Você está na página 1de 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP FRAKTUR

DI SUSUN OLEH :

1. RENDI BATARA
2. HERLITA DAMAYANTI
3. ZULYANDA
4. DEPI PARIDA
5. KARYAWATI
6. ANDINI DEVITA SARI
7. RIKI MALIK
8. DEDI SAPUTRA
9. EKO SUTANTO
10. IMAM BAGUS
11. ANA WULANDARI
12. MILA ARISTIANI

S1 KEPERAWATAN KONVERSI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya
makalah yang berjudul “Askep Fraktur Femur” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Pringsewu, Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Femur ......................................................................................... 3
B. Patofisiologi ....................................................................................... 4
C. Manifestasi Klinik .............................................................................. 5
D. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 6
E. Penatalaksanaan ................................................................................. 6
F. Komplikasi ......................................................................................... 8

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering
mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya
insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse.
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang
akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat
menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif
dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun
non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat
kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan
pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat,
konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan. Pengelolaan nyeri fraktur,
bukan saja merupakan upaya mengurangi penderitaan klien, tetapi juga
meningkatkan kualitas hidupnya. Rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap
area fraktur. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan
yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk
meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua
manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan
manajemen non farmakologi. Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada
pasien fraktur secara non farmakologi adalah diberikan kompres dingin pada
area nyeri. Perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan
kompres dingin dilakukan dengan cara yang aman.

1
B. Rumusan Masalah
Dalam laporan ini rumusan masalah yang didaptkan yaitu pengertian
fraktur femur, etiologi, patofisiologi, manisfestasi klinis, pemeriksaan
penatalaksanaan medis dan bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur femur.

C. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengidentifikasi pengertian fraktur femur
2. Mampu mengerti tentang penyebab dan tanda fraktur femur
3. Mampu memberikan penanganan awal pada pasien dengan fraktur femur
4. Mampu memberikan asuhan keperawatan dengan benar.

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini yaitu menggunakan
metode pustaka dimana kami mencari bahan-bahan materi dari berbagai
sumber yang berkaitan dengan materi dan melakukan asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami fraktur femur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Penyakit
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer,
2001).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).

Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil


akibat kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2003).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2005).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2007).

3
B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat


ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat


terjadi fraktur pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.

4. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat


berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

C. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur secara umum :

1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan


cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).

3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :


a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.

4
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :

1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.


2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

5
1) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
2) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
3) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
4) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang..
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
 At axim : membentuk sudut.
 At lotus : fragmen tulang berjauhan.
 At longitudinal : berjauhan memanjang.
 At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
9. Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
10. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
11. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
D. Manifetasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan

6
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1. Faktor Ekstrinsik

7
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

F. Pathways Keperawatan

8
G. Pemeriksaan Penunjang
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering


rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam
darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil
koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple,
atau cederah hati.

H. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri

9
b. Kompartement Syndrom

c. Fat Embolism Syndrom

d. Infeksi

e. Avaskuler Nekrosis

f. Shock

g. Osteomyelitis

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)

b. Non union (tak menyatu)

c. Malunion

I. Penatalaksanaan
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.


Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri
dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai
atau gips.

Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling


tulang.

Pemasangan gips

10
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a. Penarikan (traksi) :

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang


logam pada pecahan-pecahan tulang.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:

1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa

1) Identitas Klien

2) Keluhan Utama

3) Riwayat Penyakit Sekarang

4) Riwayat Penyakit Dahulu

5) Riwayat Penyakit Keluarga

6) Riwayat Psikososial

7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

b. Pemeriksaan Fisik

11
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.

1) Gambaran Umum

a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-


tanda, seperti:

(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,


komposmentis tergantung pada keadaan klien.

(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,


berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik


fungsi maupun bentuk.

b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(1) Sistem Integumen

(2) Kepala

(3) Leher

(4) Muka

(5) Mata

(6) Telinga

(7) Hidung

(8) Mulut dan Faring

(9) Thoraks

(10) Paru

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

12
b. Pemeriksaan Laboratorium

c. Pemeriksaan lain-lain

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

7. Intervensi Keperawatan

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI

1 Nyeri akut b/d spasme otot, NOC


gerakan fragmen tulang, NIC
edema, cedera jaringan Pain Level,
lunak, pemasangan traksi, Pain Management
Pain control,
stress/ansietas, luka Lakukan pengkajian nyeri
operasi. Comfort level secara komprehensif
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan Observasi reaksi

13
tehnik nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan)
Gunakan teknik
Melaporkan bahwa nyeri komunikasi terapeutik
berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan manajemen pengalaman nyeri pasien
nyeri
Evaluasi pengalaman
Mampu mengenali nyeri nyeri masa lampau
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri) Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
Menyatakan rasa nyaman tentang ketidakefektifan
setelah nyeri berkurang kontrol nyeri masa
lampau
Tanda vital dalam rentang
normal Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

2 Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :


b/d perubahan aliran darah,
emboli, perubahan Respiratory Status : Gas
membran alveolar/kapiler exchange Airway Management
(interstisial, edema paru, Buka jalan nafas,
Respiratory Status : guanakan teknik chin lift
kongesti)
ventilation atau jaw thrust bila perlu
Vital Sign Status Posisikan pasien untuk

14
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
Mendemonstrasikan Identifikasi pasien
peningkatan ventilasi dan perlunya pemasangan alat
oksigenasi yang adekuat jalan nafas buatan
Memelihara kebersihan Pasang mayo bila perlu
paru paru dan bebas dari
tanda tanda distress Lakukan fisioterapi dada
pernafasan jika perlu

Mendemonstrasikan batuk Keluarkan sekret dengan


efektif dan suara nafas batuk atau suction
yang bersih, tidak ada
Auskultasi suara nafas,
sianosis dan dyspneu
catat adanya suara
(mampu mengeluarkan
tambahan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada Lakukan suction pada
pursed lips) mayo
Tanda tanda vital dalam Berika bronkodilator bial
rentang normal perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2

Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,

15
cheyne stokes, biot
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Gangguan mobilitas fisik NOC : Latihan Kekuatan


b/d kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, Joint Movement : Active Ajarkan dan berikan
terapi restriktif dorongan pada klien
Mobility Level untuk melakukan
(imobilisasi).
program latihan secara
Self care : ADLs
rutin
Transfer performance
Latihan untuk ambulasi
Kriteria Hasil :
Ajarkan teknik Ambulasi
Klien meningkat dalam & perpindahan yang
aktivitas fisik aman kepada klien dan
keluarga.
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas Sediakan alat bantu
untuk klien seperti kruk,
Memverbalisasikan kursi roda, dan walker
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan Beri penguatan positif
dan kemampuan berpindah untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang
Memperagakan aman.
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker) Latihan mobilisasi
dengan kursi roda
Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda &

16
cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
Dorong klien melakukan
latihan untuk
memperkuat anggota
tubuh
Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda

Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh
yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program
latihan.

4 Gangguan integritas kulit NOC : NIC : Pressure


b/d fraktur terbuka, Management
pemasangan traksi (pen, Tissue Integrity : Skin and
kawat, sekrup) Mucous Membranes Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
Kriteria Hasil : yang longgar
Integritas kulit yang baik Hindari kerutan padaa
bisa dipertahankan tempat tidur
Melaporkan adanya Jaga kebersihan kulit
gangguan sensasi atau agar tetap bersih dan
nyeri pada daerah kulit

17
yang mengalami gangguan kering
Menunjukkan pemahaman Mobilisasi pasien (ubah
dalam proses perbaikan posisi pasien) setiap dua
kulit dan mencegah jam sekali
terjadinya sedera berulang
Monitor kulit akan
Mampumelindungi kulit adanya kemerahan
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan Oleskan lotion atau
perawatan alami minyak/baby oil pada
derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi
pasien
Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

5 Risiko infeksi b/d NOC : NIC :


ketidakadekuatan
pertahanan primer Immune Status Infection Control
(kerusakan kulit, taruma (Kontrol infeksi)
Risk control
jaringan lunak, prosedur
Bersihkan lingkungan
invasif/traksi tulang)
setelah dipakai pasien
lain
Kriteria Hasil :
Pertahankan teknik
Klien bebas dari tanda dan
isolasi
gejala infeksi
Batasi pengunjung bila
Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya perlu
infeksi Instruksikan pada
pengunjung untuk
Jumlah leukosit dalam
mencuci tangan saat
batas normal
berkunjung dan setelah
Menunjukkan perilaku berkunjung
hidup sehat meninggalkan pasien
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah

18
tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat

19
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif

6 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan pengobatan Kowlwdge : disease process Teaching : disease
b/d kurang terpajan atau Process
Kowledge : health Behavior
salah interpretasi terhadap
Berikan penilaian tentang
informasi, keterbatasan Kriteria Hasil : tingkat pengetahuan
kognitif, kurang
pasien tentang proses
akurat/lengkapnya Pasien dan keluarga
penyakit yang spesifik
informasi yang ada menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi, Jelaskan patofisiologi
prognosis dan program dari penyakit dan
pengobatan bagaimana hal ini
berhubungan dengan
Pasien dan keluarga
anatomi dan fisiologi,
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan dengan cara yang tepat.

20
secara benar Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul
Pasien dan keluarga pada penyakit, dengan
mampu menjelaskan cara yang tepat
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim Gambarkan proses
kesehatan lainnya penyakit, dengan cara
yang tepat
Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara
yang tepat
Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang
kosong
Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi
tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit
Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang

21
tepat
Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

BAB III
PENUTUP

Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang / osteoporosis.

Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:
1) Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/
penarikan. Bila terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah pada tempat
yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak.
2) Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
3) Penghancuran

22
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang
luas. Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak
ditempat fraktur mungkin tidak ada.
4) Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula,
radius/ ulna. Biasanya pada olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola
basket).
5) Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah
(tumor) atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi
6) Fraktur stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta :
Media Aesculapius.
Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)
http://fakhrudin87.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-fraktur-
femur.html. tanggal akses Oktober 2017
http://exsimple.blogspot.com/2010/07/kti-fraktur-femur.html. tanggal akses 1
Oktober 2017

23
24

Você também pode gostar