Você está na página 1de 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Interaksi dan komunikasi merupakan salah satu modal bagi seseorang untuk memperoleh
berbagai informasi melalui lingkungan. Lingkungan sampai saat ini diyakini sebagai sumber
yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Jika seseorang mengalami
hambatan dalam interaksi dan komunikasi, diyakini orang tersebut akan mengalami hambatan
dalam kegiatan belajarnya. Anak autisme sebagai salah satu bagian dari anak berkebutuhan
khusus mengalami hambatan pada keterampilan interaksi dan komunikasi. Keadaan ini
diperburuk oleh adanya gangguan tingkah laku yang menyertai setiap anak autisme, bahkan
hambatan inilah yang paling mengganggu pada anak autisme dalam melakukan interaksi dan
komunikasi dengan lingkungannya. Meskipun demikian, tidak berarti anak autisme tidak
mempunyai potensi yang bisa dikembangkan. Meskipun prosentasinya kecil, diperkirakan
kurang dari 20% dari populasi anak yang mengalami autisme. Mereka memiliki potensi rata-rata
bahkan ada yang di atas rata-rata. Tidak jarang diantara mereka ada yang bisa berhasil mencapai
prestasi akademik tertinggi seperti anak pada umumnya yang tidak autisme. Autisme merupakan
kelainan yang serius dan kompleks, apabila tidak ditangani dengan tepat dan cepat kelainan ini
akan menetap dan dapat berakibat pada keterlambatan perkembangan. Keterlambatan
perkembangan pada kasus autisme biasanya ditemukan pada anak-anak dan mempunyai dampak
yang berlanjut sampai dewasa. Salah satu gangguan perkembangan yang dialami adalah
kesulitan dalam memahami apa yang mereka lihat, dengar, dan mereka rasakan. Gangguan ini
dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan antara lain dalam kemampuan berkomunikasi,
berbicara, bersosialisasi, perilaku, dan keterampilan motorik.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari autisme ?

2. Apakah penyebab dari autisme ?

3. Bagaimanakah patofsiologi dari anak autisme ?

4. Bagaimanakah manifestasi klinik dari anak autisme ?

5. Apasajakah klasifikasi dari autisme ?

6. Apasajakah faktor resiko dari autisme ?

7.Bagaimanakah penatalaksaan dari autisme ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari autisme

2. Untuk mengetahui penyebab dari anak autisme

3. Untuk mengetahui patofsiologi dari anak autisme

4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari autisme

5. Untuk mengetahui klasifikasi dari autisme

6. Untuk mengetahui faktor resiko dari autisme

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari autisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi autisme

Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi
autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri Autisme atau dikenal
dengan sindroma keanner dengan memiliki gejala tidak mampu bersosialisasi, mengalami
kesulitan menggunakan bahasa,berperilaku berulang-ulang serta bereaksi tidak biasa
terhadap rangsangan sekitarnya dengan kata lain pada anak autisme dapat terjadi kelainan
emosi, intelektual dan kemauan atau gangguan pervasif. Dapat secara singkat dikatakan
bahwa autisme merupakan suatu keadaan anak dapat berbuat semaunya sendiri baik cara
berpikir atau berperilaku. Ciri yang ada pada anak dengan autisme antara lain tidak peduli
dengan lingkungan sosialnya, tidak bereaksi normal dalam pergaulan social, perkembangan
bahasa dan bicara tidak normal serta adanya reaksi terhadap lingkungan terbatas sedang pada
pemeriksaan status mental ditemukan adanya kurangnya orientasi lingkungan,rendahnya
ingatan meskipun kejadian baru saja terjadi, dan kurang peduli terhadap lingkungan sekitar.
(Faisal Yatim,2003).

2.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor – faktor yang
menyebabkan terjadinya autis menurut Faisal Yatim (2003) diantaranya yaitu:
1. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, penyebabnya adanya kelainan kromosom yang disebutkan
syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).

2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)


Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah
persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex
Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.

3
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya
gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya
pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-
obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah,
arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan
yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik
termasuk autis.

2.3 Patofsiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik
(akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan
luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses
pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,
dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia
yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps
terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung
pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan
pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan
menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan genetis,
keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive

4
intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang
bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi,
pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi
growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan.Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat
keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan
penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara
abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye.
Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4
menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara
primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.Degenerasi
sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang
menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu
minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide. Penelitian dengan MRI
menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan
motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa.
Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses
persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan
yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan
amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-
agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia
enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik

5
diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang
autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif. Faktor lingkungan yang
menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat
gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam
folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu
pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain

2.4 Manisfestasi Klinik


1. Di bidang komunikasi :
a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak
seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan
bicara.
b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
c. Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti
orang lain.
d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi, senang meniru
e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
f. Sebagian dari anak autis sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Di bidang interaksi sosial :


a. Anak autis lebih suka menyendiri
b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan
muka atau mata dengan orang lain.
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun
yang lebih tua dari umurnya.
d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.

6
3. Di bidang sensoris :
a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda – benda yang ada
disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.

4. Di bidang pola bermain :


a. Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya.
b. Anak autis tidak suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar –
putar.
e. Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan
sejenisnya.
f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana
– mana.

5. Di bidang perilaku :
a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
c. Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan
bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang – ulang.
d. Tidak suka terhadap perubahan.
e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Di bidang emosi :
a. Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa – tawa

7
b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
c. Kadang agresif dan merusak.
d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.
e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya
atau didekatnya.

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Faisal Yatim (2003) membagi autisme menjadi
dua yaitu:
1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)
Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik,
dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.
2. Autisme Regresif
Ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan yang
sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan ini
berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa
mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih,
2002).
Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007) mengelompokkan
autisme menjadi :
1. Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena kelainan
sudah timbul sebelum lahir
2. Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7 tahun)
sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu –
minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu
berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang – kejang.

8
2.6 Faktor resiko autisme
Karena penyebab autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang mempengaruhi...
Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar.
Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan
melakukan intervensi sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut
dapat diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan
periode usia bayi
1. Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi
pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya
sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme
2. Periode Persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya.
Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi
yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling
berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi
termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan
ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam
perkembangan dan perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat,
Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan,
lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram)
3. Periode Usia Bayi
Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi
dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko untuk
terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya
autism adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan
bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan

9
pencernaan sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar dan
gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot.

2.7 Penatalaksaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autisme yaitu :
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain
khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus
pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias
diukur kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa.
Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal
atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang ,
namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi
dengan orang lain.Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan
cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya,
dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot2 halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik
mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus
ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan
otot2nya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi
dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan

10
berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang
terapi sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan
teman-teman sebaya.
6. Terapi Bermain
Seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan
teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social.
7. Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami
mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang
hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku
negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan
dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
8. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai
terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat
perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan
Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang
lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal
inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui
gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication
System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan
komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN
(Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka
sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah
oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak.
Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses,

11
dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan ditangani, sehingga otak menjadi bersih
dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi
yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian :

1. Edukasi kepada keluarga


Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu perkembangan anak, karena
orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi,
berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi
penderita untuk masuk ke dunia luar.

2. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan dokter.
Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di otak yang
mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi
mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah
Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi
kejang dan perilaku agresif).

2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
- Nama
- Anak ke
- Tanggal lahir
- Umur
- Jenis Kelamin
- Agama
2) Identitas Keluarga: ayah, ibu
- Nama
- Umur
- Pekerjaan
- Pendidikan
- Agama
12
- Alamat
b. Alasan Dirawat
1) Keluhan Utama:
keluhan yang biasa terjadi pada anak autis yaitu gangguan kemampuan
sosial, Kesulitan Berempati, Tidak Suka Kontak Fisik, Tidak Suka Suara
Keras, Beberapa Aroma, dan Cahaya Terang, Gangguan Bicara, Suka
Tindakan Berulang, Perkembangan Tidak Seimbang,
2) Riwayat Penyakit:
a) Riwayat Penyakit Sekarang
b) Riwayat Penyakit Dahulu
3) Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
4) Riwayat keluarga yang terkena autisme.
5) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
a) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal
b) Cedera otak
c) Status perkembangan anak
(1) Anak kurang merespon orang lain.
(2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
(3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
(4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
(5) Keterbatasan Kongnitif.
d) Pemeriksaan Fisik:
(1) Kesan umum (kebersihan, pergerakan, penampilan/postur/bentuk
tubuh, termasuk status gizi)
(2) Warna kulit (pucat, normal, cyanosis, ikterus, kelainan)
(3) Suara waktu menangis :
(4) Tonus otot :
(5) Turgor kulit :
(6) Udema : ada/tidak,
(7) Kepala: bentuk, keaadaan rambut dan kulit kepala, UUB, adanya
kelainan
(8) Mata: bentuk bola mata, pergerakannya, keadaan pupil, konjungtiva,
keadaan kornea mata, sclera, bulu mata serta ketajaman penglihatan
(9) Hidung: adanya secret, pergerakkan cuping hidung, adanya suara
saat bernafas, gangguan lain
(10) Telinga: Kebersihan, keadaan alat pendengaran, kelainan
(11) Mulut: Kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir,
keadaan tenggorokan, kelainan. Keadaan gigi (berlubang, karang
gigi, kebersihan gigi, gusi, kerusakan lain) keadaan lidah
(12) Leher: Pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk,
pergerakkan leher

13
(13) Thoraks: Bentuk dada, irama pernafasan, tarikan otot bantu
pernafasan, adanya suara nafas
(14) Jantung : (bunyi, pembesaran)
(15) Persarafan : (seflek fisiologis, reflek patologis)
(16) Abdomen: Bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, teraba
skibala, massa, nyeri pada perabaan, distensia, hernia, peristaltic
(17) Ekstremitas : Kelainan bentuk, pergerakan, reflek lutut, adanya
udem, keadaan unjung ekstremitas, hal-hal lain
(18) Genetalia
(19) Antropometri (ukuran pertumbuhan)
 BB (kg)
 TB (cm)
 Lingkar kepala (cm)
 Lingkar dada (cm)
 Lingkar lengan (cm)
(20) Gejala kardinal:
 Suhu
 Nadi
 Pernafasan
 Tekanan darah

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan keterlambatan dan gangguan
Intelektual
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan menarik diri
3. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan keinginan untuk bunuh diri
4. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif teman sebaya, kesulitan dalam
berkomunikasi
5. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan tidak adekuat keterampilan
pemecahan masalah

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Nursing Nursing Outcome Nursing Interventions


No.
Diagnosis Classification (NOC) Classification (NIC)
1. Gangguan NOC NIC
komunikasi verbal Setelah diberikan asuhan Communication
berhubungan dengan keperawatan selama … x … Enhancement: Speech
keterlambatan dan jam dengan kriteria hasil : Deficit
gangguan - Anxiety self control 1. Konsultasikan dengan
14
Intelektual. - Coping dokter mengenai
- Sensory function: hearing kebutuhan terapi wicara
& vision dan terapi okupasi
- Fear self control 2. Dorong pasien untuk
Kriteria Hasil: berkomunikasi secara
1. Komunikasi: penerimaan, perlahan dan untuk
interpretasi, dan ekspresi mengulangi permintaan
pesan lisan, tulisan, dan 3. Dengarkan dengan
nonverbal meningkat penuh perhatian
2. Komunikasi ekspresif 4. Berdiri di depan pasien
(kesulitan berbicara) : ketika berbicara
5. Gunakan kartu baca,
ekspresi pesan verbal dan
kertas, pensil, bahasa
nonverbal yang bermakna
3. Gerakan terkoordinas: tubuh, gambar, daftar
mampu mengoordinasi kosakata bahasa asing,
gerakan dalam dan lainnya untuk
menggunakan isyarat memfasilitasi
4. Pengolahan informasi : komunikasi dua arah
pasien mampu untukyang optimal
memperoleh, mengatur, 6. Ajarkan bicara dari
dan menggunakan esofagus
7. Beri anjuran kepada
informasi
5. Mampu mengontrol pasien dan keluarga
respon ketakutan dan tentang penggunaan alat
kecemasan terhadap bantu bicara (mis,
ketidakmampuan prostesi trakeoesofagus
berbicara dan laring buatan)
6. Mampu memanajemen 8. Berikan pujian positif
9. Anjurkan pada
kemampuan fisik yang
pertemuan kelompok
dimiliki 10. Anjurkan
7. Mampu
kunjungan keluarga
mengomunikasikan
secara teratur untuk
kebutuhan dengan
memberi stimulus
lingkungan sosial
15
komunikasi
11.Anjurkan ekspresi diri
dengan cara lain dalam
menyampaikan
informasi (bahasa
isyarat)

2 Hambatan interaksi NOC NIC


sosial berhubungan Setelah diberikan asuhan Socialization
dengan menarik diri keperawatan selama … x … Enhancement :
jam dengan kriteria hasil : 1. Buat interaksi terjadwal
2. Dorong pasien ke
kelompok atau program
- Self esteem, situational
- Communication ketrampilan
impaired verbal interpersonal yang
Kriteria Hasil : membantu
1. Lingkungan suportif yang meningkatkan
bercirikan hubungan dan pemahaman tentang
tujuan anggota keluarga pertukaran informasi
2. Menggunakan aktivitas atau sosialisasi
yang menenangkan, 3. Identifikasi perubahan
menarik, dan perilaku tertentu
4. Berikan umpan balik
menyenangan untuk
positif jika pasien
meningkatkan
berinteraksi dengan
kesejahteraan
3. Interaksi sosial dengan orang lain
5. Anjurkan bersikap jujur
orang, kelompok
4. Memahami dampak dari dan apa adanya dalam
perilaku diri pada berinteraksi dengan
interaksi sosial orang lain
5. Mendapatkan/ 6. Bantu pasien
meningkatkan meningkatkan
ketreampilan interaksi kesadaran tentang

16
sosial kerja sama, kekuatan da
ketulusan dan saling keterbatasan dalam
memahami berkomunikasi dengan
6. Mengungkapkan
orang lain
keinginan untuk 7. Gunakan teknik
berhubungan dengan bermain peran untuk
orang lain meningkatkan
7. Perkembangan fisik,
ketrampilan dan teknik
kognitif, dan psikososial
komunikasi
anak sesuai dengan
usianya
3 Ketidakmampuan NOC NIC
1. Bina hubungan saling
koping individu Setelah diberikan asuhan
percaya dengan klien
berhubungan dengan keperawatan selama … x …
dan keluarganya.
tidak adekuat jam dengan kriteria hasil :
2. Beri kesempatan
keterampilan
kepada anak untuk
pemecahan masalah. -Peningkatan Koping
mengungkapkan
Aktivitas
masalahnya.
3. Beri bimbingan kepada
Kriteria Hasil: anak untuk dapat
1. Mengidentifikasi pola mengambil keputusan.
4. Anjurkan kepada orang
koping yang efektif
2. Mencari informasi terkait tua untuk lebih sering
dengan penyakit dan bersama anaknya.
5. Hadirkan sibling untuk
pengobatan
3. Menggunakan prilaku memberikan motivasi
6. Ciptakan lingkungan
untuk menurunkan stress
4. Mengidentifikasi dan yang aman dan nyaman
menggunakan berbagai untuk mengurangi
strategi koping tingkat stress anak
5. Melaporkan
penurunan perasaan
negatif
4 Harga diri rendah NOC NOC
17
berhubungan dengan -Harga Diri 1. Beri motivasi pada
respon negatif teman anak.
2. Beri kesempatan anak
sebaya, kesulitan Kriteria Hasil:
mengungkapkan
dalam 1. Mengungkapkan
perasaannya.
berkomunikasi penerimaan diri secara
3. Beri latihan intensif
verbal
pada anak untuk
2. Mempertahankan postur
pemahaman belajar
tubuh tegak
3. Mempertahankan kontak berkomunikasi.
4. Modifikasi cara
mata
4. Mempertahankan belajar sehingga anak
kerapihan/hygiene lebih tertarik.
5. Menerima kritikan dari 5. Beri reward pada
orang lain keberhasilan anak.
6. Gunakan alat
bantu/peraga dalam
belajar
berkomunikasi.
7. Berikan suasana yang
nyaman dan tidak
menegangkan.
8. Anjurkan kepada
keluarga untuk
mendekatkan anak
pada sibling.

4. Implementasi

Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah


dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal (Gaffar,
1997, 49).

Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan sebelumnya dan


disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam melaksanakan tindakan
18
keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan klien
saat itu, tidak semata – mata berdasarkan prioritas masalah yang direncanakan
sebelumnya serta disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan
tindakan keperawatan penulis juga melaksanakan tindakan observasi dan pengumpulan
data untuk melihat perkembangan klien selanjutnya.

Komponen tahapan dalam menyusun implementasi :

a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa perintah


dokter, tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik
American Nursing Association (1973), undang–undang praktik perawat negara
bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif, diimplementasikan bila
perawat bekerja dengan anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat
keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien
terhadap tindakan keperawatan, dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian
atau aktifitas yang otentik dengan mempertahankan catatan – catatan yang tertulis.
Dokumentasi merupakan wahana untuk komunikasi dari salah satu profesional ke
profesional lainnya tentang status klien. Dokumentasi klien memberikan bukti
tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang diimplementasikan oleh perawat.

5. Evaluasi

Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap
akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan
tindakan keperawatan yang dilakukan.

Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola
pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa
nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak
terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.

19
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus
untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka
pendek.Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir
dari semua tindakan yang pencapaian tujuan jangka panjang.

BAB II
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi
autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri Autisme atau
dikenal dengan sindroma keanner dengan memiliki gejala tidak mampu bersosialisasi,
mengalami kesulitan menggunakan bahasa,berperilaku berulang-ulang serta bereaksi
tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya dengan kata lain pada anak autisme dapat
terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan atau gangguan pervasive
2. Penyebab Autisme :
a. Faktor genetik
b. Faktor cacat
20
c. Faktor kelahiran dan kehamilan
3. Patofisiologi : Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab
untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
4. Manifestasi Klinik :
a. Di bidang komunikasi
b. Di bidang interaksi sosial
c. Di bidang sensoris
d. Di bidang pola bermain
e. Di bidang perilaku
f. Di bidang emosi
5. Klasifikasi autisme :
Menurut Faisal Yatim (2003)
a. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)
b. Autisme Regresif
Menurut Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007)
a. Autisme Persepsi
b. Autisme Reaksi
6. Faktor resiko autis :
a. Faktor kehamilan
b. Faktor persalinan
c. Periode usia bayi
7. Penatalaksanaan autisme :
a. Applied Behavioral Analysis (ABA)
b. Terapi Wicara
c. Terapi Okupasi
d. Terapi Fisik
e. Terapi Sosial

21
f. Terapi Bermain
g. Terapi Perilaku
h. Terapi Perkembangan
i. Terapi Visual
j. Terapi Biomedik

3.2 Saran
Untuk memahami secara keseluruhan konsep dasar autisme dan mengaplikasikan dalam
pemberian asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Handojo. 2003. Auits. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer

Soetjiningsih.1995. Tumbuh Kembang Anak.Jakarta: EGC

Sacharin, r.m. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. EGC: Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15,
Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K). EGC: Jakarta

Yupi Supartini, 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta: EGC

Faisal Yatim 2003, Autisme suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak, Pustaka Populer.

Obor , Jakarta
22

Você também pode gostar