Você está na página 1de 28

1.

Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia


Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang
masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara
lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak,
terutama di daerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok
mahasiswa, anak-anak usia sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan
meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secara
sungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku
sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang.
Untuk memahami masalah kesehatan yang sering ditemukan di Indonesia
perlu dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain masalah perilaku kesehatan,
lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan yang akan menimbulkan berbagai
masalah lanjutan seperti masalah kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan penyakit-
penyakit baik menular maupun tidak menular. Masalah kesehatan tersebut dapat
terjadi pada masyarakat secara umum atau komunitas tertentu seperti kelompok rawan
(bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan kelompok pekerja.
1.1 Masalah Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan bila mengacu pada penelitian Hendrik L. Blum di Amerika
Serikat memiliki urutan kedua faktor yang mempengaruhi status kesehatan
masyarakat setelah faktor lingkungan. Di Indonesia diduga faktor perilaku justru
menjadi faktor utama masalah kesehatn sebagai akibat masih rendah pengetahuan
kesehatan dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan
yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya
perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan
terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap
terhadap obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon
pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua
respon di atas. Jenis perilaku ini cenderung tidak bertahan lama karena terbentuk
tanda pemahaman manfaat berperilaku tertentu.
Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan membutuhkan
sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran
sehingga pengetahuan sasaran terhadap sesuatu masalah meningkat dengan harapan
sasaran dapat berperilaku sehat.
Sikap setuju terhadap suatu perilaku sehat dapat terbentuk bila pengetahuan
yang mendasari perilaku diperkuat dengan bukti manfaat karena perilaku seseorang
dilandasi motif. Bila seseorang dapat menemukan manfaat dari berperilaku sehat yang
diharapkan oleh petugas kesehatan maka terbentuklah sikap yang mendukung.
Perilaku sendiri menurut Lawrence Green dilatarbelakangi 3 faktor pokok
yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors)
dan faktor penguat (reinforcing factors). Oleh sebab tersebut maka perubahan
perilaku melalui pendidikan kesehatan perlu melakukan intervensi terhadap ketiga
faktor tersebut di atas sehingga masyarakat memiliki perilaku yang sesuai nilai-nilai
kesehatan (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
1.2 Masalah Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan masyarakat
yang optimum pula. Masalah kesehatan lingkungan meliputi penyehatan lingkungan
pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah serta pengelolaan
tempat-tempat umum dan pengolahan makanan.
1.3 Masalah Penyehatan lingkungan pemukiman
Lingkungan pemukiman secara khusus adalah rumah merupakan salah satu kebutuhan
dasar bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti
pertambahan luas tanah cenderung menimbulkan masalah kepadatan populasi dan
lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan berbagai penyakit serta masalah
kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat berperilaku sehat memiliki kriteria yang
sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan populasi yang tidak diimbangi ketersediaan
lahan perumahan. Kriteria tersebut antara lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m 2
per penghuni, fasilitas air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah
dan limbah, fasilitas dapur dan ruang berkumpul keluarga serta gudang dan kandang
ternak untuk rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat rumah sehat dapat menimbulkan
masalah kesehatan atau penyakit baik fisik, mental maupun sosial yang
mempengaruhi produktivitas keluarga dan pada akhirnya mengarah pada kemiskinan
dan masalah sosial.
1.4 Masalah Penyediaan air bersih
Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum, mandi, memasak dan
mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal sebagai air
yang dikonsumsi. Syarat air minum yang sehat antara lain syarat fisik, syarat
bakteriologis dan syarat kimia. Air minum sehat memiliki karakteristik tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah suhu udara sekitar (syarat fisik),
bebas dari bakteri patogen (syarat bakteriologis) dan mengandung zat-zat tertentu
dalam jumlah yang dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia sumber-sumber air
minum dapat dari air hujan, air sungai, air danau, mata air, air sumur dangkal dan air
sumur dalam. Sumber-sumber air tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang
membutuhkan pengolahan sederhana sampai modern agar layak diminum.
Tidak terpenuhi kebutuhan air bersih dapat menimbulkan masalah kesehatan
atau penyakit seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit gigi dan mulut dan lain-lain.
1.5 Masalah Pengelolaan limbah dan sampah
Limbah merupakan hasil buangan baik manusia (kotoran), rumah tangga,
industri atau tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan bahan atau benda
padat yang dibuang karena sudah tidak digunakan dalam kegiatan manusia.
Pengelolaan limbah dan sampah yang tidak tepat akan menimbulkan polusi terhadap
kesehatan lingkungan.
Pengolahan kotoran manusia membutuhkan tempat yang memenuhi syarat
agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap air dan tanah serta menimbulkan polusi
bau dan mengganggu estetika. Tempat pembuangan dan pengolahan limbah kotoran
manusia berupa jamban dan septic tank harus memenuhi syarat kesehatan karena
beberapa penyakit disebarkan melalui perantaraan kotoran.
Pengelolaan sampah meliputi sampah organik, anorganik serta bahan
berbahaya, memiliki 2 tahap pengelolaan yaitu pengumpulan dan pengangkutan
sampah serta pemusnahan dan pengolahan sampah.
Pengelolaan limbah ditujukan untuk menghindarkan pencemaran air dan tanah
sehingga pengolahan limbah harus menghasilkan limbah yang tidah berbahaya. Syarat
pengolahan limbah cair meliputi syarat fisik, bakteriologis dan kimia. Pengolahan air
limbah dilakukan secara sederhana dan modern. Secara sederhana pengolahan air
limbah dapat dilakukan dengan pengenceran (dilusi), kolam oksidasi dan irigasi,
sedangkan secara modern menggunakan Sarana atau Instalasi Pengolahan Air Limbah
(SPAL/IPAL).
1.6 Masalah Pengelolaan tempat-tempat umum dan pengolahan makanan
Pengelolaan tempat-tempat umum meliputi tempat ibadah, sekolah, pasar dan
lain-lain sedangkan pengolahan makanan meliputi tempat pengolahan makanan
(pabrik atau industri makanan) dan tempat penjualan makanan (toko, warung makan,
kantin, restoran, cafe, dll). Kegiatan berupa pemeriksaan syarat bangunan,
ketersediaan air bersih serta pengolahan limbah dan sampah.
1.7 Masalah Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang bermutu akan menghasilkan derajat kesehatan
optimal. Tercapainya pelayanan kesehatan yang sesuai standar membutuhkan syarat
ketersediaan sumber daya dan prosedur pelayanan.
Ketersediaan sumber daya yang akan menunjang perilaku sehat masyarakat
untuk memanfaat pelayanan kesehatan baik negeri atau swasta membutuhkan
prasyarat sumber daya manusia (petugas kesehatan yang profesional), sumber daya
sarana dan prasarana (bangunan dan sarana pendukung) seta sumber daya dana
(pembiayaan kesehatan).
1.8 Masalah Petugas kesehatan yang profesional
Pelaksana pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis, paramedis
keperawatan, paramedis non keperawatan dan non medis (administrasi).
Profesionalitas tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan ditunjukkan
dengan kompetensi dan taat prosedur.
Saat ini masyarakat banyak menerima pelayanan kesehatan di bawah standar
akibat kedua syarat di atas tidak dipenuhi. Keterbatasan ketenagaan di Indonesia yang
terjadi karena kurangnya tenaga sesuai kompetensi atau tidak terdistribusi secara
merata melahirkan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan tidak sesuai
kompetensinya. Kurangnya pengetahuan dan motif ekonomi sering menjadikan
standar pelayanan belum dikerjakan secara maksimal. Masyarakat cenderung
menerima kondisi tersebut karena ketidaktahuan dan keterpaksaan. Walaupun
pemerintah telah banyak melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan di
Indonesia baik melalui peraturan standar kompetensi tenaga kesehatan maupun
program peningkatan kompetensi dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan tetapi
belum seluruh petugas kesehatan mendukung. Hal tersebut terkait perilaku sehat
petugas kesehatan yang masih banyak menyimpang dari tujuan awal keberadaannya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kuratif masih memimpin
sedangkan aspek preventif dan promotif dalam pelayanan kesehatan belum dominan.
Perilaku sehat masyarakat pun mengikuti saat paradigma sehat dikalahkan oleh
perilaku sakit, yaitu memanfaatkan pelayanan kesehatan hanya pada saat sakit.
1.9 Masalah Sarana bangunan dan pendukung
Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung pelayanan kesehatan saat ini
diatasi dengan konsep Desa Siaga yaitu konsep memandirikan masyarakat untuk
sehat. Sayangnya kondisi tersebut tidak didukung sepenuhnya oleh masyarakat karena
lebih dominannya perilaku sakit. Pemerintah sendiri selain dana APBN dan APBD,
melalui program Bantuan Operasional Kegiatan (BOK) Puskesmas dan program
pengembangan sarana pelayanan kesehatan rujukan telah banyak meningkatkan mutu
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Indonesia.
1.10 Masalah Pembiayaan kesehatan
Faktor pembiayaan seringkali menjadi penghambat masyarakat mendapatkan akses
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Faktor yang merupakan faktor pendukung
(enabling factors) masyarakat untuk berperilaku sehat telah dilakukan di Indonesia
melalui asuransi kesehatan maupun dana pendamping. Sebut saja asuransi kesehatan
untuk pegawai negeri sipil (PT. Askes), polisi dan tentara (PT. Asabri), pekerja sektor
industri (PT. Jamsostek), masyarakat miskin (Jamkesmas Program Keluarga
Harapan), masyarakat tidak mampu (Jamkesda) bahkan masyarakat umum (Jampersal
dan asuransi perorangan). Namun tetap saja masalah pembiayaan kesehatan menjadi
kendala dalam mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu terkait kesadaran
masyarakat berperilaku sehat. Perilaku sakit masih dominan sehingga upaya kuratif
yang membutuhkan biaya besar cenderung menyebabkan dana tidak tercukupi atau
habis di tengah jalan. Karena itu diperlukan perubahan paradigma masyarakat
menjadi Paradigma Sehat melalui Pendidikan Kesehatan oleh petugas kesehatan
secara terus menerus
1.11 Masalah Genetik
Beberapa masalah kesehatan dan penyakit yang disebabkan oleh faktor
genetik tidak hanya penyakit keturunan seperti hemophilia, Diabetes Mellitus,
infertilitas dan lain-lain tetapi juga masalah sosial seperti keretakan rumah tangga
sampai perceraian, kemiskinan dan kejahatan. Masalah kesehatan dan penyakit yang
timbul akibat faktor genetik lebih banyak disebabkan kurang paham terhadap
penyebab genetik, disamping sikap penolakan karena faktor kepercayaan. Agar
masyarakat dapat berperilaku genetik yang sehat diperlukan intervensi pendidikan
kesehatan disertai upaya pendekatan kepada pengambil keputusan (tokoh agama,
tokoh masyarakat dan penguasa wilayah). Intervensi berupa pendidikan kesehatan
melalui konseling genetik, penyuluhan usia reproduksi, persiapan pranikah dan
pentingnya pemeriksaan genetik dapat mengurangi resiko munculnya penyakit atau
masalah kesehatan pada keturunannya.

Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi


kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku.
Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda (double burden)
masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang
meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah bayi dan BALITA
tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum
pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi
modern yang cenderung membawa resiko.

Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan
kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual.
Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan
gangguan kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit
diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%.
Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit.
Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya
promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya
sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapatkan
upaya promosi kesehatan.
Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan
paradigma dan konsep pembangunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan yang
dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain :
1. Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas
kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar
tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih cukup
tinggi.
2. Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.
3. Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat adalah
penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu
yang bersamaan (double burden)
4. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.
5. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.
6. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat.
7. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan
lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan
lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem
kesehatan kewilayahan.
9. Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya
manusia, standarisasi, penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional,
kosmetik, produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.

A. Strategi Paradigma Kesehatan


Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran manusia
terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman ataupun dari
penelitian.
Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka memasuki
era reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola pikir dan konsep
dasar strategis pembangunan kesehatan dalam bentuk paradigma sehat. Sebelumnya
pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan
menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani
masalah kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas
dan penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan
menjadi pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan.
Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus
berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-
orientasi dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tidak
bisa dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan adalah
paradigma atau konsep yang semula menekankan pada penyembuhan penyakit berupa
pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan
kesehatan dari sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih
berkontribusi dalam pembangunan.
B. Konsep Baru Tentang Makna Sehat
Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita tentang
nilai, peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada
zaman keemasan Yunani bahwa sehat itu sebagai virtue, sesuatu yang dibanggakan
sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.
Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi Cartesian yang
berorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan bahwa seseorang
disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan roh bukan urusan
dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit
batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan
pemeriksaan secara seksama tidak ditemukan penyebab penyakit. Tahun lima puluhan
kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU
kesehatan RI No. 23 tahun 1992 telah dimasukkan unsur hidup produktif sosial dan
ekonomi.
Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju seperti Kanada yang
mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat untuk hidup
sehari-hari secara produktif.

C. Paradigma Baru Kesehatan


Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta
memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994
dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakat baru,
karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan
internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan
pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Setelah deklarasi Alma HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan
Saitama (1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih
dari orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan oleh :
a. Transisi epidemiologi pergeseran angka kesakitan dan kematian yang semula
disebabkan oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.
b. Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana.
c. Makin jelasnya pemahaman kita tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan penduduk.
Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam tulisannya
secara jelas mengatakan bahwa “status kesehatan penduduk bukanlah hasil pelayanan
medis semata-mata”. Akan tetapi faktor-faktor lain seperti lingkungan, perilaku dan
genetika justru lebih menentukan terhadap status kesehatan penduduk, dimana
perubahan pemahaman dan pengetahuan tentang determinan kesehatan tersebut, tidak
diikuti dengan perubahan kebijakan dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia,
seperti membuat peraturan perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang
kesehatan No. 23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan upaya promotif dan
preventif sebagaimana tujuan program kesehatan dalam GBHN.

D. Upaya Kesehatan
Program kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam
jangka panjang dapat menjadi bumerang terhadap program kesehatan itu sendiri,
maka untuk menyongsong PJP-II program kesehatan yang diperlukan adalah program
kesehatan yang lebih “efektif” yaitu program kesehatan yang mempunyai model-
model pembinaan kesehatan (Health Development Model) sebagai paradigma
pembangunan kesehatan yang diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus
memenuhi PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25
tahun mendatang.
b. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.
c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-
protektif dengan pendekatan pro-aktif.
d. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.
e. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi
kesehatannya secara penuh (peningkatan vitalitas) penduduk yang tidak sakit
(85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.
f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi : bumil (ibu hamil), bayi, anak, dan juga
melindungi masyarakat dari pencemaran.
g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta
perlindungan masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui perubahan
perilaku)
h. Penggerakan peran serta masyarakat.
i. Penciptaan lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja
secara sehat.
j. Pendekatan multi sektor dan inter disipliner.
k. Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan
kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
l. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.

Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk


pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan.

E. Kebijakan Kesehatan Baru


Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya
promotif-preventif dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan
merupakan titik balik kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang
berarti program kesehatan yang menitikberatkan pada pembinaan kesehatan bangsa
bukan sekedar penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir
setiap terobosan baru perlu didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah
kebiasaan dan cara berpikir yang lama. Upaya kesehatan di masa dating harus mampu
menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi
upaya kesehatan harus dapat mengantarkan setiap penduduk memiliki status
kesehatan yang cukup.
F. Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma
Perubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa
dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya
kesehatan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan
wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung
terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif
proaktif, community centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka
semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau
bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan
kesehatan.
G. Indikator Kesehatan
Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah
indikator positif, bukan hanya indikator negatif (sakit, mati) yang dewasa ini masih
dipakai. WHO menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus
mengacu pada empat hal sebagai berikut :
a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang
b. Mengukur kemampuan fisik
c. Penilaian atas kesehatan sendiri
d. Indeks massa tubuh

H. Tenaga Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang
menekankan penyembuhan penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan upaya
kesehatan dan pembinaan bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang
lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak
individual.
Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotivasi dan memberdayakan
masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu mengelola system
pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, mampu menjadi pemimpin, pelopor,
pembinaan dan teladan hidup sehat.

I. Pemberdayaan Masyarakat
Dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sangat penting adalah
bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan
bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana
yang ada pada mereka.
J. Kesehatan dan Komitmen Politik
Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu untuk
memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik. Dewasa ini masih
terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak banyak berperan
terhadap pembangunan sosial ekonomi.
Para penentu kebijakan banyak beranggapan sektor kesehatan lebih
merupakan sektor konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber
daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan
ekonomi negara alokasi terhadap sektor ini tidak akan meningkat.
2. MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
2.1 Pengertian Remaja Dalam Konteks Kesehatan Reproduksi Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa.Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.
Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12
sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang
digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19
tahun dan belum kawin.Menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak
Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.
Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis,
yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut
adalah batasan tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja
antara 11 hingga 22 tahun.
Kesehatan Reproduksi (kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem
reproduksi (Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994).
Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek
yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu
keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan
yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses
reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak
buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli
kebebasannya secara materi, dsb),
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, dsb).

Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi:


a. Konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)
b. Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang aman,
pelayanan bayi baru lahir/neonatal)
c. Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular seksual (PMS),
termasuk pencegahan kemandulan
d. Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
e. Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kesproa.

Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.Pengertian sehat disini tidak semata-
mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta
sosial kultural.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar
mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi
yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab
mengenai proses reproduksi.
Pengetahuan Dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai
kesehatan reproduksi yang baik, antara lain :
a. Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh
kembang remaja)
b. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan
kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya
c. Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi
kesehatan reproduksi
d. Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
e. Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
f. Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
g. Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri
agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
h. Hak-hak reproduksi
Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian yang
cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi:
1. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan reproduksi, seperti juga
masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan medis, sementara
pemahaman terhadap kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja) di
kalangan medis sendiri juga masih minimal. Meskipun sejak konperensi Kairo
definisi mengenai kesehatan reproduksi sudah semakin jelas, diseminasi pengertian
tersebut di kalangan medis dan mahasiswa kedokteran agaknya belum memadai.
2. Banyak kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan reproduksi hanyalah
masalah kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan, sehingga
dianggap bukan masalah kaum remaja. Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas
mereka yang belum menikah. Di sini sering terjadi ketidak konsistensian di antara
para pakar sendiri karena di satu sisi mereka menggunakan istilah remaja dengan
batasan usia, tetapi di sisi lain dalam pembicaraan selanjutnya mereka hanya
membatasi pada mereka yang belum menikah.
3. Banyak yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi
remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas masalah
hubungan seks dan pendidikan seks.

2.2 Perubahan Fisik, Biologis, Psikososial Remaja


Tumbuh Kembang Remaja.
Masa remaja dibedakan dalam :
Masa remaja awal, 10 – 13 tahun.
Masa remaja tengah, 14 – 16 tahun.
Masa remaja akhir, 17 – 19 tahun.
Pertumbuhan Fisik Pada Remaja Perempuan :
Mulai menstruasi.
Payudara dan panggul membesar.
Indung telur membesar.
Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
Vagina mengeluarkan cairan.
Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
Tubuh bertambah tinggi (Lengan dan Tungkai kaki bertambah panjang )
Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti
anak kecil lagi.
Kaki dan tangan bertambah besar
Keringat bertambah banyak
Indung telur mulai membesar dan berfungsi sebagai organ reproduksi
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
Terjadi perubahan suara mejadi besar dan berat.
Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
Tumbuh kumis.
Mengalami mimpi basah.
Tumbuh jakun.
Pundak dan dada bertambah besar dan bidang.
Penis dan buah zakar membesar.
Tubuh bertambah berat dan tinggi
Keringat bertambah banyak
Kulit dan rambut mulai berminyak
Lengan dan tungkai kaki bertambah besar
Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat seperti
anak kecil lagi.

Pada Usia Remaja, Tugas-Tugas Perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut:
a. Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama
jenis maupun lawan jenis
b. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
c. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
d. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
e. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
f. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
g. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
h. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya
kompetensi sebagai warga negara
i. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial
j. Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst
dalam Hurlock, 1973).
Perubahan Psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki,
mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab,
yaitu :
a. Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
b. Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
c. Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
d. Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada
kelompoknya.
Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-hal
yang negatif dari lingkungan barunya.
Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi
tugas-tugas tersebut, yaitu:
a. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi
di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan
nilai-nilai.
b. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada
remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit
kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Determinan Perkembangan Remaja
Pada bagian ini juga penting diketahui aspek atau faktor-faktor yang berhubungan atau
yang mempengaruhi kehidupan remaja. Keluarga, sekolah ,dan tetangga merupakan aspek
yang secra langsung mempengaruhi kehidupan reamaja, sedangan struktur sosial ,ekonomi
politik ,dan budaya lingkungan merupakan aspek yang memberikan pengarauh secara tidak
langsung terhadap kehidupan remaja. Secara garis besarnya ada dua tekanan pokok yang
berhubungan dengan kehidupan remaja ,yaitu internal pressure (tekanan dari dalam diri
remaja) dan external pressure (tekanan dari luar diri remaja)
Tekanan dari dalam (internal pressure) merupakan tekanan psikologis dan emosional.
Sedangkan teman sebaya, orang tua guru, dan masyarakat merupakan sumber dari luar
(external pressure). Teori ini akan membantu kita memahami masalah yang dihadapi remaja
salah satunya adalah masalah kesehatan reproduksi.
2.4 Perilaku seksual remaja dan kesehatan reproduksi
Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang sangat
berbeda satu sama lainya. Perilaku dapat di artikan sebagai respons organisme atau respons
seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada(Notoatmojdo,1993). Sedangakan seksual
adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi
perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan berhubungan dengan dorongan
seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
Adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif secara seksual
lebih dini. Dan adanya presepsi bahwa dirinya memiliki resiko yang lebih rendah atau tidak
beresiko sama sekali yang berhubungan dengan perilaku seksual, semakin mendorong remaja
memenuhi memenuhi dorongan seksualnya pada saat sebelum menikah. Persepsi seperti ini
di sebut youth uulnerability oleh Quadrel et. aL. (1993) juga menyatakan bahwa remaja
cenderung melakuakan underestimate terhadap uulnerability dirinya. Banyak remaja mengira
bahwa kehamilan tidak akan terjadi pada intercourse (sanggama) yang pertama kali atau
dirinya tidak akan pernah terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup kuat.
Mengenai kesehatan reproduksi, ada beberapa konsep tentang kesehatan reproduksi,
namun dalam tulisan ini hanya akan dikemukakan dua batasan saja. (ICPD) dan sai dan
Nassim). Batasan kesehatan reproduksi menurut International Conference on Population and
Development(ICPD) hampir berdekatan dengan batasan ‘sehat’ dari WHO. Kesehatan
reproduksi menurut ICPD adalah keadaan sehat jasmani, rohani,dan buakan hanya terlepas
dari ketidak hadiran penyakit atau kecacatan semata, yang berhubungan sistem fungsi, dan
proses reproduksi(ICPD,1994).
Beberapa tahun sebelumnya Rai dan Nassim mengemukakan definisi kesehatan
reproduksi mencakup kondisi di mana wanita dan pria dapat melakukan hubungan seks
secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan, dan bila kehamilan diinginkan,
wanita di mungkinkan menjalani kehamilan dengan aman, melahirkan anak yang sehat serta
di dalam kondisi siap merawat anak yang dilahirkan (Iskandar, 1995)
Dari kedua definisi kesehatan reproduksi tersebut ada beberapa faktor yang berhubungan
dengan status kesehatan reproduksi seseorang, yaitu faktor sosial ,ekonomi,budaya, perilaku
lingkungan yang tidak sehat, dan ada tidaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu
mengatasi gangguan jasmani dan rohani. Dan tidak adanya akses informasi merupakan faktor
tersendiri yang juga mempengaruhi kesehatan reproduksi.
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sangat berhubungan
dengan kesehatan reproduksi seseorang. Pada pasal 7 rencana kerja ICPD Kairo
dicantumkam definisi kesehatan reproduksi menyebabkan lahirnya hak-hak reproduksi.
Berdasarkan pasal tersebut hak-hak reproduksi di dasarkan pada pengakuan akan hak-hak
asasi semua pasangan dan pribadi untuk menentukan secara bebas dan bertangung jawab
mengenai jumlah anak , penjarangan anak (birth spacing ), dan menentukan waktu kelahiran
anak-anak mereka dan mempunyai informasi dan cara untuk memperolehnya, serta hak untuk
menentukan standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam pengertian ini ada
jaminan individu untuk memperoleh seks yang sehat di samping reproduksinya yang sehat
(ICPD, 1994). Sudah barang tentu saja kedua faktor itu akan sangat mempengaruhi tercapai
atau tidak kesehatan reproduksi seseorang ,termasuk kesehatan reproduksi remaja.

Resiko perilaku seksual berisiko remaja saat ini


Seperti telah dikemukakan di bagian pendahuluan, banyak penelitian dan berita di media
massa yang menggambarkan fenomena perilaku seksual remaja pranikah di indonesia.
Sebenarnya perilaku seksual remaja pranikah sudah ada sejak manusia ada. Tetapi informasi
tentang perilaku tersebut cenderung tidak terungkap secara luas. Sekarang kondisi
masyarakat telah berubah .dengan telah makin terbukanya arus informasi, makin banyak pula
penelitian atau studi yang mengungkapkan permasalahan perilaku seksual remaja, termasuk
hubungan seksual pranikah. Di indonesia sendiri ada beberapa penelitihan yang
menggambarkan fenomena perilaku seksual remaja pranikah. Berikut ini ada beberapa
penelitian kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan fenomena tersebut.
Pada tahun 1981, pangkahila melakuakan penelitian di bali terhadap ABG(anak baru
gede) ternyata pengalaman seksual mereka cukup jauh .terdapat 56,0% dari mereka pernah
melakukan ciuman bibir,31,0% yang pernah dirangsang alat kelaminya,dan bahkan pernah
melakuakan hubungan seksual sebanyak 25,0% satu tahun kemudian ,sarlito (1982)
melakukan penelitian di jakarta ternyata hanya 75,0% dari responden remaja putri yang di
teliti masih menjaga ke gadisanya. Artinya 25,0% remaja putri telah melakukan hungan seks
.kemudian penelitian di yogyakarta (1984) terungkap bahwa 13,0% dari 846 pernikahan di
dahului oleh kehamilan. Dan pada tahun 1985 hasil penelitian biran affandi menunjukkan
bahwa 80,0% dari remaja yang hamil melakukan hubungan seksual di rumah mereka sendiri.
Pada tahun 1989 penelitian yang dilakuakan oleh fakultas psikologi UI juga menunjukkan
bahwa ada 61,0% anak usia 16-20 tahun pernah melakuakan seksual intercourse (sanggama)
dengan temanya dan suatu penelitian terhadap siswa SMTP di bandung ternyata terdapat
10,53% dari mereka pernah melakuakan ciuman bibir, 5,60%pernah melakukan ciuman
dalam, dan 3,86% pernah melakuakan hubungan seksual. Penelitian yang dilakukan oleh
sebuah majalah mingguan ibu kota dari responden 100 orang pelajar dari 26 SMA di Jakarta
menunjukkan bahwa 41,0% pelajar mengaku pernah melakuakan hubungan seks dengan
lawan njenis (51.7% pada laki-laki dan 25,0%pada wanita). Di samping responden yang
melakuakan hubungan seks dengan lawan jenis, ada 42,0% yang pernah berciuaman dengan
lawan jenis, 4,0% pernah meraba alat kelamin alat vital lawan jenis ,dan 12,0% pernah
menyenggol, memegang, meraba ,membelai bagian tubuh yang peka milik lawan jenisnya.
Hanya 1,0% saja yang tidak mempunyai pengalaman seks dengan lawan jenis. Walapun
masih di perdebatkan keabsahan hasil penelitian tersebut paling tidak tata diatas
mengingatkan kita betapa besarnya masalah perilaku seks pada remaja kita.
Hasil yang tidak begitu jauh berbeda juga terjadi pada mahasiswa. Penelitian yang di
lakuakan di yogyakarta (Dasakung1984) mengunggkapkan bahwa 62,0% dari mahasiswa
pernah melakukan” kumpul kebo”. Survei kecil yang pernah dilakuakan oleh mahasiswa
fakultas psikologi UI (1993) terhadap 200responden menunjukan bahwa alasan yang di
kemukakan oleh sebagian mahasiswa untuk melakukan hubungan seks adalah sebagai
ungakapan kasih sayang(36,20%), terbawa suasana (15,0%), kebutuhan biologis (14,0%), dan
untuk kenikmatan dan kesenagan 10.1%).
Bila kita lihat kecenderungan perilaku seksual remaja pranikah berdasarkan tempat
tinggal mereka, ternyata baik di desa maupun di kota perilaku tersebut juga sangat
memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan oleh Faturochman dan soetjipto di bali (1989)
menunjukkan bahwa persentase remaja laki-laki di desa dan di kota yang telah melakukan
hubungan seks masing-masing adalah 23,6% dan33,5%. Sedangkan penelitian singarimbun
(1994) menemukan 1,8% remaja wanita di kota pernah melakuakan hubungan seks pranikah.
Penelitian di lakuakan oleh laboratium antropologi FISIP UI Hidayana dan Saefuddin,
(1997) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan perilaku seksual yang cukup mencolok pada
remaja desa dan remaja kota di Sumatra Utara dan Kalimantan selatan. Di kedua tempat
penelitian itu terlihat adanya kecenderungan perilaku seksual yang permisif baik di desa
maupun di desa.
Faktor-faktor yang sangat terkait kondisi saat ini menyebabkan perilaku serksual remaja
semakin menggejala akhir-akhir ini. Namun begitu, banyak remaja tidak mengindahkan
bahkan tidak tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik
dalam waktu yang cepat ataupun waktu yang lebih panjang. Sebuhungan dengan definisi
kesehatan reproduksi yang telah di bicarakan dahulu, berikut ini akan di bahas mengenai
beberapa dampak perilaku seksual remaja pranikah terhadap kesehatan reproduksi.
o Hamil yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak di kehendaki) merupakan salah satu akibat
dari perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru seperti: melakuakan hubungan
seks pertama kali, atau hubungan seks jarang dilakuakan,atau perempuan masih muda
usianya, atau bila hubungan seks dilakuan sebelum atau sesudah menstruasi, atau bila
mengunakan teknik coitus interuptus (sanggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi
merupakan pencetus semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy. Seperti salah satu kasus
pada penelitian khisbiyah (1995) ada responden mengatakan, untuk menghindari kehamilan
maka hubungan seks dilakuakan di antara dua waktu menstruasi. Informasi itu tentu saja
bertentangan dengan kenyataan bahwa sebenarnya masa antara dua siklus menstruasi itu
merupakan masa subur bagi seorang wanita.
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dunia pilihan, melanjutkan kehamilan atau
mengugurkanya. Menurut Khisbiyah (1995) secara umum ada dua faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan itu, yakni faktor intrnal dan faktor eksternal.
a. Faktor intrnal meliputi, intensitas hubungan dan komit-men pasangan remaja untuk
menjalin hubungan jangka panjang dalam perkawinan, sikap dan persepsi terhadap
janin yang di kandung, seperti persepsi subjektif mengenai kesiapan psikologis dan
ekonomi untuk memasuki kehidupan perkawinan.
b. Faktor eksternal meliputi sikap dan penerimaan orng tua kedua belah pihak, penilaian
masyarakat, nilai-nilai normatif dan etis dari lembaga keagamaan, dan kemingkinan-
kemungkinan perubahan hidup di masa depan yang mengikuti pelaksanaan keputusa
yang akan dipilih.

Terlepas dari alasan di atas, yang pasti melahirkan dalam usia remaja (early chilbearing)
dan melakuakan aborsi merupakan pilihan yang harus mereka jalani. Banyak remaja putri
yang mengalami unwanted pregnancy terus melanjutkan kehamilanya. Kosenkuensi dari
keputusan yang mereka ambil itu adalah melahirkan anak yang dikandungnya dalam usia
yang relatif muda.
1. Penyakit menular seksual (PMS) –HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi
adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Sering kali remaja melakukan hubungan
seks yang tidak aman. Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakuakan
anal seks menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti sifilis
,gonore,herpes, klamidia dan AIDS . dari data yang ada menukjukan bahwa diantara
penderita atau kasus HIV/AIDS, 53,0% berusia antara 15-29 tahun. Tidak terbatasnya
cara melakuakan hubungan kelamin pada genital-genital saja(bisa juga oragenital)
menyebabkan penyakit kelamin tidak saja terbatas pada daerah genital, tetapi dapat
juga pada daerah-daerah ektra genital.
2. Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan
kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi ,pihak
perempuan –atau tepatnya korban- utama dalam masalah ini. Kodrat untuk hamil dan
melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat
delimatis. Dalam pandangan masyarakat ,remaja putri yang hamil merupakan aib
keluarga,yang secara telak mencoreng nama baik keluarga dan ia adalah si pendosa
yang melangar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman sosial ini tidak jarang
meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan binggung,
cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui kehamilanya
bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan kadang
disertai rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan
kepada nasib membuat kondisi sehat secara fisik ,sosial dan mental yang berhubungan
dengan sistem ,fungsi,dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.
Namun ada hal yang perlu pula untuk diketahui bahwa dampak yang terjadi
pada remaja bukan hanya pada saat pranikah,namun dapat pula memberikan dampak
negatif saat menikah dan hamil muda.Hal-hal yang mungkin terjadi saat menikah
dan hamil di usia sangat muda (dibawah 20 tahun).
Tetap perlu diingat bahwa perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun sedang
berada di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik. Karena tubuhnya belum
berkembang secara maksimal, maka perlu dipertimbangkan hambatan/ kerugian antara lain :
1. Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehailannya termasuk control
kehamilan. Hal ini berdampak pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
2. Ibu muda pada waktu hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang
dapat berdampak pada keracunan kehamilan serta kejang yang berakibat pada
kematian.
3. Penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20tahun)
sering kali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan
belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.
4. Dari sisi pertimbangan psikologis, remaja masih merupakan kepanjangan dari masa
kanak-kanak. Kebutuhan untuk bermain dengan teman sebaya, kebutuhan untuk
diperhatikan, disayang dan diberi dorongan, masih begitu besar sebelum ia benar-
benar siap untuk mandiri.
5. Wawasan berpikirnya belum luas dan cukup matang untuk bisa menghadapi
kesulitan, pertengkaran yang ditimbulkan oleh pasangan hidup dan lingkungan
rumah tangganya.

Strategi Meningkatkan Kesehatan Anak Remaja


a. Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks di masa lalu berfokus pada anatomi fisiologi
reproduksi dan penyuluhan perilaku yang khas kehidupan keluarga Amerika kelas
menengah. Baru – baru ini pendidikan seks mulai membahas masalah seksualitas
manusia yang dihadapi remaja. Misalnya, program – program yang sekarang berfokus
pada upaya remaja untuk “mengatakan tidak”. Pihak oponen program pendidikan seks
di sekolah percaya bahwa diskusi eksplisit tentang seksualitas meningkatkan aktivitas
seksual diantara remaja dan mengecilkan peran orang tua. Pihak pendukung
mengatakan, tidak adanya diskusi semacam itu dari orang tua dan kegagalan mereka
untuk member anak – anak mereka informasi yang diperlukan secara nyata untuk
menghambat upaya mencegah kehamilan pada remaja. Peran keluarga, masjid, gereja,
sekolah kompleks dan kontraversial tentang pendidikan seks. Orang tua mungkin
tidak terlibat dalam pendidikan seks anak – anaknya karena beberapa alasan, seperti :
 Orang tua tidak memiliki informasi yang tidak adekuat.
 Orang tua tidak merasa nyaman dengan topik seks.
 Para remaja tidak merasa nyaman bila orang tua mereka membahas seks.
Beberapa orang tua mendapat kesulitan untuk mengakui “anaknya” adalah individu
seksual yang memiliki perasaan dan perilaku seksual. Penolakan orang tua untuk
membahas perilaku seksual dengan putri mereka bisa menyebabkan putrinya
merahasiakan aktivitas seksnya dan dapat menghambat upaya untuk mendapat bantuan.

b. Fungsi Penting Program Promosi Kesehatan Remaja


 Meningkatkan penerimaan pengetahuan dan keterampilan untuk perawatan
diri yang kompeten dan menginformasikan pembuatan keputusan tentang
kesehatan.
 Memberikan pengkuatan positif terhadap perilaku sehat.
 Pengaruh struktur lingkungan dan sosial untuk mendukung perilaku
peningkatan kesehatan.
 Memfasilitasi pertumbuhan dan aktualisasi diri.
 Menyadarkan remaja terhadap aspek lingkungan dan budaya barat yang
merusak kesehatan dan kesejahteraan.
KASUS

Kasus masalah kesehatan masyarakat di lingkungan PRUMNAS BUKIT MERAPEN

1. Narasumber 1
Masalah kesehatan yang dialami
-batuk
- nyeri sendi
- flu
Cara mengatasi masalah
a. Dengan menerapkan pola makan yang mengandung purin berlebih dihindari atau
dikurangi
b. Melakukan pengobatan setidaknya 1 bulan sekali dengan memanfaatkan kartu
pengobatan dengan dokter
c. Meminum suplemen daya tahan tubuh

Faktor yang mempengaruhi

- Cuaca
- Pola makan
- Daya tahan tubuh
- Penularan penyakit antar tetangga atau lingkungan

Pendapat tentang lingkungan sekitanya

Lingkungan di komplek perumahan cukup baik dilihat dari masyarakatnya yang peduli akan
kesehatan, disediakannya pengangkutan sampah oleh pemerintah setiap hari.

2. Narasumber 2
Masalah kesehatan yang dialami
-batuk
- sakit kepala (pusing, nyeri tukak leher )
- sembelit

Cara mengatasi masalah


a. Dengan menerapkan pola makan yang mengandung serat, dan vitamin (buah-
buahan dan sayuran )
b. Mengurangi konsumsi kabohidrat dan makanan berlemak
c. Meminum suplemen daya tahan tubuh dan obat diet yang dianjurkan oleh
dokter
d. Istirahat yang cukup

Faktor yang mempengaruhi

- Cuaca
- Pola makan
- stres
- Daya tahan tubuh
- Penularan penyakit antar tetangga atau lingkungan

Pendapat tentang lingkungan sekitanya

Lingkungan di komplek perumahan cukup baik dilihat dari masyarakatnya yang


peduli akan kesehatan, disediakannya pengangkutan sampah oleh pemerintah setiap
hari. Dan melindungi keluarga terutama anak-anak.

3. Narasumber 3
Masalah kesehatan yang dialami
-batuk
- flu
Diderita oleh anak balitanya dan suami ( alergi debu dan tertular)
Cara mengatasi masalah
a. Melakukan imunisasi kepada balita (anak) sesuai umur dan untuk keluarga
memberi multivtamin
d. Melakukan pengobatan setidaknya 1 bulan sekali ke dokter dan klinik setempat
e. Meminum suplemen daya tahan tubuh

Faktor yang mempengaruhi

- Cuaca dan suhu


- alergi
- Pola makan
- Daya tahan tubuh
- Penularan penyakit antar tetangga atau lingkungan
Pendapat tentang lingkungan sekitanya

Lingkungan di komplek perumahan cukup baik dilihat dari masyarakatnya yang


peduli akan kesehatan, disediakannya pengangkutan sampah oleh pemerintah setiap
hari. Dan kesehatan itu diterapkan mulai dari kebersihan diri sendiri dan lingkungan
keluarga.

1. Narasumber 1
Foto

Kartu berobat

2. Narasumber 2
Foto
3. Narasumber 3
Foto

Kasus Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja

Seorang suami istri yang melakukan hubungan seks dimana istri berusia 14 tahun dan
suami berusia 18 tahun, karena selama berumah tangga tidak ada tanda-tanda kehamilan,
pasangan tersebut memeriksakan kesehatan reproduksinya di salah satu Rumah Sakit di
Pangkalpinang. Ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan, si istri menderita kanker serviks,
karena penanganan yang lama, rahim si istri di angkat.

Você também pode gostar