Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. Pengertian Kurikulum
Secara harfiah kurikulum berasal dari Bahasa latin curriculum yang berarti
bahan pengajaran. Terdapat juga dalam Bahasa Yunani kuno berasal dari kata Curir
yang artinya pelari; dan Curere yang artinya tempat berpacu. Kurikulum di artikan
jarak yang harus di tempuh oleh pelari.
Dan terdapat pula dalam bahasa perancis dengan istilah corier artinya juga
sama yaitu to run (berlari). Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses
atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang menyatakan bahwa
kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya berupa sejumlah mata
pelajaran yang disusun secara sistemik yang diperlukan sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu pendidikan tertentu.
1
sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi
social anak didik.
2
kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan
tertentu dari para peserta didik.
B. Fungsi Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan Islam memiliki banyak fungsi, yang di antaranya
adalah sebagai berikut:
• Sebagai alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia
sesuai dengan tujuan yang dicita- citakannya.
• Sebagai pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek
pendidikan.
C. Ciri-Ciri Kurikulum
Di antara ciri-ciri umum kurikulum pada pendidikan Islam sebagai berikut:
1) Tujuan agama dan akhlak lebih dominan pada berbagai tujuan dan
kandungannya, metode, alat-alat dan tekhniknya bercorak agama. Segala sesuatu
yang diajarkan dalam lingkungan agama dan akhlak adalah berdasar pada Al-
Qur‘an, As-Sunnah dan peninggalan orang-orang shaleh yang terdahulu. Diantara
bukti-bukti yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
pada permulaan surat Al-Alaq Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan.” (QS. Al-Alaq: 1)
Maka bacaan yang menjadi dasar untuk menuntut ilmu dan merupakan
jalannya haruslah dengan nama pencipta dan dalam rangka mengamalkan ajaran
agama. Tidak boleh dengan atas nama hawa nafsu, dengki, fanatisme, warna kulit
dan darah.
3
2) Kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat pemikiran dan ajaran-
ajarannya adalah kurikulum yang luas dan menyeluruh dalam perhatian dan
kandungannya. Memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala
aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial dan spiritual. Juga
melalui penciptaan model yang baik dan suasana yang baik untuk
pembinaan jiwa dan membentuknya pada peranan pendidikan dan pengajaran. Juga
mempunyai perhatian dalam pengembangan akal termasuk bakat-bakat
kemampuan keterampilan, melalui kajian terhadap ilmu-ilmu yang berdasar pada
akal dan mengamalkan segala macam kegiatan intelektual dan kajian ilmiah, dan
mengembangkan serta memelihara jasmani melalui pelajaran- pelajaran dan
bimbingan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, olahraga dan latihan militer yang
membantu dalam mencapai kesehatan jasmani serta mempersiapkan diri untuk
berjihad pada jalan Allah.
D. Dasar-Dasar Kurikulum
Dasar-dasar umum yang menjadi landasan kurikulum pendidikan
Islam adalah:
a. Dasar Agama
Tentang dasar ini, maka seluruh sistem yang ada dalam masyarakat,
termasuk sistem pendidikan harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan
kurikulumnya pada agama Islam atau syariat Islam dan pada apa yang terkandung
dalam syariat, termasuk prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan
akidah, ibadah, mua‘malah, dan hubungan-hubungan yang berlaku didalam
masyarakat. Ini semua pada akhirnya kembali kepada dua sumber utama syariat
Islam, yaitu Al- Qur‘an dan sunnah Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Setelah
kedua sumber ini barulah muncul sumber-sumber cabang yang lain, berdasar pada
4
keduanya, menguraikan yang tersimpul dan memperluas dalam meletakkan hukum
Furu‘ dari hukum-hukum umum yang terkandung pada keduanya.
b. Dasar Falsafah
Falsafah pendidikan Islam adalah wahyu dari Allah dan bimbingan nabi
yang utama dan peninggalan-peninggalan para pemikir Islam sepanjang zaman dan
waktu, yang mana hal itu mempunyai watak yang berdiri sendiri dan ciri-ciri yang
khas yang berbeda dengan falsafah buatan manusia.
c. Dasar Psikologis
Disamping dua dasar kurikulum diatas, ada lagi dasar ketiga, yaitu dasar
psikologi yang berkaitan dengan ciri-ciri perkembangan pelajar, tahap
kematangannya, bakat-bakat jasmaninya, intelektual, bahasa, emosi, dan sosial,
keinginan-keinginan, perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, proses belajar, pengamatan mereka
terhadap sesuatu. Hal-hal di atas tidak diabaikan oleh pendidikan Islam dalam
kurikulum dan metode mengajarnya. Para pendidik Islam selalu mengajak untuk
menghargai dan mempertimbangkan dalam menentukan kurikulum yang sesuai
bagi setiap pelajar.
d. Dasar Sosial
Dasar sosial ini mengandung ciri-ciri masyarakat Islam yang berlaku proses
pendidikan dan kebudayaan masyarakat. Sudah barang tentu pendidikan Islam
dengan segala seginya tidak berlaku diawang-awang, tetapi berlaku dalam rangka
membentuk masyarakat Islam yang memiliki identitas yang khas dan budaya yang
5
spesifik, sebagaimana ia memiliki tujuan-tujuan, cita-cita, kebutuhan- kebutuhan,
dan tuntutan-tuntutan. Adalah menjadi kewajiban pendidikan Islam agar ia
memperkuat hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaan tempat pendidikan
itu berlangsung, memelihara kebudayaan masyarakat dalam menentukan tujuan-
tujuannya, menyusun kurikulum dan menentukan metode serta sarana
mengajarnya. Ia juga harus dapat mengadakan perubahan yang baik sesuai dengan
ajaran Islam.
Tugas kurikulum yang berdasar pada dasar sosial ini, adalah agar ia dapat
ikut serta dalam proses pemasyarakatan bagi para pelajar, penyesuaian mereka
dengan masyarakat Islam tempat mereka hidup, memperoleh kebiasaan dan sikap
yang baik pada masyarakatnya dan cara berfikir serta tingkah laku yang diinginkan,
cara bergaul yang baik sikap kerja sama dan mempunyai rasa tanggung jawab yang
tinggi, kesediaan berkorban demi membela akidah, kebenaran dan tanah air.
E. Prinsip-Prinsip Kurikulum
Terkait dengan prinsip-prinsip kurikulum, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan :
1. Sistem dan perkembangan kurikulum hendaknya selaras dengan fitrah
insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaga dari
penyimpangan dan menyelamatkannya.
6
dan keperiaan, demikian pula fungsi serta peranan dan tugas masing-masing dalam
kehidupan sosial.
7
METODE PENDIDIKAN
A. Pengertian Metode
Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa setiap bidang ilmu mempunyai
metode pembahasan yang harus dipegang oleh seseorang pengkaji agar dapat
memenuhi tuntutan kajiannya tersebut, dan selanjutnya dapat menghasilkan suatu
kajian yang bersifat ilmiah seperti yang diharapkan. Oleh karena itu kajian tentang
pendidikan ini pun harus memiliki metode yang sesuai dengan ciri-ciri
pembahasannya.
Secara harfiyah metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta yang berarti
menuju, dan hodos yang berarti jalan atau cara tertentu. Metodos berarti menuju
jalan atau cara tertentu. Dalam arti luas, metode mengandung pengertian cara
bertindak menurut sistem aturan tertentu.
Sementara dalam bahasa arab kata metode diungkapkan dalam bentuk kata
thariqah yang berarti jalan, dan manhaj yang berarti sistem, serta wasilah yang
berarti perantara. Dari kedua bahasa tersebut sepertinya tidak terjadi perbedaan
makna.
8
Al- Qur‘an dan Sunnah inilah yang menjadi landasan pokok dalam
metodologi pendidikan Islam yang harus digunakan secara hierarkis. Al- Qur‘an
harus didahulukan, jika tidak ditemukan suatu penjelasan di dalamnya, maka harus
dicari dalam Sunnah.
Adapun ijtihad dan kajian para ulama kontemporer dapat dijadikan sebagai
rujukan sekunder sebagai bahan pendukung dalam proses pengembangan
pendidikan Islam. Namun pengembangan pendidikan Islam tetap harus
teraktualisasi dari Al-Qur‘an dan Hadits yang harus selalu digali dan diteliti untuk
mencapai tujuan yang sesungguhnya.
B. Macam-Macam Metode
Ada beberapa metode pendidikan yang harus menjadi perhatian bagi para
pendidik, di antaranya adalah:
9
Metode perumpamaan ini memiliki tujuan psikologis-edukatif seperti
memudahkan pemahaman suatu konsep sebab manusia itu cenderung menyukai
hal-hal yang konkret. Metode ini juga dapat mempengaruhi emosi yang sejalan
dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka rasa ingn
tahu. Lalu metode ini juga membina akal untuk terbiasa berpikir secara valid dan
logis serta mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan
mental manusia.
Terdapat banyak ayat, dan hadist yang menggunakan metode ini, agar
manusia dapat mengambil pelajaran (ibrah) dan dapat timbul motivasi untuk
berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk. Seperti perumpamaan.
1) Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti orang yang menanam
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, yang tiap tangkainya berisi seratus
butir. (QS. Al-Baqarah: 261)
2) Perumpamaan kasih sayang antara sesama muslim seperti satu jasad yang ikut
merasakan sakit, ketika salah satu anggota tubuh tertimpa penyakit (HR. Muslim).
10
mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan Ini untuk perumpamaan?."
dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan
perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada
yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (QS Al-Baqarah: 26)
Metode Nasehat
Nasehat memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap jiwa anak didik, jika
dilakukan dengan baik. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman: “Dan tetaplah
memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-
orang yang beriman.”(QS. Adz-Dzaariyaat: 55)
Untuk itu, dalam menyampaikan nasehat, hal ayang harus diperhatikan oleh
guru adalah penggunaan gaya bahasa yang lembut, lugas, tegas, penuh rasa cinta,
dan menyesuaikan diri dengan aspek tempat, waktu, dan materi. Karena dalam (QS
Ali Imran: 159) disebutkan, ―Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada- Nya.
11
Rasullullah Shalallahu Alaihi wa Sallam juga sering menggunakan metode
nasehat ini, ketika menyampaikan pelajaran kepada para sahabat. Diriwayatkan dari
Al-Irbadh ibnu Sariyah Radhiyallahu 'anhu. Ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam menasehati kami dengan nasehat retorika yang menggetarkan
hati dan menumpahkan air mata Kami pun berkata: ‘Wahai Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam, sepertinya ini adalah pesan terakhir.‘ Beliau lantas berwasiat
kepada kami dan bersabda:
”Aku pesankan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, dan mendengar
serta tunduk (kepada pimpinan), meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak.
Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku nanti akan melihat
perselisihan yang banyak. Jadi, berpegang teguhlah pada Sunnahku dan Sunnah
khulafa‟ur rasyidin yang berpetunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan geraham kalian.
Jauhilah oleh kalian hal-hal yang baru (dalam agama), sebab setiap hal baru (dalam
agama) adalah bid‟ah, dan setiap bid‟ah itu sesat; dan setiap kesesatan akan
menyebabkan masuk neraka.‟” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi dengan status yag
dinyatakannya hasan shahih).
12
sebaliknya, jika sifat pendidik selalu berbohong, khianat, atau durhaka, maka anak
yang dididik tidak akan jauh berbeda dari sifat pendidiknya.
―Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu,
yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari akhir, dan dia
banyak mengingat Allah.
Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya: ―Hal pertama yang harus
Anda lakukan dalam mendidik anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena
matanya melihatmu. Kebaikan baginya adalah apa yang kau lakukan, dan
keburukan adalah apa yang kau tinggalkan.
Untuk itu, guru harus meiliki akhlak yang mulia, agar dapat dicontoh oleh
anak didiknya. Kompetensi profesional dan pedagogis tidak akan efektif jika
kepribadian guru tercela. Anak didik akan apatis, meskipun yang disampaikannya
benar. Maka, selain harus selalu belajar, guru juga harus melatih jiwanya agar
kepribadiannya matang. Al-Qur‘an mencela orang-orang yang mengatakan apa
yang tidak mereka kerjakan, Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (QS.Ash-Shaf: 2).
13
Pendidikan Dengan Hukuman
“Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tahun; dan pukullah
mereka (jika meninggalkannya) saat mereka berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah
tempat tidur mereka” (HR. Abu Dawud dengan status hasan).
“Gantungkanlah cambuk di tempat yang bisa dilihat oleh seluruh anggota keluarga.
Sesungguhnya ia bisa menjadi pelajaran bagi mereka.‟”(Shahih Jami’ Shagir)
Metode Kisah
Metode kisah adalah mendidik dengan cara menyampaikan kisah agar anak
didik meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk, serta agar pembaca beriman
dan beramal saleh. Al-Qur‘an menegaskan pentingnya metode kisah ini dalam
Surat Yusuf, ayat 111,
―Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang yang berakal.
14
lalu, seperti Thalut dan Jalut, ashhabul kahfi, ashhabul ukhdud, dan Dzul Qarnain;
ketiga, kisah peperangan pada masa Nabi, seperti perang Badar dan Uhud; Kisah
hijrah dan Isra Mi‘raj; keempat, kisah tentang hal ghaib, akhirat.
Keempat, menghindari kisah yang hedonis, horor, dan perilaku buruk, dan
mencela orang lain.
Metode Targhib-Tarhib
Oleh karena itu, posisi targhib dan tarhib harus diberikan dengan porsi yang
seimbang agar tidak jatuh pada tindakan yang berlebih-lebihan dalam
menjalankan agamanya (ghuluw fii al-din).
15
Singkatnya, targhib dalam da‘wah akan mewariskan sifat roja‘ pada jiwa
anak didik. Dengan roja ini, mereka akan tumbuh harapan atau cita-cita, sehingga
berperan penting dalam melahirkan optimisme pada dirinya. Dengan roja‘ mereka
akan tetap bertahan dari segala macam kesulitan, karena disetiap kesulitan pasti
ada kemudahan. Dengan roja‘ pula mereka yang berdosa tidak putus asa dalam
menggapai rahmat dan ampunan Allah. Jadi, Roja adalah kekuatan batin yang
mendorong agar senantiasa khusnudzan kepada anugerah Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Sementara tarhib dalam pendidikan akan mewariskan sifat khouf pada jiwa
anak didik. Dengan hauf ini, mereka akan merasakan keagungan Allah (maqama
Rabbihi), sehingga memunculkan merasakan takut apabila mendurhakainya. Rasa
khauf tersebut akan muncul ketika seorang hamba menyadari bahwa ancaman
Allah terhadap para pendosa adalah nyata, dan meyakini bahwa maksiat merupakan
bentuk pendurhakaan yang akan menjauhkan dirinya dari Allah swt.
Dalam Al-Qur‘an terdapat berita gembira bagi orang yang taat, dan
ancaman siksa, kerugian, dan kesengsaraan bagi orang yang kufur.
16
Untuk itu, seorang guru harus pandai menginspirasi anak didiknya, agar
menjadi pribadi yang beriman melalui ayat-ayat targhib dan tarhib tersebut, dan
merelevansikannya dengan realitas keseharian anak didiknya.
Hiwar adalah dialog antara satu orang dengan yang lainnya, melalui tanya
jawab, mengenai satu tema atau tujuan. Di dalamnya terdapat kesatuan topik
pembicaraan dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembicaraan itu. Hiwar dalam
Al-Qur‘an adalah segala bentuk dialog yang disajikan dalam Al-Qur‘an, baik dialog
Allah dengan para malaikat, dengan para rasul, dengan makhluk lainnya, maupun
dialog antara manusia dengan sesamanya.
17
• Hiwar Allah dengan Musa. Allah berfirman, “Dan tatkala Musa datang
untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang Telah kami tentukan dan Tuhan
Telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar Aku dapat melihat kepada Engkau".
Tuhan berfirman: "Kamu sekali- kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi Lihatlah ke
bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah
Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, Aku bertaubat kepada
Engkau dan Aku orang yang pertama-tama beriman." (QS. Al- A’raf 143)
Metode Praktik
18
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika membina sahabatnya
sering menggunakan metode ini. Ketika mengajak shalat, beliau bersabda “shallu
kama raitumuni” (shalatlah seperti yang kalian melihatku‖. Beliau berperan
langsung sebagai imam, sementara para sahabat menjadi makmum, dengan
maksud memberikan pelajaran kepada mereka.
19
Referensi
Alim, Akhmad. 2012. STUDI ISLAM VI: Islamisasi Ilmu Pendidikan. Bogor:
Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun
20