Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DISUSUN OLEH :
TAHUN 2013
A. Endometritis
1. Pengertian
2. Jenis
3. Gambaran Klinik
B. Peritonitis
1. Pengertian peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan
oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan
atau pada organ-organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley,
2000).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi
rongga abdomen (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita peritoneal
oleh bakteri atau kimia (marylinn E,doenges, 1999 hal:513)
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa
yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya.
2. Etiologi
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab
primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada
organviseral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah
terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan
menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).
Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan
karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites
akibat penyakit hati kronik. Kira - kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis
dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan
kelenjar getah bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1%
dari semua kasus peritonitis primer.
Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder,
disebabkan infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran
bilier. Kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan
jika tidak dirawat dengan cepat.
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon
asenden (usus halus).
Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna bagian
atas termasuk pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari
trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab
tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi
non infeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi
seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya
apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi beresiko kurang dari 10%
terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Resiko terjadinya peritonitis
sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan duodenum, pancreas
perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfusi yang
pasif.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil,
perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire, muka penderita yang mula-
mula kemerahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin.
3. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal
dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha
pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi
dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa
ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi
disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir
dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari
makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid
plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada
tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu
yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri
tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang
mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis
generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan
peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat
seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah
epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan
atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri
seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini
disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi
vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding
apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan
peritonitis baik lokal maupun general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai
organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai
dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia
sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat
dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah
lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan
terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-
mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.
4. Klasifikasi Peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen
pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Spesifik : misalnya Tuberculosis
2) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko
tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas,
harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan
factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan
pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2) Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak
mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan
tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas
dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker,
alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya
perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus
diberikan menurut keperluan.
3) Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan
lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak
dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda
infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas.
8. Penatalaksanaan Medis
9. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan
pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi
yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman
penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi
dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang
begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis
(ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat
baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan
peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat
diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ
yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan
penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan
tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut.
Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan
mendapat perawatan di rumah sakit.
d. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan
perbaikan dapat diupayakan.
a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan
(syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda
iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
d. Pemeriksaan laboratorium.
10. Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut
yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif
melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati
atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa
peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses)
diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak
dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi ini dapat
Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena :
a. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam
pengobatan infeksi nifas.
b. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
c. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.
1. Pengertian
Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara
karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan
ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan dan penyempitan duktus laktiferi
oleh kelenjar-kelenjar tidak kosongkan dengan sempurna atau kelainan pada
putting susu. (Prawirohardjo, 2005:700).
2. Etiologi
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika
payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran
air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi
meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding) kurang
baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu menyusui.
(Sarwono, 2009)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.
apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak
dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak
mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi
dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola,
bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI).
e. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap
areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI.
Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI).
4. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
prolaktin waktu hamil, dan sangat di pengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan
lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan
alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk
mengeluarkan dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel
yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini
timbul bila bayi menyusui. Apabila bayi tidak menyusu dengan baik, atau jika
tidak dikosongkan dengan sempurna, maka terjadi bendungan air susu. Gejala
yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa
panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. ASI biasanya
mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar,
membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak
mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu
kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam
(wiknjosastro,2005)
5. Penanganan
6. Pencegahan
(Wiknjosastro, 2006)
7. Penatalaksanaan
a. Kompres air hangat agar payudara menjadi lebih lembek
b. Keluarkan asi sebelum menyusui sehingga asi keluar lebih mudah
ditangkap dan di isap oleh bayi
c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
d. Untuk mengurangi ras sakit pada payudara berikan kompres dingin
e. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh dara getah benih
dilakukan pengurutan (marase) payudara yang dimulai dari putting
kearah korpus
D. Infeksi Payudara
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah
persalinan. Suhu 38oC yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur
peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan
suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika
tidak diketemukan sebab – sebab ekstragenital. (Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, 2009)
1. Mastitis
a. Penanganan :
3) Kompres dingin.
b. Abses payudara
7. Sangga payudara.
8. Kompres dingin.
Mastitis dapat berasal dari luka pada putting payudara ataupun melalui
peredaran darah (hematogen). Kuman penyebab tersering pada kultur adalah
stafilokokus aureus sebanyak 40%. Sumber utama berasal dari kuman hidung
dan mulut bayi melalui luka putting payudara yang terjadi saat meneteki.
E. Tromboflebitis
1. Pengertian
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan
cabang – cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis. (Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2002)
2. Penyebab
c. Obesitas
e. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir
up untuk waktu yang lama.
f. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga.
3. Patofisiologi
Formasi trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan
koagulabilitas darah atau kerusakan pembuluh maupun endotelial.
Stattis vena lazim dialami oleh orang-orang imobil maupun yang istirahat
di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai untuk mendorong
aliran darah. Statis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu
lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor
maupun wanita hamil.
Hiperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma, kelahiran dan
myocardial infret juga mempermudah terjadinya trombosis. Infus intravena,
kanulasi atau beberapa penyakit misalnya penyakit buerger juga dapat
menyokong trombus.
4. Faktor predisposisi
b. Multi paritas
c. Varices
f. Kelahiran
g. Obesitas
h. Imobilisasi
i. Trauma vascular
j. Supresi laktasi dengan esterogen
k. Infeksi nifas
5. Klasifikasi
a. Pelviotromboflebitis
1) Gejala
Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian
samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
e) Gambaran darah:
2) Komplikasi :
3) Penanganan :
a. Rawat inap
c. Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septic
terus berlangsung sampai mencapai paru – paru, meskipun sedang
dilakukan heparinisasi.
1) Penilaian klinik
Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira – kira pada hari ke 10-20, yang disertai
dengan menggigil dan nyeri sekali.
Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan
tanda – tanda sebagai berikut :
a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar
bergerak, lebih panas disbanding dengan kaki lainnya.
b) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dank
eras pada paha bagian atas.
c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
e) Edema kadang – kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai
dari jari – jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari
bawah ke atas.
f) Nyeri pada betis, yang dapat terjadi spontan atau dengan memijit
betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).
2) Penanganan
Perawatan
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Ultrasonograf Doppler
Mengidentifikasi Hemokonsentrasi
c) Pemeriksaan Koagulasi
Menunjukkan hiperkoagulabilitas
d) Biakan darah
Dengan tehnik ini obstruksi vena dan refleks katub dapat dideteksi
dan dilokalisasi dan dapat dilihat diagram vena-vena penghubung
yang tidak kompeten.
f) Venografi
https://www.google.com/search?q=luka+perinium&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a
http://riskanurfajriahsetiawan.wordpress.com/18-2/
http://belajarilmukebidanan.blogspot.com/2009/10/luka-perineum.html