Você está na página 1de 11

PARTUS PREMATURUS IMMINENS

A. Definisi
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan
atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya
kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut
Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi
pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum
kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut
Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-
tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan
berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang
dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali,
riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm,
riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus
adalah sebagai berikut:
- Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,
jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi,
jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
- Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,
komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
- Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim.

C. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan
atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat
jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran darah ke
plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas
jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan
resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang
menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.
D. Tanda dan gejala
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksui uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat di pnggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan disminorea
4. keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan
tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik
sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan
sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

E. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro,
2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan
intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI
ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali
dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis
PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus,
urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik, cacat
kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan uterus

F. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi
pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi
endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi
seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan
prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas
jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).
G. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam
sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis
maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol,
dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250
µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek
samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia,
iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus
selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang
digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin.
Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan
(pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs)
yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat
COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide
saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine
terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil dan
kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan
intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini
tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal
kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing
hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian
dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena
inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang
tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi,
seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x
500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

H. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK), penyakit
sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama paling
sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat, Membran mungkin
ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat aborsi, persalinan prematur, riwayat
biopsi konus, Uterus mungkin distensi berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau
getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500 gram)
Tes nitrazin : menentukan KPD
Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan adanya
infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S) mendeteksi
fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotik
Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis),
kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler, tirah baring,
kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng dirasakan
atau aktual pada diri dan janin.
4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan prognosis
berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan a. Pain Level, a. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agenb. pain control, komprehensif termasuk lokasi,
injuri (fisik,c. comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
biologis, kimia, Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi
psikologis), tinfakan keperawatanb. Observasi reaksi nonverbal dari
kontraksi otot selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
dan efek obat- mengalami nyeri, denganc. Bantu pasien dan keluarga untuk
obatan. kriteria hasil: mencari dan menemukan
a. Mampu mengontrol dukungan
nyeri (tahu penyebabd. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu
menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan
nonfarmakologi untuk kebisingan
mengurangi nyeri,e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan) f. Kaji tipe dan sumber nyeri
b. Melaporkan bahwa untuk menentukan intervensi
nyeri berkurang dengang. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan farmakologi: napas dala, relaksasi,
manajemen nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
c. Mampu mengenalih. Berikan analgetik untuk
nyeri (skala, intensitas, mengurangi nyeri: ……...
frekuensi dan tandai. Tingkatkan istirahat
nyeri) j. Berikan informasi tentang nyeri
d. Menyatakan rasa seperti penyebab nyeri, berapa
nyaman setelah nyeri lama nyeri akan berkurang dan
berkurang antisipasi ketidaknyamanan dari
e. Tanda vital dalam prosedur
rentang normal k. Monitor vital sign sebelum dan
f. Tidak mengalami sesudah pemberian analgesik
gangguan tidur pertama kali

2. Intoleransi aktivitas
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan a. Self Care : ADLs a. Observasi adanya pembatasan klien
dengan b. Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
hipersensitivitas c. Konservasi eneergi b. Kaji adanya faktor yang
otot/seluler, tirah Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan
baring, kelemahan tindakan keperawatanc. Monitor nutrisi dan sumber energi
selama …. Pasien yang adekuat
bertoleransi terhadapd. Monitor pasien akan adanya
aktivitas dengan kelelahan fisik dan emosi secara
Kriteria Hasil : berlebihan
a. Berpartisipasi dalame. Monitor respon kardivaskuler
aktivitas fisik tanpa terhadap aktivitas (takikardi,
disertai peningkatan disritmia, sesak nafas, diaporesis,
tekanan darah, nadi dan pucat, perubahan hemodinamik)
RR f. Monitor pola tidur dan lamanya
b. Mampu melakukan tidur/istirahat pasien
aktivitas sehari harig. Kolaborasikan dengan Tenaga
(ADLs) secara mandiri Rehabilitasi Medik dalam
c. Keseimbangan merencanakan progran terapi yang
aktivitas dan istirahat tepat.
h. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
i. Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

3. Ansietas
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Ansietas, ketakutan NOC : NIC:
berhubungan a. Anxiety control Coping Enhancement
dengan krisisb. Fear control a. Jelaskan pada pasien tentang proses
situasional, Setelah dilakukan penyakit
ancaman yng tindakan keperawatanb. Jelaskan semua tes dan pengobatan
dirasakan atau selama......takut klien pada pasien dan keluarga
aktual pada diri dan teratasi dengan kriteriac. Sediakan reninforcement positif
janin. hasil : ketika pasien melakukan perilaku
a. Memiliki informasi untuk mengurangi takut
untuk mengurangi takutd. Sediakan perawatan yang
b. Menggunakan tehnik berkesinambungan
relaksasi e. Kurangi stimulasi lingkungan yang
c. Mempertahankan dapat menyebabkan misinterprestasi
hubungan sosial danf. Dorong mengungkapkan secara
fungsi peran verbal perasaan, persepsi dan rasa
d. Mengontrol respon takutnya
takut g. Perkenalkan dengan orang yang
mengalami penyakit yang sama
h. Dorong klien untuk mempraktekan
tehnik relaksasi

4. Kurang pengetahuan
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Kurang NOC: NIC :
pengetahuan a. Kowlwdge : diseasea. Kaji tingkat pengetahuan pasien
mengenai process dan keluarga
persalinan preterm,b. Kowledge : healthb. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
kebutuhan tindakan Behavior dan bagaimana hal ini berhubungan
dan prognosis Setelah dilakukan dengan anatomi dan fisiologi, dengan
berhubungan tindakan keperawatan cara yang tepat.
dengan kurangnya selama …. pasienc. Gambarkan tanda dan gejala yang
keinginan untuk menunjukkan biasa muncul pada penyakit, dengan
mencari informasi, pengetahuan tentang cara yang tepat
tidak mengetahui proses penyakit dengand. Gambarkan proses penyakit,
sumber-sumber kriteria hasil: dengan cara yang tepat
informasi. a. Pasien dan keluargae. Identifikasi kemungkinan
menyatakan penyebab, dengan cara yang tepat
pemahaman tentangf. Sediakan informasi pada pasien
penyakit, kondisi, tentang kondisi, dengan cara yang
prognosis dan program tepat
pengobatan g. Sediakan bagi keluarga informasi
b. Pasien dan keluarga tentang kemajuan pasien dengan cara
mampu melaksanakan yang tepat
prosedur yangh. Diskusikan pilihan terapi atau
dijelaskan secara benar penanganan
c. Pasien dan keluargai. Dukung pasien untuk
mampu menjelaskan mengeksplorasi atau mendapatkan
kembali apa yang second opinion dengan cara yang
dijelaskan perawat/tim tepat atau diindikasikan
kesehatan lainnya j. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC
NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia,
USA.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info
Media.
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawirohardjo.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC.

Você também pode gostar