Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Hamka
Jakarta.”
“Hal itu tak dapat ditentukan, Anisah; nyawa di dalam tangan Allah.”
“Tentu akan Kanda lupakan daku, jika kakanda sampai ke sana. Maklumlah
halamanku, yang baru sekali ini aku injak, adik. Gadis kampung setia, gadis
“Tapi bodoh!”
Diam sesaat.
“O? Jadi adinda menyesal berkenalan dengan daku? Saya tak menyesal
segera saja berkenalan dan segera pula mesti bercerai. Ketika hati adinda
Sedang berkata demikian, denagn tidak sadar sedikit jua, titilah beberapa
tetes air mata ke pipinya yang merah itu. Akan hal Yamin, mula-mula ia
keluar dari dalamnya; maka iapun tunduk ke bumi, oleh karena sangat pilu
hatinya.
Sebab itu haruslah diingat oleh dua orang yang bertemu, bahwa
perak di waktu fajar, adalah lambing pertemuan yang indah. Warna merah
di senjakala adalah lambing perpisahan yang gundah, warna air mata dari
pada darah!
ditanyakannya kepada istrinya yang masih muda itu, manakah dia yang
pulang-pulang ke kampong kalau orang yang benci kepada mereka itu masih
suka memikirkan zaman kemudian, anaknya yang hanya seorang itu saja,
mereka itupun dapat pula memasukkan Yamin ke sekolah yang agak baik.
Setelah 2 tahun Yamin duduk di sekolah Mulo, sampailah kabar kepada
kampung telah lama ingin hendak bertemu dengan kedua laki-isteri serta
anaknya yang telah besar itu, ketiga beranak itupun diminta mereka pulang
dengan segera. Karena keras seruan kampung dan halaman, timbullah niat
dalam hati hendak pulanng. Apalagi uang dalam simpananpun ada pula. Se-
tak dapat ditolak, mujur yang tak dapat diraih, si isteri meninggal dunia
Tidak ada perang yang tak damai, tak ada dendam yang tak habis, lak ada
kesumat yang tak hapus. Apalagi awak-sama awak, senduk dan periuk lagi
berlaga. Memang pula Sutan Sati telah teragak hendak pulang, akan
Maka datanglah bulan Juli, bulan pakansi anak sekolah. Sutan Sati
yang indah-indah, lagu Singgalang dan Kota Tua, Ilau'rang Pauh Bandar
Buat dan lagu pelayaran orang Salida. Ia baru mengenal negeri nenek
moyangnya dari buku-buku ilmu bumi, atau dari tutur kat a temen-
Anai dan jalan kereta api yang berkelok-kelok, belum dilihatnya air mancur
di Kandang Empat, belum dia tahu bagaimana rupa Ngarai Sianok. Maka
tanah pegunungan yang nyaman, melihat ladang tebu di Sungai Puar, di kaki
kampung Kota Baru, dengan rumah-rumah beratap ijuk dan seng menurut
tangis yang kosong dan keluh kesakitan badan. Barulah keindahan alam
yang menarik dia pulang ke kampung itu bertambah hidup dalam hatinya.
akan dipilihnya jadi isterinya, yaitu Anisah, karena dia tak sombong.
di tengah padang, puput dan nyanyi anak gembala didangau tinggal ketika
pantun-pantun dusun yang indah yang amat dalam artinya, yang meresap
dengan hati yang telah berlain dengan yang dahulu. Pulau-pulau yang
tak dapat berkirim surat kepada Anisah, sebab amat cela pada
gadis, dan kebalikannya, amat aib seorang gadis menerima surat-surat dari
laki-Iaki yang bukan muhrimnya.Tetapi di dalam hatinya rindu dendam itu
telah terpateri tiada dapat diorak lagi oleh pertukaran siang dan malam,
tak dapat lagi diceraikan oleh khizit dan dengki bani Adam . . . . . . .
di Jakarta dengan seorang perempuan yang telah tua, Mak Inem orang
gajiannya. Sepi amat rasanya rumah itu sejak ibunya meninggal, dan akan
pengaruhnya.
pagar dekat kapal itu; sapu tangan telah mulai dilambai-lambaikan orang,
dari kapal dan dari pelabuhan. Sutan Sati telah dapat melihat anaknya
isterinya yang masih muda, yang berdiri didekatnya, iapun berkata : "!tu
dia, ……itu dia, anakku…… Yamin, yang bersandar kepada tong itu, kau
lihat ?"
tiada berdaya, mukanya kian pucat. Sebab yang ditunjukkan suaminya itu
telah melihat ayahnya, berkain sarung Bugis sutera; berbaju jas putih,
Anisah, yang dicintainya dan buah mimpinya selama ini. Hampir dia
yang menjemput pamilinya pula. Dan rahasia itu belum juga dapat
diketahuinya.
gagah dari dahulu, rambutnya yang telah mulai putih itu telah hitam
"Yamin," ujar ayahnya, "ini ibumu yang baru. Dan Anisah ! Inilah
anak adangmu! *)
jadi pusing bagai ditimpa barang yang amat berat, hamper dia terjatuh.
anak dan isterinya itu. Tidak lama kemudian mereka itupun turunlah ke
darat.
Sebulan telah lalu, maka kelihatan orang di dalam rumah itu hidup
membaca surat-surat kabar yang terbit sore itu, si isteri menjahit dan
berangkat sekolah dengan tiada peduli. Dan si isteri kerap kali mengeluh
seorang diri.
Pada suatu malam terjadilah hal yang am at sulit. Tak ubah sebagai
di dalam kamarnya dan dikuncinya pintu dari dalam. Tiba-tiba pintu kamar
itu diketuk orang dari luar. Dengan tangan amat gemetar Yamin membuka
lagi, yakni belas kasihan memikirkan nasibmu; orang muda, yang baru saja
menempuh hidup telah kena cobaan yang amat berat, yang belum pantas
kita angan-angan itu hanya mimpi belaka. Saya kasihan akan nasib diriku,
"Tidak, ibu, ..... .... soal itu bagi kita tidak sulit. Karena sebagai
orang Islam kita wajib percaya kepada takdir. Apa yang telah ditentukan
Tuhan harus kita terima dengan sabar. Semua hal itu telah dipilihnya
dengan takdirnya.
"Tidak ada "tetapinya" ! Ayah tak salah, dia telah melalui jalan
yang patut dilalui menurut adat dan syarak. Dipinangnya anak orang
ibu tak salah pula memberikan ibu kepada ayah, karena mereka tiada tahu
anaknya."
cahaya lampu listerik 5 lilin, sehingga suram kelihatan kamar itu. Hanya
hati Yamin. Kalau kiranya tiada teguh imannya, akan lalu juga tipu
muslihatnya yang kejam itu. Lebih kurang 5 menit dia berperang dalam
" Keluarlah, ibu, kembalilah ke dalam kamar itu. Sebentar lagi tentu ayah
pulang."
Dengan tiada menjawab sepatah kata jua, keluarlah perempuan muda itu
Sudah larut hari tengah mahm, belum jua Yamin hendak tidur;
seketika ibunya meninggal. Bagaimana ayah yang sedih itu telah mulai
gembira oleh karena telah berobah ganti isteri dengan yang muda.
melanggar aturan yang telah diatur oleh segenap agama dan peri budi
keinanusiaan, lebih-lebih karena cinta itu tiada ter batas. Hanya manusia
timbangan yang amat adil dan suci, walaupun akan menyakitkan Juga dalam
amat pening, dia ditimpa demam. Kejadian yang baru lalu itu sangat
mempengaruhi perasaan hatinya, sehingga semangatnya yang lemah itu
Amat cemas pikiran orang tua itu melihat keadaan itu. Maka pergilah ia ke
kamar Yamin hendak· memberi tahukan keadaan mak Ciknya itu kepadanya.
Sesampainya di situ dilihatnya pintu kamar terbuka, dan " .. " " Yamin
tidak ada !
Mak Inem, babu itupun tidak tahu ke mana Yamin pergi. Dia kembali ke
malam itu.
tiba - tiba kedengaran pula olehnya rintih dan igauan isterinya; sebab itu
yang lain - lain, tetapi Yamin tidak juga bertemu. Memang dia tidak ada
disitu.
hal anak dan hal isteri !' Tidak tentu apa yang akan disebutnya, pikirannya
kanan saja.
Setelah hari petang datanglah seorang tetangga yang baru kembali
dari Tanjung Priok, menerangkan, bahwa dia melihat Yamin berdiri atas
tetangga itu, dia tidak tahu bilakah Yamin naik ke sana; hanya setelah
dengan anaknya. Selama mereka bergaul, mereka serupa orang lain saja.
Dia telah insaf, bahwa diantara kedua makhluk itu sudah ada pertalian
pandai menutup rahasia, sehingga mereka itu jadi kurban kepandaian itu.
Pada hal Sutan Sati baru tertidur, karena sangat mengantuk menjagai dia.
Engkau tak salah, Ani; Yamin pun tak salah. Saya yang salah, yang tak
tahu diri meminang seorang gadis muda karena hanya percaya kepada isi
"Itupun tidak, engkupun tak ,salah, karena engkau melalui jalan yang lurus
menurut 'adat dan syarak ..... . Maafkanlah saya, engku
kokok ayam dalam kandang. Hari hujan rintik - rintik. Penjual buah-buahan
yang cantik jelita itu ke alam' baka' dengan tenang dan damai Di dekat
tempat tidur kelihatan Sutan' Sati menangkup mencium muka mayat, yang,
masih panas, itu, dan membasuh dia ,dengan air mata. Sudah dua kali hal
"O Allah, Ya Tuhanku ! Telah Tuhan panggil dari sisiku dua orang
isteriku. Sekarang anakku yang tunggal, tak' tentu lagi dimana dia !
Pipi ayah telah cekung, air mata, telah kering, sehingga tak ada lagi
akan keluar jika aku masih boleh menangis karena girang menyambut
engkau kembali.
adakah dia bertemu derigan engkau. Semuanya men jawab "tidak", dan
Aniku! •.•.. celaka nasibku semenjak engkau tinggalkan tidak ada lagi
lemah-Iemput !,
Siapa yang akan menjaga aku kalau sakit, siapa yang akan merobek
kafanku, siapa yang mengantarkan ayah ke kubur, jika ayah mati seorang