Você está na página 1de 31

ASKEB IV PATOLOGI

KOMPLIKASI DAN PENYAKIT DALAM MASA NIFAS SERTA


PENANGGULANGANNYA

DISUSUN OLEH :

TINGKAT III NON REGULER

1. Dwinda Alhuda Arofa

2. Eka Septya Pramesti

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO

TAHUN 2013
A. Endometritis

1. Pengertian

Radang selaput lendir rahim atau endometritis adalah peradangan yang


terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang
terjadi akibat infeksi. Merupakan infeksi puerperium yang paling sering menjelma
sebagai endometritis. Setelah masa inkubasi, kuman-kuman menyerbu ke dalam
luka endometrium, biasanya bekas perlekatan plasenta. Leukosit-leukosit segera
membuat pagar pertahanan dan disamping itukeluarlah serum yang
mengandung zatanti sedangkan otot-otot berkontraksi dengan kuat rupanya
dengan maksud menutup jalan darah dan linfe. Endometritis adalah radang pada
endometrium, kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas
insertion plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan endometrium.
Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas pada
endometrium.

2. Jenis

a. Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan).

b. Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak


disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak).

c. Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium


dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.

3. Gambaran Klinik

Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan


penderita, dan derajat trauma jalan lahir. Kadang-kadang lokia tertahan oleh
darah, sisa-sisa plasenta, dan selaput ketuban, keadaan ini dinamakan
lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah
diatasi; uterus pada endometritis agak membesar; nyeri pada perabaan; Uterus
lembek; pada endometritis tidak meluas pada hari pertama penderita merasa
kurang sehat; perut nyeri; mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi cepat; lokia
kadang-kadang berbau.

4. Penatalaksanaan dan Pengobatan (Sesuai Instruksi Dokter)

Jika bidan menemukan kasus ini di tempat praktek lakukan kolaborasi


dengan dokter unuk dilakukan rujukan yang paling penting stabilkan dulu kondisi
ibu dengan pemberian cairan jika kondisi tidak terlalu parah beri minum lewat
mulut, kemudian lakukan pemasangan infus sebelum di rujuk ke rumah sakit. Di
rumah sakit tindakan yang dilakukan setelah lapor dengan dokter segera siapkan
transfusi darah jika ada perdarahan; berikan antiobiotik kombinasi sampai ibu
bebas demam selama 48 jam; Ampisillin 2 g I.V. setiap 6 jam, ditambah
gentamisin 5mg/kg berat badan lewat intra vena (I.V) tiap 24 jam, ditambah
metronidazol 500 mg I.V. tiap 8 jam, Jika demam masih ada 72 jam setelah
terapi, kaji ulang diagnosis. Catatan: antibiotic oral tidak diperlukan setelah
terapi suntikan. Jika diduga ada plasenta, lakukan eksplorasi digital dan
keluarkan bekuan serta sisa kotiledon, gunakan forceps ovum atau kurt besar
jika pelu; Jika tidak ada kemajuan dengan terapi konservatif, an ada peritonitis
(demam, nyeri lepas, dan nyeri abdomen), lakukan laparatomi dan drain
abdomen; Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.

B. Peritonitis

1. Pengertian peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan
oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan
atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley,
2000).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi
rongga abdomen (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita peritoneal
oleh bakteri atau kimia (marylinn E,doenges, 1999 hal:513)
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa
yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya.

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga


abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda
umum inflamasi.

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat


juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis.
Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.

2. Etiologi
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab
primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada
organviseral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah
terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan
menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan
karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites
akibat penyakit hati kronik. Kira - kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis
dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan
kelenjar getah bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1%
dari semua kasus peritonitis primer.
Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder,
disebabkan infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran
bilier. Kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan
jika tidak dirawat dengan cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon
asenden (usus halus).
Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna bagian
atas termasuk pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari
trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab
tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi
non infeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi
seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya
apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi beresiko kurang dari 10%
terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Resiko terjadinya peritonitis
sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan duodenum, pancreas
perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfusi yang
pasif.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil,
perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire, muka penderita yang mula-
mula kemerahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin.

3. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal
dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha
pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi
dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa
ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi
disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir
dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid
plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada
tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu
yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri
tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang
mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis
generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat
seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah
epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan
atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri
seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini
disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi
vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding
apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan
peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai
organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai
dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia
sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat
dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah
lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan
terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-
mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.
4. Klasifikasi Peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen
pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Spesifik : misalnya Tuberculosis
2) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko
tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)


Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
1) Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
2) Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3) Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
c. Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur, seperti Peritonitis yang sumber
kumannya tidak dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang disebabkan
oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah lambung, getah
pankreas, dan urine.

5. Bentuk lain dari peritonitis


a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis

6. Tanda dan Gejala Peritonitis


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam
tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi
hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa
tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi,
atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,
ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatric.
tanda gejala yang lain juga terjadi :
a. Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
b. Demam menggigil
c. Pols tinggi, kecil
d. Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
e. Muntah
f. Pasien gelisah, mata cekung
g. Pembengkakan dan nyeri di perut
h. Demam dan menggigil
i. Kehilangan nafsu makan
j. Haus
k. Mual dan muntah
l. Urin terbatas
m. Bisa terdapat pembentukan abses.
n. Sebelum mati ada delirium dan coma

Peritonitis yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah


pelvis tanda dan gejalanya ; demam, Perut bawah nyeri, keadaan umum tetap
baik, pada pelvioperonitis bisa terdapat pertumbuhan abses, nanah yang
biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan, ibu dengan
peronitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau
penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis. Pada pelvioperitonitis bisa
terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum
douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah
keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Diagnosis peritonitis ditegakan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneun visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi, nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maksimum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut
akan terasa tegang karena mekainsme antisipasi penderita secara tidak sadar
utnuk menghindari palpasinya yang meyakinakan/tegang karena iritasi
peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan
nyeri akibat pelvic inflammatory disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa
jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatranspalntasi, atau hiv), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, enselofati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesik), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil,
perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-
mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin;
terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum
tinggi.

7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas,
harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan
factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan
pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.

2) Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak
mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan
tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas
dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker,
alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya
perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus
diberikan menurut keperluan.

3) Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan
lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak
dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda
infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas.
8. Penatalaksanaan Medis

Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai


berikut :

a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari


penatalaksanaan medik.

b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.

c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.

d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki


fungsi ventilasi.

e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga


diperlukan.

f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

g. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi


penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.

h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

9. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan
pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi
yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman
penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi
dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang
begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis
(ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat
baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan
peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat
diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ
yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan
penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan
tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan
mendapat perawatan di rumah sakit.

Secara jelas, penatalaksanaan pada peritonitis yaitu ;


a. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan
kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena
yang berupa infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan
kehilangan protein. Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam
usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
b. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
1) Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg
berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8
jam

2) Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan


gembung perut di beri Abot Miller tube.

c. Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman


dan makanan per os baru di berikan setelah ada platus.

d. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan
perbaikan dapat diupayakan.

e. Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah


peritonitis. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah
insisi dan drainase terhadap abses.

Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan


(laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :

a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan
(syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda
iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).

b. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,


extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.

c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan


saluran cerna yang tidak teratasi.

d. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

1) Mengeliminasi sumber infeksi.

2) Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal

3) Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan bidan) yang diberikan


antara lain Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama.
Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai
terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker
akan meningkatkan okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi
jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif
dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi
dan metabolik dan terapi modulasi respon peradangan.
Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan
keperawatan/kebidanan selama masa pra, intra, post operatif maka tindakan
bidan atau perawat harus memahami tahapan- tahapan yang dilakukan pada
seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup tiga fase yaitu :
a. Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring
ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat
mencakup penetapan pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik,
rumah sakit atau di rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan
menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan.
Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan
pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang operasi
b. Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk
atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan
medikasi melalui intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahandan menjaga
keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas
hanya pada menggemban tangan pasien selama induksi anastesia umum,
bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam
mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
prinsip dasar kesejajaran tubuh
c. Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah.
Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode
ini. Pada fase pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek dari
agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan
melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting
untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan
pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan
berkaitan dan memungkinkan proses keperawatan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.

10. Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut
yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif
melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati
atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa
peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses)
diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak
dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi ini dapat
Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena :
a. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam
pengobatan infeksi nifas.
b. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
c. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.

C. Bendungan Payudara (ASI)

1. Pengertian
Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara
karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan
ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan dan penyempitan duktus laktiferi
oleh kelenjar-kelenjar tidak kosongkan dengan sempurna atau kelainan pada
putting susu. (Prawirohardjo, 2005:700).
2. Etiologi
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika
payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran
air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi
meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding) kurang
baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu menyusui.
(Sarwono, 2009)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.
apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak
dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak
mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi
dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola,
bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI).
e. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap
areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI.
Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI).

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala terjadinya bendungan ASI antara lain (Wiknjosastro,
2005):
a. Payudara keras dan panas pada perabaan
b. Suhu badan naik
c. Putting susu bisa mendatar dan dalam hal ini dapat menyukarkan bayi
untuk menyusu.
d. Kadang-kadang pengeluaran air susu terhalang

Gejala bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan payudara


bilateral dan secara palpasi teraba keras, kadang kadang terasa nyeri serta
sering kali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda-tanda
kemerahan dan demam. (Sarwono, 2009)

4. Patofisiologi

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
prolaktin waktu hamil, dan sangat di pengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan
lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan
alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk
mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel
yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini
timbul bila bayi menyusui. Apabila bayi tidak menyusu dengan baik, atau jika
tidak dikosongkan dengan sempurna, maka terjadi bendungan air susu. Gejala
yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa
panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. ASI biasanya
mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar,
membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak
mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu
kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam
(wiknjosastro,2005)

5. Penanganan

Penanganan bendungan air susu dilakukan dengan pemakaian bra untuk


menyangga payudara dan pemberian analgetika, dianjurkan menyusui segera
dan lebih sering, kompres hangat, air susu dikeluarkan dengan pompa dan
dilakukan pemijatan (masase) serta perawatan payudara. Jika perlu diberi
supresi laktasi untuk sementara (2-3 hari) agar bendungan terkurangi dan
memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan. Keadaan ini pada umumnya
akan menurun dalam beberapa hari dan bayi dapat menyusu dengan normal.
(Sarwono, 2009)

6. Pencegahan

a. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit)


setelah dilahirkan

b. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)

c. Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi


kebutuhan bayi

d. Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)

e. Menyusui yang sering

f. Memakai kantong yang memadai

g. Hindari tekanan local pada payudara

(Wiknjosastro, 2006)

7. Penatalaksanaan
a. Kompres air hangat agar payudara menjadi lebih lembek
b. Keluarkan asi sebelum menyusui sehingga asi keluar lebih mudah
ditangkap dan di isap oleh bayi
c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
d. Untuk mengurangi ras sakit pada payudara berikan kompres dingin
e. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh dara getah benih
dilakukan pengurutan (marase) payudara yang dimulai dari putting
kearah korpus

8. Terapi dan pengobatan


Menurut Prawirohardjo (2005) adalah:
a. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
b. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
c. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan
kompres dingin menyusui untuk mengurangi rasa nyeri
d. Gunakan BH yang menopang
e. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan
menurunkan panas.

D. Infeksi Payudara

Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah
persalinan. Suhu 38oC yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur
peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan
suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika
tidak diketemukan sebab – sebab ekstragenital. (Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, 2009)

Infeksi payudara sesudah persalinan.

1. Mastitis

a. Penanganan :

Payudara tegang/indurasi dan kemerahan.

1) Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan


sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
2) Sangga payudara.

3) Kompres dingin.

4) Bila diberikan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

5) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus.

6) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2009 : 263)

b. Abses payudara

Penanganan : Terdapat masa padat, mengeras dibawah kulit yang


kemerahan.

1. Diperlukan anestesi umum (ketamin).

2. Insisi radial dari tengah dekatpinggir areola, ke pinggir supaya tidak


memotong saluran ASI.

3. Pecahkan kantung pus dengan tissue forceps atau jari tangan.

4. Pasang tampon dan drain.

5. Tampon dan drain diangkat setelah 24 jam.

6. Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.

7. Sangga payudara.

8. Kompres dingin.

9. Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.

10. Ibu didorong tetap memberikan ASI walau ada pus.

11. Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.

(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2009 : 263)


Pada masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan parenkim kelenjar
payudara (mastitis). Mastitis bernanah dapat terjadi setelah minggu pertama
pascasalin, tetapi biasanya tidak sampai melewati minggu ketiga atau empat.

Gejala awal mastitis adalah demam yang disertai menggigil, mialgia,


nyeri, dan takikardia. Pada pemeriksaan payudara membengkak, mengeras, lebih
hangat, kemerahan dengan batas tegas, dan disertai rasa sanngat nyeri. Mastitis
biasanya terjadi unilateral dan dapat terjadi 3 bulan pertama meneteki, tetapi
jarang dapat terjadi selama ibu meneteki. Kejadian mastitis berkisar 2-33% ibu
meneteki dan lebih kurang 10% kasus mastitis akan berkembang menjadi abses
(bernanah), dengan gejala yang makin berat.

Predisposisi dan faktor resiko adalah primipara, stress, teknik meneteki


yang tidak benar sehingga pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik,
pemakaian kutang yang terlalu ketat, dan pengisapan bayi yang kurang kuat
juga dapat menyebabkan stasis dan obstruksi kelenjar payudara. Adanya luka
pada putting payudara juga dapat sebagai faktor resiko terjadinya mastitis.

Diagnosis abses ditegakkan dengan adanya tanda fluktuasi dan nyeri


pada palpasi disertai eritema disekitarnya. Pemeriksaan ultrasonografi juga dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya abses.

Mastitis dapat berasal dari luka pada putting payudara ataupun melalui
peredaran darah (hematogen). Kuman penyebab tersering pada kultur adalah
stafilokokus aureus sebanyak 40%. Sumber utama berasal dari kuman hidung
dan mulut bayi melalui luka putting payudara yang terjadi saat meneteki.

Berdasarkan tempatnya mastitis dapat dibedakan menjadi :

1. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mamae

2. Mastitis di tengah payudara yang menyebabkan abses di tempat itu

3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal kelenjar – kelenjar yang menyebabkan


abses antara payudara dan otot – otot di bawahnya.

Penanganan utama mastitis adalah memulihkan keadaan dan mencegah


terjadinya komplikasi yaitu abses (bernanah) dan sepsis yang dapat terjadi bila
penanganan terlambat, tidak tepat, ataupun kurang efektif. Laktasi tetap
dianjurkan untuk dilanjutkan dan pengosongan payudara sangat penting untuk
keberhasilan terapi. Terapi suportif seperti ber-rest, pemberian cairan yang
cukup, antinyeri dan antiinflamasi sangat dianjurkan. Pemberian antibiotika
secara ideal berdasarkan hasil kepekaan kultur kuman yang diambil dari air susu
sehingga keberhasilan terapi dapat terjamin. Karena kultur kuman tidak secara
rutin dilakukan, secara empiris pilihan pengobatan pertama terutama ditujukan
pada Stafilokokus aureus sebagai penyebab terbanyak dan streptokokus yaitu
dengan penisilin tahan penisilinase (dikloksasilin) atau sefalosporin. Untuk yang
alergi penisilin digunakan eritromisin atau sulfa. Pada sebagian kasus antibiotika
dapat diberikan secara per oral dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Pada umumnya dengan pengobatan segera dan adekuat gejala akan menghilang
dalam 24-48 jam kemudian dan jarang terjadi komplikasi.

Bila terjadi abses payudara dapat dilakukan insisi/ sayatan untuk


mengeluarkan nanah dan dilanjutkan dengan drainase dengan pipa/handscoon
drain agar nanah dapat keluar terus. Sayatan sebaiknya dibuat sejajar dengan
duktus laktiferus untuk mencegah kerusakan pada jalannya duktus tersebut.

Untuk pencegahan dianjurkan perawatan payudara yang baik dan


membersihakan sisa air susu yang ada di kulit payudara. (Sarwono, 2010 :
652-653)

E. Tromboflebitis

1. Pengertian

Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan
cabang – cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis. (Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2002)

Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai


pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode
pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat
peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh
tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada
periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah
pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).

Tromboflebitis adalah peradangan vena yang terjadi dikaitkan dengan


bekuan intervaskular atau trombus. (Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi, 420).

Tromboflebitis adalah inflamasi endotelium vaskuler dengan pembentukan


bekuan pada dinding pembuluh darah. (Keperawatan ibu-bayi baru lahir)

Tromboflebitis adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen yang


mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya. Tromboflebitis
didahului dengan trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering
ditemukan pada masa nifas.

2. Penyebab

a. Perubahan susunan darah

b. Perubahan laju peredaran darah

c. Perlukaan lapisan intema pembuluh darah

Pada masa hamil dan khususnya persalinan saat terlepasnya plasenta


kadar fibrinogen yang memegang peranan penting dalam pembekuan darah
meningkat sehingga memudahkan timbulnya pembekuan.

Faktor penyebab terjadinya infeksi tromboflebitis lain antara lain :

a. Perluasan infeksi endometrium

b. Mempunyai varises pada vena

c. Obesitas

d. Pernah mengalami tramboflebitis

e. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir
up untuk waktu yang lama.
f. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.

(Adele Pillitteri, 2007)

3. Patofisiologi
Formasi trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan
koagulabilitas darah atau kerusakan pembuluh maupun endotelial.
Stattis vena lazim dialami oleh orang-orang imobil maupun yang istirahat
di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai untuk mendorong
aliran darah. Statis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu
lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor
maupun wanita hamil.
Hiperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma, kelahiran dan
myocardial infret juga mempermudah terjadinya trombosis. Infus intravena,
kanulasi atau beberapa penyakit misalnya penyakit buerger juga dapat
menyokong trombus.

4. Faktor predisposisi

a. Riwayat bedah kebidanan

b. Multi paritas

c. Varices

d. Pertambahan usia, semakin tua maka semakin beresiko terjadi


tromboflebitis.

e. Episode tromboflebitis sebelumnya

f. Kelahiran

g. Obesitas

h. Imobilisasi

i. Trauma vascular
j. Supresi laktasi dengan esterogen

k. Infeksi nifas

Trombosis bisa terdapat pada vena-vena kaki juga pada vena-vena


panggul. Trombosis pada vena-vena yang dekat pada permukaan biasanya
disertai peradangan, sehingga merupakan tromboflebitis. Adanya septikhema,
dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.

5. Klasifikasi

a. Pelviotromboflebitis

Pelviotromboflebitis mengenai vena – vena dinding uterus dan


ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterine dan vena hipogastrika.
Vena yang paling sering terkena ialah vena ovarika dekstra karena infeksi
pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus, proses
biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena
renalis, sedang perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra ialah ke vena kava
inferior. Peritoneum, yang menutupi vena ovarika dekstra, mangalami
inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis.
perluasan infeksi dari vena uterine ialah ke vena iliaka komunis. (Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).

1) Gejala

Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian
samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.

Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut :

a) Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30-40


menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang –
kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hamper tidak panas.
b) Suhu badan naik turun secara tajam (36o menjadi 40 o), yang diikuti
dengan penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada
endometritis).

c) Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan.

d) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar ke mana – mana, terutama


ke paru – paru.

e) Gambaran darah:

 Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke


sirkulasi, dapat segera terjadi leucopenia).

 Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat


sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di
dalam darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat
karena bekterinya adalah anaerob.

 Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa – apa karena


yang paling banyak terkena ialah vena ovarika, yang sukar dicapai
pada pemeriksaan dalam.

2) Komplikasi :

a. Komplikasi pada paru – paru : infark, abses, pneumonia,

b. Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan


proteinuria dan hematuria,

c. Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subkutan.

3) Penanganan :

a. Rawat inap

Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan


mencegah terjadinya emboli pulmonum.
b. Terapi medic

Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif,


seperti yang tercantum dalam penatalaksanaan korioamnionitis)
heparin jika terdapat tanda – tanda atau dugaan adanya emboli
pulmonum.

c. Terapi operatif

Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septic
terus berlangsung sampai mencapai paru – paru, meskipun sedang
dilakukan heparinisasi.

b. Tromboflebitis Femoralis (Flegmasia alba dolens)

Tromboflebitis femoralis mengenai vena – vena pada tungkai, misalnya


vena femoralis, vena poplitea, dan vena safena. (Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2002)

Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya


vena femarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-
10 pasca partum. (Abdul Bari Saifudin, dkk., 2002)

1) Penilaian klinik

Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira – kira pada hari ke 10-20, yang disertai
dengan menggigil dan nyeri sekali.

Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan
tanda – tanda sebagai berikut :

a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar
bergerak, lebih panas disbanding dengan kaki lainnya.

b) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dank
eras pada paha bagian atas.
c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.

d) Reflektorik akan terjadi spasmus asteria sehingga kaki menjadi


bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, dan pulsasi menurun.

e) Edema kadang – kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai
dari jari – jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari
bawah ke atas.

f) Nyeri pada betis, yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit
betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).

(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

2) Penanganan

Perawatan

Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada


kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastic atau
memakai kaos kaki panjang yang elastic selama mungkin.

Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.

Terapi medic: pemberian antibiotika dan analgetika.

(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)

3) Pemeriksaan Penunjang

a) Ultrasonograf Doppler

Tehnik dopler memungkinkan penilaian kualitatif terhadap


kemampuan katub pada vena profunda,vena penghubung dan vena
yang mengalami pervorasi
b) Pemeriksaan hematokrit

Mengidentifikasi Hemokonsentrasi

c) Pemeriksaan Koagulasi

Menunjukkan hiperkoagulabilitas

d) Biakan darah

Pemeriksaan Baik aerob maupun anaerob dapat membantu.


Organisme yang penting untuk di antisipasi meliputi Streptokokus
aerob dan anaerob. Staphilokokus aureus ,Eschercia coli dan
Bakteriodes

e) Pemindai ultrasuond dupleks

Dengan tehnik ini obstruksi vena dan refleks katub dapat dideteksi
dan dilokalisasi dan dapat dilihat diagram vena-vena penghubung
yang tidak kompeten.

f) Venografi

Bahan kontras disuntikkan kedalam sistem vena untuk memberikan


gambaran pada vena-vena di ekstrimitas bawah dan pelvis.
Daftar Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.2010.Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Sarwono Prawirohardjo. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

https://www.google.com/search?q=luka+perinium&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a

http://riskanurfajriahsetiawan.wordpress.com/18-2/

http://belajarilmukebidanan.blogspot.com/2009/10/luka-perineum.html

Você também pode gostar