka mempunyai kontribusi yang sangat besar
dalam pembangunan bangsa. Dalam pengertian bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pelayan masyarakat semakin membuka diri dalam menanggapi aspirasi-aspirasi, tuntutan
dan harapan yang berkembang dalam masyarakat. Di samping itu masyarakat juga harus diberi
keleluasan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan, hal
mana merupakan intisari dari demokrasi yang menjunjung tinggi kedudukan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan.
Perwujudan dari partisipasi masyarakat dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan
adalah dengan memberi peluang bagi masyarakat untuk menyalurkan aspiransinya kepada
pemerintah sesuai dengan semangat demokrasi adalah dengan ditetapkannya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan landasan pemikiran antara lain
untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Desa sebagai salah satu bentuk kesatuan masyarakat bukan hanya dipandang sebagai
suatu unit pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia tetapi lebih daripada itu desa
merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang telah ada jauh sebelum terbentuknya Negara
Indonesia, terlepas dari bentuk dan penyebutannya sehingga dalam pelaksanaan semangat
reformasi dan penegakan prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem pemerintahan di daerah
menyangkut pula dengan pemerintahan desa.
Berlakunya Undang-Undang 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor
22 tahun 1999 ini, merupakan kesempatan bagi daerah kabupaten/kota untuk mengatur sendiri
pembentukan, kedudukan, kewenangan serta tugas pokok dan fungsi Desa sesuai dengan
kebutuhan masyarakat di daerah dan kemampuan daerah sehingga dapat berbeda antara daerah
kabupaten/kota yang satu dengan yang lainnya. Daerah lebih leluasa dalam menentukan dan
memberikan kewenangan kepada Desa dalam rangka memenuhi tuntutan, keinginan dan
kebutuhan masyarakat, terlebih lagi penyelenggaraan pemerintahan di Desa banyak berkaitan
langsung dengan pemberian pelayanan publik. Kualitas pelayanan di Desa diharapkan akan
menjadi lebih baik dibandingkan pada saat pengaturan yang sentralistik. Sehingga diharapkan
mampu selalu dapat beradaptasi dengan kemajuan yang begitu cepat dan tidak dapat diprediksi
dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kemajuan yang begitu cepat dalam masyarakat dan hubungan antara masyarakat dan
pemerintah yang bersifat dinamis (Sadu Wasistiono, 2002 : 27), serta keberadaan birokrasi
pemerintah tersebut, menuntut aparat pemerintah yang bertugas pada level mikro (dimana
pelayanan secara langsung oleh aparat terhadap masyarakat berlangsung) atau mereka
menempatkan diri pada garis paling depan untuk secara jernih, peka dan responsif membaca
denyut nadi publik yang wajib dilahhhderyani (Tamim, 2004 : 74). Aparatur harus senantiasa
berusaha baik secara mandiri, maupun secara organisasi berusaha meningkatkan keprofesionalan
terkait dengan tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang ada. Oleh karena itu pada level inilah,
baik dan tidaknya citra pemerintah dimata masyarakat dipertaruhkan.
Pelayanan yang positif dan berkualitas, secara empirik pada satu sisi akan menciptakan
kepuasan, kebahagian dan kesejahteraan masyarakat, yang pada gilirannya akan dapat
mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat. Pada sisi lain, merupakan ukuran tingkat kinerja
birokrasi pemerintahan. Oleh Supriatna (2000 : 139) mengemukakan bahwa : “Isu peningkatan
mutu pelayanan publik merupakan isu hangat dalam era pembangunan dewasa ini”. Pelayanan
umum merupakan isu sentral yang menentukan keberhasilan setiap lembaga pemberi
pelayananan, hal ini sebagaimana dikemukan oleh Thoha (1998 : 114) : ”Pelayanan publik
menjadi salah satu indikator penilaian kualitas administrasi pemerintahan dalam melakukan
tugas dan fungsinya. Baik tidaknya administrasi publik atau pemerintah itu dilihat seberapa jauh
pelayanan publiknya itu sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan harapan masyarakat”.
Demikian halnya Desa Sungai Mengkuang, sebagai organisasi terdepan dalam
menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan umum yang menjadi urusan rumah tangga daerah.
Urusan pemeritah desa yang menjadi kewenangan yang harus dilaksanakan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 206 yaitu :
1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan atau pemerintah
kabupaten/kota.
3. Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada
desa.
Pemberian urusan/kewenangan tersebut tentunya dimaksudkan sebagai upaya
menghadirkan pemerintahan ditengah masyarakat yang memerlukan perluasan jangkauan
pelayanan atau dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain
kebijakan ini membawa konsekwensi menjadikan organisasi Desa sebagai unit pemerintahan
otonom terdepan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Secara ideal dalam rangka
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Realitas faktual yang berbeda dapat kita lihat, dalam praktek penyelenggaran
pelayanan di Desa yaitu : masyarakat kurang puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan
oleh Kantor Desa, kesenjangan terjadi dari segi waktu maupun tuntutan-tuntutan komplain
lainnya yang diajukan oleh pemohon untuk Pemerintah Desa. Misalnya Pelayanan Kartu
Penduduk (KTP) yang dirasakan sangat memakan waktu yang lama, pelayanan akta jual beli
tanah yang dirasakan sangat berbelit-belit dan biayanya sangat mahal. Menurut Hardijanto (2002
: 89) bahwa :
Perlu diakui kinerja birokrasi pemerintahan Indonesia memang belum optimal. Hal ini antara lain
disebabkan oleh ukuran birokrasi relatif besar, susunan organisasi pemerintahan yang belum
sepenuhnya mengacu kepada kebutuhan, pembagian tugas antar instansi/unit yang kurang jelas,
aparat yang kurang professional, prosedur standar yang belum tersedia secara baku serta system
pengawasan yang masih belum efektif.

Dalam pemberian pelayanan, organisasi pelayanan publik belum mampu memberikan


pelayanan yang cepat, berkualitas tinggi, serta merata kepada warga Negara yang menerima
pelayanan tersebut (Efendi, 1985 : 147). Rasyid (1997 : 136), menyatakan bahwa : ”birokrasi
gagal dalam meningkatkan pelayanan publik, ini tercermin dari buruknya kualitas pelayanan
publik di bidang perizinan usaha, sertifikat tanah, IMB, lingkungan hidup, angkutan kota, rumah
sakit, jalan raya, air minum, listrik, pemadam kebakaran, pasar dan sebagainya”. Apabila
masyarakat memerlukan sesuatu yang dipersiapkan oleh instansi terkait harus berhadapan
dengan birokrasi yang berbelit-belit dan pelayanan yang tidak pasti waktunya (A.Ritonga, 1999 :
36). Hal yang sama dikemukakan Abidin (2002 : 13) menyatakan bahwa : “Birokrasi
pemerintahan bersifat kaku, berbelit-belit dan cenderung tidak melayani rakyat, tetapi minta
dilayani”, sedangkan menurut Kaloh (2002 : 111) menyatakan bahwa : ”Dalam aspek pelayanan
masyarakat sehari-hari terkesan bahwa hampir setiap warga masyarakat yang datang berurusan
dengan birokrasi akan bertemu dengan pegawai yang berseragam kurang ramah, kurang
informatif, lambat dalam pemberian pelayanan, mata duitan dan kurang professional”.
Gambaran mengenai fenomena di atas, memperlihatkan adanya suatu kondisi Desa
yang belum dapat diperankan dengan optimal sebagai sebuah organisasi modern yang
semestinya memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dan dapat
secara efektiv berperan sebagai organisasi terdepan, karena adanya respons resistensi.
Tujuan pemberian otonomi daerah dan keberadaan daerah adalah untuk
mensejahterakan masyarakat melalui pemberdayaan dan penyediaan pelayanan publik secara
efektif, efisien, ekonomis dan demokratis (Suwandi, 2002:4). Oleh karena itu, pemberian
kewenangan pemerintahan secara penuh kepada daerah kabupaten/kota dimaksudkan karena
daerah itu lebih dekat kepada masyarakat sebagai pihak yang dilayani dan diberdayakan.
Asumsinya semakin dekat jarak antara pelayan dan yang dilayani maka pelayanan akan sesuai
dengan harapan masyarakat. Apabila pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat maka
diharapkan kualitas pelayanan akan menjadi lebih baik. Dengan demikian pembentukan suatu
Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bertolak dari kerangka pemikiran tersebut diatas, menarik untuk dicermati keberadaan
Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai organisasi terdepan
dalam memberikan pelayanan, dimana desa itu lebih dekat kepada masyarakat sebagai pihak
yang dilayani dan diberdayakan. Asumsinya semakin dekat jarak antara pelayan dan yang
dilayani maka pelayanan akan sesuai dengan harapan masyarakat. Atas dasar fenomena tersebut
mendorong penulis untuk mengadakan penelitian, penulis khusus meneliti dan mengkaji tentang
“ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI DESA SUNGAI MENGKUANG
KECAMATAN RIMBO TENGAH KABUPATEN BUNGO ”.
1.2. Permasalahan Penelitian
1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena tersebut diatas, diperoleh informasi bahwa permasalahan yang
timbul terkait dengan pelayanan adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya kualitas pelayanan yang dilakukan aparat pemerintah dan masih banyaknya
masyarakat yang membutuhkan pelayanan di desa, akan tetapi tidak mendapat pelayanan.
2. Pelayanan yang diberikan prosedurnya berbelit-belit akibat birokrasi yang kaku, tarif
layanan yang tidak jelas, waktu penyelesaian suatu urusan yang lama dan perilaku oknum aparat
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat kadangkala kurang bersahabat, arogan, kurang
ramah, kurang informatif bahkan tidak professional dalam melaksanakan tugasnya.
3. Masih rendahnya kinerja yakni dilihat masih adanya perbedaan hasil kerja yang dicapai
dengan target yang ditetapkan.
4. Kondisi lingkungan kerja yang kurang kondusif, menyebabkan komunikasi antar personil
baik intern organisasi maupun ekstern organisasi belum optimal.
5. Sarana dan prasarana kerja yang kurang mendukung tugas pelayanan.
6. Kepemimpinan yang kurang mendukung pelaksanaan tugas aparat kecamatan di dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan.
7. Tidak efektifnya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
8. Penempatan pegawai pada jabatan dan tugas belum mencerminkan latar belakang
pendidikan.
9. Kurang kondusifnya kondisi dan lingkungan kerja.
10. Kurangnya komunikasi antar personil baik intern organisasi maupun ekstern organisasi.
11. Kurangnya sarana dan prasarana kerja yang mendukung pelaksanaan tugas pelayanan
kepada masyarakat.
12. Rendahnya motivasi aparat, hal ini nampak tidak adanya semangat kerja
13. Rendahnya kemampuan pegawai baik secara tehnis dan operasional dalam melaksanakan
tugas.

1.2.2. Pembatasan Masalah


Berdasarkan uraian dalam identifikasi masalah yang diajukan, dibatasi pada Analisis
Kualitas Pelayanan Publik di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten
Bungo.
1.2.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pokok
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas pelayanan publik di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo
Tengah Kabupaten Bungo?.
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Desa Sungai Mengkuang
Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo?.
1.3. Tujuan dan Kegunaan
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik di Desa Sungai Mengkuang
Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Desa
Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah Kabupaten Bungo.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini ada pada dua aspek :
1. Aspek teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan konsep ilmu, khususnya di bidang kualitas pelayanan oleh organisasi publik yang
dilakukan melalui pemahaman teoritis.
2. Aspek Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah
Kabupaten Bungo, Kecamatan Rimbo Tengah khususnya pemerintah Desa Sungai Mengkuang,
berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.
BAB II
PENDEKATAN MASALAH

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Konsep Kualitas Pelayanan Publik
2.1.1.1. Pelayanan Publik (Public Service).
Menurut Pamudji (1994 : 21) mengemukakan “pelayanan publik adalah berbagai
kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa”.
Hal yang sama dikemukakan Widodo (2001 : 269) bahwa :”Pelayanan publik sebagai pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan”.
Boediono (2003 : 12) menyatakan bahwa : “pelayanan pelanggan adalah upaya atau
proses yang secara sadar dan terencana dilakukan organisasi atau badan usaha agar
produk/jasanya menang dalam persaingan melalui pemberian/penyajian pelayanan kepada
pelanggan sehingga tercapai kepuasaan optimal bagi pelanggan”. Sedangkan Djaenuri (1999 :
15) mendefinisikan tentang pelayanan masyarakat adalah “ Suatu kegiatan yang merupakan
perwujudan dari tugas umum pemerintahan mengenai bidang tugas pokok suatu instansi untuk
dapat melayani kebutuhan masyarakat secara maksimal”. Sedangkan Ndraha (1996 : 64)
mengemukakan bahwa :
“Pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah terkait dengan suatu hak dan lepas dari
persoalan apakah pemegang hak itu dibebani suatu kewajiban atau tidak. Dalam hal ini dikenal
adalah hak bawaan (sebagai manusia) dan hak berian. Hak bawaan itu selalu bersifat individual
dan pribadi, sedangkan hak berian meliputi hak sosial politik dan hak individual. Lembaga yang
berkewajiban memenuhi hak tersebut adalah pemerintah. Kegiatan pemerintah untuk memenuhi
hak bawaan dan hak berian itulah yang disebut pelayanan pemerintah kepada masyarakat
termasuk pribadi-pribadi pemilik hak bawaan”.

Dalam konteks hubungan pemerintah dengan masyarakat, menurut Saefullah (1999 :


5), pelayanan publik (public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
umum yang menjadi warga negara atau secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan.
Karenanya birokrasi publik (pemerintah) berkewajiban untuk memberikan layanan publik yang
baik dan profesional..
Dalam perkembangan konsep pelayanan, seiring dengan reformasi di sektor
publik/pemerintahan yang mulai mengadopsi pendekatan-pendekatan pelayanan yang dilakukan
di sektor privat/bisnis dalam rangka kompetisi untuk memberikan yang terbaik kepada
masyarakat, masyarakat mulai ditempatkan bukan hanya sebagai penerima pelayanan mengikuti
kemauan yang memberi pelayanan, tetapi masyarakat ditempatkan sebagai pelanggan atau
konsumer, yang menjadi penentu kualitas pelayanan yang diberikan.
Dalam hubungan dengan hal tersebut, maka diskusi tentang pelayanan kepada
masyarakat akan melibatkan 4 (empat) unsur yang terkait, yaitu : Pertama, adalah pihak
pemerintah atau birokrasi yang melayani; Kedua, adalah pihak masyarakat yang dilayani; Ketiga,
terjalin hubungan antara yang melayani dan yang dilayani, hubungan ini sangat menentukan
tingkatan tingkatan pelayanan pemerintah dan pemanfaatan pelayanan tersebut oleh masyarakat;
Keempat, adanya pengaruh lingkungan di luar birokrasi dan masyarakat, seperti : politik, social
budaya, ekonomi dan sebagainya.
Berdasarkan berbagai batasan konsep tersebut di atas, menunjukkan bahwa pelayanan
publik berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat secara baik dan berkualitas sebagai konsekuensi dari tugas dan fungsi
pelayanan yang diembannya, berdasarkan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka
mencapai tujuan pemerintahan dan pembangunan.

2.1.1.2. Kualitas Pelayanan Publik


Menurut Geotsh dan Davis (dalam Tjiptono, 1996 : 51) mengemukakan bahwa :
“kualitas adalah merupakan suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk jasa
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Towns dan Gebhardt
(dalam Edvardsson,dkk, 1988 :45), “berbicara mengenai kualitas dalam kenyataan dan kualitas
dalam persepsinya. Kualitas dalam kenyataannya berarti disesuaikan spesifikasi. Kualitas dalam
persepsi berarti pelanggan berpikir bahwa mereka telah menerima kualitas yang diharapkan”.
Sedangkan Gasperz (1997 : 21) mendefinisikan kualitas adalah :segala sesuatu yang mampu
memeenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers)”.
Dalam pandangan Elhaitmmy (dalam Tjiptono, 1998 : 58), kualitas pelayanan adalah
service excellence atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam
melayani pelanggan secara memuaskan. Secara garis besar ada 4 (empat) unur pokok dalam
konsep pelayanan yang unggul, yaitu 1).Kecepatan; 2).Ketepatan; 3).Keramahan;
4).Kenyamanan. Keempat komponen ini merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi,
maksudnya pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence bila ada komponen yang kurang. Untuk
mencapai tingkat excellence, menurut Tjiptono (1998 : 58) :
“Seorang karyawan harus memiliki ketrampilan tertentu, dintaranya berpenampilan baik dan
rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu siap untuk melayani, tenang
dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaannya baik tugas
yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, mampu berkomunikasi
dengan baik bisa memahami bahasa isyarat (gesture) pelanggan, dan memiliki kemampuan
menangani keluhan pelanggan secara professional”.

Sedangkan Lukman (1998 : 14) mengartikan “kualitas pelayanan adalah pelayanan


yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai
pedoman dalam pemberian layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan
sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik”.
Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, menunjukkan bahwa kualitas
selalu berfokus pada pelanggan (masyarakat). Dengan demikian produk-produk, baik barang dan
jasa, didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu
produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan persepsi,
keinginan dan tuntutan, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pelanggan.
Oleh karena kualitas pelayanan ditentukan oleh tuntutan, keinginan, harapan atau kepuasan
masyarakat, bukan pemerintah/birokrasi, maka organisasi pemerintah harus mengetahui dan
memahami segala sikap dan perilaku, tuntutan, keinginan,kebutuhan, harapan atau tingkat
kepuasan pelanggan. Strategi ini merupakan cara yang terbaik dalam menciptakan dan
mewujudkan kualitas pelayanan. Upaya untuk mendengar suara masyarakat atau pelanggan
merupakan hal yang penting yang harus dilakukan organisasi birokrasi. Menurut Osborne dan
Gaebler (1992 : 177-179), terdapat banyak cara untuk mendengarkan suara pelanggan, yaitu :
“Customer Surveys, Customer Follow-Up, Community Surveys, Customer Contact Reports,
Customer Councils, Focus Groups, Customer Interviews, Electronic Mail, Customer Service
Training, Test Marketing, Quality Quarantees, Inspectors, Ombusman, Complaint Tracking
System, 800 Numbers, Suggestion Boxes Or Forms”.
Dalam mewujudkan kualitas pelayanan publik, menurut Waworuntu (1997 : 3-4) yaitu :
Suatu pelayanan masyarakat yang bermutu menuntut adanya upaya dari seluruh pegawai, baik
yang bertugas di front office, yaitu mereka yang berhadapan langsung dengan masyarakat dalam
menghasilkan pelayanan yang mencerminkan kualitas sikap maupun para pegawai di back office
yang menghasilkan pelayanan di belakang layar yang tidak kelihatan oleh masyarakat.
Secara praktis-operasional, kulitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah
pelayanan yang semakin baik, semakin tepat waktu, semakin mudah diperoleh dan distribusinya
semakin adil, pelayanan yang lebih cepat, wajar, hemat, murah, jujur, responsifm akomodatif,
inovatif, produtif, memuaskan dan profesional (Thoha,1995 : 41; Pamungkas,1996 : 207;
Rasyid,1997b : 100; Ndraha,1997c : 63) sesuai persepsi, tuntutan, kebutuhan, kepentingan,
aspirasi, situasi dan kondisi masyarakat.
Demikian pentingnya kualitas dalam pelayanan publik ini pemerintah Indonesia
sebenarnya telah menyadari akan pentingnya penerapan konsep kualitas dalam pelayanan kepada
masyarakat. Keprimaan dalam pemberian layanan pada gilirannya akan mendapatkan pengakuan
atas kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat/pelanggan (Pelayanan Prima
Dalam hubungan itu, untuk mewujudkan kualitas pelayanan, maka menurut Waworuntu
(1997 : 44,75) diperlukan teknik atau keterampilan pelayanan masyarakat, yaitu :
“Berpakaian baik dan berpenampilan rapih, senyum, pantulkan kepercayaan dan kehangatan,
melalui mata dan raut muka, bahagiakan masyarakat, sedapat mungkin sambutlah masyarakat
dengan menyebut namanya, perhatikan dan dengarkan dengan baik apa yang jendak dikatakan
masyarakat, perhatikan bahasa butuh dan hindarilah tabiat yang membosankan serta kebiasaan
buruk, perlakuan selalu masyarakat dengan hormat dan sopan, perlihatkan minat dan gairah
terhadap pekerjaaan, bicara dengan jelas dengan nada yang tidak keras dan tidak terburu-buru,
gunakan bahasa yang baik, dengan kata-kata dan kalimat yang mengena, kesankanlah pasa
masyarakat sebagai pegawai instansi yang terampil, menangani keluhan masyarakat dengan
sikap profesional, tetaplah tenang, hindari penggunaan teguran kasar, jangan menyela
pembicaraan dan menyombongkan diri dihadapan masyarakat, bila masyarakat memiliki keluhan
harus diperhatikan, berilah pilihan dalam menanggapi permintaan masyarakat, bila tidak dapat
menjawab atau menangani masalah masyarakat carilah orang lain yang tepat yang dapat
menyelesaikan atau memecahkan masalah tersebut, bila tidak dapat melayani masyarakat
dengan segera beritahukanlah, bila memerlukan keterangan lebih lanjut untuk menangani
permintaan masyarakat ajukan pertanyaan, jangan berdebat dengan masyarakat, yakin bahwa
masyarakat meninggalkan instansi dengan perasaan puas, kerjakan segala sesuatu dengan
memperhitungkan tindak lanjut”.
Namun pada dasarnya bahwa tingkat kemampuan bersaing suatu lembaga akan
ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian tentang kualitas pelayanan bukan
berdasarkan pengakuan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh pelanggan atau yang
menerima pelayanan. Berkaitan dengan kualitas pelayanan ini, timbul pertanyaan bagaimanakah
menilai atau mengukur kualitas pelayanan yang diberikan ?. Menurut Berry ,et.al
(Lovelock,1992 : 225), sebagaimana dikutip Saefullah (1999: 9), mengemukakan bahwa :
“Sulit untuk mengukur kualitas pelayanan, tidak ada suatu standar yang dapat dipakai ukuran
umum tentang kualitas pelayanan. Mengukur kualitas pelayanan oleh banyak ahli lainnya
dipandang lebih sulit daripada mengukur kualitas suatu produk. Hal ini disebabkan karena
kualitas pelayanan tidak cukup hanya dengan evaluasi semata, karena ada tiga hal yang
membedakan antara kualitas produk dengan kualitas pelayanan, dalam kaitannya dengan
bagaimana dipergunakan dan dievaluasi. Pertama, pelayanan pada dasarnya bersifat tidak
berwujud (intangible). Dalam hal ini kualitas pelayanan sulit untuk diukur sebelum pelanggan
merasakannya. Kedua, pelayanan bersifat heterogeneous, dimana kinerjanya biasanya berbeda
antara satu prosedur dan pelanggan dengan lainnya dan berbeda dari hari ke hari. Ketiga,
produksi dan konsumsi dari berbagai pelayanan bersifat tidak dapat dipisah-pisahkan
(inseparable). Dalam hal ini kualitas pelayanan seringkali terjadi pada sat pelayanan itu
dijalankan dan sangat berbeda”.

Namun demikian kesulitan untuk mengukur kualitas pelayanan tersebut bukan


merupakan justifikasi tentang tidak terukurnya kualitas pelayanan sutau organisasi kepada
pelanggan/masyarakat. Dalam hal ini beberapa sarjana telah mengembangkan dimensi kualitas
pelayanan sebagai suatu acuan dalam menilai kualitas pelayanan suatu organisasi.
Menurut Kotler (dalam Supranto,1997 : 231) mengemukakan dimensi kualitas
pelayanan, meliputi :
1. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan
dengan tepat dan terpercaya.
2. Keresponsifan (Responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3. Keyakinan (Confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan
mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan assurance.
4. Empat (Emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5. Berwujud (Tangibles), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan media
komunikasi.

Senada pendapat tersebut diatas, Parasuraman (1990 : 26) mengemukakan 5 (lima)


langkah penting untuk mengukur kualitas pelayanan yaitu :
1. Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan
dengan tepat dan terpercaya.
2. Responsiveness (Daya tanggap), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3. Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan
mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
4. Emphaty (Empati), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5. Tangibles (Bukti Langsung), yaitu fasilitas fisik, peralatan, personil dan media
komunikasi.

Demikian juga dengan Ndraha (1997 : 63) mengemukakan bahwa :


“Jasa layanan atau layanan civil dipandang sebagai deviden yang wajib didistribusikan kepada
rakyat oleh pemerintah dengan semakin baik, semakin tepat waktu, semakin mudah diperoleh,
dan semakin adil. Tekanan pada aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan
dalam layanan publik (civil) tersebut berkaitan dengan sifat monopoli dari layanan publik (civil)
dimana masyarakat tidak memiliki pilihan untuk mengharapkan layanan yang sama pada institusi
lain di luar pemerintahan”.

Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana setiap warga
negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Adalah
sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat
sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari
pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik.
Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam
proses atau setelah pelayanan itu diberikan.
Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa
yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak mustahil dianggap sebagai
sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat
sulit untuk dicapai. Dalam hal ini yang dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan
konsumen dan produsen di dalam menilai kualitas pelayanan.
GAMBAR 2.1

MATRIK PENILAIAN PELAYANAN

Tingkat kesulitan pengguna di dalam mengevaluasi


Tingkat kesulitan kualitas
produsen di dalam
mengevalusi kualitas Rendah Tinggi

Rendah Mutual Knowledge Producer Knowledge

Tinggi Consumer Knowledge Mutual Ignorance

Sumber : Kieron Walsh, 1991 (dalam majalah Public Administration)

Sedangkan menurut Utomo (1987 : 132) menyatakan bahwa : Memang pada dasarnya
ada 3 (tiga) ketentuan pokok dalam melihat tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan publik,
yaitu sebagaimana gambar 1 berikut ini :

GAMBAR 2.2

SEGITIGA KESEIMBANGAN DALAM KUALITAS PELAYANAN


(The Triangle of Balance in Service Quality)

BAGIAN ANTAR PRIBADI


YANG MELAKSANAKAN
(Inter Personal Component)
BAGIAN PROSES & LINGKUNGAN BAGIAN PROFESIONAL & TEKNIK
YANG MEMPENGARUHI YANG DIPERGUNAKAN
(Process/Environment Component) (Professional/Technical Component)

Dari gambar diatas menjelaskan bahwa dalam melihat tinggi rendahnya kualitas
pelayanan publik perlu diperhatikan adanya keseimbangan antara :
1. Bagian antar pribadi yang melaksanakan (Inter Personal Component);
2. Bagian proses dan lingkungan yang mempengaruhi (Process and
Environment Component);
3. Bagian profesional dan teknik yang dipergunakan
(Professional and Technical Component).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kualitas dapat diberi pengertian sebagai
totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan/atau jasa) yang menunjang kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan. Kualitas sering kali diartikan sebagai segala sesuatu yang
memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan.
2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik
Berdasarkan segitiga keseimbangan dalam kualitas pelayanan (gambar 2.2) dan
keseluruhan uraian konsep dan teori sebelumnya, maka dalam penulisan tesis ini penulis
mencoba mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik
yang antara lain disebabkan oleh :
1. Struktur organisasi;
2. Kemampuan aparat;
3. Sistem pelayanan.
Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Struktur Organisasi
Menurut Anderson (1972 : 31), struktur adalah susunan berupa kerangka yang
memberikan bentuk dan wujud, dengan demikian akan terlihat prosedur kerjanya. Dalam
organisasi pemerintahan, prosedur merupakan sesuatu rangkaian tindakan yang ditetapkan lebih
dulu, yang harus dilalui untuk mengerjakan sesuatu tugas.
Sementara itu dalam konsep lain dikatakan bahwa struktur organisasi juga dapat
diartikan sebagai suatu hubungan karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola
hubungan yang terjadi di dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik
potensial atau nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijaksanaan (Van
Meter dan Van Horn dalam Winarno 1997 ; 27). Pengertian ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Robbins (1995 ; 135) bahwa “struktur organisasi menetapkan bagaimana
tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, mekanisme koordinasi yang formal serta pola
interaksi yang akan diikuti”.
Lebih jauh Robbins mengatakan bahwa struktur organisasi mempunyai tiga komponen,
yaitu : kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi. Kompleksitas berarti dalam struktur orgaisasi
mempertimbangkan tingkat differensiasi yang ada dalam organisasi termasuk di dalamnya
tingkat spesialisasi atau pembagian kerja, jumlah tingkatan dalam organisasi serta tingkat sejauh
mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis. Formalisasi berarti dalam struktur organisasi
memuat tentang tata cara atau prosedur bagaimana suatu kegiatan itu dilaksanakan (Standard
Operating Prosedures), apa yang boleh dan tidak dapat dilakukan. Sentralisasi berarti dalam
struktur organisasi memuattentang kewenangan pengambilan keputusan, apakah disentralisasi
atau didesentralisasi.
Berdasarkan pengertian dan fungsi struktur organisasi tersebut menunjukkan bahwa
struktur organisasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu organisasi, sehingga
dengan demikian struktur organisasi juga sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan.
Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, apabila komponen-komponen struktur
organisasi yang mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi
disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan tanggung
jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan dalam organisasi memungkinkan
dilakukannya pengawasan yang efektif, struktur organisasi desentralisasi memungkinkan untuk
diadakannya penyesesuaian atau fleksibel, letak pengambilan keputusan disusun dengan
mempertimbangkan untuk rugi dari sistem sentralisasi dan desentralisasi, antara lain sentralisasi
yang berlebihan bisa menimbulkan ketidakluwesan dan mengurangi semangat pelaksana dalam
pelaksanaan kegiatan. Sedangkan desentralisasi yang berlebihan bisa menyulitkan dalam
kegiatan pengawasan dan koordinasi.
Untuk struktur organisasi perlu diperhatikan apakah ada petugas pelayanan yang mapan,
apakah ada pengecekkan penerimaan atau penolakkan syarat-syarat pelayanan, kerja yang terus-
menerus berkesinambungan, apakah ada manajemen yang komitmen, struktur yang cocok
dengan situasi dan kondisi dan apakah ada sumberdaya yang mapan.
Dalam pengendalian pelayanan perlu prosedur yang runtut yaitu antara lain penentuan
ukuran, identifikasi, pemeliharaan catatan untuk inspeksi dan peralatan uji, penilaian,
penjaminan dan perlindungan (Gaspersz, 1994 : 67).
Oleh karena itu struktur organisasi yang demikian akan berpengaruh positif terhadap
pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi, apabila struktur organisasi tidak disusun dengan
baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik.
Berdasarkan uraian tentang struktur organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian tentang kualitas pelayanan publik ini adalah
:
1. Tingkat pembagian tugas pokok dan fungsi;
2. Kejelasan pelaksanaan tugas antar instansi;
3. Tingkat hubungan antara atasan dan bawahan.

b. Kemampuan Aparat
Siapa yang disebut aparatur pemerintah, adalah kumpulan manusia yang mengabdi pada
kepentingan negara dan pemerintahan dan berkedudukan sebagai pegawai negeri (Tayibnapsis,
1993 : 23), sedangkan menurut Moerdiono (1988 : 14) mengatakan “aparatur pemerintah adalah
seluruh jajaran pelaksana pemerintah yang memperoleh kewenangannya berdasarkan
pendelegasian dari Presiden Republik Indonesia”.
Dengan kata lain aparatur negara atau aparatur adalah para pelaksana kegiatan dan
proses penyelenggaraan pemerintahan negara, baik yang bekerja di dalam tiga badan eksekutif,
legislatif dan yudikatif maupun mereka yang sebagai TNI dan pegawai negeri sipil pusat dan
daerah yang ditetapkan dengan peraturan peraturan pemerintah.
Dari aparat negara dan atau aparatur pemerintah, diharapkan atau dituntut adanya
kemampuan baik berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai, sesuai
dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan sekarang ini (Handayaningrat, 1986 : 75).
Sementara itu, konsep lain mendefinisikan kemampuan atau ability sebagai sifat yang dibawa
lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau
fisik (Bibson, 1991 : 39), sedangkan skill atau keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan
dengan tugas (Soetopo, 1999 : 56).
Berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan aparat sangat
berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Untuk itu
indikator-indikator dalam kemampuan aparat adalah sebagai berukut :
1. Tingkat pendidikan aparat;
2. Kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal;
3. Kemampuan melakukan kerja sama;
4. Kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi;
5. Kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan;
6. Kecepatan dalam melaksanakan tugas;
7. Tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik;
8. Tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan;
9. Tingkat keikutsertaan dalam pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang
tugasnya.

c. Sistem Pelayanan
Secara definisi sistem adalah suatu jaringan yang berhubungan satu sama lain menurut
skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dalam suatu usaha
atau urusan (Prajudi, 1992 : 21), bisa juga diartikan sebagai suatu kebulatan dari keseluruhan
yang kompleks teroganisisr, berupa suatu himpunan perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang
membentuk suatu kebulatan dari keseluruhan yang utuh (Pamudji, 1981 : 14).
Untuk sistem pelayanan perlu diperhatikan apakah ada pedoman pelayanan, syarat
pelayanan yang jelas, batas waktu, biaya atau tarif, prosedur, buku panduan, media informasi
terpadu saling menghargai dari masing-masing unit terkait atau unit terkait dengan masyarakat
yang membutuhkan pelayanan itu sendiri.
Dengan demikian sistem pelayanan adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian
pelayann yang saling terkait, bagian atau anak cabang dari suatu sistem pelayanan terganggu
maka akan menganggu pula keseluruhan palayanan itu sendiri. Dalam hal ini apabila salah satu
unsur pelayanan sepertinggi mahalnya biaya, kualitasnya rendah atau lamanya waktu pengurusan
maka akan merusak citra pelayanan di suatu tempat.
Beradasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini maka indikator-indikator sistem
pelayanan yang menetukan kualitas pelayanan publik adalah :
1. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkait dengan lokasi tempat pelayanan;
2. Kejelasan informasi tentang pelayanan yang diberikan;
3. Perlindungan terhadap dampak hasil pelayanan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan kualitas
pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh faktor struktur organisasi, kemampuan aparat dan
sistem pelayanan. Ketiga faktor ini saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan
dalam ikut menentukan tinggi rendahnya dan baik buruknya suatu pelayanan yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
Kualitas pelayanan publik mempunyai indikator ketepatan waktu, kemudahan dalam
pengajuan, akurasi pelayanan yang bebas dari kesalahan dan biaya pelayanan. Hal tersebut
sangat dipengaruhi oleh faktor struktur organisasi, kemampuan aparat dan sistem pelayanan.
Semakin baik faktor struktur organisasi, kemampuan aparat dan sistem pelayanan maka
kualitas pelayanan publik akan semakin baik pula dan semakin dapat memuaskan masyarakat
sebagai pengguna hasil pelayanan. Sehingga kualitas pelayanan.

2.2. Landasan Norma dan Kebijakan


Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, telah disusun indeks
kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan yang termuat
dalam Keputusan Menpan Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan
MenPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang
”relevan, valid dan reliabel” (2004:9), sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar
pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan ;
2. Prasyarat pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanan ;
3. Kejelasan petugas pelayanan; yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggungjawabnya);
4. Kedisiplinan petugas pelayanan; yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan
terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku ;
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab
petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan ;
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki
petugas dalam memberikan/menyelesaiakan pelayanan kepada masyarakat;
7. Kecepatan pelayanan, yaitu terget waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan ;
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan
golonga/status masyarakat yang dilayani ;
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat sexcara sopan dan ramah serta saling menghargai dan
menghormati ;
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya
yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya
yang telah ditetapkan ;
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan ;
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi,
dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan ;
14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara
pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan tarhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Didalam menjelaskan dan mengembangkan serta menguji kebenaran suatu
pengetahuan dengan cara ilmiah maka digunakan metodologi penelitian. Metodologi penelitian
merupakan suatu kajian yang berkenaan dengan metode-metode yang dipakai dalam suatu proses
kegiatan penelitian. Merujuk pada makna etimologis, Rusidi (2002:1) membatasi pada pemikiran
bahwa:
“Kata metode yang dapat diartikan sebagai cara berpikir dan cara melaksanakan hasil berpikir
(teknik) guna melakukan suatu pekerjaan secara lebih baik dalam mencapai tujuannya (secara
efektif). Sedangkan kata penelitian diartikan sebagai suatu upaya yang bermaksud mencari
jawaban yang benar terhadap suatu realita yang dipikirkan (dipermasalahkan) dengan
menggunakan metode-metode tertentu atau cara berpikir atau teknik tertentu menurut prosedur
sistematis, yang bertujuan menemukan, mengembangkan dan atau menerapkan pengetahuan,
ilmu dan teknologi, yang berguna baik bagi aspek keilmuan maupun bagi aspek guna laksana
atau praktis”.
Berpijak dari pemikiran di atas penelitian merupakan suatu proses dari kegiatan ilmiah
yang pada hakekatnya berawal dari minat untuk mengetahui suatu gejala tertentu. Selanjutnya
berhubungan dan berkembang menjadi gagasan, melalui pengkolaborasian pemikiran Sugiyono
(2002:2) dengan Hadi (2001:4) maka penelitian/research berdasarkan tujuannya dapat
didefinisikan “sebagai usaha untuk menemukan (penelitian murni), mengembangkan, dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan maupun teori (penelitian terapan), usaha mana dilakukan
dengan menggunakan metode-metode ilmiah”.
Berpijak kepada dalil-dalil di atas dan memperhatikan uraian fokus penelitian maupun
tujuan penelitian di bab terdahulu, maka tujuan penelitian ini lebih bersifat kepada penelitian
terapan. Di mana penelitian ini mengutamakan kepada upaya untuk mengetahui Kualitas
Pelayanan di Desa Sungai Mengkuang. Penganalisisan yang bertujuan untuk mengetahui kualitas
pelayanan tersebut dilakukan melalui pendekatan fenomena fakta empirik dengan menggunakan
dan berpijak atau mendekatkan permasalahan fokus penelitian ini kepada teori-teori atau dalil-
dalil yang berkaitan dengan fokus permasalahan penelitian sebagai pijakan dan pegagangan atau
postulat (rel) dalam penelitian ini. Konseptualisasi terhadap pengetahuan dan teori tersebut pada
akhirnya menentukan metode penelitian yang sesuai atau sering juga diawali dengan penetapan
desain penelitian.
Desain penelitian menurut Arikunto (2002:44), “adalah rencana atau rancangan yang
dibuat oleh peneliti sebagai ancar-ancar kegiatan yang dilaksanakan”. Atau dengan kata lain
“desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan dan cara menganalisis data
agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta sesuai dengan tujuan penelitian” (Nazir,
1999:99). Memperhatikan informasi teoritik ahli tersebut serta mengingat tujuan penelitian
terapan ini untuk mengetahui secara deskriptif atas fenomena fakta empirik dari fokus
permasalahan yang diteliti dengan menekankan pada prinsip penjajakan yang proporsional dan
representatif yang berimbang, maka penelitian ini menggunakan desain analisis pendekatan
verifikatif survey method dengan tingkat ekplanasi deskriptif. Penelitian survey dapat
dipergunakan untuk berbagai macam maksud, diantaranya untuk penjajakan, evaluasi penelitian
operasional dan sebagai pengembangan indikator-indikator sosial. Hal ini sesuai dengan
pendapat Singarimbun dan Effendi (1989:4) yang menyatakan: “Penelitian survey dapat
dipergunakan untuk maksud (1) penjajakan explorative (2) Deskriptif (3) Penjelasan
(explanatory atau confirmatory) yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian
hipotesis (4) Evaluasi (5) Prediksi atau meramalkan masa yang akan datang (6) Penelitian
operasional (7) Pengembangan indikator sosial”
Kejelasan pemahaman metode pendekatan survey dalam penelitian ini dapat bersandar
pada batasan yang digariskan Kerlinger (dalam Sugiyono, 2002:3) bahwa “penelitian survey
adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari
adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-
kejadian relatif, distributif, dan hubungan-hubungan antar variabel, sosiologis maupun
psikologis”.
Menggunakan metode penelitian survey deskriptif, maka jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan induktif. Dimana untuk mencapai
pemahaman dan kebenaran makna berdasarkan fakta empirik tentang kenyataan/masalah-
masalah aktual yang sebenarnya berada di lokasi penelitian kemudian dilakukan penelaahan agar
dapat diperoleh gambaran yang jelas serta sistematis dalam rangka pemecahan masalah yang
dihadapi. Sebagaimana dikemukakan Rusidi (2002:18) bahwa “penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang bermaksud menggambarkan (mendeskripsi) fenomena empirik yang disertai
penafsiran-penafsirannya, dengan tujuan memperoleh gambaran setepat realitanya atau sering
juga disebut dengan penelitian a posteriori”. Ini sejalan dengan pendapat yang dikemukanan
oleh Mochtar (2000:199) bahwa “penelitian deskriptif ingin mendapatkan gambaran atau
penjelasan (description) secara tepat tentang situasi, gejala, fenomena, karakteristik baik dari
individu atau kelompok tertentu yang ditelitinya sebagaimana adanya”.
Pemilihan disain penelitian deskripsi kualitatif dengan pendekatan induktif di dasari
pendapat Falstead (dalam Chadwick, dkk, 1991:41) berpendapat bahwa “peneliti harus
menggunakan metode yang sesuai dengan topik yang dikaji, dan bahwa alat pengukur yang rumit
menjadi tujuan akhir dan karena itu menjadi kendala untuk mengetahui pengetahuan, dan
bukannya alat antara meningkatkan pemahaman”. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002:3)
memberikan batasan yang tidak jauh berbeda, dimana “metode kualitatif merupakan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi tidak boleh
diisolasi dalam variabel hipotesis tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu
kebutuhan”.
Penelitian deskriptif ini selanjutnya dilakukan dengan pendekatan induktif, di mana
analisis penelitian ini dilakukan pada lokus yang spesifik di Kecamatan Sanga-Sanga.
Sebagaimana Azwar (1998:40) memberikan pengertian pendekatan induktif sebagai “proses
logika yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. Dengan kata
lain, induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamat yang
terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi”. Hal diperkuat oleh
Mardalis juga berpendapat bahwa pendekatan induktif (1990:21) merupakan:
”Cara berpikir induktif berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian di teliti dan
akhirnya ditemui pemecahan persoalan yang bersifat umum, induksi merupakan cara berpikir
yang menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual,
penarikan kesimpulan secara induktif dimulai dengan menyatukan pernyataan-pernyataan yang
bersifat umum”.

3.2. Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi
Menurut Singarimbun dan Effendi (1989 : 155), bahwa “populasi atau universe adalah
jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga”. Berdasarkan pengertian ini,
maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anggota masyarakat Desa
Sungai Mengkuang sepanjang pelayanan tahun 2005. Adapun jumlah populasi itu sebagaimana
tabel di bawah ini :

TABEL 3.1

JUMLAH PENDUDUK DESA SUNGAI MENGKUANG TAHUN 2005

NO. NAMA DUSUN JUMLAH PELAYANAN KTP


1 2 3
1. Madani 1.165
2. Senamat 1.255
3. Sungai Beringin 1.198
Jumlah 3.618
Sumber : Kantor Desa Sungai Mengkuang Tahun 2005
Dan seluruh perangkat desa pada Kantor Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo
Tengah, yang berjumlah 15 orang.
3.2.2. Sampel
Menurut Sujana dalam Nawawi (2001 : 144), sampel adalah “Sebagian yang diambil
dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu”. Berdasarkan definisi tersebut dan
mengingat jumlah populasi dalam penelitian ini cukup besar, serta keterbatasan penulis baik dari
segi dana dan waktu, maka penelitian ini hanya menggunakan penelitian sampel. Penetapan
sampel dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sampel dari masyarakat dan pegawai
Kecamatan Sanga-Sanga, dimana penarikan sampelnya sebagai berikut :
a. Sampel Masyarakat
Dalam menentukan besarnya ukuran sampel untuk masyarakat yang berjumlah 3.618 orang,
dengan menggunakan rumus penarikan sample oleh Frankk Lynch dalam Fred N. Kellinger dan
Elazar J. Pedhazur (1983 : 199) sebagai berikut :

NZ2. P (1-P)
n=
2 2
Nd + Z .P (1-P)
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
Z = Nilai normal variabel (1,96) untuk tingkat kepercayaan (0,95)
P = Harga patokan terbatas (0,50)
d = Sampel error (0,10)

3.618. (1,96)2. 050 (1-0,50)


n=
3.618 (0,10)2 + (1,96)2 . 0,50 (0,50)

3.618 . (3,8416). 050 .0,50


n=
3.618 (0,01) + (3,8416) . 0,50 (0,50)

13898,9088 . 0,25
=
36,18 + 0,9604

3474,7272
=
37,1404

= 93,56 (dibulatkan)

= 94 (orang responden).
Dengan demikian, jumlah anggota masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 94 orang. Dan untuk menentukan jumlah sampel kelompok masyarakat per Dusun,
digunakan rumus Nazir (1988 : 365) :

Keterangan:
ni = Ukuran sampel untuk masing-masing kelompok
Ni = Ukuran besarnya populasi pada masing-masing kelompok
N = Jumlah populasi
n = Besarnya ukuran sampel.

1.165
Dusun Madani = ---------- x 94 = 30 orang
3.618

Dusun Senamat = 1.255 = 33 orang


---------- x 94
3.618

1.198
Dusun Sungai Beringin = ---------- x 94 = 31 orang
3.618

b. Sampel Pegawai
Untuk menentukan sampel untuk perangkat Desa Sungai Mengkuang yang terlibat dalam
kegiatan pelayanan, penulis menggunakan tehnik sensus sampling atau sampel jenuh, berhubung
yang akan diteliti adalah perangkat Desa Sungai Mengkuang yang berjumlah 15 orang. Menurut
Sugiyono (1997 : 62) “sampel jenuh adalah tehnik penentuan sampel apabila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil,
kurang dari 30 orang”. sehingga besarnya ukuran sampel untuk Pegawai Negeri Sipil pada
Kantor Kecamatan Sangasanga sebanyak 23 orang terdiri :
Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 94 + 15 orang = 109 orang.
3.3. Variabel Penelitian
Menurut Moh. Nasir (1988:149) Variabel adalah konsep yang mempunyai macam-
macam nilai. Sedangkan Prof. Drs. Sutrisno Hadi dalam Arikunto (1998:97) mengatakan bahwa
“Variabel sebagai gejala atau objek penelitian yang bervariasi”.
Berdasarkan pendapat tersebut, yang menjadi variabel dalam penelitian ini yaitu
Kualitas Pelayanan di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo Tengah . Selanjutnya untuk
memudahkan dalam menganalisis variabel penelitian yang digunakan, maka variabel tersebut
dioperasionalisasikan sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

TABEL 3.2
VARIABEL PENELITIAN
VARIABEL DIMENSI INDIKATOR
1 2 3
a. Kecepatan waktu saat pelayanan
b. Kesiapan petugas saat diperlukan
Keandalan
c. Konsekuen dengan jadwal pelayanan

d. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan


a. Cepat tanggap terhadap permohonan masyarakat
Ketanggapan b. Cepat dan tanggap terhadap keluhan masyarakat
c. Cepat dan tanggap terhadap masalah masyarakat
a. Keramahan dan kesopanan petugas pelayanan

b. Pelayanan yang menyeluruh dan tuntas


Keyakinan
c. Bertanggung jawab terhadap setiap keluhan
Kualitas masyarakat
Pelayanan di Desa
Sungai d. Mampu memberikan solusi terhadap masalah
Mengkuang masyarakat
Kecamatan
Rimbo Tengah a. Berkomunikasi baik dengan masyarakat

b. Kepedulian kepada masalah masyarakat


Empatii
c. Berpenampilan menarik
d. Sikap karyawan yang mudah dihubungi
a. Akses informasi yang memadai

b. Ruang kantor yang menyenangkan


Berwujud
c. Penggunaan sarana yang sama kepada setiap
masyarakat

d. Mutu layanan yang diterima


e. Pemberian petunjuk yang jelas

3.4. Sumber Data Dan Teknik Pengumpulan


3.4.1. Sumber Data
Menurut Arikunto (1998:114) bahwa : “Sumber data dalam penelitian adalah subyek
darimana data dapat diperoleh”. Apabila peneliti menggunakan kuisioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik tertulis maupun lisan.
Sumber data dalam penelitian, baik data primer maupun data sekunder merupakan objek
dari data yang diperoleh, atau subjek dimana data melekat.
Sumber data adalah subjek dimana data dapat diperoleh untuk mempermudah dalam
pengklarifikasian data, maka sumber data dapat diindetifikasi menjadi 3 macam yang lebih
dikenal dengan 3P, menurut Arikunto (1998 : 114) yaitu :
a. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data yang berupa jawaban lisan, atau
jawaban yang tertulis melalui angket/quisioner.
b. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan
bergerak.
c. Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka,
gambar, atau simbol-simbol lain.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data seperti yang dimaksud oleh
Suharsimi Arikunto yaitu Person atau orang yang diminta keterangan mengenai penelitian, Place
atau tempat berupa Sarana dan Prasarana, Paper atau sumber data berupa simbol, gambaran dari
Sistem Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Desa. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari 2 (dua) sumber utama yaitu :
a. Data primer, yaitu keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh melalui kuesioner dan
wawancara.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dan studi dokumentasi serta
literatur-literatur, terutama yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
3.4.2. Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu usaha yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi-
informasi yang berhubungan erat dengan masalah yang sedang diteliti untuk memperoleh data
yang diperlukan sehingga data yang diperoleh bersifat valid (menggambarkan yang sebenarnya),
reliable (dapat dipercaya), dan objektif (sesuai dengan kenyataan). Menurut Nazir (1998 : 22) :
“Pengumpulan Data merupakan suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian“.
Dalam arti pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan.
Penulis memperoleh data-data yang sesuai dengan fokus penelitian yang telah
ditetapkan maka dalam penelitian ini melakukan pengumpulan data dengan cara studi lapangan
(field research) yaitu cara pengumpulan data dengan mendatangi langsung obyek lokasi
penelitian cara ini meliputi :
1. Observasi
Menurut Nazir (1998 : 212), bahwa : “Pengumpulan data dengan teknik observasi adalah cara
pengambilan data dengan menggunakan mata dengan tanpa ada pertolongan alat standar lain
untuk keperluan tersebut“. Maka dengan demikian teknik ini digunakan dengan cara terjun
langsung ke lokasi penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Observasi Partisipasi
yaitu peneliti atau observer terlibat langsung dengan secara aktif dalam objek yang diteliti. Jadi
observasi dilaksanakan untuk mengetahui keadaan lapangan yang sebenarnya yang berhubungan
dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian hal-hal yang diobservasi adalah
semua kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan di Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo
Tengah.
2. Dokumentasi
Menurut Arikunto (1998 : 236) bahwa :”Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-
hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, surat kabar, legger, agenda, dan sebagainya ”.. Oleh karena itu penulis dalam
menggunakan teknik dokumentasi mengumpulkan data dari sumber yang berkaitan dengan
tujuan penelitian.
3. Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung (Husaini Usman
dan Purnomo Setiady, 2001 : 59). Metode wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk
memperoleh keterangan, informasi atau penjelasan-penjelasan dari subyek penelitian tentang
masalah yang diungkap peneliti dan menjadi data pelengkap terhadap kuesioner penelitian.
3.5. Teknik Analisis Data
Penelitian diadakan dengan tujuan pokok adalah menjawab pertanyaan peneliti untuk
mengungkapkan fenomena sosial atau cara untuk mencapai tujuan pokok itu adalah dengan
mengadakan analisis data terhadap data yang diperoleh.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Data yang didapat dilapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian.
Analisis data dalam peneltian kualitatif harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh
di lapangan harus segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Menurut Nasution
(1996 : 129) bahwa : “langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis suatu data, (1)
Reduksi data, (2) Display data, (3) Menyimpulkan dan verifikasi “.
Berdasarkan Nasution tersebut maka penulis menggunakan langkah-langkah untuk
menganalisis data sebagai berikut :
1. Mereduksi data
Data yang diperoleh dalam penelitian tersebut ditulis atau diketik dalam bentuk uraian
yang terperinci. Laporan-laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok,
difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya, jadi laporan lapangan sebagai
bahan mentah di susun secara sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang
direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah
peneliti untuk mencari data yang diperlukan.
2. Display data (Tampilan Data)
Pada tahap ini peneliti menyajikan data-data yang telah direduksi ke dalam laporan
yang sistimatis. Data disajikan dalam bentuk narasi berupa informasi mengenai hal yang
berkaitan dengan motivasi pegawai dalam meningkatkan kualitas pelayanan. Penyajian tersebut
dilaksanakan setelah data dikumpulkan, maka diperlukan pengolahan atau analisis data, agar bisa
dijadikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Menurut Nazir (1998 :
405) bahwa :
”Penulis mencari makna data yang dikumpulkannya. Untuk itu peneliti mencari pola, tema,
persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan lain sebagainya. Jadi data yang diperoleh,
sejak mulanya diambil kesimpulan itu mula-mula masih relatif, kabur, diragukan, akan tetapi
dengan bertambahnya data, kesimpulan itu menjadi lebih tepat dalam pemecahan dan
penyelesaian cara bertindak” .

Analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu :


1) Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan di Desa Sungai
Mengkuang Kecamatan Rimbo tengah, digunakan analisis dengan tehnik Importance
Performance Analysis (Tehnik Analisis Tingkat harapan dan Kinerja/Kepuasan Pelanggan) yang
dikemukakan oleh John A. Martila dan John James (dalam Supranto, 1997 : 239-242), yang cara
analisis datanya sebagai berikut :
a. Tetapkan alternatif jawaban responden dalam kuesioner diberikan bobot sebagai berikut :
Jawaban sangat penting/baik diberikan bobot 5
Jawaban penting/baik diberikan bobot 4
Jawaban cukup penting/baik diberikan bobot 3
Jawaban kurang penting/baik diberikan bobot 2
Jawaban tidak penting/baik diberikan bobot 1
b. Selanjutnya penilaian terhadap hasil pelaksanaan pelayanan /kinerja diberi bobot sebagai
berikut :
Jawaban sangat baik diberi bobot 5, berarti pelanggan sangat puas
Jawaban baik diberi bobot 4, berarti pelanggan puas
Jawaban cukup baik diberi bobot 3, berarti pelanggan cukup puas
Jawaban kurang baik diberi bobot 2, berarti pelanggan kurang puas
Jawaban tidak baik diberi bobot 1, berarti pelanggan tidak puas
c.Menentukan tingkat harapan, dengan rumus :
Yi = ( f )x b
Keterangan :
Yi = Tingkat harapan
f = Frekuensi jawaban responden
b = bobot
d. Menentukan tingkat kinerja, dengan rumus :
Xi = (f) x b
Keterangan :
Xi = Tingkat kinerja
f = Frekuensi jawaban responden
b = bobot
e. Tentukan tingkat kesesuaian setelah mengetahui tingkat harapan dan kinerja pelayanan
publik, dengan menggunakan rumus :

Xi
Tki = ------------------ x 100 %
Yi

Keterangan :
Tki = Tingkat kesesuaian
Xi = Skor penilaian tingkat kinerja
Yi = Skor penilaian tingkat harapan
Perhitungan tingkat kesesuaian ini disamping akan menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan
terhadap berbagai indikator Kualitas Pelayanan Publik, juga akan menentukan urutan prioritas
peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
d.. Kategorisasi untuk mengetahui tingkat kepuasan terhadap pelayanan publik,seperti pada
tabel di bawah ini :
TABEL 3.3

KATEGORISASI TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN

Tingkat Kesesuaian Keterangan

00 – 20 Tidak puas
21 – 40 Kurang Puas
41 – 60 Cukup Puas
61 – 80 Puas
81 – 100 Sangat Puas

e. Menentukan skor kategori tingkat kepuasaan dalam indikator kualitas pelayanan, dengan
rumus,
∑ Tk
Skor =
n
Keterangan :
Tk : Tingkat Kesesuaian
n : Jumlah item pertanyaan (gejala)

3. Mengambil Kesimpulan dan verifikasi


Data yang telah diproses dengan langkah-langkah seperti di atas, kemudian ditarik
kesimpulan secara kritis dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan induktif
yang berangkat dari hal-hal khusus unuk memperoleh kesimpulan umum yang obyektif.
Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada reduksi dan
display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan penelitian.
3.6. Tempat dan Waktu Penelitian
3.6.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Desa Sungai Mengkuang Kecamatan Rimbo
Tengah Kabupaten Bungo.
3.6.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang akan digunakan dimulai pada bulan Desember 2006 sampai
dengan Januari 2007, dengan jadwal penelitian sebagai berikut :
TABEL 3.2

JADWAL PENELITIAN

2006 2007
No. Jenis Kegiatan
12 1 2 3 4 5 6 7
1. Persiapan, Bimbingan
Proposal

2. Penelitian

3. Penyusunan dan
Konsultasi Laporan Akhir
4. Ujian dan Revisi Laporan
Akhir
Sumber : Kalender Akademik IPDN T.A. 2006/2007

Keterangan :
Pelaksanaan Kegiatan
SKRIPSI : Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Efektivitas
Pelayanan Aparat pada Masyarakat
Dwi Jatmiko

1 Comment

Wednesday, 3 December 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desa adalah wilayah yang penduduknya saling mengenal hidup bergotong-royong, adat istiadat

yang sama, tata norma dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatan.

Di samping itu, umumnya wilayah desa terdiri atas daerah pertanian, sehingga sebagian besar mata

pencariannya adalah seorang petani. Desa di bawah pemerintahan Kabupaten.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus masyarakat

setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Manusia tidak lagi dianggap sebagai faktor

produksi tetapi lebih dianggap sebagai asset organisasi yang penting. Keefektifan dan keunggulan

organisasi sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Secara teoritis, kualitas

SDM dalam suatu organisasi yang tinggi diharapkan mampu meningkatkan pelayanan pada masyarakat.
Hal ini akan dapat tercipta dalam suatu lingkungan kerja yang kondusif, yang antara lain dipengaruhi

oleh tipe kepemimpinan yang tepat. Kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu

keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Disinilah timbulnya kebutuhan akan

pemimpin dan kepemimpinan.

Pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan

terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Kemampuan dan keterampilan dalam pengarahan adalah

faktor penting efektivitas suatu organisasi. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas

yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menyeleksi pemimpin-pemimpin yang

efektif akan meningkat. Dan apabila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik tersebut

akan dapat dipelajari.

Pada sebuah organsasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan pelayanan

masyarakat, dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan dan didukung oleh pemerintahan

yang memadai, maka penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) akan terwujud,

sebaliknya kelemahan kepemimpinan merupakan salah satu sebab keruntuhan kinerja birokrasi di

Indonesia. (Istianto, 2009:2)

Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari seorang pemimpin (leader) dalam

mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur-unsur.di dalam kelompok atau organisasinya

untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan pelayanan pada

masyarakat dengan maksimal. Dengan meningkatkan mutu pelayanan berarti tercapainya hasil kerja

seseorang atau aparatur desa dalam mewujudkan tujuan organisasi.

Tugas pokok pemerintahan desa adalah menjalankan sebagian kewenangan kecamatan serta

melaksanakan tugas-tugas lainnya berdasar kepada peraturan yang berlaku. Dalam kapasitasnya sebagai

sebuah organisasi pemerintah dibawah Kecamatan, tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa adalah
terlaksananya berbagai fungsi kelurahan sesuai dengan kewenangannya yang diberikan oleh kecamatan

secara efektif dan efisien, termasuk di dalamnya adalah fungsi pelayanan administrasi aparat kepada

masyarakat.

Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran

yang telah ditentukan sebelumnya. Bila dilihat dari aspek segi keberhasilan pencapaian tujuan, maka

efektivitas adalah memfokuskan pada tingkat pencapaian terhadap tujuan organisasi. Selanjutnya

ditinjau dari aspek ketepatan waktu, maka efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah

ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang telah dialokasikan

untuk melakukan berbagai kegiatan.

Untuk mencapai efektivitas pelayanan aparat pada masyarakat yang diinginkan kepala desa

Sobo harus menjalankan fungsi dan tugasnya dengan cara memotivasi para pegawainya dan juga selalu

berkomunikasi, agar para pegawainya menyadari bahwa mereka memang dibutuhkan dan tidak dibeda-

bedakan, sehingga mereka mengerjakan pekerjaan mereka dengan sebaik-baiknya, demi kepuasan

masyarakat. Kepala desa juga dibutuhkan untuk mengontrol kegiatan para pegawainya apakah berjalan

dengan tujuan yang diinginan atau tidak. Kepala desa dan pegawainya harus saling kerja sama dalam

usaha pencapaian tersebut. Masing-masing dari mereka haruslah menyadari tugas dan

tanggungjawabnya.

Pemerintah Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, yang bekerja dalam pelayanan

masyarakat sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Untuk

mendapatkan pelayanan yang demikian, pemerintah Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan

harus efektif mungkin dalam menjalankan pekerjaannya. Namun sayang pada prakteknya, sering kali

ditemukan pegawai yang tidak bekerja efektif sebagaimana mestinya. Misalnya saja para pegawai sering

kali datang terlambat masuk kerja dari jam kerja yang telah ditentukan, bahkan meninggalkan kantor
sebelum jam kerja berakhir (pendapat masyarakat). Disinilah tuntutan kepemimpinan seorang kepala

desa dalam mengelola para pegawainya agar lebih efektif dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya demi menciptakan aparatur pemerintah yang baik dan sehat demi kepuasan

masyarakat.

Aparat desa sebagai bagian dari pegawai negeri dituntut untuk dapat menjadi motor

penggerak pembangunan karena aparat kelurahan bersentuhan langsung dengan masyarakat sehingga

akan lebih memahami keadaan dan kondisi masyarakat. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan

bahwa kesempurnaan birokrasi tergantung dari kesempurnaan aparatur negara sehingga kualitas

birokrasi kita tercermin dari kualitas aparatur Negara.

Sedangkan pelayanan publik itu sendiri adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara

pelayanan publik. (UU No. 25 / 2009). Efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan

mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula

kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta

masyarakat dalam kegiatan pelayanan.

Hal ini yang mendorong penulis untuk mengkaji dan meneliti masalah Kepemimpinan Kepala

Desa yang berkaitan dengan efektivitas pelayanan pada masyarakat. Oleh sebab itu dalam kesempatan

ini penulis mengupayakan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian sebagai berikut :

“Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Efektivitas Pelayanan Aparat pada

Masyarakat di Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan”.


B. Ruang Lingkup Masalah

Dalam ruang lingkup permasalahan ini yang dimaksudkan dengan ruang lingkup masalah

menurut Prof. Drs. Sutrisno Hadi, MA. Adalah membatasi luasnya dan memberikan formulasi yang tegas

terhadap pokok persoalan itu.

Satu fenomena sosial muncul dipengaruhi tidak hanya oleh satu faktor saja tetapi dipengaruhi

oleh banyak faktor.

Bahwa pada dasarnya kepemimpinan merupakan faktor paling penting dalam usaha organisasi

mencapai keberhasilan. Seorang pemimpin akan menunjang organisasi dengan karya, bakat, kreativitas,

dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan ekonomi, tanpa seorang pemimpin sulit

kiranya tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai. Dengan demikian maka faktor kepemimpinan sangat

menentukan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.


Beberapa aspek efektivitas pelayanan aparat pada masyarakat, keberhasilannya dipengaruhi

oleh berbagai faktor kepemimpinan kepala desa diantaranya berupa :

 Loyalitas

 Komunikasi

 Pengambilan keputusan

 Tanggungjawab

 Ketaatan pemimpin terhadap peraturan

Berdasarkan pengamatan dilapangan banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas pelayanan

aparat pada masyarakat di desa sobo pada khususnya dan di daerah lain pada umumnya, faktor-faktor

tersebut antara lain :

 Optimasi tujuan

 Perspektif sistematika

 Perilaku pegawai dalam organisasi

Dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan sesuai dengan apa yang menjadi pokok

permasalahan, hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan pada pokok permasalahan agar tidak

menimbulkan keracuan dalam menginterprestasikan masalah yang dibahas tidak meluas atau bahkan

terlepas dari permasalahn pokok yang dijadikan penelitian.

C. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dimaksudkan untuk mengungkapkan pookok-pokok pikiran secara jelas dan

sistematis mengenai hakekat dari masalah tersebut.


Masalah adalah : “serangkaian atau setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk

memecahkannya”.

Untuk itu masalah dapat muncul apabila terjadi kedaan dimana terdapat ketidaksesuaian atau

kesenjangan antara apa yang diharapkan dan yang direncanakan dengan apa yang dicapai atau

dilaksanakkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan masalah menurut Moch. Nasir, Ph.D (Metode

Penelitian, 1983:80) antara lain :

1. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

2. Rumusan hendaklah padat dan jelas

3. Rumusan harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkannya

4. Rumusan Masalah harus merupakan dasar dalam pembentukan hipotesa

5. Masalah menjadikan dasar judul bagi peneliti

Dari uraian diatas, dirumuskan suatu pertanyaan untuk dikaji dan dibahas yaitu :

 Bagaimana Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Efektivitas Pelayanan Aparat pada

Masyarakat di Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Pengaruh

Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Efektivitas Pelayanan Aparat pada Masyarakat di Desa Sobo

Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan”

2. Kegunaan Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, penelitian ini juga dapat bermanfaat.

Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah :

 Kegunaan Teoritis

a) Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan.

b) Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

 Kegunaan Praktis

a) Memberikan informasi serta masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi lembaga

atau instansi pemerintahan.

b) Membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh lembaga pemerintahan (Desa Sobo) dalam

usaha meningkatakan efektivitas pelayanan pada masyarakat di desa Sobo.

E. Kerangka Teori

Menurut Snelbecker (dalam Moleong, 2002:34) mendefinisikan teori sebagai seperangkat

proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat

dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi

sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa keberadaan sebuah teori dalam penelitian sangat

penting, karena teori dapat memandu peneliti untuk mencoba menerangkan fenomena sosial atau

fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya dalam penelitian tersebut, sekaligus dapat

memperoleh pengetahuan tentang hubungan antar variabel yang mengandung fenomena-fenomena

yang berkaitan dengan masalah penelitian.


Dalam penelitian ini, penulis ingin mencoba membahas mengenai perilaku aparat pemerintah

kelurahan dalam pelayanan publik, meninjau efektivitas pelayanan yang dilakukan aparat pemerintah

kelurahan yang ada di desa sobo kecamatan geyer kabupaten grobogan dari segi pelayanan pegawai

dalam melayani masyarakat dan iklim kerja dalam organisasi tempat pegawai bekerja.

I. Kepemimpinan

I.1. Pengertian kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang berarti seseorang yang memiliki kecakapan

dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan dalam satu bidang, sehingga dia mampu

mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas demi tercapainya suatu maksud dan

beberapa tujuan (Kartono, 2005:76).

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain agar mau berperan serta dalam

rangka memenuhi tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Umar (2008:38) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses pengarahan dan usaha

mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok.

Sedangkan Menurut Hasibuan (2003:170) “Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin

mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk

mencapai tujuan organisasi”.

Dimana defenisi kepemimpinan akhirnya dikategorikan menjadi tiga elemen. (Susanto A.B;

Koesnadi Kardi, 2003:115), yakni :

1. Kepemimpinan merupakan proses;

2. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (hubungan) antara pimpinan dan bawahan;
3. Kepemimpinan merupakan ajakan kepada orang lain.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa secara umum pengertian

pemimpin adalah suatu kewenangan yang disertai kemampuan seseorang dalam memberikan

pelayanan untuk menggerakan orang-orang yang berada dibawah koordinasinya dalam usaha mencapai

tujuan yang ditetapkan suatu organisasi.

1.2. Fungsi Pemimpin

Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan tersebut harus

dijalankan sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, fungsi kepemimpinan

berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang

mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin

harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya. Fungsi

kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu :

1. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan atau aktivitas
pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam
melaksanakan tugas-tugas pokok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui
keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.

Sehubungan dengan dua dimensi tersebut, menurut nawawi, secara operasional dapat

dibedakan dengan lima fungsi pokok kepemimpinan yaitu :

1. Fungsi Instruktif
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara
mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan
dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga
fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. Dalam hal ini fungsi orang yang dipimpin
adalah sebagai pelaksana perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perintah
tersebut, sepenuhnya adalah merupakan fungsi pemimpin. Fungsi ini juga berarti bahwa keputusan yang
ditetapkan pemimpin tanpa kemauan bawahannya tidak akan berarti. Jika perintah tidak dilaksanakan
juga tidak akan ada artinya. Intinya, kemampuan bawahanmenggerakkan pegawainya agar
melaksanakan perintah, bersumber dari keputusan yang ditetapkan. Perintah yang jelas dari pemimpin
juga sebagai perwujudan proses bimbingan dan pengarahan yang dapat meningkatkan efektivitas dalam
pencapaian pelayanan pada masyarakat sesuai tujuan.
2. Fungsi Konsultatif
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan
sebagai usaha untuk menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan mungkin perlu
konsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi yang dimaksudkan untuk memperoleh
masukan berupa umpan balik (feed back), yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
3. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya,
baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok
memperoleh kesempatan yang sama untuk berpatisipasi dalam melaksanakan kesepakatan yang
dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan fungsi masing-masing. Fungsi ini tidak sekedar
berlangsung dua arah, tetapi juga perwujudan pelaksanaan hubungan manusia yang efektif antara
pemimpin dan orang yang dipimpin baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakan. Sekalipun memiliki kesempatan yang sama bukan berarti setiap orang bertindak
semuanya, tetapi harus dilakukan dan dikerjakan secara terkendali dan terarah yang merupakan
kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Dengan demikian
musyawarah menjadi hal yang sangat penting dalam kesempatan berpatisipasi melaksanakan program
organisasi. Pemimpin tidak sekedar mampu membuat keputusan dan memerintah pelaksanaan, akan
tetapi pemimpin harus tetap dalam posisi sebagai pemimpin yang melaksanakan fungsi kepemimpinan
bukan sebagai pelaksana.
4. Fungsi Delegasi
Dalam melaksanakan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang, membuat, atau
menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan seorang pemimpin kepada
orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakan secara
bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan
kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh pemimpin seorang diri. Jika pemimpin bekerja seorang diri, ia
pasti tidak dapat berbuat banyak dan mungkin dapat menjadi tidak berarti sama sekali. Oleh karena itu
sebagian wewenang perlu didelegasikan kepada para bawahannya agar dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien.

5. Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur efektivitas
anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya
tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat
mewujuudkannya melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Dalam
melakukan kegiatan tersebut berarti pemimpin berusaha mencegah terjadinya kekeliruan perseorangan
dalam melaksanakan beban kerja atau perintah dari pimpinannya.
Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diatas, diselenggarakan dalam aktivitas kepemimpinan

secara integral. Aktivitas atau kegiatan kepemimpinan yang bersifat integral tersebut dalam hal

pelaksanaannya akan berlangsung sebagai berikut :

a. Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja yang menjadi keputusan yang kongkrit untuk

dilaksanakan sesuai dengan prioritasnya masing-masing keputusan-keputusan itu harus jelas

hubungannya dengan tujuan organisasi.

b. Pemimpin harus mampu menterjemahkan keputusan-keputusan menjadi intruksi yang jelas, sesuai

dengan kemampuan anggota yang melaksanakannya. Setiap anggota harus mengetahui dari siapa

intruksi diterima dan pada siapa dipertanggungjawabkan.

c. Pimpinan harus berusaha untuk mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir dan

mengeluarkan pendapat baik secara perorangan maupun kelompok kecil. Pimpinan harus mampu

menghargai gagasan, pendapat, saran, kritik anggotanya sebagai wujud dari partisipasinya. Usaha

mengembangkan partisipasi anggota tidak sekedar ikut aktif dalam melaksanakan perintah, tetapi juga

dalam memberikan informasi dan masukan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat dan

memperbaiki keputusan-keputusan.

d. Mengembangkan kerjasama yang harmonis, sehingga setiap anggota mengerjakan apa yang harus

dikerjakan, dan bekerjasama dalam mengerjakan sesuatu yang memerlukan kebersamaan. Pemimpin

harus mampu memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuan, prestasi atau kelebihan

yang dimiliki setiap anggota kelompoknya atau organisasi.

e. Pemimpin harus membantu dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan mengambil

keputusan sesuai dengan batas tanggungjawab masing-masing.setiap anggota harus didorong agar

tumbuh menjadi orang yangg mampu menyelesaikan maslah-masalah, dengan menghindari

ketergantungan yang berlebihan dari pemimpin atau orang lain. Setiap anggotanya harus dibina agar
tidak menjadi orang selalu menunggu perintah. Namun diharapkan setiap anggota adalah orang yang

inisiatif artinya mampu bekerja dengan sendirinya karena kesadaran bahwa ia memiliki tanggungjawab.

1.3. Pemimpin Yang Ideal

Secara garis besar, seorang pemimpin idealnya memiliki tiga kategori umum, yakni (Arep,

2002:241) :

1. Kemampuan menganalisa dan menarik kesimpulan yang tepat. Ia harus mampu menganalisa sesuatu
masalah, situasi atau serangkaian keadaan tertentu dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang tepat.

2. Kemampuan untuk menyusun suatu organisasi serta dapat menyeleksi dan menempatkan orang-orang
yang tepat untuk mengisi jabatan dalam organisasi yang bersangkutan.

3. Kemampuan untuk membuat sedemikian rupa, agar organisasi yang bersangkutan berjalan lancar untuk
menuju tujuan, cita-cita dan putusan dari tingkat yang lebih tinggi kepeda bawahan-bawahannya, agar
tujuan dan putusan-putusan itu dapat diterima dengan baik.

Ketiga kemampuan tersebut, idealnya dimiliki oleh seseorang pemimpin agar organisasi maju

dan berkembang. Yang harus diingat, fungsi pemimpin juga harus dapat memotivasi staf/pegawainya.

Untuk itu, paling tidak ada 8 watak atau sifat dari seseorang pemimpin yang efektif dalam memotivasi

pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Mampu untuk menimbulkan kepercayaan pada diri

orang lain. Untuk itu dibutuhkan sejumlah persyaratan yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin,

yakni :

1. Harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang alat-alat teknis dan prosedur-prosedur yang

dipergunakan oleh para pegawainya, sehingga ia dapat member petunjuk-petunjuk dalam

mengoprasikan alat-alat setra prosedur-prosedur yang diperlukan. Pengetahuan dan pengertian

tentang garis-garis besar kebijaksanaan organisasi.

2. Seorang pemimpin harus senantiasa setia memegang teguh setiap ucapannya. Ia harus senantiasa

menepati janjinya, jika ingin menanam kepercayaan bawahannya. Seorang pepemimpin harus
mampu memberikan penilaian yang baik terhadap semua permasalahan, baik yang bersifat

kedinasan maupun yang bersifat pribadi.

3. Tabah dalam usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin harus mempunyai keyakinan

yang teguh atas segala sesuatu yang ingin dicapainya. Tegasnya ia harus tabah dan tekun untuk

mencari cara-cara melakukan sesuatu sampai mendapatkan yang paling tepat untuk mencapai

tujuan organisasi.

4. Kemampuan untuk memberikan pengertian tanpa menimbulkan kesalahpahaman dalam dalam

menjelaskan/mengemukakan tujuan organisasi kepada pihhak lain. Kemampuan untuk

mendengarkan secara simpatik, baik berupa usul-usul maupun berupa kritikan dari pihak lain

maupun dari pihak bawahannya.

5. Senantiasa menaruh minat yang tulus dan ikhlas terhadap orang lain, tulus terhadap kesejahteraan

bagi pihak yang dipimpinnya.

6. Kemampuan untuk memahami manusia serta reaksinya. Seorang pemimpin harus paham benar

akan manusia baik manusia sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok dan mengetahui

mengapa ia bertindak sedemikian rupa.

7. Seseorang pemimpin harus senantiasa waspada untuk selalu bersikap objektif dan jangan sampai

membiarkan putusannya dipengaruhi oleh sentiment orang lain.

8. Seseorang pemimpin harus senantiasa bersikap terus terang dan transparan. Ia tidak boleh

membiarkan orang lain berkata terhadap dirinya ; “ia selalu ingin rahasia dan tertutup”.

II. Efektivitas Pelayanan Aparat

II.1. Pelayanan Publik

Pelayanan yang diberikan kelurahan tergolong dalam jenis pelayanan publik. Pelayanan menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah :


1. Perihal atau cara melayani

2. Servis, jasa

3. Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa

Moenir (2000:26-27) berpendapat bahwa pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan

metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Pendapat lain menyebutkan bahwa pelayanan adalah suatu perbuatan (deed), suatu kinerja

(performance) atau suatu usaha (effort), jadi menunjukkan secara inheren pentingnya penerima jasa

pelayanan terlibat secara aktif di dalam produksi atau penyampaian proses pelayanan itu sendiri.

Pendapat Boediono (2003:60), bahwa pelayanan merupakan suatu proses bantuan kepada

orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar

terciptanya kepuasan dan keberhasilan.

Dari pengertian di atas tersirat bahwa suatu pelayanan pada dasarnya melibatkan dua pihak

yang saling berhubungan yaitu organisasi pemberi pelayanan di satu pihak dan masyarakat sebagai

penerima pelayanan di pihak lainnya. Jika organisasi mampu memberikan pelayanan yang optimal dan

memenuhi tuntutan dari masyarakat, maka dapat dikatakan organisasi tersebut telah mampu

memberikan pelayanan yang memuaskan pada masyarakat.

Menurut Kurniawan (dalam Sinambela, 2006:5) pelayanan publik diartikan sebagai pemberi

pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi

itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan.

Menurut UU No.25/2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan

oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pelayanan publik merupakan jenis bidang usaha yang

dikelola oleh pemerintah dalam bentuk barang dan jasa untuk melayani kepentingan masyarakat tanpa

berorientasi.

II.2. Efektivitas Pelayanan Aparat

Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran

yang telah ditentukan sebelumnya. Bila dilihat dari aspek segi keberhasilan pencapaian tujuan

organisasi. Selanjutnya dari aspek kecepatan waktu, maka efektivitas tercapainya berbagai sasaran yang

telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang disediakan

untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam program yang telah disusun sebelumnya.

Menurut komarudin (2000) “ Efektivitas adalah suatu keadaan dalam mencapai tujuan.

Manajemen yang efektif perlu disertai dengan manajemen yang efisien. Tercapainya, tujuan mungkin

hanya dapat dilakukan dengan penghamburan dan, oleh karena itu manajemen tidak boleh hanya

diukur dengan efektifitas tetapi juga diperlukan efisiensi”.

Efektif selain ditempuh dengan tercapainya suatu tujuan dan sasaran, juga bisa melalui

penghasilan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu dan tepat waktu. Hal tersebut sesuai

dengan apa yang dikemukakan oleh Siagian (2003:20) bahwa, “efektivitas adalah pemanfaatan berbagai

sumber daya, dana, sarana dan prasarana, dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan

sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu, tepat pada

waktunya”.
Bahwa konsep birokrasi yang rasional sangat mengandalkan pada peraturan-peraturan dan

prosedur yang kesemuanya dimaksudkan untuk membantu tercapainya tujuan dan terlaksananya nilai-

nilai dan norma-norma yang diinginkan.

Dengan melihat konsep tentang pelayanan publik yang telah diuraikan di atas, bahwa pelayanan

publik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu

untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat atau kelompok yang dilayani dalam

rangka mencapai tujuan tertentu.

Untuk pencapaian efektifitas pelayanan organisasi harus mengetahui sumberdaya yang diwakili

organisasi, seorang pemimpin harus bisa mengubah persepsi, mendesain kembali organisasi yang

meliputi perencanaan, filosofis dan orientasi tim, semangat kerja kelompok dan menghasilkan produk

yang bermutu.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektivitas pelayanan aparat adalah tercapainya suatu

tujuan yang dilakukan oleh aparat dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Efektivitas lebih menekankan pada aspek tujuan dari suatu organisasi.

III. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Efektivitas Pelayanan Aparat

Suatu organisasi dalam pencapaian tujuannya akan berhasil melalui usaha yang sungguh-

sungguh. Oleh karena itu efektivitas yang tinggi dicapai organisasi tidak diperoleh secara kebetulan. Dari

sikap kepemimpinan inilah, aparat akan taat serta patuh terhadap aturan yang ada sehingga pencapaian

sasaran organisasi dapat diperoleh secara optimal.

Secara umum efektivitas pelayanan aparat dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian tujuan

pelayanan yang diartikan sebagai tingkat pencapaian tujuan pelayanan yang diberikan aparat kepada

masyarakat sesuai dengan standar kualitas pelayanan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk pencapaian efektifitas pelayanan organisasi harus mengetahui sumberdaya yang diwakili

organisasi, seorang pemimpin harus bisa mengubah persepsi, mendesain kembali organisasi yang meliputi

perencanaan, filosofis dan orientasi tim, semangat kerja kelompok dan menghasilkan produk yang

bermutu.

Dari uraian tersebut terlihat arti penting dari kepemimpinan bagi pencapaian efektivitas

pelayanan aparat. Oleh karena itu kepala desa dituntut harus mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik

agar tugas-tugas pemerintah yang menjadi kewajibannya dapat terselesaikan dengan baik.


Pelayanan Publik

Efektivitas Pelayanan Aparat pada Masyarakat

 Motivasi
 Koordinasi
 Pengambil keputusan

Kerangka Pikir

Kepemimpinan Kepala Desa

(+)

Efektivitas Pelayanan
F. Hipotesis

Pada dasarnya dalam sebuah penelitian, hipotesis merupakan salah satu unsur penting yang

mewujudkan ada tidaknya hubungan atau pengaruh diantara variabel dalam penelitian, sehingga dapat

memberikan arah bagi peneliti untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis yang perlu diadakan

penelitian lebih lanjut.

Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan yang mempunyai kemungkinan benar atau

salah yeng dinyatakan berdasarkan pengamatan atas pertimbangan rasional.

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas, maka hipothesa yang penulis ambil

yaitu:

a. Model Verbal

Yaitu hipothesa yang dirumuskan dalam bentuk kalimat-kalimat deklaratiif atau kalimat pernyataan: Ada

Pengaruh yang Positif antara Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Efektivitas Pelayanan Aparat pada

Masyarakat di Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.

b. Model Geometrik

Yaitu suatu model hipothesa yang digambarkan melalui suatu model pemetaan pola hubungan suatu

variable dengan variable lainnya. Adapun hasil hipothesa geometrik pada penelitian ini sebagai berikut :

Kepemimpinan Kepala Desa

(Variabel X)

Efektivitas Pelayanan Aparat

(Variabel Y)

(+)
Maksud dari pemetaan model hipothesa di atas adalah memberikan gambaran/penjelasan

bahwa faktor kepemimpinan kepala desa (Variabel X) memiliki hubungan atau berpengaruh terhadap

efektivitas pelayanan aparat (Variabel Y).

G. Definisi Konsep

Konsep adalah unsur penelitian yang sangat penting dan merupakan definisi yang dipakai oleh

peneliti untuk menggambarkan secara abstrak dari suatu fenomena alam. Konsep merupakan

generalisasi dari kelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai

fenomena yang sama.

Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interprestasi

ganda dari variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan balasan yang jelas dari masing-masing konsep yang

diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan definisi dari konsep yang akan dipergunakan :

1. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah aktivitas pemimpin mempengaruhi bawahannya sehingga bawahannya bekerja

dengan baik dan mau bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Efektivitas Pelayanan Aparat

Yaitu tercapainya suatu tujuan yang dilakukan oleh aparat dalam pelayanan dengan mempertimbangkan

segi waktu dan tenaga.


H. Definisi Operasional

Dalam suatu penelitian, keberadaan definisi operasional digunakan untuk membantu peneliti

dalam mengoptimalkan konsep-konsep atau menjalankan variabel-variabel baik variabel independen

maupun dependen ke dalam indikasi- indikasi sehingga akan membantu dan mempermudah peneliti

dalam mencari gejala-gejala dimana variabel yang diukur.

1. Variabel (X)

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepemimpinan adalah :

a. Koordinasi

- Tingkat kemampuan pengarahan

b. Komunikasi

Komunikasi sebagai cara yang dilakukan dalam proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama.

Indikator-indikatornya :

- Tingkat kemampuan intensitas berkomunikasi dengan masyarakat setempat

- Tingkat kemampuan menampung dan menyampaikan ide atau aspirasi masyarakat kepada pemerintah

- Tingkat kemampuan penghubung komunikasi dari masyarakat kepada pemerintah

c. Pengambilan keputusan

Memberikan wewenang dan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan kepada pegawainya dalam

menyelesaikan pekerjaannya.

- Tingkat kemampuan pengambilan keputusan

d. Motivasi
Memberikan bimbingan, dorongan, dan pengawasan kepada bawahan dalam pelaksanaan

pekerjaan.indikator-indikatornya :

- Tingkat kemampuan memberi bimbingan kepada masyarakat

- Tingkat kemampuan penggunaan cara pendekatan sosial budaya masyarakat setempat

- Tingkat kemampuan pemberian dorongan kepada masyarakat

e. Tanggung jawab, kemampuan menanggung resiko, indikatornya antara lain :

- Tingkat kemampuan mengambil keputusan secara tepat dan cepat

- Tingkat kemampuan bersedia menanggung akibat yangg timbul dari keputusan yang telah ditetapkan

f. Ketaatan pemimpin terhadap peraturan, antara lain :

- Tingkat kemampuan taat pada peraturan dan tata tertib yang berlaku

- Tingkat kemampuan cara berpakaian

- Tingkat absensi atau daftar hadir

2. Variabel (Y)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah efektivitas pelayanan aparat pada

masyarakat, dengan indikator untuk mengukur efektivitas pelayanan aparat sebagai berikut :

1) Optimasi tujuan, meliputi :

- Tingkat kemampuan tercapainya target kerja

- Tingkat keluhan dari penerima hasil kerja

- Tingkat prioritas pencapaian tujuan

2) Perspektif sistematika, meliputi :

- Tingkat kemampuan dalam kesesuaian cara kerja pegawai dengan sistem kerja yang ada

- Tingkat kemampuan pencapaian tujuan dengan mengikuti prosedur yang ada

- Tingkat kemampuan memahami dan menguasai hal-hal teknis pekerjannya


3) Perilaku pegawai dalam organisasi, meliputi :

- Tingkat kemampuan partisipasi anggota dalam program-program yang dilaksanakan organisasi

- Tingkat kemampuan kerjasama dalam organisasi

- Tingkat kemampuan pelanggaran terhadap peraturan organisasi

I. Metodologi Penelitian

1. Tipe Penelitian

Menurut Sutrisno Hadi, pengelompokan tipe penelitian berdasar kepada sifatnya dapat

dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a) Penelitian penjajakan (eksploratif)

Merupakan penelitian yang bersifat terbuka, masih mencari-cari dan belum mempunyai hipothesa.

b) Penelitian penjelasan (eksplanatori)

Merupakan penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji

hipothesa yang dirumuskan sebelumnya.

c) Penelitian deskriptif

Menurut Usman dan Akbar (2004:4) penelitian deskriptif bermaksud membuat penggambaran secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.

Penelitian berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Efektivitas Pelayanan

Aparat pada Masyarakat Desa di Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan” ini terdiri dari dua

variabel, yaitu variabel X (Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa) dan Y (Efektivitas Pelayanan Aparat

pada Masyarakat). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian eksplanatori karena bermaksud

untuk menjelaskan pengaruh antara variabel penelitian dan menguji hipothesa yang telah dirumuskan

sebelumnya.
2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi disini adalah keseluruhan unit yang ciri-cirinya akan diduga. Sebagian peneliti

menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% dan ada pula peneliti lain menyatakan

bahwa besarnya sampel minimum 5% dari jumlah satuan-satuan elementer (elementary unit) dari

populasi.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat desa yang tinggal di Desa Sobo

Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan dengan pengambilan sampel sebesar 20% dari populasi yang

ada.

a. Elemen

Elemen adalah unit yang akan dianalisa atau diteliti. Adapun yang menjadi elemen dalam penelitian ini

adalah seluruh masyarakat yang ada di Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Pengambilan

sampel sebesar 20% dari jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada, yaitu sebesar 580 X 20% = 116 KK

b. Sampling Frame

Adapun contoh dalam pembuatan kerangka sampling framenya adalah sebagai berikut :

NO. NAMA ALAMAT KETERANGAN


1. ………………………… ……………………. …………………….
………………………… ……………………. …………………….
580 ………………………… ……………………. …………………….

c. Sampling Fraction

Setelah peneliti merinci di dalam sampling frame selanjutnya adalah membuat sampling fraction,

menurut Singarimbun adalah : “merupakan pecahan atau bagian dari kerangka sampling”.

Sampling dalam hal ini merupakan ketentuan jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak

20% dari keseluruhan efektivitas pelayanan aparat pada masyarakat.


Contoh sampling fraction

NO. RUKUN TETANGGA PROSENTASE JUMLAH


1. RT. II 20% X 350 KK 70
2. RT. VIII 20% X 230 KK 46
Jumlah 20% X 580 KK 116

d. Sampling Technique

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik sampel random sampel dimana setiap unit penelitian

atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

Adapun jenisnya adalah proporsional area random sampling dimana tiap-tiap populasi disetiap area

diambil sama besarnya secara proporsional. Adapun cara pengambilannya dengan cara undian, yaitu :

1) Menetapkan dukuh-dukuh dari desa kemudian diambil beberapa dukuh secara acak melalui undian

sesuai kebutuhan.

2) Menetapkan dari dukuh-dukuh terpilih secara cak dengan undian.

3) Menetapkan jumlah Kepala Keluarga dari tiap-tiap RW untuk dijadikan sampel dengan cara acak

pengambilannya melalui undian.

3. Sumber Data

Untuk menjawab permasalahan maka diperlukan data yang mendukung yang dapat diperoleh

dari sumber data. Sumber data dibagi atas dua sumber yaitu :

a. Data Primer

Adalah sumber-sumber yang memberikan data langsung meliputi responden, yaitu penduduk Desa Sobo

Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.

b. Data Sekunder
Yaitu sumber-sumber yang mengutip dari data lain atau tidak langsung yaitu meliputi monografi,

dokumentasi maupun bentuk-bentuk yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan

penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka digunakan metode

pengumpulan data sebagai berikut :

a. Questioner

Teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan yang telah disiapkan kemudian diisi

responden yaitu sebagian Kepala Keluarga (KK) di Desa Sobo Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.

b. Dokumentary

Teknik pengumpulan data dengan cara membuat monografi, dokumen dan literature yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

c. Observasi

Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan langsung maupun tidak langsung

terhadap obyek/gejala yang diamati. Teknik ini Peneliti gunakan untuk memperoleh informasi

menyeluruh tentang aktivitas semua personil baik para perangkat desa maupun masyarakat penerima

pelayanan yang dilihat dari aspek sikap dan perilaku masing-masing dalam proses kegiatan pelayanan

administrasi.

d. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dengan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang

pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek penelitian untuk dijawab.

5. Skala Pengukuran Data

Tujuan dari skala pengukuran data ini adalah untuk mengukur variable-variabel yang telah

dioperasionalkan melaui-melaui indikator, indikator tersebut dijabarkan dalam bentuk-bentuk


pertanyaan yang masing-masing pertanyaan mempunyai alternative jawaban sesuai dengan skala

pengukuran.

Adapun macam-macam dari tingkat ukuran tersebut adalah :

a. Skala Nominal

Dalam ukuran ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dala ukuran

itu. Dasar penggolongannya adalah hanya kategori yang tidak tumpang tindih (mutually exlicive).

b. Skala Ordinal

Tingkat ukuran yang kedua adalah memungkinkan peneliti untuk mengurutkan respondennya dari

tingkatan paling rendah ke tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu.

c. Skala Interval

Yaitu mengurutkan orang atau obyek berdasarkan suatu atribut. Selain itu memberikan informasi

tentang interval antara satu orang atau obyek dengan orang atau obyek lainnya. Interval yang sama

pada skala interval dipandang mewakili interval atau jarak yang sama pada obyek yang diukur.

d. Skala Ratio

Suatu bentuk interval yang jaraknya (interval) tidak dinyatakan sebagai perbedaan nilai antara

responden dengan nilai antara responden dengan nilai nol absolute. Karena ada nilai nol maka

perbandingan rasio dapat ditentukan.

Penelitian ini berdasarkan pada jawaban yang diberikan responden.

Dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal, karena gejala yang diteliti/variable diteliti, yaitu

Kepemimpinan Kepala desa, dan efektivitas pelayanan aparat pada masyarakat adalah gejala interval.

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

a) Teknik Pengolahan Data


 Editing, berupa pengecekan kelengkapan jawaban responden dalam questioner.

 Tabulating, yaitu penyusunan dalam bentuk tabel.

 Coding, yaitu dengan memmberikan kode atau simbol pada daftar pertanyaan sesuai dengan yang

dikehendaki.

b) Analisis Data

 Kualitatif dengan lebih memusatkan perhatian pada penggambaran atas data yang ada.

 Kualitatif dengan data statistik yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan dan membantu

memberi gambaran tentang kecenderungan subyek pada latar penelitian. Data statistik ini dapat

dimanfaatkan sebagai cara yang mengatur dan mengarahkannya pada kejadian dan peristiwa yang

ditemukan dan dicari sendiri sesuai dengan tujuan penelitian.

 Analisis kuantitatif, yaitu dengan menggunakan angka-angka. Dalam analisa kuantitatif ini digunakan alat

statistik deskriptif yang membicarakan mengenai penyusunan data dan interprestasinya.

Untuk analisa data kuantitatif, dengan menambah data ordinal dan data interval dengan member skor

pada jawaban responden yaitu sebagai berikut :

a) Untuk jawaban yang paling mendukung diberi skor 4

b) Untuk jawaban yang mendukung diberi skor 3

c) Untuk jawaban yang kurang mendukung diberi skor 2

d) Untuk jawaban yang tidak mendukung diberi skor 1

Dan untuk mengetahui tingkat variable penelitian menggunakan analisa nilai rata-rata prosentase

variable penelitian yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Atau

Px4xQ

Dimana :
S = Skor yang dicapai Q = Jumlah responden

P = Jumlah item pertanyaan 4 = Nilai skor tertinggi

Sedangkan untuk mengukur sejumlah mana pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap

Efektivitas Pelayanan Aparat Desa pada Masyarakat akan dipakai standar sebagai berikut :

 75% - 100% = Sangat Tinggi

 50% - 74,99% = Tinggi

 25% - 49,99% = Sedang / Cukup

 0% - 24,99% = Rendah / Kurang

6. Pengujian Hipothesa

Pengujian hipotesa pada penelitian ini merupakan pengujian terhadap hipotesa yang

menyatukan antara dua variabel, adapun hipotesa dalam penelitian ini rumusnya adalah sebagai berikut

“Ada Pengaruh Positif dan Signifikan antara Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa (X) terhadap

Efektivitas Pelayanan Aparat pada Masyarakat Desa (Y)”.

Pengujian hipothesa pada penelitian ini didasarkan pada variabel-variabel yang ada yaitu :

Kepemimpinan Kepela Desa sebagai variabel independen dan Efektivitas Pelayanan Aparat pada

Masyarakat Desa sebagai variabel dependen merupakan gejala ordinal. Dengan demikian rumus yang

peneliti gunakan adalah korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut :
N ∑XY – (∑X) (∑Y)

rxy =
√ [N∑X2 - (∑X) 2] [N∑Y2 – (∑Y)2]

keterangan :

rXY : Koefisien korelasi antara X dan Y

∑XY : Hasil kali antara X dan Y

∑X2 : Hasil dari X dikuadratkan

∑Y2 : Hasil dari Y dikuadratkan

Selanjutnya sebagai kriteria untuk menentukan apakah koefisien korelasi product moment

signifikan atau tidak dikonsultasikan dengan F tebel product moment dengan N tentu dan tidak

dikonsultasikan dengan F tabel product moment dengan N tertentu dan taraf signifikan tertentu (5%).

Adapun aturan pengujian hipothesa adalah sebagai berikut :

 Rhasil > Rtabel 5%: Signifikan dan ha diterima, ho ditolak.

 Rhasil < Rtabel 5%: Tidak Signifikan dan ha diitolak, ho diterima.


Sedangkan untuk mengetahui koefisien determinasi yaitu sebagai alat statistik untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen dengan dependen, digunakan dengan rumus

sebagai berikut : KD = R2 x 100%

Você também pode gostar