Você está na página 1de 20

KURIKULUM PENDIDIKAN DAN METODE PENDIDIKAN

A. Pengertian Kurikulum

Secara harfiah kurikulum berasal dari Bahasa latin curriculum yang berarti
bahan pengajaran. Terdapat juga dalam Bahasa Yunani kuno berasal dari kata Curir
yang artinya pelari; dan Curere yang artinya tempat berpacu. Kurikulum di artikan
jarak yang harus di tempuh oleh pelari.

Dan terdapat pula dalam bahasa perancis dengan istilah corier artinya juga
sama yaitu to run (berlari). Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses
atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.
Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang menyatakan bahwa
kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya berupa sejumlah mata
pelajaran yang disusun secara sistemik yang diperlukan sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu pendidikan tertentu.

Dalam kamus Webster (1955) kurikulum diberi arti:


a. a course esp. a specified fixed as in a school or college. As one leading to
a degree.
b. The whole body of course offered in ad educational institution or
department there of, the usual sense.
Di sini kurukulum khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni
sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuluah di perguruan tunggi, yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu ijasah atau tingkat.
Ahmad Tafsir mengartikan kurikulum sebagai sebuah progam, karena
esensi kurikulum adalah progam itu sendiri, yaitu progam dalam mencapai tujuan
pendidikan. Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa progam tersebut pada umumnya
berisi nama-nama mata pelajaran beserta silabinya atau pokok bahasan, ataupun
berupa kegiatan-kegiatan belajar lainnya. Nana Sudjana juga berpendapat sama,
bahwa kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil
belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan
yang tersusun secara sistematis, di berikan kepada siswa di bawah tanggung jawab

1
sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi
social anak didik.

Dalam bahasa arab istilah kurikulum diterjemahkan dengan kata manhaj,


yang berarti seperangkat rencana pengajaran dan media untuk mengantarkan
lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Definisi ini tidak jauh beda dengan apa yang didevinisikan dalam UU RI No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19, yang berbunyi:

―Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,


tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dari devinisi tersebut menurut Ahmad Tafsir masih menganut pandangan


tradisional. Adapun dalam pandangan modern, kurikulum tidak hanya sekedar
berupa seperangkat rencana pengajaran atau bidang setudi, akan tetapi semua yang
secara nyata terjadi dalam proses pendidikan itu juga disebut kurikulum. Pandangan
ini bertolak dari sesuatu yang aktual, yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di bangku
pendidikan dalam proses belajar.

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan


(1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat
dimensi, yaitu:

1) kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan


penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.

2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari


kurikulum sebagai suatu ide; yang di dalamnya memuat tentang tujuan,
bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.

3) kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari


kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek
pembelajaran.

4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari


kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan

2
kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan
tertentu dari para peserta didik.

B. Fungsi Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan Islam memiliki banyak fungsi, yang di antaranya
adalah sebagai berikut:
• Sebagai alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia
sesuai dengan tujuan yang dicita- citakannya.

• Sebagai pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek
pendidikan.

• Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya,


dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan.

• Berfungsi sebagai standar dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu


proses pendidikan, atau sebagai batasan dari program kegiatan yang akan
dijalankan pada smester, maupun pada tingkat pendidikan tertentu.

C. Ciri-Ciri Kurikulum
Di antara ciri-ciri umum kurikulum pada pendidikan Islam sebagai berikut:
1) Tujuan agama dan akhlak lebih dominan pada berbagai tujuan dan
kandungannya, metode, alat-alat dan tekhniknya bercorak agama. Segala sesuatu
yang diajarkan dalam lingkungan agama dan akhlak adalah berdasar pada Al-
Qur‘an, As-Sunnah dan peninggalan orang-orang shaleh yang terdahulu. Diantara
bukti-bukti yang menunjukkan hal itu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
pada permulaan surat Al-Alaq Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang Menciptakan.” (QS. Al-Alaq: 1)

Maka bacaan yang menjadi dasar untuk menuntut ilmu dan merupakan
jalannya haruslah dengan nama pencipta dan dalam rangka mengamalkan ajaran
agama. Tidak boleh dengan atas nama hawa nafsu, dengki, fanatisme, warna kulit
dan darah.

3
2) Kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat pemikiran dan ajaran-
ajarannya adalah kurikulum yang luas dan menyeluruh dalam perhatian dan
kandungannya. Memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala
aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial dan spiritual. Juga
melalui penciptaan model yang baik dan suasana yang baik untuk
pembinaan jiwa dan membentuknya pada peranan pendidikan dan pengajaran. Juga
mempunyai perhatian dalam pengembangan akal termasuk bakat-bakat
kemampuan keterampilan, melalui kajian terhadap ilmu-ilmu yang berdasar pada
akal dan mengamalkan segala macam kegiatan intelektual dan kajian ilmiah, dan
mengembangkan serta memelihara jasmani melalui pelajaran- pelajaran dan
bimbingan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, olahraga dan latihan militer yang
membantu dalam mencapai kesehatan jasmani serta mempersiapkan diri untuk
berjihad pada jalan Allah.

3) Kurikulumnya juga menaruh perhatian untuk mencapai perkembangan


yang menyeluruh dan berimbang antara individu dan masyarakat, di samping itu
mempunyai perhatian pada berbagai macam ilmu, seni, kegiatan-kegiatan
pendidikan yang bermanfaat dalam rangka membentuk keseimbangan yang
wajar agar setiap ilmu, seni, dan kegiatan itu mendapat perhatian, yaitu sesuai
dengan manfaat yang dapat diberikan kepada pribadi dan masyarakat.

D. Dasar-Dasar Kurikulum
Dasar-dasar umum yang menjadi landasan kurikulum pendidikan
Islam adalah:

a. Dasar Agama

Tentang dasar ini, maka seluruh sistem yang ada dalam masyarakat,
termasuk sistem pendidikan harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan
kurikulumnya pada agama Islam atau syariat Islam dan pada apa yang terkandung
dalam syariat, termasuk prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan
akidah, ibadah, mua‘malah, dan hubungan-hubungan yang berlaku didalam
masyarakat. Ini semua pada akhirnya kembali kepada dua sumber utama syariat
Islam, yaitu Al- Qur‘an dan sunnah Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Setelah
kedua sumber ini barulah muncul sumber-sumber cabang yang lain, berdasar pada

4
keduanya, menguraikan yang tersimpul dan memperluas dalam meletakkan hukum
Furu‘ dari hukum-hukum umum yang terkandung pada keduanya.

Di antaranya adalah Ijma‘, qiyas, Al-mashalihul mursalah, istihsan. Dari


keseluruhan sumber inilah pendidikan Islam mengambil falsafah, tujuan-tujuan,
dasar-dasar kurikulum, dan metode- metodenya. Tentang kurikulum pendidikan
yang berdasar pada agama Islam haruslah berusaha agar kurikulumnya membantu
para pelajar untuk membina keimanan mereka. Begitu juga ia harus berusaha
menanamkan jiwa yang berpegang teguh pada ajaran agama dan akhlak yang mulia,
dan menambah kesadaran agama serta melengkapinya dengan ilmu yang berguna
bagi mereka di dunia dan akhirat.

b. Dasar Falsafah

Falsafah pendidikan Islam adalah wahyu dari Allah dan bimbingan nabi
yang utama dan peninggalan-peninggalan para pemikir Islam sepanjang zaman dan
waktu, yang mana hal itu mempunyai watak yang berdiri sendiri dan ciri-ciri yang
khas yang berbeda dengan falsafah buatan manusia.

c. Dasar Psikologis

Disamping dua dasar kurikulum diatas, ada lagi dasar ketiga, yaitu dasar
psikologi yang berkaitan dengan ciri-ciri perkembangan pelajar, tahap
kematangannya, bakat-bakat jasmaninya, intelektual, bahasa, emosi, dan sosial,
keinginan-keinginan, perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, proses belajar, pengamatan mereka
terhadap sesuatu. Hal-hal di atas tidak diabaikan oleh pendidikan Islam dalam
kurikulum dan metode mengajarnya. Para pendidik Islam selalu mengajak untuk
menghargai dan mempertimbangkan dalam menentukan kurikulum yang sesuai
bagi setiap pelajar.

d. Dasar Sosial

Dasar sosial ini mengandung ciri-ciri masyarakat Islam yang berlaku proses
pendidikan dan kebudayaan masyarakat. Sudah barang tentu pendidikan Islam
dengan segala seginya tidak berlaku diawang-awang, tetapi berlaku dalam rangka
membentuk masyarakat Islam yang memiliki identitas yang khas dan budaya yang

5
spesifik, sebagaimana ia memiliki tujuan-tujuan, cita-cita, kebutuhan- kebutuhan,
dan tuntutan-tuntutan. Adalah menjadi kewajiban pendidikan Islam agar ia
memperkuat hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaan tempat pendidikan
itu berlangsung, memelihara kebudayaan masyarakat dalam menentukan tujuan-
tujuannya, menyusun kurikulum dan menentukan metode serta sarana
mengajarnya. Ia juga harus dapat mengadakan perubahan yang baik sesuai dengan
ajaran Islam.

Tugas kurikulum yang berdasar pada dasar sosial ini, adalah agar ia dapat
ikut serta dalam proses pemasyarakatan bagi para pelajar, penyesuaian mereka
dengan masyarakat Islam tempat mereka hidup, memperoleh kebiasaan dan sikap
yang baik pada masyarakatnya dan cara berfikir serta tingkah laku yang diinginkan,
cara bergaul yang baik sikap kerja sama dan mempunyai rasa tanggung jawab yang
tinggi, kesediaan berkorban demi membela akidah, kebenaran dan tanah air.

Inilah dasar-dasar utama yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam


yang sudah kita jelaskan secara ringkas. Sebagaimana kita lihat bahwa kurikulum
itu mempunyai keterpaduan dan saling melengkapi satu sama lain, maka dari itu
kita harus mempertimbangkan semuanya ketika kita menyusun kurikulum atau
merevisinya.

E. Prinsip-Prinsip Kurikulum
Terkait dengan prinsip-prinsip kurikulum, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan :
1. Sistem dan perkembangan kurikulum hendaknya selaras dengan fitrah
insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaga dari
penyimpangan dan menyelamatkannya.

2. Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir


pendidikan islam, yaitu ikhlas, taat, dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala.

3. Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan


periodisasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (ke-khas-an) nya seperti
karakteristik ke-anak-an (dalam berbagai tahap perkembangannya), kewanitaan,

6
dan keperiaan, demikian pula fungsi serta peranan dan tugas masing-masing dalam
kehidupan sosial.

4. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nasnya, hendaknya


kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat, sambil tetap
bertopang pada jiwa dan cita ideal islamnya, seperti rasa syukur serta harga diri
sebagai umat islam serta tetap mendukung dan menegakannya.

5. Secara keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya


tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, dan bahkan sebaliknya,
terarah kepada pola hidup islami. Dengan kata lain, kurikulum tersebut berpeluang
untuk menempuh kesatuan jiwa umat.

6. Hendaknya kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dilaksanakan sesuai


dengan situasi dan kondisi serta kemungkinan yang terdapat dinegara yang
melaksanakannya.

7. Hendaknya metode pendidikan/pengajaran dalam kurikulum itu bersifat


luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi setempat,
dengan mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat,
dan kemampuan siswa untuk menangkap, mencerna serta mengolah bahan
pelajaran yang bersangkutan

8. Hendaknya kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan


menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkah laku yang positif
serta meninggalkan dampak efektif (sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi
muda.

9. Kurikulum itu hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa


yang bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan
dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan perasaan keagamaan serta
pertumbuhan bahasa bagi fase tersebut.

10. Hendaknya kurikulum memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amalliah


islami, seperti pendidikan untuk berjihad dan menyebarkan dakwah islamiyah, serta
membagun masyarakat muslim dilingkungan sekolah.

7
METODE PENDIDIKAN

A. Pengertian Metode
Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa setiap bidang ilmu mempunyai
metode pembahasan yang harus dipegang oleh seseorang pengkaji agar dapat
memenuhi tuntutan kajiannya tersebut, dan selanjutnya dapat menghasilkan suatu
kajian yang bersifat ilmiah seperti yang diharapkan. Oleh karena itu kajian tentang
pendidikan ini pun harus memiliki metode yang sesuai dengan ciri-ciri
pembahasannya.
Secara harfiyah metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta yang berarti
menuju, dan hodos yang berarti jalan atau cara tertentu. Metodos berarti menuju
jalan atau cara tertentu. Dalam arti luas, metode mengandung pengertian cara
bertindak menurut sistem aturan tertentu.
Sementara dalam bahasa arab kata metode diungkapkan dalam bentuk kata
thariqah yang berarti jalan, dan manhaj yang berarti sistem, serta wasilah yang
berarti perantara. Dari kedua bahasa tersebut sepertinya tidak terjadi perbedaan
makna.

Adapun secara istilah, menurut Abuddin Nata metodologi dapat diartikan


sebagai cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan, yaitu perubahan-perubahan kepada keadan yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian, metode ini terkait dengan perubahan dan perbaikan.

Sedangkan menurut Hasan Langgulung, metodologi pendidikan bermakna


bagaimana cara atau jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan, di mana
dalam hal ini adalah pendidikan Islam yang berorientasi pada pembinaan
manusia mukmin sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dalam tataran konseptual, metodologi pendidikan dalammIslam, selalu


berlandaskan pada aspek-aspek yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri
yang bersumber dari Al-Qur‘an, dan Sunnah, serta dapat didukung oleh ijtihad dan
kajian pemikiran ulama-ulama Islam yang kompeten dalam bidang-bidangnya
yang kesemuanya ini terkumpul dalam khasanah keilmuwan Islam shohihah,
yaitu turast.

8
Al- Qur‘an dan Sunnah inilah yang menjadi landasan pokok dalam
metodologi pendidikan Islam yang harus digunakan secara hierarkis. Al- Qur‘an
harus didahulukan, jika tidak ditemukan suatu penjelasan di dalamnya, maka harus
dicari dalam Sunnah.

Adapun ijtihad dan kajian para ulama kontemporer dapat dijadikan sebagai
rujukan sekunder sebagai bahan pendukung dalam proses pengembangan
pendidikan Islam. Namun pengembangan pendidikan Islam tetap harus
teraktualisasi dari Al-Qur‘an dan Hadits yang harus selalu digali dan diteliti untuk
mencapai tujuan yang sesungguhnya.

Secara prinsip, metodologi pendidikan Islam tersebut, berbeda jauh dengan


metodologi pendidikan Barat. Metodologi yang dikembangkan Barat dibangun di
atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan
kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional, dan
sengaja membuang pesan-pesan wahyu, nilai-nilai ketuhanan, atau dimensi
spiritual. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang diatur
oleh rasio manusia, terus menerus berubah. Sehingga dari cara pandang yang seperti
inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekuler.

B. Macam-Macam Metode

Ada beberapa metode pendidikan yang harus menjadi perhatian bagi para
pendidik, di antaranya adalah:

 Metode Perumpamaan ( Amtsal)

Metode perumpamaan merupakan metode pendidikan yang digunakan


pendidik kepada anak didik dengan cara memajukan berbagai perumpamaan agar
materinya mudah dipahami. Dalam QS. Al-Zumar: 27 disebutkan: “Dan sungguh
kami telah membuat bagi manusia di dalam Al-Quran ini setiap perumpamaan,
supaya mereka mendapat pelajaran.”

Ayat ini merupakan dalil naqli bahwa Islam menggunakan perumpamaan


sebagai metode dalam menyeru manusia pada kebenaran sehingga mereka mau
mengikuti petunjuk Allah.

9
Metode perumpamaan ini memiliki tujuan psikologis-edukatif seperti
memudahkan pemahaman suatu konsep sebab manusia itu cenderung menyukai
hal-hal yang konkret. Metode ini juga dapat mempengaruhi emosi yang sejalan
dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka rasa ingn
tahu. Lalu metode ini juga membina akal untuk terbiasa berpikir secara valid dan
logis serta mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan
mental manusia.

Terdapat banyak ayat, dan hadist yang menggunakan metode ini, agar
manusia dapat mengambil pelajaran (ibrah) dan dapat timbul motivasi untuk
berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk. Seperti perumpamaan.

1) Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti orang yang menanam
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, yang tiap tangkainya berisi seratus
butir. (QS. Al-Baqarah: 261)

2) Perumpamaan kasih sayang antara sesama muslim seperti satu jasad yang ikut
merasakan sakit, ketika salah satu anggota tubuh tertimpa penyakit (HR. Muslim).

3) Tidakkah kamu perhatikanmbagaimana Allah Telah membuat perumpamaan


kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan
seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia
supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim: 24-25).

4) Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya


dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir. (QS Al- A‘raf: 176)

5) Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau


yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, Maka mereka yakin
bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir

10
mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan Ini untuk perumpamaan?."
dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan
perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada
yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (QS Al-Baqarah: 26)

6) Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah


adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan Sesungguhnya rumah yang
paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka Mengetahui.(QS. Al-Ankabut:
41)

 Metode Nasehat

Nasehat memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap jiwa anak didik, jika
dilakukan dengan baik. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman: “Dan tetaplah
memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-
orang yang beriman.”(QS. Adz-Dzaariyaat: 55)

Untuk itu, dalam menyampaikan nasehat, hal ayang harus diperhatikan oleh
guru adalah penggunaan gaya bahasa yang lembut, lugas, tegas, penuh rasa cinta,
dan menyesuaikan diri dengan aspek tempat, waktu, dan materi. Karena dalam (QS
Ali Imran: 159) disebutkan, ―Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada- Nya.

Sebagai contoh metode nasihat ini, Lukman Al-Hakim ketika ia menasehati


anaknya, seperti yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Dalam firman-
Nya :

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata pada anaknya, di waktu ia memberi


pelajaran kepadanya: Hai Anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah.
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang
besar.” (QS. Lukman: 13)

11
Rasullullah Shalallahu Alaihi wa Sallam juga sering menggunakan metode
nasehat ini, ketika menyampaikan pelajaran kepada para sahabat. Diriwayatkan dari
Al-Irbadh ibnu Sariyah Radhiyallahu 'anhu. Ia berkata: ―Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam menasehati kami dengan nasehat retorika yang menggetarkan
hati dan menumpahkan air mata Kami pun berkata: ‘Wahai Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallam, sepertinya ini adalah pesan terakhir.‘ Beliau lantas berwasiat
kepada kami dan bersabda:

”Aku pesankan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, dan mendengar
serta tunduk (kepada pimpinan), meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak.
Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku nanti akan melihat
perselisihan yang banyak. Jadi, berpegang teguhlah pada Sunnahku dan Sunnah
khulafa‟ur rasyidin yang berpetunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan geraham kalian.
Jauhilah oleh kalian hal-hal yang baru (dalam agama), sebab setiap hal baru (dalam
agama) adalah bid‟ah, dan setiap bid‟ah itu sesat; dan setiap kesesatan akan
menyebabkan masuk neraka.‟” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi dengan status yag
dinyatakannya hasan shahih).

 Metode Keteladanan (Uswatun Hasanah)

Metode keteladanan merupakan sebuah cara dengan memberikan contoh


yang baik (uswah hasanah) dalam setiap ucapan dan perbuatan kepada anak didik.
Konsep keteladanan dalam sebuah pendidikan sangatlah penting dan bisa
berpengaruh terhadap proses pendidikan, khususnya dalam membentuk aspek
moral, spiritual, dan etos sosial anak. Karena seorang pendidik merupakan sosok
figur dalam pandangan anak, disadari atau tidak akan ditiru oleh anak. Bahkan,
bentuk perkataan dan tindak tanduknya akan senantiasa tertanam dalam konsep
kepribadian anak.

Konsep keteladanan seorang pendidik sangatlah penting untuk menemukan


hasil yang maksimal. Jika seorang pendidik jujur, dapat dipercaya berakhlak mulia,
berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan- perbuatan yang bertentangan dengan
agama, maka dalam diri anak akan terbentuk pribadi yang jujur, terbentuklah akhlak
mulia, berani, menjauhkan diri dari segala perbuatan yang munkar. Begitu juga

12
sebaliknya, jika sifat pendidik selalu berbohong, khianat, atau durhaka, maka anak
yang dididik tidak akan jauh berbeda dari sifat pendidiknya.

Pada dasarnya manusia membutuhkan sosok dan panutan yang dapat


dicontoh, sehingga mengarahkan dirinya pada jalan yang benar. Keberhasilan
pendidikan ini memang memiliki korelasi yang sangat kuat dengan keteladanan.
Sebab sejarah mencatat, bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai
uswatun hasanah (teladan yang baik) telah berhasil merubah sebuah generasi dari
generasi biadab menjadi generasi beradab.

Allah berfirman dalam QS Al-Ahzab: 21:

―Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu,
yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari akhir, dan dia
banyak mengingat Allah.

Keteladanan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bukan hanya


teori bahkan sampai tataran praktik. Akhlaknya yang mulia sudah dikenal sejak
kecil, sebelum menjadi Rasul dan terus meningkat setelah menjadi Rasul.
Keteladanan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ini wajib dijadikan
pedoman bagi setiap guru, agar dapat menjadi teladan bagi anak didiknya.

Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya: ―Hal pertama yang harus
Anda lakukan dalam mendidik anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena
matanya melihatmu. Kebaikan baginya adalah apa yang kau lakukan, dan
keburukan adalah apa yang kau tinggalkan.

Untuk itu, guru harus meiliki akhlak yang mulia, agar dapat dicontoh oleh
anak didiknya. Kompetensi profesional dan pedagogis tidak akan efektif jika
kepribadian guru tercela. Anak didik akan apatis, meskipun yang disampaikannya
benar. Maka, selain harus selalu belajar, guru juga harus melatih jiwanya agar
kepribadiannya matang. Al-Qur‘an mencela orang-orang yang mengatakan apa
yang tidak mereka kerjakan, Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (QS.Ash-Shaf: 2).

13
 Pendidikan Dengan Hukuman

Hukuman dalam ketentuan pokok syariat diberlakukan bagi orang yang


buruk tingkah laku atau perbuatannya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda

“Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tahun; dan pukullah
mereka (jika meninggalkannya) saat mereka berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah
tempat tidur mereka” (HR. Abu Dawud dengan status hasan).

Diriwayatkan juga dari Ibnu ‗Abbas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

―Rasulullah Shalallahu „Alaihi wa Sallam bersabda:

“Gantungkanlah cambuk di tempat yang bisa dilihat oleh seluruh anggota keluarga.
Sesungguhnya ia bisa menjadi pelajaran bagi mereka.‟”(Shahih Jami’ Shagir)

Namun bagaimanapun, hukuman pukul atau cambuk kepada anak yang


melanggar ketentuan memiliki etika dan aturan main yang ketat. Hukuman juga
tidak terbatas pada pukulan atau cambukan, tetapi pendiaman (tidak diajak bicara),
pencabutan hadiah, pelarangan bepergian, bermain, dan sejenisnya, sudah
merupakan hukuman tersendiri bagi anak.

 Metode Kisah

Metode kisah adalah mendidik dengan cara menyampaikan kisah agar anak
didik meniru yang baik dan meninggalkan yang buruk, serta agar pembaca beriman
dan beramal saleh. Al-Qur‘an menegaskan pentingnya metode kisah ini dalam
Surat Yusuf, ayat 111,

―Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang yang berakal.

Kisah memengaruhi rasa dan membekas dalam jiwa. Pengungkapan kisah


memberikan gambaran nyata tokoh-tokoh yang ada di dalamnya sehingga tampak
nyata dan mudah diambil pelajaran. Kisah juga menarik anak-anak dan orang
dewasa. Semua usia tertarik dengan kisah.

Kisah dalam Al-Qur‘an memiliki tujuan akidah, pendidikan, dan kejiwaan.


ada empat macam: pertama, kisah para nabi dan umatnya; kedua, kisah umat masa

14
lalu, seperti Thalut dan Jalut, ashhabul kahfi, ashhabul ukhdud, dan Dzul Qarnain;
ketiga, kisah peperangan pada masa Nabi, seperti perang Badar dan Uhud; Kisah
hijrah dan Isra Mi‘raj; keempat, kisah tentang hal ghaib, akhirat.

Beberapa hal perlu diperhatikan sebelum menyampaikan kisah:

Pertama, kisah harus memerhatikan pembaca dan pendengar dalam


mengambil pelajaran;

Kedua, memenuhi selera pembaca dengan ragam kisah: kisah Al-Qur‘an,


para nabi, para sahabat, pejuang muslim, dan orang saleh;

Ketiga, menghindari kisah yang menimbulkan ketakutan, kecemasan,


kegelisahan bagi anak-anak;

Keempat, menghindari kisah yang hedonis, horor, dan perilaku buruk, dan
mencela orang lain.

 Metode Targhib-Tarhib

Metode targhib adalah pendidikan dengan menyampaikan berita gembira,


harapan kepada anak didik melalui lisan maupun tulisan, agar mereka termotivasi
untuk melakukan amal shaleh. Sedangkan metode tarhib adalah pendidikan dengan
menyampaikan ancaman kepada anak didik melalui lisan maupun tulisan, agar
meneka meninggalkan maksiat.

Penggunaan targhib dan tarhib secara seimbang mempunyai pengaruh


yang signifikan dan lebih efektif terhadapap anak didik, daripada menggunakan
salah satu di antara keduanya. Alasannya cukup mendasar, yaitu menggunakan
targhib saja,akan menjadikan mereka cenderung untuk bersikap pasrah dalam arti
tidak maksimal dalam melaksanakan perintah kewajiban. Demikian juga, tarhib
saja akan menjadikan manusia bersikap pesimis pada rahmat-Nya sehingga mudah
putus asa dalam menggapai ampunan dan karunia Allah.

Oleh karena itu, posisi targhib dan tarhib harus diberikan dengan porsi yang
seimbang agar tidak jatuh pada tindakan yang berlebih-lebihan dalam
menjalankan agamanya (ghuluw fii al-din).

15
Singkatnya, targhib dalam da‘wah akan mewariskan sifat roja‘ pada jiwa
anak didik. Dengan roja ini, mereka akan tumbuh harapan atau cita-cita, sehingga
berperan penting dalam melahirkan optimisme pada dirinya. Dengan roja‘ mereka
akan tetap bertahan dari segala macam kesulitan, karena disetiap kesulitan pasti
ada kemudahan. Dengan roja‘ pula mereka yang berdosa tidak putus asa dalam
menggapai rahmat dan ampunan Allah. Jadi, Roja adalah kekuatan batin yang
mendorong agar senantiasa khusnudzan kepada anugerah Allah Subhanahu wa
Ta'ala.

Sementara tarhib dalam pendidikan akan mewariskan sifat khouf pada jiwa
anak didik. Dengan hauf ini, mereka akan merasakan keagungan Allah (maqama
Rabbihi), sehingga memunculkan merasakan takut apabila mendurhakainya. Rasa
khauf tersebut akan muncul ketika seorang hamba menyadari bahwa ancaman
Allah terhadap para pendosa adalah nyata, dan meyakini bahwa maksiat merupakan
bentuk pendurhakaan yang akan menjauhkan dirinya dari Allah swt.

Dalam Al-Qur‘an terdapat berita gembira bagi orang yang taat, dan
ancaman siksa, kerugian, dan kesengsaraan bagi orang yang kufur.

• Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
(QS.An-Nahl: 97)

• Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya


baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia,‟Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang
yang melihat?‟ Allah berfirman Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat
Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun
dilupakan.‟” (QS. Thaha: 124-126).

16
Untuk itu, seorang guru harus pandai menginspirasi anak didiknya, agar
menjadi pribadi yang beriman melalui ayat-ayat targhib dan tarhib tersebut, dan
merelevansikannya dengan realitas keseharian anak didiknya.

 Metode Dialog (Hiwar)

Hiwar adalah dialog antara satu orang dengan yang lainnya, melalui tanya
jawab, mengenai satu tema atau tujuan. Di dalamnya terdapat kesatuan topik
pembicaraan dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembicaraan itu. Hiwar dalam
Al-Qur‘an adalah segala bentuk dialog yang disajikan dalam Al-Qur‘an, baik dialog
Allah dengan para malaikat, dengan para rasul, dengan makhluk lainnya, maupun
dialog antara manusia dengan sesamanya.

Metode ini memiliki kelebihan dibanding dari metode lainnya.


Kelebihannya adalah pesan disampaikan secara langsung. Bagaimana respon yang
bersangkutan dapat diketahui. Karena itu, si pemberi pesan dapat menanyakan dan
atau memberi penjelasan yang lebih masuk akal dan lebih sesuai dengan hati lawan
bicaranya.

Metode ini melibatkan murid dalam pengajaran. Guru yang menjalankan


metode ini bisa mengaktifkan akal, menguatkan mereka dalam persiapan menerima
pengetahuan baru, dan menumbuhkan kecintaan pada kebenaran. Metode ini juga
meningkatkan hubungan antara orang tua dan anak, guru dan murid, melatih siswa
mengungkapkan pikirannya, bahasa percakapan menunjukkan hubungan manusia
dengan yang lainnya, dan menjauhkan para pelajar dari taklid buta dan
pembangkangan.

Berikut ini adalah beberapa contoh hiwar Al-Qur‘an:

• Hiwar Allah dengan para malaikat dalam penciptaan Adam. “Ingatlah


ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 30)

17
• Hiwar Allah dengan Musa. Allah berfirman, “Dan tatkala Musa datang
untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang Telah kami tentukan dan Tuhan
Telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar Aku dapat melihat kepada Engkau".
Tuhan berfirman: "Kamu sekali- kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi Lihatlah ke
bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah
Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, Aku bertaubat kepada
Engkau dan Aku orang yang pertama-tama beriman." (QS. Al- A’raf 143)

• Hiwar Allah dengan manusia di akhirat. Dan seandainya kamu melihat


ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang
mengharukan). Allah berfirman: "Bukankah (kebangkitan Ini benar?" mereka
menjawab: "Sungguh benar, demi Tuhan kami". Berfirman Allah: "Karena itu
rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari(nya)," (QS. Al-An’am: 30)
Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka
menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, Maka tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung." (QS. Al- Mukminun: 112-113)

 Metode Praktik

Metode praktek merupakan cara mendidik dengan mengaplikasikan secara


langsung dalam bentuk latihan. Manfaat metode ini adalah mewujudkan hubungan
antara teori dan praktek, ilmu dan hasilnya, menghasilkan kemahiran dan
kecermatan yang tinggi, merangsang muslim untuk melakukan kewajibannya,
memunculkan kebahagiaan individu karena ia melihat hasil kesungguhannya, dan
terakhir mengurangi kesalahan dan menambah kesungguhan.

Metode ini memiliki pengaruh langsung kepada seseorang. Sebab praktik


atau aplikasi langsung akan memberikan kesan khusus dalam diri seseorang
sehingga kekokohan ilmu dalam jiwanya akan semakin terjamin. Bagaimanapun,
aplikasi merupakan pendukung pembenaran ilmu itu sendiri.

18
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika membina sahabatnya
sering menggunakan metode ini. Ketika mengajak shalat, beliau bersabda “shallu
kama raitumuni” (shalatlah seperti yang kalian melihatku‖. Beliau berperan
langsung sebagai imam, sementara para sahabat menjadi makmum, dengan
maksud memberikan pelajaran kepada mereka.

Dalam (QS. Al-Kahfi: 66-73), memaparkan tentang pengalaman yang


dialami oleh Nabi Musa dalam menuntut ilmu kepada Nabi khidir. Dalam kisah
tersebut digambarkan pengamalan langsung sebagai upaya pendidikan, yakni
bagaimana Nabi Musa harus berlatih kesabaran dalam menerima pendidikan dari
Nabi Khidir. Latihan pengamalan dimaksudkan sebagai latihan secara terus
menerus. Artinya, orang harus belajar melakukan sesuatu sepanjang hidupnya.

19
Referensi

Alim, Akhmad. 2012. STUDI ISLAM VI: Islamisasi Ilmu Pendidikan. Bogor:
Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun

20

Você também pode gostar