Você está na página 1de 27

Analisa Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Internasional

Disusun oleh :
1. Ayu Wulandari (1901511134)
2. Chica Amelia Supriyadi (1901499500)
3. Ibnaty Fauziah (1901528192)
4. Wulan Ageng Wijayanti (1901468035)

Kelas : LA53
Mata Kuliah : International Accounting
Dosen Pengajar : Wendy Endrianto, S.E., M.Ak.

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta atau segala kehidupan
yang senantiasa memberikan rahmat dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah tentang Analisa Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Yth:
1. Bapak Wendy Endrianto selaku dosen pengampu
2. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga Tuhan membalas dengan kebaikan yang berlipat. Kami mohon maaf apabila
dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan yang tidak disengaja. Dan
kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi……………………………………………………………………………………... ii

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………. 1
1.2 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………………… 3
1.3 Tujuan………………………………………………………………………... 3
1.4 Manfaat………………………………………………………………………. 3
1.5 Metodologi Penelitian………………………………………………………... 3
1.6 Sistematika Penulisan………………………………………………………... 4

BAB II : LANDASAN TEORI…………………………………………………………….... 5


2.1 Pengertian Pajak Internasional………………………………………………. 5
2.2 Penyebab Timbulnya Pajak Berganda ………………………………………. 7
2.3 Macam-macam Pajak Berganda (Double Taxation)………………………… 7
2.4 Sumber Hukum Pajak Internasional…...…………………………………...... 8
2.5 Sumber Hukum Pajak Internasional Indonesia ……………………………... 9
2.6 Subjek dan Objek Pajak dalam Pajak Internasional ………………………… 10
2.7 Metode Penghindaran atau Pengurangan Pajak Berganda ………….............. 10
2.8 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty …………... 12
2.9 Model Tax Treaty……………………………………………………………. 13
2.10 Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional…………………………………. 15

BAB III : OBJEK PENELITIAN……………………………………………………………. 17


3.1 Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Orang Pribadi ……………………... 17
3.2 Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Badan………………………………. 18

BAB IV : PEMBAHASAN TERHADAP KASUS PAJAK INTERNASIONAL…………... 20

BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………….. 23
5.2 Saran…………………………………………………………………………. 23

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada saat sekarang, Pajak merupakan penerimaan Negara yang paling dominan dan
primadona dibandingkan beberapa dekade yang lalu, dimana pajak hanya merupakan penerimaan
pelengkap atau pendamping.Saat ini, Pajak merupakan tulang punggung penerimaan Negara,
sebagaimana fungi budgeter dan fungsi regulernya, bahwa pajak berfungsi didalamnya sebagai
sumber penerimaan Negara,sebagai instrument untuk melakukan kebijakan ekonomi suatu
Negara, dan sebagai alat untuk mencapai pemerataan pendapatan masyarakat. Terlebih secara
extrim dapat dikatakan bahwa “pajak merupakan suatu instrument yang paling ampuh untuk
melakukan pemerataan ekonomi masyarakat, baik secara langsung maupun melalui
pembangunan (tidak langsung). Pajak juga dapat berfungsi sebagai alat untuk melakukan
distribusi pendapatan dari yang kaya kepada yang miskin, dari kelompok elite kepada kelompok
minoritas.

Setiap Negara yang berdaulat berdasarkan asas pemungutan pajak tertentu, seperti asas
sumber, atau asas domisili atau gabungan dari beberapa asas pemungutan pajak terhadap
penduduk (warganegaranya) yang berada di wilayah suatu Negara. Bagi Negara yang menganut
asas “World Wide Income”, dapat mengenakan pajak terhadap orang asing (non alien resident)
yang berada pada wilayah Negara tersebut, hanya dapat dilakukan dalam hal terdapat hubungan
ekonomis antara orang asing dengan negara yang bersangkutan (memperoleh penghasilan atau
memiliki harta yang berada di negara asing).

Wewenang suatu negara untuk mengenakan pajak terbatas, dalam arti, terbatas pada
wilayah negara tertentu, terbatas pada subyek yang berada pada wilayah negara tersebut, terbatas
pada obyek (Soemitro;1967), juga dibatasi oleh kebiasaan-kebiasaan (konvensi) yang diakui oleh
dunia internasional. Keterbatasan berlakunya perundang-undangan pajak pada wilayah tertentu,
berarti bahwa ketentuan perpajakan tidak dapat dipaksakan untuk berlaku di wilayah negara lain;
jadi suatu negara tidak dapat mengirimkan aparaturnya ke negara lain untuk mencari informasi,
atau melakukan kegiatan dan tindakan administratif perpajakan di luar negeri tanpa persetujuan
1
negara yang bersangkutan. Keterbatasan pada subyek, dimaksudkan adalah adanya pembebasan
pengenaan pajak terhadap wakil-wakil diplomatik yang berada di suatu negara (berdasarkan
konvensi). Obyek yang diperoleh para wakil diplomatik beserta anggota keluarganya tidak dapat
dikenakan pajak karena adanya asas eksteritorial yang diakui oleh dunia internasional.

Di era globalisasi sekarang ini terdapat perkembangan kegiatan ekonomi yang menglobal
dan menumbuhkan investasi internasional yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Dari sisi perpajakan, globalisasi menciptakan permasalahan sendiri. Transaksi lintas
negara menimbulkan konsekuensi pemajakan yang tidak sederhana karena setiap negara
mempunyai kedaulatan dalam memajakan lalu lintas ekonomi, baik atas penduduk maupun
bukan penduduk yang ada di negaranya. Akibatnya, transaksi lintas negara menimbulkan
benturan dalam masalah yuridiksi dan hak pemajakannya.

Pesatnya kegiatan ekonomi di era globalisasi ini telah melewati batas-batas negara,
sehingga menimbulkan permasalahan tersendiri dari sisi perpajakan. Prinsip-prinsip pemajakan
yang berbeda-beda di setiap negara dapat memunculkan pajak berganda internasional
(international double taxation).

Perkembangan dan perubahan-perubahan perekonomian di dunia (era globalisasi) telah


memungkinkan subyek pajak suatu negara untuk melakukan kegiatan usaha di negara lain,
timbulnya perusahaan-perusahaan multinasional, mudahnya perpindahan harta dari satu negara
ke negara lain, serta pembentukan organisasi-organisasi perekonomian tertentu seperti MEE
(Masyarakat Ekonomi Eropa), perjanjian-perjanjian multilateral seperti AFTA (Asian Free Trade
Agrement), GATT (Government Agreement on Tarrif and Trade) dan lain-lain turut berpengaruh
dan membatasi wewenang suatu negara untuk memungut pajak. Kondisi semacam itu
menyebabkan timbulnya peluang bagi wajib pajak untuk menghindari dari pengenaan pajak,
menimbulkan terjadinya pengenaan pajak ganda, yang merupakan bentrokan wewenang suatu
negara untuk memungut pajak, sedangkan hukum pajak yang berlaku internasional belum ada.
Yang dimaksud dengan pengenaan pajak ganda, adalah subyek yang sama menanggung beban
pajak ganda karena dikenakan pajak pada dua negara atas obyek pajak yang sama. Untuk
mengatasi situasi demikian maka diperlukan adanya Hukum Pajak Internasional (international
law).
2
1.2 Ruang lingkup penelitian
Untuk lebih memfokuskan agar penelitian ini tidak menyimpang dari topik pembahasan yang
diambil, maka ruang lingkup penelitian ini untuk mengetahui :
1. Apa pengertian pajak internasional?
2. Bagaimana pengertian pajak internasional oleh beberapa ahli?
3. Sumber Hukum Pajak Internasional khususnya P3B
4. Metode penyelesaian Pajak Berganda Internasional
5. Kasus yang terkait dengan P3B

1.3 Tujuan
Tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui Pajak Internasioal
2. Mengetahui pengertian pajak internasional oleh beberapa ahli
3. Mengetahui sumber Hukum Pajak Internasional khususnya P3B
4. Mengetahui metode penyelesaian Pajak Berganda Internasional
5. Mengetahui kasus-kasus yang terkait dengan P3B

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Penulis dapat lebih mengetahui dan mendalami tentang Pajak Internasional serta
mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana cara mengatasi penyelesaian Pajak Berganda
Internasional.
2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah wawasan mengenai Pajak Internasional dan juga mengetahui
resiko yang akan didapatkan jika melakukan Pajak Berganda Internasional.

1.5 Metodologi Penelitian

Berdasarkan kedalaman risetnya penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian studi


kasus karena penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mencari fakta, dan

3
selanjutnya di analisis serta diinterpretasikan berdasarkan landasan teori yang ada. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka yaitu pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data dan mempelajari teori-teori literatur dan tulisan yang berhubungan dengan
penelitian.

1.6 Sistematika Penulisan


Penelitian ini terbagi dalam lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, ruang lingkup, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan topik atau permasalahan yang dibahas yaitu
teori mengenai perjanjian penghindaran pajak berganda internasional.
BAB III OBJEK PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang kasus pajak internasional wajib pajak orang pribadi dan badan.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini menganalisis dan membahas permasalahan yang diteliti, penulis mengevaluasi kasus
pajak internasional wajib pajak orang pribadi dan badan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti, kemudian penulis
memberikan saran yang bermanfaat bagi wajib pajak internasional.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

PAJAK INTERNASIONAL

2.1 Pengertian Pajak Internasional

Pajak internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaannya dilakukan
dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda).

Perpajakan internasional merupakan studi atau penentuan pajak atas subjek orang atau
bisnis dengan hukum pajak negara yang berbeda atau aspek-aspek internasional dari hukum
pajak negara individu. Pemerintah biasanya membatasi ruang lingkup pajak pendapatan mereka
dalam beberapa cara teritorial atau menyediakan untuk offset dengan perpajakan yang berkaitan
dengan pendapatan ekstra teritorial.

Cara keterbatasan umumnya mengambil bentuk residensi, teritorial, atau sistem eksklusif.
Beberapa pemerintah telah berusaha untuk mengurangi keterbatasan yang berbeda dari masing-
masing tiga sistem yang luas dengan memberlakukan sistem hibrida dengan karakteristik daridua
atau lebih. Banyak pemerintah individu pajak dan atau badan usaha terhadap pendapatan.Sistem
seperti perpajakan sangat bervariasi, dan tidak ada aturan umum yang luas. Variasi ini
menciptakan potensi pajak ganda (dimana pendapatan yang sama dikenakan pajak oleh negara
yang berbeda) dan tidak ada pajak (dimana pendapatan tidak dikenakan pajak oleh negara
manapun).

Terdapat beberapa pendapat mengenai pajak internasional :

1. Prof. Dr. Ottmar Buhler


Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah (norma) hukum
perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional).
5
Sedangkan dalam arti luas hukum pajak internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa
ditambah peraturan nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang
perpajakan.

2. Prof. Dr.P.J.A.Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib
hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masyarakat. Hukum pajak
internasional merupakan suatu kesatuan hukum yamh mengupas suatu persoalan yang diatur
dalam undang-undang nasional mengenai :
• Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri
• Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda
• Traktat-traktat

3. Anglo Sakson
Di negara-negara Anglo Sakson berlaku pengertian yang terperinci tentang hukum pajak
internasional, yang dibedakan antara :
• National External Tax Law (Auszensteuerrecht)
Merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat mengenai peraturan perpajakan yang
mempunyai daya kerja sampai di batas luar negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik
mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun terhadap subjeknya (subjek ada di luar
negeri)
• Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerrecht)
Adalah mencakup keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-
negara yang ada di seluruh dunia. Foreign tax law berguna sebagai bahan perbandingan dalam
melakukan comparative tax law study ketika akan melakukan perjanjian perpajakan dengan
negara lain.
• International tax Law
Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional merupakan keseluruhan kaedah
pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dll yang semata-mata
berdasarkan sumber-sumber asing. Sedangkan dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik
yang berdasarkan traktat, konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima negara-negara dunia,
6
maupun kaedah-kaedah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung
adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau
lebih.

2.2 Penyebab Timbulnya Pajak Berganda

Bentrokan antara kewenangan menarik pajak negara dengan negara lain terhadap objek
pajak yang sama bisa menyebabkan terjadinya pajak berganda. Hal ini karena yurisdiksi dari
negara baik mengenai individu yang berada dan melakukan kegiatan di wilayahnya serta warga
negara yang melakukan kegiatan di negara lain.

2.3 Macam-macam Pajak Berganda (Double Taxation)

Pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :


1. Pajak berganda nasional (national double taxation) adalah pajak yang dikenakan lebih
dari satu kali terhadap objek yang sama oleh suatu negara.
2. Pajak berganda internasional (international double taxation) adalah pajak yang
dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh lebih dari satu negara,
dengan kata lain pajak berganda internasional timbul karena :
a. Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
b. Dikenakan terhadap objek yang sama
Pajak internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan source country.
Disebut domicily country apabila negara tempat tinggal Wajib Pajak (domicily country atau home
country) menganut asas domisili yang mengenakan pajak penghasilan atas worldwide income
atas dasar asas domisili.

Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat
tinggalnya (source country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga pajak penghasilan
atas laba tersebut atas dasar asas domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak dua
kali (double taxation). Yang pertama oleh source country dan yang kedua oleh domicile country.
Negara-negara yang tarif pajaknya rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak atas
7
penghasilan disebut sebagai negara-negara surga pajak (tax haven countries). Pajak berganda
dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal (internal double taxation); pajak berganda
internasional (international double taxation); pajak berganda secara yuridis (juridical double
taxation) serta pajak berganda secara ekonomis (economic double taxation). Internal double
taxation adalah pengenaan pajak atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam suatu negara.
International double taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek dan
Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih mengenakan pengenaan pajak
atas Objek Pajak yang sama dan Subjek Pajak yang sama.

Knechtle dalam bukunya berjudul Basic problem in international fiscal law (1979)
membedakan pengertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara sempit (narrower
sense). Secara luas pengertian pajak berganda diartikan setiap bentuk pembebanan pajak dan
pungutan lainnya lebih dari satu kali, dapat dalam bentuk berganda (double taxation) atau lebih
(multiple taxation) terhadap suatu fakta fiskal. Secara sempit pajak berganda dianggap terjadi
pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam
satu administrasi perpajakan yang sama. Pajak berganda seperti ini sering disebut sebagai pajak
berganda ekonomis (economic double taxation). Pemajakan ganda oleh berbagai administrator
dapat pula terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah, atau secara diagonal (pemerintah
daerah kota/kabupaten, propinsi X dan Y).

Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka diadakan perjanjian


penghindaran pajak berganda (agreement for the avoidance of double taxation and the
prevention of tax evasion) atau dikenal dengan istilah tax treaty.

2.4 Sumber Hukum Pajak Internasional

Pada dasarnya hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang didalamnya
mengandung unsur-unsur asing, unsur tersebut bisa mengenai subjek pajaknya, objek pajaknya
maupun pemungut pajaknya.
Sumber hukum pajak internasional terdiri dari :

8
1. Hukum pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak ditujukan kepada pihak
lain.
2. Traktat yaitu perjanjian pajak dengan negara lain
a. Untuk menghindari pajak berganda
b. Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing
c. Untuk mengatur mengenai laba Badan Usaha Tetap (BUT)
d. Untuk memberantas penyelundupan pajak
e. Untuk menetapkan tarif douane
3. Putusan hakim (nasional maupun internasional)

Tujuan umum pajak internasional adalah untuk mengeliminsai gejala pajak ganda, hal ini dapat
dilakukan dengan 3 cara :
1) Dengan cara unilateral, dimana negara yang bersangkuatan memasukkan dalam
perundang-undangan pajaknya ketentuan untuk menghindari pajak berganda seperti :
a. Exemption yang didasarkan pada pure territorial principle atau restricted terrirorial
principle
b. Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax credit, dan
fictious tax credit/tax sparing
2) Dengan cara bilateral, dilakukan denga melakukan perjanjian pajak antar negara yang
dikenal dengan isilah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
Untuk negara Indonesia telah memiliki Tax Treaty denagn 57 negara.
3) Perjanjian multilateral, misalnya Igeneral Agreement Tariffs and Trade (GATT) yang
mengatut tarif douane secara multilateral.

2.5 Sumber Hukum Pajak Internasional Indonesia

Di Indonesia, pajak internasional khususnya mengenai P3B diatur dalam Pasal 32A
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini adalah lex specialist
terhadap Undang-undang domestik. Dengan demikian, jika ada ketentuan dalam undang-undang
domestic bertentangan dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan
9
P3B. Saat ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang sudah berlaku efektif.
Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa P3B lagi yang belum berlaku efektif tetapi
masih dalam proses perundingan, penandatanganan, ratifikasi atau proses pemberlakuan.
Beberapa ketentuan pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan P3B ini adalah antara lain :
● PER-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda.
● PER-62/PJ./2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda.
● PER-67/PJ./2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan P3B.
Dalam P3B OECD Model, ketentuan tentang pertukaran informasi dimuat dalam Pasal 26.
Sementara itu aturan internal di Indonesia untuk melakukan proses pertukaran informasi diatur
dalam SE-61/PJ/2009. Sementara itu, proses pembentukan P3B seperti proses pendekatan,
perundingan, ratifikasi serta pemberlakuannya tunduk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional.

2.6 Subjek dan Objek Pajak dalam Pajak Internasional

Subjek pajak dibagi menjadi 2 :


1. Subjek pajak dalam negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri
2. Sunjek pajak luar negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-sumber di dalam negeri

Sedangkan objek pajak dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Objek pajak dengan sumber di dalam negeri
2. Objek pajak dengan sumber di luar negeri

2.7 Metode Penghindaran atau Pengurangan Pajak Berganda

Dalam rangka menguarangi atau menetralisir dari kemungkinan pengenaan pajak berganda
sebagai akibat dari timbulnya konflik tersebut dimuka maka ada beberapa metode yang bisa
dilakukan antara lain:

10
1. Metode perjanjian penghindaran pajak berganda internasional antara lain dilakukan
dengan :
● Traktat yang bersifat multilateral yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa
negara dalam satu perjanjian.
● Traktat yang bersifat bilateral yakni perjanjian yang menyangkut dua negara.

2. Metode Unilateral atau metode sepihak


Cara ini ditempuh oleh negara secara sepihak melalui Yurisdiksi Nasionalnya, yakni dengan cara
memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak
berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya ketentuan pasal 24 UU.PPh tentang kredit
pajak luar negeri. Tata cara pengereditan ini ada dua cara yang dipakai yakni:
● Kredit Penuh yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yangf
dibayar diluar negeri.
● Kredit Terbatas yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar diluar negeri
menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar diluar negeri dengan jumlah
pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia – ini yang dianut pasal 24
UU.PPh.

3. Metode Pembebasan
Metode ini adalah dengan cara memberikan pembebasan terhadap penghasilan yang diterima
atau diperoleh dariluar negeri, cara pembebasan ini ada dua cara yang ditempuh yakni :
● Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari negara sumber. Artinya penghasilan dari negara sumber tidak dimasukkan dalam
peghitungan pajak di Negara Domisili. Metode ini juga sering disebut dengan
pembebasan penuh atau full examption.
● Cara pembebasan perhitungan pajak yang terhutang hanya atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh didalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan
baik dari dalam negeri atau luar negeri atau disebut dengan Metode pembebasan dengan
Progresi atau exemption with proression. Metode pembebasan ini dianggap metode yang
paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu mengetahui bagaimana suatu
penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber.
11
2.8 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty
Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antar dua negara atau
antar beberapa negara dalam upaya menghindari pajak berganda. Hal-hal yang ada didalamnya
meliputi negara mana saja yang menjadi peserta dan terikat dalamperjanjian tersebut dan objek
pajak apa yang tercakup dalam perjanjian tersebut.
Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1. Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini dapat
menimbulkan perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahakan klausal,
jika terdapat keraguan maka akan dibicarakan bersama.
2. Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya, yang pada
waktu perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan bahwa pada sewaktu-
waktu tertentu otoritas keuangan dari masing-masing negara akan saling
memberitahukan, pajak mana yang tunduk dalam perjanjiana tersebut.
3. Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga berlaku
untuk pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai dasar yang
sama. Objek pajak dalam tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis penghasilan :
1. Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable
property)
2. Penghasilan dari usaha (business income atau business profit)
3. Penghasilan dari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and
air transport)
4. Deviden
5. Bunga
6. Royalty
7. Keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
8. Penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
9. Penghasilan dari pekerjaan (income from dependent personal service)
10. Gaji untuk direktur (director fees)
11. Penghasilan seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers and athletes)
12. Uang pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social security payment)
13. Penghasilan pegawai negeri (income in respect of government service)
12
14. Penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by students and apprentices)
15. Penghasilan lain-lain (other income)

2.9 Model Tax Treaty

Dalam Perpajakan Internasional terdapat dua model persetujuantax treaty utama yang digunakan
sebagai model untuk tax treaty antar negara-negara di dunia, antara lain :

1. OECD Model.
OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and Development,
adalah sebuah organisasi Internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip
demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Negara-negara anggota OECD adalah negara
negara yang maju, dimana arus barang, uang dan orang diantara mereka setara. Negara negara ini
menggunakan asas residensial atau domisili untuk taxing right atau hak pemajakannya, dimana
penghasilan royalty tidak termasuk penghasilan yang dibebaskan dalam penghitungan pajak. Hak
pemajakan atas royalty diberikan sepenuhnya kepada Negara Domisili. Hal ini tidak menjadi
masalah bagi negara-negara OECD dikarenakan kesetaraan tadi, hingga saling internetting
perpajakan di lingkungan negara negara OECD.

Hal ini kemudian menjadi tidak adil bila dilakukan modeltax treatyini dilakukan dengan
negara negara berkembang, karena bila menggunakan asas residensial, maka negara negara
berkembang tersebut tidak akan mendapatkan bagian hasil pajakkarena umumnya negara maju
memiliki investasi di negara berkembang, sebaliknya negara berkembang memiliki sedikit
investasi di negara negara maju. Metode yang digunakan pada tax treaty model OECD
adalahexemption dancredit method.

2. UN Model.
UN merupakan singkatan dari United Nation atau dikenal sebagai PBB (Persatuan
Bangsa-Bangsa), adalah sebuah organisasi yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia.
Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan
internasional, Lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial. Oleh karena itu, model tax treaty UN
13
lebih memungkinkan untuk mempertimbangkan berbagai kondisi negara-negara yang berbeda,
sehingga sebisa mungkin tidak ada yang dirugikan dalam penetapan ketentuan persetujuan tax
treaty. Maka dapat dikatakan UN model adalah model tax treaty yang lebih menjamin keadilan
untuk negara negara berkembang.

Model tax treaty UN hanya mengatur perlakuan terhadap penduduk masing-masing


negara dimana penghasilan yang diperoleh (atau kekayaan yang dimiliki) dari Negara Sumber
diabaikan sama sekali oleh Negara Domisili dalam menghitung penghasilan lainnya yang
diperoleh penduduknya (full exemption), sehingga penghasilan yang diperoleh dari Negara
Sumber tidak dikenai pajak oleh Negara Domisili, tetapi penghasilan tersebut ikut
diperhitungkan hanya untuk menentukan tarif progresif (exemption with progression). Akibat
dari exemption tersebut laba usaha yang diperoleh di negara sumber tidak dapat digunakan
sebagai kompensasi kerugian di dalam negeri. Tapi, penghasilan atau kekayaan yang diperoleh
atau dimiliki oleh penduduk dari negara domisili berasal atau berada di negara sumber, yang
berdasarkan P3B yang bersangkutan dikenai pajak di negara sumber, negara domisili harus
memberikan pengurangan pajak yang dibayar di negara sumber tersebut. Pada kenyataannya,
pada tax treaty yang dilakukan oleh dua negara(bilateral), model UN dan OECD tersebut hanya
merupakan gambaran umum, karena pada akhirnya, sistem dan keseluruhan tata cara yang
dipakai tergantung isi perjanjian yang disepakati oleh dua buah negara yang melakukan
perjanjian. Dan model tax treaty yangdijadikan acuan utama dalam perundingan P3B (tax treaty)
Indonesia adalah model UN.

Selain kedua model utama diatas, juga terdapat model yang dikembangkan oleh suatu
negara untuk kepentingannya sendiri, misalnya US Model (1996, 2006); dan Multilateral Tax
Treaty, yang tidak diterima secara luas dan hanya meliputi beberapa negara saja, contohya:
● Pakta Andean (Bolivia, Chile, Kolombia, Ekuador, Peru dan Venezuela)
● Nordic (Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia dan Swedia)
● Maghribi Union (negara-negara di wilayah Afrika Utara)

14
2.10 Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional

Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing


negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan
investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan
melakukan penghindaraan pajak berganda internasional. Adanya kebijakan pajak internasional
khususnya P3B dimaksudkan terutama untuk menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak
berganda ini timbul karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama.
Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak berganda
ini misalnya :
● Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang atau
badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara
yang berbeda.
● Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B
untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang bersifat
ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa pembatasan
kepada suatu negara untuk mengenakan pajak.
● Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di suatu
negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak yang
melakukan transfer pricing.
● Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu Wajib
Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka Wajib Pajak
tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.
Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan
tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas
perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai
kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien. Perpajakan berganda
internasional terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip
perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari
dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib
15
pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri
(WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara
tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan
pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Bentokran klaim lebih
diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang
subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan
global dua kali.

Doernberg (1989) menyebut 3 unsur prinsip-prinsip netralitas yang harus dipahami dalam
Perpajakan internasional. yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik)
Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada
bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di
luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan
melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.

2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional)


Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam
negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara.
Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa
cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.

3. National Neutrality
Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak
luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba

16
BAB III
OBJEK PENELITIAN

3.1 Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Orang Pribadi

David Beckham Beramal untuk Hindari Pajak?

INILAH.COM, Paris - Pada bulan Februari 2013 muncul Isu tak sedap menyeruak
bersamaan dengan langkah David Beckham ke Paris Saint-Germain. Beckham dituduh
menghindari pajak yang membebaninya sebagai pekerja di Prancis.
Beckham resmi bergabung dengan PSG Jumat (1/2/2013) akhir pekan lalu dengan
kontrak berdurasi lima bulan. Mantan bintang Manchester United dan Real Madrid itu kemudian
menghibahkan semua gaji yang diterimanya dari PSG sebesar 800 ribu Euro (sekitar 10 miliar
Rupiah) per bulan untuk sebuah panti asuhan. Niat baik ini justru menimbulkan syak wasangka.
Presiden Prancis, Francois Hollande, menetapkan pajak sebesar 75 persen bagi seseorang
yang tinggal di negaranya dengan penghasilan lebih dari 1 juta Euro atau sekitar 13 miliar
Rupiah per tahun, baik itu penghasilan yang didapat dengan bekerja di Prancis maupun
penghasilan yang didapat dari luar Prancis.
Definisi menetap sendiri menurut hukum Prancis adalah orang yang tinggal di negeri asal
Napoleon itu selama minimal enam bulan. Untuk menghindari ini, Beckham hanya mengikat
kontrak selama lima bulan bersama PSG. Tak hanya itu, sang istri, Victoria, serta anak-anaknya,
tetap tinggal di London sehingga Becks bisa tetap memegang KTP London.
Selain itu, gajinya di PSG langsung disalurkan ke badan amal di Paris tanpa lebih dulu
mampir ke rekeningnya. Dengan demikian, Beckham bisa membuktikan bahwa ia benar-benar
tidak cari ‘untung‘ di Prancis.
Becks sendiri tetap mendapat bayaran dari PSG, namun jumlahnya amat kecil, yakni
2200 Euro atau sekitar 28 juta Rupiah per bulan. Ini adalah upah minimum bagi seorang pesepak
bola profesional di Prancis.
Beckham lebih baik memilih mengorbankan penghasilan total 4 juta Euro selama lima
bulan di PSG daripada penghasilan totalnya, yang tahun lalu mencapai 30 juta Euro (390,5 miliar
Rupiah) per tahun dibebani pajak hingga 22,5 juta Euro (292 miliar Rupiah).
17
Kebijakan sang presiden ini dikecam perdana menteri Prancis, Gerald Darmanin.
Menurutnya, niat pemerintah untuk meraup pemasukan justru akan membuat sumber-sumber
pemasukan dari sektor pajak mereka menjauh. “Saya lebih suka menarik 50 persen dari banyak
wajib pajak, ketimbang 75 persen dari tak satupun orang,” keluhnya. Total kekayaan pemain
berusia 37 tahun itu mencapai 234,6 juta Euro atau sekitar 3 triliun Rupiah

3.2 Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Badan

Perusahaan IT Kelas Dunia yang Punya Utang Pajak Miliaran Dolar

Jakarta, Aktual.co — Pemimpin Eropa baru-baru ini bertemu untuk membahas kebijakan
pajak dan khususnya keprihatinan mereka atas sejumlah perusahaan internasional yang memiliki
profit tinggi telah berhasil menyampingkan pembayaran pajak, padahal pendapatan yang
dihasilkan perusahan ini cukup diperhitungkan di Eropa.
Berikut adalah beberapa perusahaan IT yang pembayaran pajaknya rendah, seperti yang
dilansir dalam Times Of India :
Apple
Sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh Senat AmerikaSerikat (AS) menunjukkan
bahwa pembuat iPhone dan iPad ini telah membayar hanya 2 persen pajak dari penghasilan
sebesar USD74 miliar selama tiga tahun terakhir, sebagian besar dengan memanfaatkan celah
yang tidak biasa dalam kode pajak Irlandia.
Irlandia mengatakan, pihaknya tidak bisa disalahkan, dan Apple telah membela praktek
yang legal. Tapi, laporan senat telah menambah kehebohan sekitarnya, penghindaran pajak oleh
perusahaan-perusahaan besar.

Google
Meskipun menghasilkan USD18 miliar pendapatan di Inggris pada periode 2006 sampai
2011, internet raksasa berbasis pencarian ini hanya menyetor USD16 juta dalam bentuk pajak
kepada pemerintah Inggris. Google mengatakan, tidak memiliki keberadaan yang berarti dalam
penjualan di Inggris dan karena itu tidak dapat dianggap seperti penduduk lainnya untuk tujuan
perpajakan, sehingga menurunkan kewajibannya untuk bayar pajak.
18
Sebuah penyelidikan oleh Reuters telah menunjukkan bahwa sekitar 1.300 orang yang
dipekerjakan oleh Google UK Ltd., terlibat dalam kegiatan penjualan dan pemasaran, tetapi
Google mengatakan mempekerjakan orang-orang dengan latar belakang penjualan, bahkan jika
mereka tidak terlibat langsung dalam penjualan tersebut.
Parlemen Inggris telah memanggil eksekutif Google sebelum sidang untuk mencoba
memahami lebih lanjut tentang kegiatan yang dilakukan oleh Google.

Amazon
Perusahaan ritel internet sebagian besar beroperasi di Eropa dari Luksemburg, yang
memungkinkan untuk meminimalkan jumlah pajak itu harus membayar pada pendapatan yang
dihasilkan di negara-negara Eropa lainnya.
Tetapi mekanisme penghindaran pajak juga memungkinkan Amazon untuk secara
dramatis memotong tagihan pajak AS, investigasi oleh Reuters telah menunjukkannya, dengan
perusahaan yang membayar tingkat pajak sekitar 5,3 persen selama 5 tahun terakhir. Otoritas
pajak AS telah meminta Amazon untuk membayar kembali pajaknya sebesar USD1,5 miliar.

Vodafone
Operator telepon seluler terbesar di dunia telah berhasil secara bertahap mengurangi
jumlah pajak di Inggris selama dekade terakhir dengan menggunakan skema penghindaran
hukum pajak, termasuk mendaftarkan keuntungan di yurisdiksi lain, seperti Luksemburg.
Pemeriksaan Reuters terhadap pengajuan hukum oleh Vodafone di Eropa selama 16
tahun terakhir menunjukkan bahwa petugas pajak Inggris sering pergi dengan tangan kosong
yang seharusnya bisa menerima sekitar 1 milliar pound (USD1,51 milliar) dalam pendapatannya.

19
BAB IV
PEMBAHASAN TERHADAP KASUS PAJAK INTERNASIONAL

Modus yang terjadi pada berbagai cara penghindaran pajak di dunia internasional
biasanya menggunakan celah yang ada pada ketentuan Tax Treaty maupun ketentuan peraturan
perpajakan negara yang memiliki hak memungut pajak, serta memanfaatkan keberadaan negara
yang memungut pajak yang sangat kecil atau bahkan tidak mengenakan pajak (tax heaven
country) untuk menghindar dari pemungutan pajak berbagai negara, sehingga dapat
meminimalkan pembayaran pajaknya. Ada 3 cara perlawanan terhadap pajak, yaitu :

1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)


Penghindaran pajak terjadi sebelum surat ketetapan pajak keluar. Dalam penghindaran pajak
ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan
jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-
undang.

Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:


a. Menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
b. Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi
yang tarif pajaknya rendah.
c. Penghindaran pajak secara yuridis dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-
perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan
kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar
potensial penghindaran pajak secara yuridis. Kekosongan atau celah pada undang-undang
ini dapat karena ketidaksengajaan pembuat undang-undang maupun kesengajaan pembuat
undang-undang. Kesengajaan pembuat undang-undang terjadi karena latar belakang
pembuat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan parlemen, di mana parlemen
mewakili berbagai kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang antara
satu dan yang lainnya.
David Beckham pada tahun 2013 berusaha mengecilkan penghasilannya di Perancis dengan
menyumbangkan langsung sebagian besar gaji yang diterimanya dari klub sepakbola PSG,
20
sehingga total penghasilannya di Perancis tidak mencapai 1 juta Euro per tahun. Karena Perancis
menerapkan pajak penghasilan sebesar 75 persen dari penghasilan setiap orang yang tinggal di
Perancis, baik itu penghasilan yang didapat dengan bekerja di Pernacis, maupun dari luar
Perancis.
Perusahaan multinasional seperti Google, Apple, Amazon, Vadafone berusaha menghindari
pajak yang besar dengan memindahkan kerugiannya ke Negara-negara yang menerapkan pajak
besar seperti Indonesia dengan berbagai cara dan memindahkan keuntungannya ke Negara lain
dengan pajak lebih kecil dalam bentuk royalty.

Semua itu adalah contoh bagaimana usaha penghindaran pajak (Tax Avoidance) dilakukan
oleh perusahaan multinasional besar dan orang-orang terkenal dengan memanfaatkan celah
peraturan perpajakan internasional maupun perbedaan tarif pajak antar Negara. Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda atau Tax Treaty memang selain dibuat untuk menghindar
terjadinya pengenaan pajak berganda pada satu fakta fiscal juga bertujuan mencegah praktek
penghindaran pajak atau Tax Avoidance, namun perjanjian-perjanjian yang dibuat antarnegara itu
hingga saat ini masih memiliki celah bagi praktek Tax Avoidance oleh perusahaan-perusahaan
badan dan orang pribadi yang ingin menghindar membayar pajak.

2. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)


Pengelakan pajak terjadi sebelum surat ketetapan pajak dikeluarkan. Hal ini merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi
dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak
di setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri
dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional
bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri,
dan lain-lain).
Kecenderungan wajib pajak melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (dengan asumsi
negara yang mempunyai sistem penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang tidak
mudah disuap).
3. Melalaikan Pajak

21
Melalaikan pajak terjadi setelah surat ketetapan pajak keluar. Melalaikan pajak adalah
menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas
yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.

Jika wajib pajak telah menerima surat ketetapan pajak, maka dia harus membayar pajak
sesuai dengan surat ketetapan pajak tersebut. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus
akan mengirim surat teguran dan jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang
kekuatannya sama dengan putusan pengadilan yang berlaku. Lalu setelah 2 x 24 jam wajib pajak
belum membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan yaitu surat perintah untuk melakukan
penyitaan pada harta wajib pajak itu.

Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan
cara halus. Cara kasar yaitu, misalkan saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder untuk
mengusir juru sita tersebut. Ataupun mengancam dengan senjata api / tajam. Cara halus yaitu,
dengan cara mengalihkan/memindah tangankan semua harta wajib pajak ke tangan orang lain
atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang tersembunyi ini, maka wajib
pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan pidana, maka jika wajib pajak
disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sandera
diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun perdata (menurut Herzien
Inlandsch Reglement). Tetapi, ada edaran dari mahkamah agung bahwa untuk utang perdata,
orang yang berutang tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang
pajak termasuk utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pajak internasional atau lebih tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan
hukum perpajakan yang terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun
kaidah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh
negara-negara di dunia untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya
unsur-unsur asing, baik mengenai subyek maupun mengenai objeknya.

Pajak berganda merupakan permasalahan perpajakan internasional yang terjadi anta


beberapa negara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dilakukan perjanjian untuk
menghindari pemungutan pajak yang dilakukan lebih dari satu kali. Di Indonesia perjanjian
tersebutdikenal dengan istilah P3B atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Dari celah-celah sempit peraturan perundang-undangan setiap negara, banyak dijadikan


usaha untuk menghilangkan pemungutan pajak, menimbun asset, melakukan transaksi Offshare,
melakukan rekayasa transaksi, pemalsuan nama untuk suatu transaksi fiktif dan metode lainnya.

5.2 Saran

Diperlukan hubungan timbal balik antar negara, sehingga dalam pemungutan pajak dapat
dilakukan sesuai dengan keadaan yang terjadi pada wajib pajak.

System Whistle Blower sanga efektif untuk diterapkan di Indonesia dengan imbalan yang
sesuai dengan tingkat permasalahan perpajakan,sehingga memungkinkan meberi rasa takut atau
teror kepada wajib pajak lain yang melakukan penyalahgunaan perpajakan mereka.

23
DAFTAR PUSTAKA

David Beckham Beramal untuk Hindari Pajak? (2013). Retrieved from InilahCom:
http://bola.inilah.com/
Makalah Pajak Internasional Tax Treaty. (n.d.). Retrieved from SlideShare:
https://www.slideshare.net/Zanxadhy/makalah-pajak-internasional-tax-treaty-p3b
Memahami Tax Treaty. (2008, 12 18). Retrieved from Catatan perpajakan Indonesia:
https://aviantara.wordpress.com/2008/12/18/memahami-tax-treaty/
Pajak Internasional. (2013, 01 02). Retrieved from
https://1man1a.wordpress.com/2013/01/02/pajak-internasional/
Pajak Internasional. (2013, 08). Retrieved from http://fauziatan.blogspot.co.id/2013/08/pajak-
internasional.html
Pajak Internasional. (2016, 04 25). Retrieved from
https://ut0m014.wordpress.com/2016/04/25/pajak-internasional/
PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA: STUDI KASUS PERSETUJUAN
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA . (2012). Retrieved from
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20291149-S1330-Ratyan%20Noer%20Hartiko.pdf
Perusahaan IT Kelas Dunia yang Punya Utang Pajak Miliaran Dolar. (2013, 05 28). Retrieved
from AktualCo: http://www.aktual.co/teknoget/192309perusahaan-it-kelas-dunia-yang-
punya-utang-pajakmiliaran-dolar

24

Você também pode gostar